WILD LOVE???? #6
Rumah ini adalaha Rumah sahabtku dimana aku menginap malam
ini. Malam penuh dengan desahan dan juga kebenaran-kebenaran yang mulai
menyambung menjadi satu bagian. Wanita berkulit putih dengan hidung yang
seperti burung kakak tua dengan senyum menawan tertegun dan berdiri mematung. Wanita
dengan darah india yang mengalir di dalam pembuluh nadinya ini sangat terkejut
atas apa yang di katakan oleh seorang pemuda keturunan Jepang dengan
ketelanjangannya menatap ke arah tubuh telanjang wanita india tersebut. Wanita?
Jelas karena dia adalah seorang Ibu dari sahabat pemuda tersebut.
Aku masih memandangi wajahnya yang tampak sedikit terkejut atas apa yang baru saja aku ucapkan. Langkahnya terhenti dan matanya menatapku dengan tajam seakan dia mengenali aku sebelumnya. Alis matanya menyatu satu sama lain seakan-akan mencoba menyamakan wajahku dengan ingatannya yang telah lama tertidur. Lututnta menjadi linu tak mampu menahan beban tubuhnya kembali, dia terjatuh duduk perlahan dengan kedua lututnya tertekuk kebelakang. Nampak da melihat sesosok wajah wanita yang dia kenal di dalam diriku. Wajah yang dahulu selalu menghiasi harinya dengan senyum kebersamaan, kebersamaan dalam suka dan duka. Diletakannya kedua gelas yang berada ditangannya dan diletakannya di lantai. Wajahnya menunduk kedua telapak tangannya mulai menutupi wajahnya. Air matanya pun mengalir tertutup oleh kedua telapak tangannya walau aku tidak melihatnya tapi aku tahu dari suara isak tangis yang kemudian terdengar walaupun sangat lirih. Betapa bodohnya aku ini membuat suasana harmonis ini menjadi suasana kesedihan, aku kemudian bangkit dan melangkah ke arahnya. Aku duduk berselonjor dan Langsung ku dekap lembut tubuhnya walau hati ini sebenarnya tak ingin merasakannya karena di luar sana ada wanita yang sangat aku sayangi melebihi wanita di depanku. Aku peluk erat tubuhnya dari samping tubuhnya, kusandarkan kepalanya di dadaku.
“hiks.. hiks... hiks... hiks... hiks...”isak tangis yang terdengar dari Ibu Rahman
“Apa kamu adalah... hiks hiks hiks”
“Anak dari Pita? Hiks hiks hiks... “ tanya Ibu rahman dengan suara terisak dengan kedua tangan mulai terbuka perlahan mencoba memandangku dengan air yang mengembang di matanya. Aku hanya mengangguk, kembali semakin keras suara isak tangisnya.
“Tante... aku mohon jangan menangis...” ucapku sambil memeluk erat kepalanya dan mencium ubun-ubun di kepalanya
“Ya, tante aku memang anak dari Pita, Diyah Ayu Pitaloka...” jawabku dengan suara lirih tepat di atas ubun-ubunnya. Terdengar sura tangisnya semakin keras dan semakin menjadi-jadi. Ku angkat wajahnya dengan tangan kiriku tepat di dagunya. Aku pun tersenyum, kemudian aku cium keningnya dan kemudian aku cium bibir manisnya dengan maksud menenangkannya.
“Ini salah.. salah... hiks hiks hiks....” ucapnya sembari memundurkan tubuhnya untuk lepas dari pelukanku.
“Aku dulu yang membuat Ibumu hancur, sekarang aku menghancurkanmu dengan persetubuhan ini” ucap Ibu Rahman dengan isak tangis yang tak henti-hentinya mengucurkan air mata.
“Aku tak pantas menjadi sahanat Ibumu lagi....hiks hiks hiks hiks” ucapnya dengan tangis semakin keras, kutarik tubuhnya dan kupeluk lebih erat lagi.
“Tante... Sebenarnya Ibu sangat mrindukan tante, hanya saja tante tidak pernah mengabari Ibu”
“Sampai sekarang pun, Ibu masih mengharapkan kehadiran tante” ucapku menenangkannya
“Benarkah?” tanyanya kepadaku sembari mengangkat kepalanya kepadaku dengan mata penuh linangan air mata
“Iya tante... percayalah pada Arya” tegasku
“Tapi aku dulu pernah membantu Ayahmu untuk memperkosa Ibumu, sekarang aku menyetubuhi anak dari sahabatku, kesalahan ini tak bisa di ampuni hiks hiks hiks” ucapnya kepadaku, aku memandangnya dengan senyuman manisku untuk menenangkan hati tante.
“Aku harap kamu tidak memberitahukan hal ini kepada Ibumu?” sambil bangkit dari tubuhku dan duduk tante mengusap air matanya.
“Iya Tanteeee....” jawabku sedikit manja kepda tante, tante kemudian memandangku dengan penuh perasaan sayangnya. Di angkatnya tangan krinya dan mengusap lembut pipiku.
“Tante...”
“Apakah tante adalah sahabat Ibu yang bernama Karima, Ima?” tanyaku
“Iya, dia satu-satunya orang yang memanggilku dengan nama Ima, itu adalah panggilan sayang Ibumu kepadaku dan aku memanggilnya dengan nama Pita” jawab tante sedikit sesengukan
“Bolehkah aku memanggil Tante dengan nama Tante Ima” tanyaku
“Tentu saja boleh... tak ada yang tahu nama kecil itu kecuali Ibu kamu dan kamu... Om saja memanggil tante dengan nama arima” jawab tante yang kemudian tersenyum kepadaku, huft... akhirnya tersenyum juga tante Ima.
“Mungkin akan sampai pagi kita akan berbicara” ucapnya sambil menoleh ke arahku dengan senyumannya dan sisa-sisa air mata yang mengalir dari matanya
“Bagaimana kabar Ibumu? Tante kangen” tanya tante
“Baik tante....Ibu juga kangen tante” jawabku, kami berbincang-bincang banyak walaupun dengan tubuh telanjang, kami aku masih bisa mengikuti setiap percakapan-percakapan dengan tante.
“Kamu mirip sekali dengannya, dengan pacar tante...” ucapnya tiba-tiba, kemudian dia ambil kembali dua gelas air putih itu dan diberikannya salah satunya kepadaku.
“Memang pacar tante siapa dulu” jawabku sambil Ku teguk segelas air putih itu
“Andi, Andi Pitawarno Sucipto, Paman kamu” ucapnya setelah setengah isi gelas dia teguk
“uhuk uhuk uhuk uhuuk.... Paman???” jawabku yang tersedak karena kaget
“Iya... Tante diam-diam menjalin hubungan dengan paman kamu tanpa sepengetahuan Ibumu”
“Sebenarnya Paman dan tante sudah memutuskan untuk menikah ketika tante lulus, tapi... itulah yang terjadi”
“Oia jujur saja, dimasa mudanya paman kamu masih kalah ganteng dan perkasa ketimbang kamu Ar” ucapnya sedikit mengalihkan pembicaraan
Aku melihat tante terlihat lebih bahagia ketika menceritakan tentang Ibu dan Paman. Bagaimana kehidupan tante yang sebenarnya akupun tak pernah mengetahuinya. Ingin rasanya aku mengorek lebih dalam lagi. Aku kemudian bangkit dari dudukku, kudekati tante dan ku gendong.
“Aaaaa.... apaan sich kamu Ar?” teriak tante yang terkejut dengan perlakuanku. Ku dudukan tante di sofa dan aku duduk disampingnya dan menghadap ke arahnya
“Kamu masih ingin lagi Ar? Tante harap kita cukup sampai disini saja”ucapnya
“Iya terserah tante... tapi tante jangan melirik ke arah dedek arya terus dong...” ucapku menggodanya
“Kamu pernah melakukannya kan sebelum ini?” ucap tante dengan tangan kirinya mengelus lembut dedek arya yang sedari tadi sebenarnya selalu ON FIRE!
“Aduh gila, kalau aku bilang aku pernah melakukan dengan Ibu bisa celaka 1 juta” bathinku
“Pernah tan, dengan ada lah pokoknya....” jawabku singkat
“Mulai besok jangan main dengan sembarang cewek Ar, tante siap kapanpun kamu mau, tante takut kamu nanti kena penyakit...” jawab tante
“Katanya tadi cukup... kok nawari tan?” ucapku nakal
“hi hi hi tante bisa menahan tapi karena kamu mirip sama paman kamu yang buat tante tidak bisa tahan Arya sayang” ucapnya dengan senyum mengembang di bibirnya
“Iya tante... ku sayaaaaang” jawabku, kemudian tante mengecup bibirku dan kupeluk erat tante. Hati ini seakan-akan menolak semua kasih sayang tante, ya karena rasa bersalahku terhadap Ibu. Dekapan tante, ciuman tante membuat aku semakin rindu kepada Ibuku.
“Ar, tante ingin dipeluk dulu yang lama... tante benar-benar merasa nyaman ketika kamu peluk...”
“Terasa sangat nyaman... belum pernah sama sekali tante merasakan laki-laki penuh kasih sayang sepertimu Ar, kecuali paman kamu” ucapnya lembut, kemudian kupeluk tubuhnya dan kudekap. Kepalanya bersandar di dadaku.
“Memangnya Om....” ucapku yang terpotong
“Om... kamu itu bajingan Ar...” ucapnya sembari mendekap erat tubuhku dan memejamkan matanya di dadaku.
“Semenjak kejadian itu, Tante di ajak keluar kota tinggal disebuah daerah di provinsi bagian barat. Tante selalu di kekang oleh om kamu, Om Nicolas Rahman, tak pernah bisa keluar rumah hanya boleh keluar rumah kecuali sekolah dan kuliah. Hari yang paling indah adalah ketika tante keluar rumah yaitu kuliah hingga S2, dan juga merawat anak semata wayang tante rahman tapi selain 2 hal itu suram. Tante selalu berharap bisa kembali ke daerah ini, tapi om selalu menentangnya. Entah sebenarnya ada apa dengan om kamu itu”
“Ketika tante kembali ke daerah ini, kekangan om terhadap tante semakin keras. Padahal harapan tante ketika bisa sampai di daerah tempat tinggal tante adalah bisa bertemu denga paman kamu dan juga Ibu kamu. Tapi semua itu tidak bisa, om kamu selalu kasar dengan tante jika tante mulai berbicara mengenai jalan-jalan atau bahkan tamasya. Tante bisa keluar sewaktu Ayah dan Ibu tante menjenguk, dulu mereka berada di daerah ini dari tante kecil karena dipindah tugaskan akhirnya mereka pindah keluar kota tepat ketika tante mulai kembali ke daerah ini.”
“Om selalu kasar dan kasar, walaupun hal itu tidak pernah diperlihatkannya di depan Rahman. Seandainya kamu tahu, Selama tante berada di luar kota tante selalu berusaha mencari nomor kontak dari Ibu kamu dan paman kamu tapi semuanya sia-sia memegang HP saja baru 4 tahun ini Ar”
“Dan... Tante tahu Ayahmu memperkosa Ibumu, itu dari percakapan om kamu yang tak sengaja tante dengar. Mereka berdua adalah sepasang penjahat yang bersahabat dan menghancurkan hidup Ibumu dan tante. Kadang pula tante mendengar jika Ibumu juga terkekang dari percakapan om dengan ayahmu di telepon. Tante kangen Ibu kamu Ar... Kangen sekali.... ditambah lagi paman kamu, tante ingin sekali bertemu dengannya dan meminta maaf walau hanya sekali dalam seumur hidup tante hiks hiks hiks hiks”
“Semenjak kehadiranmu tante merasa nyaman ketika melihatmu, jujur saja tante tidak pernah tahu jika kamu anak dari Pita, apalagi keponakan Mas ,Andi. Om juga tidak pernah cerita mengenai anak dari Mahesa sahabatnya itu. Jujur saja banyak keanehan dari persahabatan mereka berdua...” Ucap tante yang kemudian membuka matanya memandang ke arah yang tak tentu
“kenapa tante?” tanyaku
“Entah mengapa setiap kali melihat gelagat mereka, sepertinya mereka melakukan hal buruk....”
“Jika kamu berada dalam lingkaran mereka, kamu harus hati-hati, diam dan ikuti arus saja walaupun harus terinjak-injak seperti tante” ucap tante dengan penuh makna
“Tidak tante tidak, aku ingin tahu lebih mengenai semua hal tentang Ayah dan Om...”Bathinku
“Iya tante... “ jawabku sambil mengangguk mengiyakan ucapan tante walau dalam hatiku berkata lain.
Pelukan tante semakin lama semakin kencang, erat sekali tampak terasa bulatan susu tante membuat darahku kembali berdesir. Ku kecup-kecup ubun-ubun tante dengan mesra, kemudian tante mendongakan kepala ke atas. Kami berciuman dengan sangat liar, lidah kami bergantian saling menyapu. Lama kelamaan tante beranjak menggese tubuhnya kesampingku, dengan posisi sedikit menungging dia kemudian mengocok dedek arya dengan lembut. Aku hanya duduk bersandar dan pasrah mendapat perlakuan dari tante. Tante ima kemudian mengulum batang penisku dengan sangat lembut walau terkadang sangat kasar. Entah apa yang dipikirkan tante, tiba-tiba tante kembali menitihkan air matanya ketika mengullum dedek arya. Ada sensasi tersendiri dalam diriku tapi aku tidak tega, kemudian menarik kepala tante hingga duduk bersimpuh disampingku.
“Tante, kenapa?” tanyaku lembut sembari mengelus-elus kepalanya
“Tante, keinget om kamu dan jengkel hiks hiks hiks...”
“Dia bukan hanya kasar, kadang kalau Rahman sedang ada acara menginap di kos temannya, dia mengajak perempuan lain kerumah ini dan melakukan hubungan seks...”
“Dia mengunci tante di kamar Rahman sendirian hiks hiks hiks...” ucapnya kepadaku
Gila... benar-benar gila Om Nico, dia lebih berani ketimbang Ayahku. Ibuku saja yang tahu Ayahku melakukan hubungan dengan wanita lain diluar rumah saja sangat terpukul apalagi yang berada dalam rumah.
“Arya tante minta tolong....” ucapnya
“Apa tante?” jawabku heran
“Tante ingin membalas, bajingan itu...” ucapnya
“Setubuhi tante di sampingnya, tante sudah tidak peduli lagi jika ketahuan, biar dia tahu rasa...” ucapnya tersengal-sengal
“waduh tante, kalau om bangun, aku bisa dibunuhnya...” jawabku
“tidak dia tidak bakalan bangun, dosis obat tidurnya sangat tinggi, dia tidak mungkin bangun sekalipun ada gempa begitu pula Rahman...”
“Tante mohon...” ucapnya, hal gila apa ini? bersetubuh dengannya di ruang keluarga saja sudah membuatku jantungan apa lagi di dekatnya. Tante ima, kemudian bangkit dari sofa menuju kamarnya.
“Tante tunggu....” dengan senyuman penuh harap dia berkata padaku, aku bingung menghadapi ini semua. Jika memang aku harus mati hari ini, aku benar-benar tidak ingin. Aku masih terlalu kangen dengan Ibu. Lama aku merenung ku dengar panggilan tante ima dari dalam kamarnya. Aku melangkah menuju kamarnya dengan tubuh telanjangku, samar-samar aku mendengar dengkuran keras dari mulut om Nico. Deg... deg... deg....
Kulihat seorang wanita ayu dengan kebaya warna hitam melekat di tubuhnya. Kebaya bagian atasnya tidak menutupi bagian pundak dan bahunya sehingga terlihatlah gundukan susunya yang terlipat. Kebaya hitam nan seksi dengan balutan jarik berwarna coklat bermotif batik tulis. Rambut yang dikucir sanggul kebelakang kepalanya. Wanita itu sedang duduk dengan anggunya di pinggir kasurnya, tampak seorang laki-laki setengah baya tertidur pulas di sampingnya. Pandangan ini membuatku terbuai, kembali ke masa dimana Ibu menyambutku dengan keanggunan akan kekhasan daerah ini.
“Tante....” ucapku berdiri tertegun melihat kecantikan tante
“Ini adalah pemberian paman kamu, dan tante menyimpannya sampai sekarang. Tante ingin kamu melakukannya seperti apa yang dilakukan pamanmu kepada tante...” kata tante kepadaku, kemudian tante ima menoleh kebelakang dan berteriak-teriak tak karuan. Berteriak sangat keras hingga membuat kuping telingaku berdengung.
“Lihatkan, dia tidak bangun...?” ucap tante, segera aku keluar menoleh sebentar ke arah kamar Rahman dan berteriak memanggilnya. Samar-samar hanya dengkuran Rahman yang aku dengar sma seperti yang aku dengar selama aku bersetubuh dengan Tante Ima. Kembali aku ke dalam kamar, tante dan aku yakin ini akan baik-baik saja.
Kudekati tante, kemudian dengan cepat tante berdiri dan menariku dalam dekapannya. Kepalanya menengadah ke arahku dan cup... lidah kami kembali bersatu. Menari-nari bagaiakn penari balet. Bibir tante terasa sangat hangat berbagai sedotan aku rasakan di sekitar bibirku. Tangaku kemudian muali mengelus-elus gundukan dada tante ima. Kulihat om nico, sedang mendengkur keras tak tahu jika istrinya akan kusetubuhi disampingnya. Ciuman tante berhenti, kemudian mulai menjilati leherku turun ke dadaku. Disedotinya puting dadaku dengan lembut secara bergantian, kadang jilatan-jilatan diberikannya pada puting dadaku. Membuat aku tak kuasa menahan nafsu. Dengan sedikit memaksa kudorong tubuh tante hingga terduduk di pinggir kasur. Diraihnya dedek arya mendekat di mulutnya.
“HEH NICO, MULAI SEKARANG JANGAN SENTUH AKU LAGI, AKU HANYA INGIN DISENTUH OLEH ARYA...” Bentak tante ima sambil menoleh ke arah jasad bernyawa yang tak sadarkan diri itu entah sampai kapan.
“Besar... Aku suka....” ucap tante lirih
Dijilatinya dedek arya dari buah zakar perlahan dengan sedikit menggoyangkan lidahnya hingga ujung kepala dedek arya, tepat di lubang kencing di goyangkan kanan kekiri lidahnya dan dijilatinya layaknya eskrim. Diulangi kembali perlakuan itu hingga aku hanya bisa menahan nikmant tak terkira. Wanita yang anggun ini dengan kebaya dari paman, sangat serasi kulitnya lumayan putih jika dibandingkan dengan Ibu kalah Jauh. Oh Ibu aku kangen....
Mualialh penindasan terhadap dedek arya, dikulumnya helm itu dan disedot sangat kuat. Dimaju mundurkan kepalanya memberi sensasi tersendiri. Perlahan kepalanya mulai maju, bibirnya mulai melahap sedikit demi sedikit batang dedek Arya. Aku yang tidak dapat menahan nafsu kemudian memegang kepala tante dan mencoba menekannya lebih dalam. Tapi tiba-tiba tante berontak dan memundurkan kepalanya.
“uhuk uhuk uhk... jangan ditekan terlalu dalam...”
“Kontol kamu besar sayaaaang... yang pertama tadi saja tante hampir muntah hanya tante tahan...”
“Sabar ya sayang... nikmatilah, akan tante berikan yang terbaik untukmu...” ucap tante sembari mengulum dedek arya kembali.
“Maaf tante, habis tante cantik banget pakai kebaya...”
“Pengens segera masuk...” ucapku sambil melihat tante mengulum dedek arya.
“Hmmm... Hmmmm.... Hmmmm” ucap tante dengan mulut tersumpal oleh dedek Arya.
Perlahan tapi pasti kemudian Tante ima mengulum dengan penuh semangat. Membuat aku kelojotan apalagi pengaruh obat perangsang itu masih ada di dalam tubuhku. Semakin lama jilatan dan kuluman tante semakin menggila ditambah lagi kepalanya yang maju mundur membuat sensasi tersendiri, ya kepala seorang wanita berkebaya hitam nan cantik.
“Ah... tante Arya mau keluar.... ah ah ah ...” rintihku yang sudah tidak bisa menahan lagi
Crooot crooot crooot crooot crooot crooot crooot
Kukeluarkan semua spermaku kedalam mulut tante ima, tampak tante ima terdiam mencoba menelam semua spermaku yang masuk kedalam mulutnya. Tante Ima kemudian melepaskan kulumannya, terlihat sedikit aliran sperma mengalir dari bibirnya yang kemudian dengan cepat dia lap dengan jarinya dan dimasukan lagi ke dalam mulutnya. Sensasi yang luar biasa....
“Kamu dapat perawan mulut tante, baru kali ini tante nelen sperma sayang...”
“Sekarang tante milikmu, setubuhi tante sayangku...” ucapnya kepadaku
“Lebih baik minta izin dulu ke om nico tan he he...” jawabku cengengesan, tante tersenyum kemudian menoleh kebelakang melihat tubuh laki-laki setengah baya itu.
“Nicoooo... Aku minta izin ya, aku ingin bersetubuh dengan Ary....aaaaaaa” ucap tante kepada om nico yang kemudian berteriak kaget karena aku sudah memeluknya.
Kubalikan tubuh tante, kulumat bibirnya dengan penuh semangat. Ciumanku turun ke leher tante, ku sapu semua bagian leher tante dengan lidahku. Semakin turun jilatanku semakin ke bawah tepat di lipatan susu tante.
“oouwwwhhhh nico... Arya hebat... arya lebih hebat dari kamu....” rintihnya menikmati jilatan-jilatanku dilipatan susunya. Aku semakin bernafsu, kedua tangaku memegang kebaya tante, ingin rasanya aku robek.
“Jangan dirobek, resletingnya dibelakang...”mohonnya kepadaku, ya wajar saja ini kebaya dari paman seandainya saja bukan, mungkin dia akan memperbolehkan aku merobeknya. Dengan tetap menjilati bagian lipatan susunya tangan kananku mencari resleting kebaya tante ima. Kutemukan dan kubuka, tampak semakin longgar kebaya yang dipakai tante, dengan segera aku lepas kebaya tante ke atas hingga tersangkut pada pergelangan tangan. Posisi tangan tante tetap di atas kepalanya dan mulailah aku menelusuri dada tante. Kubuka kutang tante secara perlahan dan kulepaskan tersembulah susu indah tante walau tak seindah milik Ibu aku tetap masih bisa menikmatinya.
Kuelus-elus susunya, kuremas secara perlahan hingga tante mendesah-desah tak karuan. Kujilati setiap nano meter gundukan itu, memutar hingga mendekati putingnya. Perlakuan yang sama aku lakukan ke susunya tante ima yang satunya lagi. Dan Cup... kukulum dengan lembut dan kusedot-sedot dengan perlahan. Tubuh tante yang tidak kuat menahan nikmat kuluman pada susunya akhirnya ambruk kebelakang dengan tangan masih di atas kepalanya. Tangan tante ima tepat bersandar di perut om nico.
“Remas... oush... remas yang kuaathhh”
“Tante milikmu... sedot lagi sedoooot teruuuuus” rintih tante
Tanganku kemudian menyingkap jaritnya, kusingkap dengan sedikit memaksa hingga pinggang, kutarik celana dalam tante hingga terlepas. Kumajukan kepalaku mendekati vagina Tante Ima, perlahan kujulurkan lidahku. Kusapu dari dari bawah ke atas perlahan layaknya es krim dengan rasa amis strawberry. Sapuanku berhenti di klitorisnya dan kusedot layaknya permen rasa mint.
“ah ah ah...tante tidak pernah di jilati... ouwh.... ah ah aisssh auuufttttth”
“itil tante kamu apain? Enak banget arya.... ah ehmmmm....” rintihnya dengan kedua tangan memegang kepalaku, menjambaknya memaksa meminta perlakuan lebih dari lidahku.
“masukan... masukan lidahmuuuu.... uuuhhfthhh” ucap tante yang langsung aku jalankan. Perlahan lidahku yang hangat aku masukan ke dalam liang vaginanya dan ku goyang perlahan perlahan kemudian dengan kasar aku menggoyang lidahku. Ku kembalikan lidahku dan bibirku bermain di itil tante aku sedot, aku jilati bersamaan dengan itu aku masukan jari tengahku ke dalam vagina tante ima dan kukocok dengan keras.
“Oufthhh... Nicoooohft... maafkan istrimu ini....”
“Aissshhhh.... Kamu tidak pernah memperlakukanku seperti ini”
“Arya lebih... aaaaaaaaaaahhhhh......” rintih tante ima seketika itu dia mencapai puncaknya, dengan cairan hangat mengalir dari vaginanya membasahi jariku dan sedikit bibirku. Langsup ku lahap semua cairan itu dengan penuh nafsu.
“ehmmm... ahhhhh.... sedot semua sayangku” ucap tante ima, setelah semua aku hisap, aku berdiri.
“Arya lebih apa tante? Kok tidak dilanjutkan, kan kasihan om nico, penasaran tuh?” ucapku nakal, entah kenapa sekarang aku berkata-kata lebih nakal dan lebih kasar kepadanya, mungkin terbawa oleh nafsuku. Apalagi aku kurang bisa menikmatinya karena pikiranku selalu ke Ibuku.
“Lebih hebat Arya sayang, Pamanmu juga pernah melakukannya...”
“Bolehkah, Tante memanggilmu Mas Andi? Tante kangen permainan pamanmu” mohonnya kepadaku
“Boleh saja tante, tidak masalah, sekarang aku adalah Andi Pitawarno Sucipto...” ucapku dengan gagah dihadapannya
“Sayang, bolehkan aku memasukan kontolku ke vaginamu?” tanyaku dengan senyuman nakal yang mengembang. Dibalasnya pertanyaanku dengan senyuman dan anggukan tante ima.
Perlahan kusibak vaginanya dengan kedua jarik, dan dedek arya dipegang oleh kedua tangan tante ima dan di arahkannya ke vaginanya. Jelas saja, tangan tante ima seakan terikat oleh kebaya yang belum terlepas dan masih tersangkut di kedua tangannya itu, memberi sensai lebih. Ibu... Aku kangen Ibu.
“Aissssh.... Mas... kontolmu besaaaaaar... pelan sayangku annndddddddihhhh” ucapnya kepadaku
Perlajan demi perlahan dedek arya akhirnya bisa masuk, sedikit sempit tapi tidak sesempit punya Ibu. Perlahan masuk dan masuk, mulai kugoyang perlahan perlahan dan semakin cepat. Kulihat tante ima dengan kedua tangannya yang seakan-akan terikat sedikit menahan perutku. Kutarik kedua tangan tante ima ke atas dan langsung kudaratkan ciuman di mulutnya dengan satu tanganku bertumpu pada salah satu susunya.
“Asshh... teryus mashmmm.... teyruss.... Imahm sahyang Andih, sahyang kontyol andihh...” ucapnya dengan mata terpejam dan mulut yang sedikit tersumpal oleh mulutku. Goyanganku semakin lama semakin cepat dan semakin brutal membuat tante ima kelojotan, kepalanya menggeleng-geleng ke arah kanan dan kiri. Rambutnya yang sebelumnya tertata rapi akhirnya terurai berantakan, wajahnya memperlihatkan kepuasan. Tante terus menyebut nama paman, bagiku itu adalah bagus, karena aku juga sedang membayangkan Ibuku yang berada di bawah sana, dibawah kekuasaan dedek arya.
“Ahh... kontol andi nikmat... ima sukaaaa....”
“Rahim Ima kesentuh kontol andi....”
“Mas Andi, Ima Cinta mas andi....” rintihnya disertai air mata kangen kepada Paman Andi. Setelah lama aku menggoyang dengan posisi di atas, ku hentikan goyanganku.
“Kenapa berhenti Andi?” ucap tante Ima dengan wajah sedikit kecewa.
“Nungging...”ucapku, dengan cepat tante ima beranjak dari posisi enaknya yang kemudian nungging dengan posisi ke arah om nico.
“Seperti ini mas?” ucapnya sambil menenggok kebelakang
“Kasihan nanti suamimu sayangku ima” ucapku
“ndak papa mas, dia juga sudah sering main ma cewek lain, biar dia mimpi ima disetubuhi ma mas andi” ucapnya dengan logat manja ABG disertai senyuman. Dengan sigap aku cari lubang vagina tante ima, kutemukan dan blesss.... masuk.
“kontol andi masuk, mentoohk sahyaaaang, besaaaar dan kuat, ima cintaaah.... aaaaaaaa” ucapnya yang kemudian menjerit kecil ketika aku mulai menggoyangnya.
Punggung indah, dengan balutan jarit yang tersingkap sampai pada pinggangnya, ditambah lagi rambutnya yang sedikit awut-awutan itu membuat aku semakin bernafsu walau dalam hatiku selalu menyebut Ibu. Setiap goyangan dan hentakan yang aku berikan kepada tante ima, dia selalu menjerit dan merintih kenikmatan. Setiap rintihan dan racaunya selalu menyebut nama paman dan paman. Kugoyang semakin kuat dan semakin cepat membuat tante tersungkur, kepalanya tepat berada di samping kepala suaminya.
“Nico, Ima cinta Andi, biarkan Ima sama Andi.... IMA CINTA ANDIIIIIII....” ucap tante ima yang diakhiri dengan teriakan kangen kepada paman Andi.
“Andi, ima mau keluar.... ah ah ah ah ah....”
“Ima pengen hamil dari Andiiiiiiii.................” teriaknya, rasa yang kurasakan sama dengan apa yang dirasakan tante ima, dedek arya pun juga merasa akan mengeluarkan laharnya.
“Ima keluaaaaaaaarrrrrrrrr........” teriaknya
“Sama-sama sayangku ima..... aku juga mau keluar....” ucapku, dan...
Crooot crooot crooot crooot crooot crooot crooot crooot....
Lahar panas dedek arya akhirnya keluar dalam liang vagina tante ima bersamaan dengan cairan hangat kenikmatan dari tante ima. Kepala tante ima tampak menoleh ke arahku dengan senyum kepuasan. Ku dekatkan kepalaku dan kuciumi pipi tante ima, kemudian aku angkat sedikit tubuhnya agar aku bisa mencium bibir manisnya.
“Ima puas tidak sama andi...hah hah hah” ucapku dengan lembut
“Puas, Mas, Ima Cinnta Mas Andi....has has hash hash...” ucapnya sedikit tersengal-sengal
Kami berciuman lama, kemudian Tante ima berbalik tepat disamping om nico. Ku daratkan kembali ciumanku di keningnya, pipinya dan bibirnya lama kami saling melumat dan kuberikan kehangatan layaknya seoranng kekasih. Kulihat tante ima kemudian tampak lelah, matanya terpejam. Kulangkahkan kakiku ke arah ruang keluarga dan dudu di sofa dengan kaki selonjor. Ku redupkan mata ini yang sudah nampak lelah, tak peduli lagi jika aku terbangun dan rahman beserta om mengetahui ketelanjanganku. Maafkan aku sobat, maafkan aku.... Kulihat jam dinding menunjukan 01.00.... Kuterlelap.
Lama aku terhanyut dalam tidurku kurasakan sesuatu yang lembut sedang menyapu-nyapu dedek arya. Kubuka mataku yang masih terasa sangat berat, perlahan kulihat pada bagian selangkanganku tampak seorang wanita separuh baya dengan kulit putih agak sedikit gelap sedang mengulum dedek arya. Ya seorang pemuda yang sedang duduk selonjor dengan seorang wanita yang bersimpuh di selangkangannya, wanita itu mengulumi dan menjilati setiap nano meter kemaluan laki-laki tersebut. Ingat wanita itu telanjang tanpa sehelai benang pun pada tubuhnya.
Berasa seperti seorang raja dengan seorang ratu yang selalu patuh, ratu yang selalu patuh? Atau seorang budak yang harus menuruti kemauan rajanya? Ah tidak, aku tidak suka jika wanita dihadapanku ini aku jadikan budakku, aku hanya ingin take and give, jika dia memberi akan aku terima dan jika aku memberinya diapun harus menerimanya. Bukan seperti tuan dan budaknya, terlalu liar bagiku apalagi aku selalu mendapatkan hubungan yang mesra dari mereka. Aku bukan orang yang suka memanfaatkan situasi, hanya mengikuti apa yang dia inginkan... toh aku juga mendapatkan kepuasan dari imajinasinya. Kulihat jam dinding di ruang keluarga ini menunjukan pukul 02.30.
“Tante....” ucapku, sambil menikmati kulumannya
“Hmmmm.....” jawabnya dengan mulut yang tersumpal oleh dedek arya
“Arya, capek...” ucapku
“Sayang...” ucapnya setelah melepaskan kulumannya
“Tante juga capek, tapi tante masih ingin memberikan pelayanan kepada kamu, terserah kamu mau menyurug tante ngapain...”
“Asal kamu senang, tante akan melakukannya”
“Tadi Arya sudah mengabulkan permintaan tante, sekarang tante akan mengabulkan permintaanmu...” ucap tante sambil mengocok dedek arya dengan lembut, tergurat sebuah senyum dari bibir manisnya yang indah. Perkataan yang meluncur dari bibir tante tidak sedikitpun membuat aku memikirkan apa yang harus tante lakukan, tubuhku terlalu lelah untuk melanjutkannya lagi tapi dedek arya masih bangun dan tegak.
“Tante...” ucapku
“Iya...” jawab tante
“Kulumin kontol Arya pakai mulut dan susu tante...”
“Sampe keluar dan Arya pengen lihat sperma Arya di wajah tante...” ucapku tiba-tiba, karena memang aku merasa capek dan aku hanya bisa duduk saja.
“Iya... sayangku... tante juga pengen ke semprot sperma kamu hi hi hi” jawabnya sedikit nakal, sebuah jawaban yang terasa bagaimana gitu, mulai dari Ibuku sendiri dan sekarang Ibu sahabatku, hadeeeeeeeeeeeeh...
Perlahan tante ima mulai mengulum dedek arya, dan mulailah tante ima memaju mundurkan kepalanya. Kuluman disertai jilatan membuat aku sedikit belingsatan. Semakin lama semakin cepat gerakan kepala tante ima membuatku merasakan kenikmatan yang lebih hebat dan aku bangkit dari bersandarku, tangan kananku mulai mengelus-elus kepalanya. Tampak senyuman dari bibirnya yang tersumpal oleh dedek arya, terlihat sedikit air liurnya mengalir dari bibir indahnya. Lama tante ima mengulum dedek arya yang tak kunjung-kunjung mengeluarkan laharnya, tante ima merubah posisi simpuhnya dengan agak sedikit tegak. Di apitnya dedek arya dengan kedua susunya yang lumayan besar itu dengan sedikit air liur yang dia teteskan ke arah dedek arya membuat gerakan dedek arya di antara dua susunya itu menjadi lebih mudah.
“Ahh... tante ima hebat...” pujiku
“Ah ah ah ah untukmu akan tanteh... hah hah hah berikan yang terbaikh... ah ah ah” ucapnya sambil memandangku sebentar. Kulihat kepala dedek arya tenggelam muncul dari susu tante ima tapi aku sendiri belum juga merasakan dedek arya akan muntah.
“Tante... Kalau tante tidak mengeluarkan isi kontol arya” ucapku
“hah hah hah... kenapa arya?” tanya tante ima
“Tidak aku kasih jatah lagi lho....”ucapku sedikit mengancam walau sebenarnya itu hanya candaan saja, karena aku cukup lelah dan ingin segera mengakhirinya.
“Jangan sayang... jangan... iya tante akan keluarkan...” ucap tante ima dengan wajah memohon dan memelasnya. Tiba-tiba tante berdiri dan duduk membelakangiku tepat di dedek arya, kemudian tante memegan dedek arya dan memasukannya ke liang vaginanya.
“afth... maaf sayang, tante kesulitan kalau pakai mulut dan susu tante, pakai memek tante saja ya sayang...” ucapnya memohon sambil menoleh sedikit kearahku. Perlahan tante mulai menggoyang, goyangan tante memperlihatkan jika tante sebenarnya sudah merasakan kelelahan.
“Tante curang ya, tidak mau menuruti perkataan Arya...” ucapku dengan candaan yang berisi ancaman
“Maaf, Arya... tante masih pengen dijatah kamu... pokoknya tante harus dapat jatah dari kamu...”
“Pukul bokong tante jika kamu merasakan tidak nikmat sayang...” ucapnya, seketika itu pula ketika aku mendengar pintanya, aku langsung memukul bokongnya yang semok itu.
“aahhhh..” teriak tante yang seakan-akan mendapat aba-aba untuk mempercepat goyangannya. Semakin aku sering menampar bokong tante semakin cepat pula tante menggoyang.
“Ahh arya, tante keluaaaaaaaaaaaaaaaaar....” tante menjerit keenakan dan jatuh bersanda kebelakangku, padahal sedikit lagi aku keluar. Dan kupeluk tubuh tante.
“maaf sayang...” ucap tante
“cepat kulum tante, aryan sudah mau keluar... atau....” ucapku, tante kemudian bangkit dari rebahannya dan langsung bersimpuh diantara kedua pahaku dan clup.. dikulumnya dedek arya.
“terusss tante... teruuuus... sebentar lagiiiih....”
“Aku ingin keluar di wajah tanteeeeeh ah ah ah ah....”
“aku keluar tanteeeeeeeeee......” teriakku dengan sekejap tante keluarkan dedek arya dan mengarahkannya ke wajahnya.
Crooot crooot crooot crooot crooot crooot crooot.....
Muncratlah spermaku di seluruh wajah tante, wajah yang selalu ramah kepadaku setiap kali aku berkunjung kerumahnya. Wajah yang selama ini selalu tersenyum kepadaku dengan sangat lembut, yang selalu menemani aku dan rahman mengobrol walaupun sebentar. Wajahnya yang sekarang penuh dengan spermaku, pandangannya melihat ke arahku dengan senyumannya. Perlahan lidahnya dikeluarkan menjilati sperma yang berada dekat bibirnya. Mulailah jari-jarinya membersihkan wajahnya dan dimasukan setiap sperma yang berada di tanganya.
Ku lihat tante dengan nafasku yang sedikit tidak teratur, ketika kulihat wajahnya bersih aku pegang kepalanya dan kemudian aku cium bibir manisnya. Ku ucapkan terima kasihku kepadanya, dan kulumat kembali bibir manisnya.
“Masih bolehkah tante merasakan ini semua sayang?” tanyanya ketika ciuman kami terlepas, kujawab dengan anggukan kecil. Tampak senyuman terlukis dari wajahnya dan langsung didaratkannya ciuman ke bibirku kembali.
“Terima kasih sayangku, sudah menjadi kekasihku dan kesayangakku...” ucap tante ima kepadaku. Terlukis kebahagiaan di wajahnya, kemudian dengan sisa tenaganya dia bangkit.
“Bersih-bersih yuk... takut mereka bangun...” ajaknya, kemudian tante mengajakku mandi bersama. Karena lelahku aku menolaknya, karena takut akan ada ronde selanjutnya sedangkan tubuhku sudah tidak kuat lagi. Dedek arya pun sudah mengeluh untuk minta beristirahat.
Akhirnya aku memunguti pakaianku dan ku bawa ke kamar Rahman, dan tante kembali ke dalam kamarnya untuk membersihkan diri. Aku mandi di kamar mandi Rahman sekilas kulihat Rahman dengan posisi yang tidur tengkurap sejak awal aku tinggalkan nyenyak dalam tidurnya. Setelah bersih aku mendekat Rahman.
“Kang. Maafkan aku.... “ucapku lirih di telinganya. Aku kemudian terlelap dalam tidurku dan mimpiku. Mimpi dimana aku berharap aku bisa melakukannya dengan Ibuku. aku benar-benar kangen dengan Ibuku. ah ibu apa kabarmu disana.
ooooooooooooooooooooooooooooooooooooooooooooooooooooooooooooooooooooooooooo
Di suatu Rumah mantan kepala daerah, di dalam sebuah kamar yang dulu menadi kamar seorang gadis nan ayu. Gadis itu kini telah tumbuh dewasa menjadi wanita yang mempunyai anak laki-laki gagah. Di dalam kamar itu tampak wanita rebah di atas kasurnya belum bisa memjamkan matanya. Mungkin karena panggilan hati dari anaknya yang selalu rindu dengannya.
“Arya....” ucapnya lirih dalam tidurnya
“Ibu kangen....” lanjutnya, yang kemudian dicobanya untuk memejamkan mata berharap akan bertemu dengan lelakinya itu.
Ooooooooooooooooooooooooooooooooooooooooooooooooooooooooooooooooooooooooooo
Pagi menjelang aku pun terbangun dengan badanku serasa pegal semua. Kulihat Rahman masih asyik dalam tidurnya, sebenarnya berapa dosis yang diberikan oleh tante ima kepadanya. Ingin aku berjalan kebawah tapi takutnya akan ada ronde selanjutnya dan ini yang membuat aku merasa bersalah kepada Ibu. Aku hanya duduk di kamar, kulihat jam menunjukan pukul 10.00 dan Rahman belum bangun. Kusulut dunhill-ku dan kuminum minuman yang berada di meja belajar Rahman Minuman? Ah berarti tante ima sudah bangun. Akhirnya aku melangkah kebawah, kulihat tante ima dengan wajah bahagianya walau ada sedikit guratan kantuk di wajahnya menyambutku dengan senyumannya. Langsung dipelukanya aku dan dikecupnya bibirku. Dipeluknya erat tubuhku dan kubalas dengan pelukanku, walau agak sulit karena satu tanganku memegang dunhillku.
Wajah khas indianya dengan dress terusan hingga lutut yang juga menutupi sepanjang lengan tanganya. Drees yang tertutup tak menampakan belahan dadanya. Kami mengobrol secukupnya dan aku kembali kamar, kubangunkan Rahman. Akhirnya dia bangun dan tampak kudengar om juga bangun. Apakah mereka curiga? Ternyata rahman sendiri mengaku kepadaku kalau dia habis 4 ronde dengan cewek-cewek kampus dan pacarnya. Jadi dia sendiri yang membenarkan dirinya jika terlalu lelah padahal dia diracun oleh Ibunya. Ketika kita semua berkumpul di bawah tak nampak makan pagi, Tante ima beralasan karena bangun kesiangan jadi belum masak apapun. Aku berjalan ke arah dapur yang dekat dengan pekarangan rumah tampak tersengar percakapan om nico dan seseorang di telepon.
“Gila... aku kecapekan bro, gara-gara kemarin party kita dengan para wanita-wanita itu ha ha ha”
Ternyata bapak sama anak sama saja, aku? Hei aku tidak maniak jika tidak di ajak, ayolah jangan kalian menilaiku dengan maniak seks. Aku tidak seperti itu kawan, aku harap kalian bisa mengerti posisiku, oke reader? Please
. Tak lama kemudian
Om Nico mengajak Rahman untu membeli makanan di luar, untuk sarapan plus makan
siang. Setelah mereka berdua pergi tinggalah aku dan tante dirumah ini sendiri.
Tampak tante yang tadi baru saja mengantar om dan rahman keluar masuk kerumah
dengan senyuman di wajahnya sambil membentangkan tangannya kearahku. Akupun
langsung menuju ke arahnya dan memeluknya. Kucium bibirnya dengan remasan pada
susunya, tantepun mengelus-elus dedek arya.
“anus tante masih perawa Ar...” ucapnya tiba-tiba, benar-benar gila ini tante ima masa mengaku seperti itu.
“Tante ingin kasih kamu itu, kalau kamu mau dan tante harap kamu mau...” ucapnya
“Aku tidak suka lewat belakang tante...” ucapku
“Sekali ini saja Ar, agar tante merasa bahwa tante telah memberikan semuanya kepadamu... daripada...om....mu” ucapnya memohon kepadaku. Daripada kelamaan kutarik tante keruang tamu kusuruh tante menungging di atas kursi tamu. Ku singkap dressnya dan ternyata tante tidak mengenakan celana dalam.
“Dijilat dan diludahi dulu sayang biar tidak terlalu seret....” ucapnya kepadaku, Tanpa basa-basi aku jilati anus tante dan kuludahi sebanyak mungkin membuat tante merintih kenikmatan. Dan kucoba masukan secara perlahan, tampak lebih seret sangat seret.... buanget.
“terus tekan sayang, tante berikan perawan anus tantehhh aaaaah...” ucapnya yang sedang menungging menghadap ke kaca ruang tamu, jadi tante bisa melihat langsung ke garasi kalau-kalau om sama rahman datang.
Mulai aku masukan secara perlahan dan akhirnya bisa masuk semua, terasa sangat seret sekali. Aku mulai menggoyang secara perlahan, semakin lama goyanganku semakin cepat dan cepat membuat tante mendesah dan kadang menjerit kecil. Sempitnya lubang anus tante membuat dedek arya tertekan dan membuat dedek arya menjadi lebih mudah merasakan sensitifitas.
“Ah ah ah ah.... aishhhh uft... enaaaaaak terusssss arya sayangku....” rintihnya, Lama aku menggoyang, akhirnya aku merasakan dedek arya akan meledak. Tante pun semakin mengerang tidak karuan.
Plak suara tamparan tangaku ke arah bokong tante ima.
“aaaaah... tampar sayangku , tampar bokong tante.... tante suka....” ucapnya, aku hanya tersenyum dalam batinku aku hanya terheran-heran dengan perubahan drastis sikap tante ini. ku goyang pinggulku semakin cepat.
“Tante mau keluar...” ucapnya
“bareng tanteku sahyang....” jawabku
Crooot crooot crooot crooot crooot crooot crooot.....
Keluarlah spermaku di dalam anusnya, tante akhirnya sedikit terdorong ke depan sehingga kepalanya menempel pada kaca ruang tamu yang mengarah ke garasi karena dorongan kuat dariku. Jika saja ada orang yang melintas mungkin akan terlihat wajah tante. Sebentar kami beristirahat kemudian aku cabut dedek arya, dengan posisiku masih berdiri tante turun kebawah dan langsung dilahapnya dedek arya dengan bibirnya. Tangan kirinya memegang dedek arya dan tangan kanannya menengadah dibawah anusnya untuk menegumpulkan tetesan-tetesan sperma dari anusnya. Lama tante mengulum dedek arya hingga dedek arya tertidur dalam mimpinya mungkin karena rasa lelahku yang belum sepenuhnya terobati. Kulihat tante ima, mengangkat tangan kananya tampak sperma encer terkumpul di tangannya dan langsung dimasukan ke dalam mulutnya. Pemandangan yang mengejutkan sebenarnya, apa lagi keseharian tante tampak anggun dan ramah sekarang tampak nakal sekali, takluk di depan dedek arya dan Arya.
“Apa tidak jijik tante?” ucapku
“Kalau ini milik om kamu tante akan jijik tapi kalau milik kamu tidak, tidak sama sekali, tante suka...” ucapnya dengan senyuman dan bangkit memelukku. Akhirnya kami mengakhiri permainan ini, aku mandi lagi dan begitupula tante. Setelah selesai mandi tante memanggilku, mengajakku menunggu om dan rahman di ruang tamu. Di situ pun kamu masih bercumbu dan saling meremas kepunyaan pasangan. Benar-benar tante ima tak ada puasnya.
Om dan Rahman datang, kami menyudahi aktifitas kami dan berakting layaknya orang yang saling acuh. Kami makan bersama, obrolan santai antara kami semua membuat suasana rumah menjadi hangat Hingga selesai makan, aku pun pamitan pulang. Om nico pun berjalan ke arah pekarangan untuk bersantai. Ku ambil barang-barangku di kamar Rahman, kubereskan semuanya termasuk kamar Rahman yang tampak berantakan.
“Makasih ya Ar, ha ha ha ha.... emang ente orang juozzzz!” ucapnya
“biasanya juga bagaiman Kang he he he “ jawabku, aku pun pamit ke rahman dan kedua orang tuanya di antarnya aku oleh Rahman menuju ke garasi tampak tante juga mengantarku tapi dengan wajah yang acuh gitu biar tidak memperlihatkan kalau kita sudah hmmmm. Sampai di garasi aku mengeluarkan motorku, nampak telepon cerdas Rahman berdering dan dia berjalan ke depan terlebih dahulu.
“Ar, terima kasih... jika ada kesempatan bicaralah pada pamanmu dan Ibumu”
“Seandainya bisa tante ingin bertemu dengan paman dan Ibumu, tapi tante ingin bertemu dengan pamanmu terlebih dahulu, ini nome tante” ucapnya dengan wajah sedikit memelas dan memasukan kertas yang dilipat kedalam saku jaketku
Aku hanya mengangguk tersenyum dan membisikan kata-kata supaya tante bersabar serta tante berusaha untuk bisa keluar rumah dulu baru semuanya bisa di atur. Bisikan itu meluncur begitu saja, seakan-akan aku bisa mengusahakan semuanya. Akhirnya aku pulang dengan tubuh sedikit lelah.
Ngueeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeng.....
Dalam perjalanan kulihat tukang psang stiker dipinggir jalan, ku berhenti dan memasangkan SCOTLET merah di REVI. Sambil menunggung si e-masnya memasang scotlet aku menunggu di bawah pohon yang ditemani dunhill, teringat semua kejadian di dalam rumah rahman yang membuat aku geleng-geleng kepala hingga bisikanku kepada tante ketika hendak pulang. Tiba-tiba aku teringat akan seseorang, BUDHE???? Aduh bagaimana ini pamankan punya budhe, kenapa aku menyanggupinya? Ah parah aku....
Scotlet telah terpasang sekarang, dan nama sibodi montokku menjadi REVIA (REVO IRENG ABANG). Kutunggangi Revia menuju jalan rumah dengan beban pikiran yang sangat banyak. Hingga aku berada di rumah tepat pukul 17.00, aku masuk ke dalam rumah tanpa ada yang membukakan pintu tampak suasana rumah yang kacau balau. Kulihat Ibu hanya terdiam duduk dengan raut wajah takut di kursi ruang TV dengan Ayah yang seperti kebingungan memaki-maki orang yang berada di telepon. Ada apa ini?
Aku masih memandangi wajahnya yang tampak sedikit terkejut atas apa yang baru saja aku ucapkan. Langkahnya terhenti dan matanya menatapku dengan tajam seakan dia mengenali aku sebelumnya. Alis matanya menyatu satu sama lain seakan-akan mencoba menyamakan wajahku dengan ingatannya yang telah lama tertidur. Lututnta menjadi linu tak mampu menahan beban tubuhnya kembali, dia terjatuh duduk perlahan dengan kedua lututnya tertekuk kebelakang. Nampak da melihat sesosok wajah wanita yang dia kenal di dalam diriku. Wajah yang dahulu selalu menghiasi harinya dengan senyum kebersamaan, kebersamaan dalam suka dan duka. Diletakannya kedua gelas yang berada ditangannya dan diletakannya di lantai. Wajahnya menunduk kedua telapak tangannya mulai menutupi wajahnya. Air matanya pun mengalir tertutup oleh kedua telapak tangannya walau aku tidak melihatnya tapi aku tahu dari suara isak tangis yang kemudian terdengar walaupun sangat lirih. Betapa bodohnya aku ini membuat suasana harmonis ini menjadi suasana kesedihan, aku kemudian bangkit dan melangkah ke arahnya. Aku duduk berselonjor dan Langsung ku dekap lembut tubuhnya walau hati ini sebenarnya tak ingin merasakannya karena di luar sana ada wanita yang sangat aku sayangi melebihi wanita di depanku. Aku peluk erat tubuhnya dari samping tubuhnya, kusandarkan kepalanya di dadaku.
“hiks.. hiks... hiks... hiks... hiks...”isak tangis yang terdengar dari Ibu Rahman
“Apa kamu adalah... hiks hiks hiks”
“Anak dari Pita? Hiks hiks hiks... “ tanya Ibu rahman dengan suara terisak dengan kedua tangan mulai terbuka perlahan mencoba memandangku dengan air yang mengembang di matanya. Aku hanya mengangguk, kembali semakin keras suara isak tangisnya.
“Tante... aku mohon jangan menangis...” ucapku sambil memeluk erat kepalanya dan mencium ubun-ubun di kepalanya
“Ya, tante aku memang anak dari Pita, Diyah Ayu Pitaloka...” jawabku dengan suara lirih tepat di atas ubun-ubunnya. Terdengar sura tangisnya semakin keras dan semakin menjadi-jadi. Ku angkat wajahnya dengan tangan kiriku tepat di dagunya. Aku pun tersenyum, kemudian aku cium keningnya dan kemudian aku cium bibir manisnya dengan maksud menenangkannya.
“Ini salah.. salah... hiks hiks hiks....” ucapnya sembari memundurkan tubuhnya untuk lepas dari pelukanku.
“Aku dulu yang membuat Ibumu hancur, sekarang aku menghancurkanmu dengan persetubuhan ini” ucap Ibu Rahman dengan isak tangis yang tak henti-hentinya mengucurkan air mata.
“Aku tak pantas menjadi sahanat Ibumu lagi....hiks hiks hiks hiks” ucapnya dengan tangis semakin keras, kutarik tubuhnya dan kupeluk lebih erat lagi.
“Tante... Sebenarnya Ibu sangat mrindukan tante, hanya saja tante tidak pernah mengabari Ibu”
“Sampai sekarang pun, Ibu masih mengharapkan kehadiran tante” ucapku menenangkannya
“Benarkah?” tanyanya kepadaku sembari mengangkat kepalanya kepadaku dengan mata penuh linangan air mata
“Iya tante... percayalah pada Arya” tegasku
“Tapi aku dulu pernah membantu Ayahmu untuk memperkosa Ibumu, sekarang aku menyetubuhi anak dari sahabatku, kesalahan ini tak bisa di ampuni hiks hiks hiks” ucapnya kepadaku, aku memandangnya dengan senyuman manisku untuk menenangkan hati tante.
“Aku harap kamu tidak memberitahukan hal ini kepada Ibumu?” sambil bangkit dari tubuhku dan duduk tante mengusap air matanya.
“Iya Tanteeee....” jawabku sedikit manja kepda tante, tante kemudian memandangku dengan penuh perasaan sayangnya. Di angkatnya tangan krinya dan mengusap lembut pipiku.
“Tante...”
“Apakah tante adalah sahabat Ibu yang bernama Karima, Ima?” tanyaku
“Iya, dia satu-satunya orang yang memanggilku dengan nama Ima, itu adalah panggilan sayang Ibumu kepadaku dan aku memanggilnya dengan nama Pita” jawab tante sedikit sesengukan
“Bolehkah aku memanggil Tante dengan nama Tante Ima” tanyaku
“Tentu saja boleh... tak ada yang tahu nama kecil itu kecuali Ibu kamu dan kamu... Om saja memanggil tante dengan nama arima” jawab tante yang kemudian tersenyum kepadaku, huft... akhirnya tersenyum juga tante Ima.
“Mungkin akan sampai pagi kita akan berbicara” ucapnya sambil menoleh ke arahku dengan senyumannya dan sisa-sisa air mata yang mengalir dari matanya
“Bagaimana kabar Ibumu? Tante kangen” tanya tante
“Baik tante....Ibu juga kangen tante” jawabku, kami berbincang-bincang banyak walaupun dengan tubuh telanjang, kami aku masih bisa mengikuti setiap percakapan-percakapan dengan tante.
“Kamu mirip sekali dengannya, dengan pacar tante...” ucapnya tiba-tiba, kemudian dia ambil kembali dua gelas air putih itu dan diberikannya salah satunya kepadaku.
“Memang pacar tante siapa dulu” jawabku sambil Ku teguk segelas air putih itu
“Andi, Andi Pitawarno Sucipto, Paman kamu” ucapnya setelah setengah isi gelas dia teguk
“uhuk uhuk uhuk uhuuk.... Paman???” jawabku yang tersedak karena kaget
“Iya... Tante diam-diam menjalin hubungan dengan paman kamu tanpa sepengetahuan Ibumu”
“Sebenarnya Paman dan tante sudah memutuskan untuk menikah ketika tante lulus, tapi... itulah yang terjadi”
“Oia jujur saja, dimasa mudanya paman kamu masih kalah ganteng dan perkasa ketimbang kamu Ar” ucapnya sedikit mengalihkan pembicaraan
Aku melihat tante terlihat lebih bahagia ketika menceritakan tentang Ibu dan Paman. Bagaimana kehidupan tante yang sebenarnya akupun tak pernah mengetahuinya. Ingin rasanya aku mengorek lebih dalam lagi. Aku kemudian bangkit dari dudukku, kudekati tante dan ku gendong.
“Aaaaa.... apaan sich kamu Ar?” teriak tante yang terkejut dengan perlakuanku. Ku dudukan tante di sofa dan aku duduk disampingnya dan menghadap ke arahnya
“Kamu masih ingin lagi Ar? Tante harap kita cukup sampai disini saja”ucapnya
“Iya terserah tante... tapi tante jangan melirik ke arah dedek arya terus dong...” ucapku menggodanya
“Kamu pernah melakukannya kan sebelum ini?” ucap tante dengan tangan kirinya mengelus lembut dedek arya yang sedari tadi sebenarnya selalu ON FIRE!
“Aduh gila, kalau aku bilang aku pernah melakukan dengan Ibu bisa celaka 1 juta” bathinku
“Pernah tan, dengan ada lah pokoknya....” jawabku singkat
“Mulai besok jangan main dengan sembarang cewek Ar, tante siap kapanpun kamu mau, tante takut kamu nanti kena penyakit...” jawab tante
“Katanya tadi cukup... kok nawari tan?” ucapku nakal
“hi hi hi tante bisa menahan tapi karena kamu mirip sama paman kamu yang buat tante tidak bisa tahan Arya sayang” ucapnya dengan senyum mengembang di bibirnya
“Iya tante... ku sayaaaaang” jawabku, kemudian tante mengecup bibirku dan kupeluk erat tante. Hati ini seakan-akan menolak semua kasih sayang tante, ya karena rasa bersalahku terhadap Ibu. Dekapan tante, ciuman tante membuat aku semakin rindu kepada Ibuku.
“Ar, tante ingin dipeluk dulu yang lama... tante benar-benar merasa nyaman ketika kamu peluk...”
“Terasa sangat nyaman... belum pernah sama sekali tante merasakan laki-laki penuh kasih sayang sepertimu Ar, kecuali paman kamu” ucapnya lembut, kemudian kupeluk tubuhnya dan kudekap. Kepalanya bersandar di dadaku.
“Memangnya Om....” ucapku yang terpotong
“Om... kamu itu bajingan Ar...” ucapnya sembari mendekap erat tubuhku dan memejamkan matanya di dadaku.
“Semenjak kejadian itu, Tante di ajak keluar kota tinggal disebuah daerah di provinsi bagian barat. Tante selalu di kekang oleh om kamu, Om Nicolas Rahman, tak pernah bisa keluar rumah hanya boleh keluar rumah kecuali sekolah dan kuliah. Hari yang paling indah adalah ketika tante keluar rumah yaitu kuliah hingga S2, dan juga merawat anak semata wayang tante rahman tapi selain 2 hal itu suram. Tante selalu berharap bisa kembali ke daerah ini, tapi om selalu menentangnya. Entah sebenarnya ada apa dengan om kamu itu”
“Ketika tante kembali ke daerah ini, kekangan om terhadap tante semakin keras. Padahal harapan tante ketika bisa sampai di daerah tempat tinggal tante adalah bisa bertemu denga paman kamu dan juga Ibu kamu. Tapi semua itu tidak bisa, om kamu selalu kasar dengan tante jika tante mulai berbicara mengenai jalan-jalan atau bahkan tamasya. Tante bisa keluar sewaktu Ayah dan Ibu tante menjenguk, dulu mereka berada di daerah ini dari tante kecil karena dipindah tugaskan akhirnya mereka pindah keluar kota tepat ketika tante mulai kembali ke daerah ini.”
“Om selalu kasar dan kasar, walaupun hal itu tidak pernah diperlihatkannya di depan Rahman. Seandainya kamu tahu, Selama tante berada di luar kota tante selalu berusaha mencari nomor kontak dari Ibu kamu dan paman kamu tapi semuanya sia-sia memegang HP saja baru 4 tahun ini Ar”
“Dan... Tante tahu Ayahmu memperkosa Ibumu, itu dari percakapan om kamu yang tak sengaja tante dengar. Mereka berdua adalah sepasang penjahat yang bersahabat dan menghancurkan hidup Ibumu dan tante. Kadang pula tante mendengar jika Ibumu juga terkekang dari percakapan om dengan ayahmu di telepon. Tante kangen Ibu kamu Ar... Kangen sekali.... ditambah lagi paman kamu, tante ingin sekali bertemu dengannya dan meminta maaf walau hanya sekali dalam seumur hidup tante hiks hiks hiks hiks”
“Semenjak kehadiranmu tante merasa nyaman ketika melihatmu, jujur saja tante tidak pernah tahu jika kamu anak dari Pita, apalagi keponakan Mas ,Andi. Om juga tidak pernah cerita mengenai anak dari Mahesa sahabatnya itu. Jujur saja banyak keanehan dari persahabatan mereka berdua...” Ucap tante yang kemudian membuka matanya memandang ke arah yang tak tentu
“kenapa tante?” tanyaku
“Entah mengapa setiap kali melihat gelagat mereka, sepertinya mereka melakukan hal buruk....”
“Jika kamu berada dalam lingkaran mereka, kamu harus hati-hati, diam dan ikuti arus saja walaupun harus terinjak-injak seperti tante” ucap tante dengan penuh makna
“Tidak tante tidak, aku ingin tahu lebih mengenai semua hal tentang Ayah dan Om...”Bathinku
“Iya tante... “ jawabku sambil mengangguk mengiyakan ucapan tante walau dalam hatiku berkata lain.
Pelukan tante semakin lama semakin kencang, erat sekali tampak terasa bulatan susu tante membuat darahku kembali berdesir. Ku kecup-kecup ubun-ubun tante dengan mesra, kemudian tante mendongakan kepala ke atas. Kami berciuman dengan sangat liar, lidah kami bergantian saling menyapu. Lama kelamaan tante beranjak menggese tubuhnya kesampingku, dengan posisi sedikit menungging dia kemudian mengocok dedek arya dengan lembut. Aku hanya duduk bersandar dan pasrah mendapat perlakuan dari tante. Tante ima kemudian mengulum batang penisku dengan sangat lembut walau terkadang sangat kasar. Entah apa yang dipikirkan tante, tiba-tiba tante kembali menitihkan air matanya ketika mengullum dedek arya. Ada sensasi tersendiri dalam diriku tapi aku tidak tega, kemudian menarik kepala tante hingga duduk bersimpuh disampingku.
“Tante, kenapa?” tanyaku lembut sembari mengelus-elus kepalanya
“Tante, keinget om kamu dan jengkel hiks hiks hiks...”
“Dia bukan hanya kasar, kadang kalau Rahman sedang ada acara menginap di kos temannya, dia mengajak perempuan lain kerumah ini dan melakukan hubungan seks...”
“Dia mengunci tante di kamar Rahman sendirian hiks hiks hiks...” ucapnya kepadaku
Gila... benar-benar gila Om Nico, dia lebih berani ketimbang Ayahku. Ibuku saja yang tahu Ayahku melakukan hubungan dengan wanita lain diluar rumah saja sangat terpukul apalagi yang berada dalam rumah.
“Arya tante minta tolong....” ucapnya
“Apa tante?” jawabku heran
“Tante ingin membalas, bajingan itu...” ucapnya
“Setubuhi tante di sampingnya, tante sudah tidak peduli lagi jika ketahuan, biar dia tahu rasa...” ucapnya tersengal-sengal
“waduh tante, kalau om bangun, aku bisa dibunuhnya...” jawabku
“tidak dia tidak bakalan bangun, dosis obat tidurnya sangat tinggi, dia tidak mungkin bangun sekalipun ada gempa begitu pula Rahman...”
“Tante mohon...” ucapnya, hal gila apa ini? bersetubuh dengannya di ruang keluarga saja sudah membuatku jantungan apa lagi di dekatnya. Tante ima, kemudian bangkit dari sofa menuju kamarnya.
“Tante tunggu....” dengan senyuman penuh harap dia berkata padaku, aku bingung menghadapi ini semua. Jika memang aku harus mati hari ini, aku benar-benar tidak ingin. Aku masih terlalu kangen dengan Ibu. Lama aku merenung ku dengar panggilan tante ima dari dalam kamarnya. Aku melangkah menuju kamarnya dengan tubuh telanjangku, samar-samar aku mendengar dengkuran keras dari mulut om Nico. Deg... deg... deg....
Kulihat seorang wanita ayu dengan kebaya warna hitam melekat di tubuhnya. Kebaya bagian atasnya tidak menutupi bagian pundak dan bahunya sehingga terlihatlah gundukan susunya yang terlipat. Kebaya hitam nan seksi dengan balutan jarik berwarna coklat bermotif batik tulis. Rambut yang dikucir sanggul kebelakang kepalanya. Wanita itu sedang duduk dengan anggunya di pinggir kasurnya, tampak seorang laki-laki setengah baya tertidur pulas di sampingnya. Pandangan ini membuatku terbuai, kembali ke masa dimana Ibu menyambutku dengan keanggunan akan kekhasan daerah ini.
“Tante....” ucapku berdiri tertegun melihat kecantikan tante
“Ini adalah pemberian paman kamu, dan tante menyimpannya sampai sekarang. Tante ingin kamu melakukannya seperti apa yang dilakukan pamanmu kepada tante...” kata tante kepadaku, kemudian tante ima menoleh kebelakang dan berteriak-teriak tak karuan. Berteriak sangat keras hingga membuat kuping telingaku berdengung.
“Lihatkan, dia tidak bangun...?” ucap tante, segera aku keluar menoleh sebentar ke arah kamar Rahman dan berteriak memanggilnya. Samar-samar hanya dengkuran Rahman yang aku dengar sma seperti yang aku dengar selama aku bersetubuh dengan Tante Ima. Kembali aku ke dalam kamar, tante dan aku yakin ini akan baik-baik saja.
Kudekati tante, kemudian dengan cepat tante berdiri dan menariku dalam dekapannya. Kepalanya menengadah ke arahku dan cup... lidah kami kembali bersatu. Menari-nari bagaiakn penari balet. Bibir tante terasa sangat hangat berbagai sedotan aku rasakan di sekitar bibirku. Tangaku kemudian muali mengelus-elus gundukan dada tante ima. Kulihat om nico, sedang mendengkur keras tak tahu jika istrinya akan kusetubuhi disampingnya. Ciuman tante berhenti, kemudian mulai menjilati leherku turun ke dadaku. Disedotinya puting dadaku dengan lembut secara bergantian, kadang jilatan-jilatan diberikannya pada puting dadaku. Membuat aku tak kuasa menahan nafsu. Dengan sedikit memaksa kudorong tubuh tante hingga terduduk di pinggir kasur. Diraihnya dedek arya mendekat di mulutnya.
“HEH NICO, MULAI SEKARANG JANGAN SENTUH AKU LAGI, AKU HANYA INGIN DISENTUH OLEH ARYA...” Bentak tante ima sambil menoleh ke arah jasad bernyawa yang tak sadarkan diri itu entah sampai kapan.
“Besar... Aku suka....” ucap tante lirih
Dijilatinya dedek arya dari buah zakar perlahan dengan sedikit menggoyangkan lidahnya hingga ujung kepala dedek arya, tepat di lubang kencing di goyangkan kanan kekiri lidahnya dan dijilatinya layaknya eskrim. Diulangi kembali perlakuan itu hingga aku hanya bisa menahan nikmant tak terkira. Wanita yang anggun ini dengan kebaya dari paman, sangat serasi kulitnya lumayan putih jika dibandingkan dengan Ibu kalah Jauh. Oh Ibu aku kangen....
Mualialh penindasan terhadap dedek arya, dikulumnya helm itu dan disedot sangat kuat. Dimaju mundurkan kepalanya memberi sensasi tersendiri. Perlahan kepalanya mulai maju, bibirnya mulai melahap sedikit demi sedikit batang dedek Arya. Aku yang tidak dapat menahan nafsu kemudian memegang kepala tante dan mencoba menekannya lebih dalam. Tapi tiba-tiba tante berontak dan memundurkan kepalanya.
“uhuk uhuk uhk... jangan ditekan terlalu dalam...”
“Kontol kamu besar sayaaaang... yang pertama tadi saja tante hampir muntah hanya tante tahan...”
“Sabar ya sayang... nikmatilah, akan tante berikan yang terbaik untukmu...” ucap tante sembari mengulum dedek arya kembali.
“Maaf tante, habis tante cantik banget pakai kebaya...”
“Pengens segera masuk...” ucapku sambil melihat tante mengulum dedek arya.
“Hmmm... Hmmmm.... Hmmmm” ucap tante dengan mulut tersumpal oleh dedek Arya.
Perlahan tapi pasti kemudian Tante ima mengulum dengan penuh semangat. Membuat aku kelojotan apalagi pengaruh obat perangsang itu masih ada di dalam tubuhku. Semakin lama jilatan dan kuluman tante semakin menggila ditambah lagi kepalanya yang maju mundur membuat sensasi tersendiri, ya kepala seorang wanita berkebaya hitam nan cantik.
“Ah... tante Arya mau keluar.... ah ah ah ...” rintihku yang sudah tidak bisa menahan lagi
Crooot crooot crooot crooot crooot crooot crooot
Kukeluarkan semua spermaku kedalam mulut tante ima, tampak tante ima terdiam mencoba menelam semua spermaku yang masuk kedalam mulutnya. Tante Ima kemudian melepaskan kulumannya, terlihat sedikit aliran sperma mengalir dari bibirnya yang kemudian dengan cepat dia lap dengan jarinya dan dimasukan lagi ke dalam mulutnya. Sensasi yang luar biasa....
“Kamu dapat perawan mulut tante, baru kali ini tante nelen sperma sayang...”
“Sekarang tante milikmu, setubuhi tante sayangku...” ucapnya kepadaku
“Lebih baik minta izin dulu ke om nico tan he he...” jawabku cengengesan, tante tersenyum kemudian menoleh kebelakang melihat tubuh laki-laki setengah baya itu.
“Nicoooo... Aku minta izin ya, aku ingin bersetubuh dengan Ary....aaaaaaa” ucap tante kepada om nico yang kemudian berteriak kaget karena aku sudah memeluknya.
Kubalikan tubuh tante, kulumat bibirnya dengan penuh semangat. Ciumanku turun ke leher tante, ku sapu semua bagian leher tante dengan lidahku. Semakin turun jilatanku semakin ke bawah tepat di lipatan susu tante.
“oouwwwhhhh nico... Arya hebat... arya lebih hebat dari kamu....” rintihnya menikmati jilatan-jilatanku dilipatan susunya. Aku semakin bernafsu, kedua tangaku memegang kebaya tante, ingin rasanya aku robek.
“Jangan dirobek, resletingnya dibelakang...”mohonnya kepadaku, ya wajar saja ini kebaya dari paman seandainya saja bukan, mungkin dia akan memperbolehkan aku merobeknya. Dengan tetap menjilati bagian lipatan susunya tangan kananku mencari resleting kebaya tante ima. Kutemukan dan kubuka, tampak semakin longgar kebaya yang dipakai tante, dengan segera aku lepas kebaya tante ke atas hingga tersangkut pada pergelangan tangan. Posisi tangan tante tetap di atas kepalanya dan mulailah aku menelusuri dada tante. Kubuka kutang tante secara perlahan dan kulepaskan tersembulah susu indah tante walau tak seindah milik Ibu aku tetap masih bisa menikmatinya.
Kuelus-elus susunya, kuremas secara perlahan hingga tante mendesah-desah tak karuan. Kujilati setiap nano meter gundukan itu, memutar hingga mendekati putingnya. Perlakuan yang sama aku lakukan ke susunya tante ima yang satunya lagi. Dan Cup... kukulum dengan lembut dan kusedot-sedot dengan perlahan. Tubuh tante yang tidak kuat menahan nikmat kuluman pada susunya akhirnya ambruk kebelakang dengan tangan masih di atas kepalanya. Tangan tante ima tepat bersandar di perut om nico.
“Remas... oush... remas yang kuaathhh”
“Tante milikmu... sedot lagi sedoooot teruuuuus” rintih tante
Tanganku kemudian menyingkap jaritnya, kusingkap dengan sedikit memaksa hingga pinggang, kutarik celana dalam tante hingga terlepas. Kumajukan kepalaku mendekati vagina Tante Ima, perlahan kujulurkan lidahku. Kusapu dari dari bawah ke atas perlahan layaknya es krim dengan rasa amis strawberry. Sapuanku berhenti di klitorisnya dan kusedot layaknya permen rasa mint.
“ah ah ah...tante tidak pernah di jilati... ouwh.... ah ah aisssh auuufttttth”
“itil tante kamu apain? Enak banget arya.... ah ehmmmm....” rintihnya dengan kedua tangan memegang kepalaku, menjambaknya memaksa meminta perlakuan lebih dari lidahku.
“masukan... masukan lidahmuuuu.... uuuhhfthhh” ucap tante yang langsung aku jalankan. Perlahan lidahku yang hangat aku masukan ke dalam liang vaginanya dan ku goyang perlahan perlahan kemudian dengan kasar aku menggoyang lidahku. Ku kembalikan lidahku dan bibirku bermain di itil tante aku sedot, aku jilati bersamaan dengan itu aku masukan jari tengahku ke dalam vagina tante ima dan kukocok dengan keras.
“Oufthhh... Nicoooohft... maafkan istrimu ini....”
“Aissshhhh.... Kamu tidak pernah memperlakukanku seperti ini”
“Arya lebih... aaaaaaaaaaahhhhh......” rintih tante ima seketika itu dia mencapai puncaknya, dengan cairan hangat mengalir dari vaginanya membasahi jariku dan sedikit bibirku. Langsup ku lahap semua cairan itu dengan penuh nafsu.
“ehmmm... ahhhhh.... sedot semua sayangku” ucap tante ima, setelah semua aku hisap, aku berdiri.
“Arya lebih apa tante? Kok tidak dilanjutkan, kan kasihan om nico, penasaran tuh?” ucapku nakal, entah kenapa sekarang aku berkata-kata lebih nakal dan lebih kasar kepadanya, mungkin terbawa oleh nafsuku. Apalagi aku kurang bisa menikmatinya karena pikiranku selalu ke Ibuku.
“Lebih hebat Arya sayang, Pamanmu juga pernah melakukannya...”
“Bolehkah, Tante memanggilmu Mas Andi? Tante kangen permainan pamanmu” mohonnya kepadaku
“Boleh saja tante, tidak masalah, sekarang aku adalah Andi Pitawarno Sucipto...” ucapku dengan gagah dihadapannya
“Sayang, bolehkan aku memasukan kontolku ke vaginamu?” tanyaku dengan senyuman nakal yang mengembang. Dibalasnya pertanyaanku dengan senyuman dan anggukan tante ima.
Perlahan kusibak vaginanya dengan kedua jarik, dan dedek arya dipegang oleh kedua tangan tante ima dan di arahkannya ke vaginanya. Jelas saja, tangan tante ima seakan terikat oleh kebaya yang belum terlepas dan masih tersangkut di kedua tangannya itu, memberi sensai lebih. Ibu... Aku kangen Ibu.
“Aissssh.... Mas... kontolmu besaaaaaar... pelan sayangku annndddddddihhhh” ucapnya kepadaku
Perlajan demi perlahan dedek arya akhirnya bisa masuk, sedikit sempit tapi tidak sesempit punya Ibu. Perlahan masuk dan masuk, mulai kugoyang perlahan perlahan dan semakin cepat. Kulihat tante ima dengan kedua tangannya yang seakan-akan terikat sedikit menahan perutku. Kutarik kedua tangan tante ima ke atas dan langsung kudaratkan ciuman di mulutnya dengan satu tanganku bertumpu pada salah satu susunya.
“Asshh... teryus mashmmm.... teyruss.... Imahm sahyang Andih, sahyang kontyol andihh...” ucapnya dengan mata terpejam dan mulut yang sedikit tersumpal oleh mulutku. Goyanganku semakin lama semakin cepat dan semakin brutal membuat tante ima kelojotan, kepalanya menggeleng-geleng ke arah kanan dan kiri. Rambutnya yang sebelumnya tertata rapi akhirnya terurai berantakan, wajahnya memperlihatkan kepuasan. Tante terus menyebut nama paman, bagiku itu adalah bagus, karena aku juga sedang membayangkan Ibuku yang berada di bawah sana, dibawah kekuasaan dedek arya.
“Ahh... kontol andi nikmat... ima sukaaaa....”
“Rahim Ima kesentuh kontol andi....”
“Mas Andi, Ima Cinta mas andi....” rintihnya disertai air mata kangen kepada Paman Andi. Setelah lama aku menggoyang dengan posisi di atas, ku hentikan goyanganku.
“Kenapa berhenti Andi?” ucap tante Ima dengan wajah sedikit kecewa.
“Nungging...”ucapku, dengan cepat tante ima beranjak dari posisi enaknya yang kemudian nungging dengan posisi ke arah om nico.
“Seperti ini mas?” ucapnya sambil menenggok kebelakang
“Kasihan nanti suamimu sayangku ima” ucapku
“ndak papa mas, dia juga sudah sering main ma cewek lain, biar dia mimpi ima disetubuhi ma mas andi” ucapnya dengan logat manja ABG disertai senyuman. Dengan sigap aku cari lubang vagina tante ima, kutemukan dan blesss.... masuk.
“kontol andi masuk, mentoohk sahyaaaang, besaaaar dan kuat, ima cintaaah.... aaaaaaaa” ucapnya yang kemudian menjerit kecil ketika aku mulai menggoyangnya.
Punggung indah, dengan balutan jarit yang tersingkap sampai pada pinggangnya, ditambah lagi rambutnya yang sedikit awut-awutan itu membuat aku semakin bernafsu walau dalam hatiku selalu menyebut Ibu. Setiap goyangan dan hentakan yang aku berikan kepada tante ima, dia selalu menjerit dan merintih kenikmatan. Setiap rintihan dan racaunya selalu menyebut nama paman dan paman. Kugoyang semakin kuat dan semakin cepat membuat tante tersungkur, kepalanya tepat berada di samping kepala suaminya.
“Nico, Ima cinta Andi, biarkan Ima sama Andi.... IMA CINTA ANDIIIIIII....” ucap tante ima yang diakhiri dengan teriakan kangen kepada paman Andi.
“Andi, ima mau keluar.... ah ah ah ah ah....”
“Ima pengen hamil dari Andiiiiiiii.................” teriaknya, rasa yang kurasakan sama dengan apa yang dirasakan tante ima, dedek arya pun juga merasa akan mengeluarkan laharnya.
“Ima keluaaaaaaaarrrrrrrrr........” teriaknya
“Sama-sama sayangku ima..... aku juga mau keluar....” ucapku, dan...
Crooot crooot crooot crooot crooot crooot crooot crooot....
Lahar panas dedek arya akhirnya keluar dalam liang vagina tante ima bersamaan dengan cairan hangat kenikmatan dari tante ima. Kepala tante ima tampak menoleh ke arahku dengan senyum kepuasan. Ku dekatkan kepalaku dan kuciumi pipi tante ima, kemudian aku angkat sedikit tubuhnya agar aku bisa mencium bibir manisnya.
“Ima puas tidak sama andi...hah hah hah” ucapku dengan lembut
“Puas, Mas, Ima Cinnta Mas Andi....has has hash hash...” ucapnya sedikit tersengal-sengal
Kami berciuman lama, kemudian Tante ima berbalik tepat disamping om nico. Ku daratkan kembali ciumanku di keningnya, pipinya dan bibirnya lama kami saling melumat dan kuberikan kehangatan layaknya seoranng kekasih. Kulihat tante ima kemudian tampak lelah, matanya terpejam. Kulangkahkan kakiku ke arah ruang keluarga dan dudu di sofa dengan kaki selonjor. Ku redupkan mata ini yang sudah nampak lelah, tak peduli lagi jika aku terbangun dan rahman beserta om mengetahui ketelanjanganku. Maafkan aku sobat, maafkan aku.... Kulihat jam dinding menunjukan 01.00.... Kuterlelap.
Lama aku terhanyut dalam tidurku kurasakan sesuatu yang lembut sedang menyapu-nyapu dedek arya. Kubuka mataku yang masih terasa sangat berat, perlahan kulihat pada bagian selangkanganku tampak seorang wanita separuh baya dengan kulit putih agak sedikit gelap sedang mengulum dedek arya. Ya seorang pemuda yang sedang duduk selonjor dengan seorang wanita yang bersimpuh di selangkangannya, wanita itu mengulumi dan menjilati setiap nano meter kemaluan laki-laki tersebut. Ingat wanita itu telanjang tanpa sehelai benang pun pada tubuhnya.
Berasa seperti seorang raja dengan seorang ratu yang selalu patuh, ratu yang selalu patuh? Atau seorang budak yang harus menuruti kemauan rajanya? Ah tidak, aku tidak suka jika wanita dihadapanku ini aku jadikan budakku, aku hanya ingin take and give, jika dia memberi akan aku terima dan jika aku memberinya diapun harus menerimanya. Bukan seperti tuan dan budaknya, terlalu liar bagiku apalagi aku selalu mendapatkan hubungan yang mesra dari mereka. Aku bukan orang yang suka memanfaatkan situasi, hanya mengikuti apa yang dia inginkan... toh aku juga mendapatkan kepuasan dari imajinasinya. Kulihat jam dinding di ruang keluarga ini menunjukan pukul 02.30.
“Tante....” ucapku, sambil menikmati kulumannya
“Hmmmm.....” jawabnya dengan mulut yang tersumpal oleh dedek arya
“Arya, capek...” ucapku
“Sayang...” ucapnya setelah melepaskan kulumannya
“Tante juga capek, tapi tante masih ingin memberikan pelayanan kepada kamu, terserah kamu mau menyurug tante ngapain...”
“Asal kamu senang, tante akan melakukannya”
“Tadi Arya sudah mengabulkan permintaan tante, sekarang tante akan mengabulkan permintaanmu...” ucap tante sambil mengocok dedek arya dengan lembut, tergurat sebuah senyum dari bibir manisnya yang indah. Perkataan yang meluncur dari bibir tante tidak sedikitpun membuat aku memikirkan apa yang harus tante lakukan, tubuhku terlalu lelah untuk melanjutkannya lagi tapi dedek arya masih bangun dan tegak.
“Tante...” ucapku
“Iya...” jawab tante
“Kulumin kontol Arya pakai mulut dan susu tante...”
“Sampe keluar dan Arya pengen lihat sperma Arya di wajah tante...” ucapku tiba-tiba, karena memang aku merasa capek dan aku hanya bisa duduk saja.
“Iya... sayangku... tante juga pengen ke semprot sperma kamu hi hi hi” jawabnya sedikit nakal, sebuah jawaban yang terasa bagaimana gitu, mulai dari Ibuku sendiri dan sekarang Ibu sahabatku, hadeeeeeeeeeeeeh...
Perlahan tante ima mulai mengulum dedek arya, dan mulailah tante ima memaju mundurkan kepalanya. Kuluman disertai jilatan membuat aku sedikit belingsatan. Semakin lama semakin cepat gerakan kepala tante ima membuatku merasakan kenikmatan yang lebih hebat dan aku bangkit dari bersandarku, tangan kananku mulai mengelus-elus kepalanya. Tampak senyuman dari bibirnya yang tersumpal oleh dedek arya, terlihat sedikit air liurnya mengalir dari bibir indahnya. Lama tante ima mengulum dedek arya yang tak kunjung-kunjung mengeluarkan laharnya, tante ima merubah posisi simpuhnya dengan agak sedikit tegak. Di apitnya dedek arya dengan kedua susunya yang lumayan besar itu dengan sedikit air liur yang dia teteskan ke arah dedek arya membuat gerakan dedek arya di antara dua susunya itu menjadi lebih mudah.
“Ahh... tante ima hebat...” pujiku
“Ah ah ah ah untukmu akan tanteh... hah hah hah berikan yang terbaikh... ah ah ah” ucapnya sambil memandangku sebentar. Kulihat kepala dedek arya tenggelam muncul dari susu tante ima tapi aku sendiri belum juga merasakan dedek arya akan muntah.
“Tante... Kalau tante tidak mengeluarkan isi kontol arya” ucapku
“hah hah hah... kenapa arya?” tanya tante ima
“Tidak aku kasih jatah lagi lho....”ucapku sedikit mengancam walau sebenarnya itu hanya candaan saja, karena aku cukup lelah dan ingin segera mengakhirinya.
“Jangan sayang... jangan... iya tante akan keluarkan...” ucap tante ima dengan wajah memohon dan memelasnya. Tiba-tiba tante berdiri dan duduk membelakangiku tepat di dedek arya, kemudian tante memegan dedek arya dan memasukannya ke liang vaginanya.
“afth... maaf sayang, tante kesulitan kalau pakai mulut dan susu tante, pakai memek tante saja ya sayang...” ucapnya memohon sambil menoleh sedikit kearahku. Perlahan tante mulai menggoyang, goyangan tante memperlihatkan jika tante sebenarnya sudah merasakan kelelahan.
“Tante curang ya, tidak mau menuruti perkataan Arya...” ucapku dengan candaan yang berisi ancaman
“Maaf, Arya... tante masih pengen dijatah kamu... pokoknya tante harus dapat jatah dari kamu...”
“Pukul bokong tante jika kamu merasakan tidak nikmat sayang...” ucapnya, seketika itu pula ketika aku mendengar pintanya, aku langsung memukul bokongnya yang semok itu.
“aahhhh..” teriak tante yang seakan-akan mendapat aba-aba untuk mempercepat goyangannya. Semakin aku sering menampar bokong tante semakin cepat pula tante menggoyang.
“Ahh arya, tante keluaaaaaaaaaaaaaaaaar....” tante menjerit keenakan dan jatuh bersanda kebelakangku, padahal sedikit lagi aku keluar. Dan kupeluk tubuh tante.
“maaf sayang...” ucap tante
“cepat kulum tante, aryan sudah mau keluar... atau....” ucapku, tante kemudian bangkit dari rebahannya dan langsung bersimpuh diantara kedua pahaku dan clup.. dikulumnya dedek arya.
“terusss tante... teruuuus... sebentar lagiiiih....”
“Aku ingin keluar di wajah tanteeeeeh ah ah ah ah....”
“aku keluar tanteeeeeeeeee......” teriakku dengan sekejap tante keluarkan dedek arya dan mengarahkannya ke wajahnya.
Crooot crooot crooot crooot crooot crooot crooot.....
Muncratlah spermaku di seluruh wajah tante, wajah yang selalu ramah kepadaku setiap kali aku berkunjung kerumahnya. Wajah yang selama ini selalu tersenyum kepadaku dengan sangat lembut, yang selalu menemani aku dan rahman mengobrol walaupun sebentar. Wajahnya yang sekarang penuh dengan spermaku, pandangannya melihat ke arahku dengan senyumannya. Perlahan lidahnya dikeluarkan menjilati sperma yang berada dekat bibirnya. Mulailah jari-jarinya membersihkan wajahnya dan dimasukan setiap sperma yang berada di tanganya.
Ku lihat tante dengan nafasku yang sedikit tidak teratur, ketika kulihat wajahnya bersih aku pegang kepalanya dan kemudian aku cium bibir manisnya. Ku ucapkan terima kasihku kepadanya, dan kulumat kembali bibir manisnya.
“Masih bolehkah tante merasakan ini semua sayang?” tanyanya ketika ciuman kami terlepas, kujawab dengan anggukan kecil. Tampak senyuman terlukis dari wajahnya dan langsung didaratkannya ciuman ke bibirku kembali.
“Terima kasih sayangku, sudah menjadi kekasihku dan kesayangakku...” ucap tante ima kepadaku. Terlukis kebahagiaan di wajahnya, kemudian dengan sisa tenaganya dia bangkit.
“Bersih-bersih yuk... takut mereka bangun...” ajaknya, kemudian tante mengajakku mandi bersama. Karena lelahku aku menolaknya, karena takut akan ada ronde selanjutnya sedangkan tubuhku sudah tidak kuat lagi. Dedek arya pun sudah mengeluh untuk minta beristirahat.
Akhirnya aku memunguti pakaianku dan ku bawa ke kamar Rahman, dan tante kembali ke dalam kamarnya untuk membersihkan diri. Aku mandi di kamar mandi Rahman sekilas kulihat Rahman dengan posisi yang tidur tengkurap sejak awal aku tinggalkan nyenyak dalam tidurnya. Setelah bersih aku mendekat Rahman.
“Kang. Maafkan aku.... “ucapku lirih di telinganya. Aku kemudian terlelap dalam tidurku dan mimpiku. Mimpi dimana aku berharap aku bisa melakukannya dengan Ibuku. aku benar-benar kangen dengan Ibuku. ah ibu apa kabarmu disana.
ooooooooooooooooooooooooooooooooooooooooooooooooooooooooooooooooooooooooooo
Di suatu Rumah mantan kepala daerah, di dalam sebuah kamar yang dulu menadi kamar seorang gadis nan ayu. Gadis itu kini telah tumbuh dewasa menjadi wanita yang mempunyai anak laki-laki gagah. Di dalam kamar itu tampak wanita rebah di atas kasurnya belum bisa memjamkan matanya. Mungkin karena panggilan hati dari anaknya yang selalu rindu dengannya.
“Arya....” ucapnya lirih dalam tidurnya
“Ibu kangen....” lanjutnya, yang kemudian dicobanya untuk memejamkan mata berharap akan bertemu dengan lelakinya itu.
Ooooooooooooooooooooooooooooooooooooooooooooooooooooooooooooooooooooooooooo
Pagi menjelang aku pun terbangun dengan badanku serasa pegal semua. Kulihat Rahman masih asyik dalam tidurnya, sebenarnya berapa dosis yang diberikan oleh tante ima kepadanya. Ingin aku berjalan kebawah tapi takutnya akan ada ronde selanjutnya dan ini yang membuat aku merasa bersalah kepada Ibu. Aku hanya duduk di kamar, kulihat jam menunjukan pukul 10.00 dan Rahman belum bangun. Kusulut dunhill-ku dan kuminum minuman yang berada di meja belajar Rahman Minuman? Ah berarti tante ima sudah bangun. Akhirnya aku melangkah kebawah, kulihat tante ima dengan wajah bahagianya walau ada sedikit guratan kantuk di wajahnya menyambutku dengan senyumannya. Langsung dipelukanya aku dan dikecupnya bibirku. Dipeluknya erat tubuhku dan kubalas dengan pelukanku, walau agak sulit karena satu tanganku memegang dunhillku.
Wajah khas indianya dengan dress terusan hingga lutut yang juga menutupi sepanjang lengan tanganya. Drees yang tertutup tak menampakan belahan dadanya. Kami mengobrol secukupnya dan aku kembali kamar, kubangunkan Rahman. Akhirnya dia bangun dan tampak kudengar om juga bangun. Apakah mereka curiga? Ternyata rahman sendiri mengaku kepadaku kalau dia habis 4 ronde dengan cewek-cewek kampus dan pacarnya. Jadi dia sendiri yang membenarkan dirinya jika terlalu lelah padahal dia diracun oleh Ibunya. Ketika kita semua berkumpul di bawah tak nampak makan pagi, Tante ima beralasan karena bangun kesiangan jadi belum masak apapun. Aku berjalan ke arah dapur yang dekat dengan pekarangan rumah tampak tersengar percakapan om nico dan seseorang di telepon.
“Gila... aku kecapekan bro, gara-gara kemarin party kita dengan para wanita-wanita itu ha ha ha”
Ternyata bapak sama anak sama saja, aku? Hei aku tidak maniak jika tidak di ajak, ayolah jangan kalian menilaiku dengan maniak seks. Aku tidak seperti itu kawan, aku harap kalian bisa mengerti posisiku, oke reader? Please

“anus tante masih perawa Ar...” ucapnya tiba-tiba, benar-benar gila ini tante ima masa mengaku seperti itu.
“Tante ingin kasih kamu itu, kalau kamu mau dan tante harap kamu mau...” ucapnya
“Aku tidak suka lewat belakang tante...” ucapku
“Sekali ini saja Ar, agar tante merasa bahwa tante telah memberikan semuanya kepadamu... daripada...om....mu” ucapnya memohon kepadaku. Daripada kelamaan kutarik tante keruang tamu kusuruh tante menungging di atas kursi tamu. Ku singkap dressnya dan ternyata tante tidak mengenakan celana dalam.
“Dijilat dan diludahi dulu sayang biar tidak terlalu seret....” ucapnya kepadaku, Tanpa basa-basi aku jilati anus tante dan kuludahi sebanyak mungkin membuat tante merintih kenikmatan. Dan kucoba masukan secara perlahan, tampak lebih seret sangat seret.... buanget.
“terus tekan sayang, tante berikan perawan anus tantehhh aaaaah...” ucapnya yang sedang menungging menghadap ke kaca ruang tamu, jadi tante bisa melihat langsung ke garasi kalau-kalau om sama rahman datang.
Mulai aku masukan secara perlahan dan akhirnya bisa masuk semua, terasa sangat seret sekali. Aku mulai menggoyang secara perlahan, semakin lama goyanganku semakin cepat dan cepat membuat tante mendesah dan kadang menjerit kecil. Sempitnya lubang anus tante membuat dedek arya tertekan dan membuat dedek arya menjadi lebih mudah merasakan sensitifitas.
“Ah ah ah ah.... aishhhh uft... enaaaaaak terusssss arya sayangku....” rintihnya, Lama aku menggoyang, akhirnya aku merasakan dedek arya akan meledak. Tante pun semakin mengerang tidak karuan.
Plak suara tamparan tangaku ke arah bokong tante ima.
“aaaaah... tampar sayangku , tampar bokong tante.... tante suka....” ucapnya, aku hanya tersenyum dalam batinku aku hanya terheran-heran dengan perubahan drastis sikap tante ini. ku goyang pinggulku semakin cepat.
“Tante mau keluar...” ucapnya
“bareng tanteku sahyang....” jawabku
Crooot crooot crooot crooot crooot crooot crooot.....
Keluarlah spermaku di dalam anusnya, tante akhirnya sedikit terdorong ke depan sehingga kepalanya menempel pada kaca ruang tamu yang mengarah ke garasi karena dorongan kuat dariku. Jika saja ada orang yang melintas mungkin akan terlihat wajah tante. Sebentar kami beristirahat kemudian aku cabut dedek arya, dengan posisiku masih berdiri tante turun kebawah dan langsung dilahapnya dedek arya dengan bibirnya. Tangan kirinya memegang dedek arya dan tangan kanannya menengadah dibawah anusnya untuk menegumpulkan tetesan-tetesan sperma dari anusnya. Lama tante mengulum dedek arya hingga dedek arya tertidur dalam mimpinya mungkin karena rasa lelahku yang belum sepenuhnya terobati. Kulihat tante ima, mengangkat tangan kananya tampak sperma encer terkumpul di tangannya dan langsung dimasukan ke dalam mulutnya. Pemandangan yang mengejutkan sebenarnya, apa lagi keseharian tante tampak anggun dan ramah sekarang tampak nakal sekali, takluk di depan dedek arya dan Arya.
“Apa tidak jijik tante?” ucapku
“Kalau ini milik om kamu tante akan jijik tapi kalau milik kamu tidak, tidak sama sekali, tante suka...” ucapnya dengan senyuman dan bangkit memelukku. Akhirnya kami mengakhiri permainan ini, aku mandi lagi dan begitupula tante. Setelah selesai mandi tante memanggilku, mengajakku menunggu om dan rahman di ruang tamu. Di situ pun kamu masih bercumbu dan saling meremas kepunyaan pasangan. Benar-benar tante ima tak ada puasnya.
Om dan Rahman datang, kami menyudahi aktifitas kami dan berakting layaknya orang yang saling acuh. Kami makan bersama, obrolan santai antara kami semua membuat suasana rumah menjadi hangat Hingga selesai makan, aku pun pamitan pulang. Om nico pun berjalan ke arah pekarangan untuk bersantai. Ku ambil barang-barangku di kamar Rahman, kubereskan semuanya termasuk kamar Rahman yang tampak berantakan.
“Makasih ya Ar, ha ha ha ha.... emang ente orang juozzzz!” ucapnya
“biasanya juga bagaiman Kang he he he “ jawabku, aku pun pamit ke rahman dan kedua orang tuanya di antarnya aku oleh Rahman menuju ke garasi tampak tante juga mengantarku tapi dengan wajah yang acuh gitu biar tidak memperlihatkan kalau kita sudah hmmmm. Sampai di garasi aku mengeluarkan motorku, nampak telepon cerdas Rahman berdering dan dia berjalan ke depan terlebih dahulu.
“Ar, terima kasih... jika ada kesempatan bicaralah pada pamanmu dan Ibumu”
“Seandainya bisa tante ingin bertemu dengan paman dan Ibumu, tapi tante ingin bertemu dengan pamanmu terlebih dahulu, ini nome tante” ucapnya dengan wajah sedikit memelas dan memasukan kertas yang dilipat kedalam saku jaketku
Aku hanya mengangguk tersenyum dan membisikan kata-kata supaya tante bersabar serta tante berusaha untuk bisa keluar rumah dulu baru semuanya bisa di atur. Bisikan itu meluncur begitu saja, seakan-akan aku bisa mengusahakan semuanya. Akhirnya aku pulang dengan tubuh sedikit lelah.
Ngueeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeng.....
Dalam perjalanan kulihat tukang psang stiker dipinggir jalan, ku berhenti dan memasangkan SCOTLET merah di REVI. Sambil menunggung si e-masnya memasang scotlet aku menunggu di bawah pohon yang ditemani dunhill, teringat semua kejadian di dalam rumah rahman yang membuat aku geleng-geleng kepala hingga bisikanku kepada tante ketika hendak pulang. Tiba-tiba aku teringat akan seseorang, BUDHE???? Aduh bagaimana ini pamankan punya budhe, kenapa aku menyanggupinya? Ah parah aku....
Scotlet telah terpasang sekarang, dan nama sibodi montokku menjadi REVIA (REVO IRENG ABANG). Kutunggangi Revia menuju jalan rumah dengan beban pikiran yang sangat banyak. Hingga aku berada di rumah tepat pukul 17.00, aku masuk ke dalam rumah tanpa ada yang membukakan pintu tampak suasana rumah yang kacau balau. Kulihat Ibu hanya terdiam duduk dengan raut wajah takut di kursi ruang TV dengan Ayah yang seperti kebingungan memaki-maki orang yang berada di telepon. Ada apa ini?
Rumah ini adalah rumahku, rumah pemberian
Kakekku kepada kedua orang tuaku. seorang wanita paruh baya sedang duduk
termangu di ruang TV dengan seorang laki-laki yang mengeluarkan kata-kata kasar
dari mulutnya. Diarahkan cacian itu kepada orang yang berada di telepon. Wanita
itu adalah Ibuku dan lelaki itu adalah Ayahku, Ayah yang memiliku fisik berbeda
dengank. Tubuhnya tidak tinggi dan tidak pendek jika dibandingkan dengan Ibu
tinggi Ibu sedikit. Kulitnya gelap dengan rambut lurus di kepalanya. Aku memang
sedkit beruntung karena aku menuruni Ibuku. Ibu yang melihatku muncul dari
lorong kemudian bangkit dan menyambutku dengan senyuman manisnya, aku pun
tersenyum kepadanya. Tak lupa aku salim kepada Ibuku kemudian aku berjalan ke
arah Ayahku, dengan sangat dingin dia hanya menjulurkan tangannya kepadaku
dengan hanya sebentar memandangku. Aku kemudian melangkah naik ke kamarku,
kamar yang aku tinggalkan hampir 3 hari ini dari hari jumat. Beribu kejadian
dalam minggu ini membuatku merasakan beban pikiran berlebih ditambah lagi hari
ini tampak Ayah sedang marah-marah tidak jelas.
“Kang Mas, Dimas mau menemani Arya sebentar, katanya mau curhat...” terdengar ucapan Ibu
“Iya, tinggal naik saja susah, minta ijin segala...” terdengar bentak Ayah kepada Ibu.
Aku yang berada dalam kamar ini duduk termangu dipinggir tempat tidurku, kemudian pintu terbuka masuklah sesosok wanita yang selama ini aku rindukan, Ibu. Ibu masuk kemudian menutup dan mengunci pintu, melihat ke arahku dengan sedikit raut sedih tergurat di wajahnya. Aku kemudian berdiri melangkah ke arah Ibu kemdian ku peluk Ibu, kucium ubun-ubun Ibu dan Untung saja Ibu tidak menangis. Kupeluk erat tubuhnya terasa hangat dan tentunya terasa dorongan susu Ibu di dadaku.
“Sudah tidak perlu sedih bu” ucapku menenagkan Ibu
“Iya... nggak kangen sama Ibu nak?” ucapnya kepadaku, tanpa diberi komando apapun aku langsung melumat bibirnya terdengar desahan Ibu yang masih kalah dengan teriakan-teriakan amarah Ayahku kepada benda mati yang ada di tangannya. Kulumat dan lidah kami saling beradu, daling menghisap, saling melumat seperti seorang kekasih yang lama tak bertemu. Sambil berciuman ku arahkan langkah Ibu ke tempat tidurku, kami rebahan dan saling pandang melepas rindu yang tersumbat selama 1 hari kemarin.
“Dimaaaa... DIMAAAAAAAAAAAASSSSSSSSSSS!” teriak Ayahku, kami berdua kaget dan Ibu langsung berdiri dan membuka pintu yang terkunci itu menuju kebawah.
“Dipanggil lama sekali, apa sudah mulai budek?!” marah Ayah, kuliha Ibu dari pintu kamarku hanya menunduk di hadapan Ayahku tanpa rasa takut mungkin karena aku ada di rumah ini
“Aku mau keluar, jaga rumah bersama Arya, tak tahu pulang kapan?”
“Arya! Jaga rumah!” bentak ayah kepada kami berdua
“Inggih Romo...” ucapku dari kamar
Sektika itu terdengar langkah cepat ayah menuju garasi, kemudian terdengar suara mobil yang lambat laun menghilang. Aku melangkah menuju ke bawah, Ibu memandangku dengan senyuman indah di bibirnya, senyuman yang membuatku hanyut.
“Mandi dulu sana, Ibu mau menyiapkan makan malam dan tidak ada nanti-natian, Ingat LIBUR” Ucapnya kepadaku dengan senyuman manisnya, aku pun menuruti semua permintaannya karena aku tidak menolaknya.
Aktifitas sore, mandi ganti pakaian dan tiduran di dalam kamar menunggu panggilan Ibu. Tepat pukul 18.30 Ibu memanggilku dan menyuruhku makan malam. Makan malam sepasang kekasih yang dimabuk cinta, kami saling mnyuapi bahkan kadang Ibu mengunyahkan makananku dan menyuapiku dengan mulutnya yang manis. Ah wanita ini tetapi anggun dengan balutan drees longgar putih sepaha yang menutupi lengan dan disambung dengan celana hitam selutut. Lama kami mamdu kasih di meja makan.
“Ibu tidur dikamar kamu ya nak?” ucap ibu dengan senyuman
“Romo bagaiman bu?” ucapnya kepadaku
“Dia tadi telepon Ibu, kalau pulang besok atau lusa, sudah biasa seperti itu...” ucapnya
Ibu menceritakan kepadaku, Ayah ketika menjemput tadi tampak seperti orang yang ketakutan sangat ketakutan. Menyetir mobil saja sangat ugal-ugalan hingga dirumah Ayah marah-marah terus dengan orang yang berada di telepon, setiap kali telepon dimatikan oleh Ayah, Ayah menelepon orang lain lagi dan marah-marah kembali. Dalam benakku aku hanya berpikir, Apakah ada sangkut pautnya dengan Telepon Cerdas KS?
Malam berganti, aku dan Ibu berada di dalam kamarku bercanda dan bergurau layaknya sepasanga adik kakak. Ibu selalu menggodaku dengan kata-kata “Kapan punya pacar?” dan selalu aku balas dengan kecupan di pipinya “Ini pacarku”. Permainan kamu berlangsung hingga pukul 21.50 ketika aku melihat jam dinding. Hingga akhrinya aku lelah dan rebah di lantai kamarku, Ibu duduk di pinggir tempat tidurku tepat di atas kepalaku, memandang kebawah ke wajah anaknya.
“Ibu....” ucapku
“Hmm.....” jawabnya sambil tersenyum manis dengan menyipitkan matanya ke arahku, antara dilema dan galau alias andilau aku beranikan menanyakan tentang tante ima.
“Sahabat Ibu yang bernama Karima itu....” ucapku terhenti
“Iya, ada apa? Ibu tidak pernah bertemu dengannya selama ini, jadi kangen kalau kamu bilang seperti itu....” ucapnya kepadaku
“Apakah dia bernama Karima Kapoor, seorang wanita keturunan India” ucapku
“Hhh... Bagaimana kamu bisa tahu? Ibu tdak pernah menceritakan detail tentang sahabat Ibu itu” tanya Ibu mulai terkejut dengan pernyataanku
“Dia sering memanggil Ibu dengan sebutan Pita?” lanjutku, Ibu kemudian turun dan memegang ke dua bahuku wajahnya tepat di atasku.
“Darimana kamu tahu, ceritakan!” ucap Ibu sedikit membentak
“Ibu kok jadi galak sama Arya, Arya kan pasti cerita, tapi Ibu jangan mar....rah” ucapku sedikit ketakutan
“oh.. maaf maaf sayang Ibu terbawa emosi, karena jujur Ibu kangen sekali dengan tante Ima” ucapnya yang kemudian duduk bersimpuh disampingku, aku bangkit dan duduk bersila di sampingnya.
“Tapi janji Ibu tidak marah ya....”ucapku
“Kenapa harus marah sama kamu sayang?” jawab Ibu manja
Aku kemudian berdiri dan duduk di pinggiran kasur, diikuti oleh Ibu yang kemudian duduk disampingku. Kemudian aku ceritakan dari awal aku menginap di rumah Rahman sahabatku yang sering aku ceritakan kepada Ibu. Hingga ku bercerita tentang bagaimana aku bersetubuh dengan sahabatnya? Dan tentunya membuat Ibu sangat terkejut sekali mendengar itu semua... Ibu mengalihkan pandangannya dariku dan menutupi wajahnya dengan kedua tangannya yang bertumpu pada sepasang pahanya. Terlihat linangan air mata yang mengalir dari mata Ibu melewati sela-sela antara pipi dan telapak tangannya. Aku mendekat kemudian memeluk Ibu, secara spontan Ibu menampiknya dan berdiri meninggalkan aku. Aku langsung berlari mengejarnya hingga di depan pintu kamarnya yang akan ditutup tapi cepat aku tahan.
“IBU AKU MOHON JANGAN SEPERTI INI, ARYA TAHU ARYA SALAH TAPI ARYA JUGA DALAM PENGARUH OBAT” Teriakku membela dan memohon kepada Ibu, yang kemudian Ibu melangkah ke arah tempat tidurnya dan duduk termangu dan melamun. Aku kemudian melangkah dan duduk di samping Ibu dan hanya diam.
“Kamu sukakan sama Tante Ima?” tanyanya tiba-tiba dengan nada ketus dan judes
“Terpaksa...” jawabku
“Seandainya dia meminta lagi, apa kamu akan memberikannya?” tanya Ibu
“Atas seijin Ibu... “jawabku
“Jika Ibu bilang tidak, kamu pasti akan sembunyi-sembunyi di belakang Ibu kan?” tanyanya lagi
“Tidak... “ jawabku
“Bohong...” ucapnya, tanpa pikir panjang kemudian aku berdiri mengambil gunting di meja rias Ibu dan aku goreskan tepat di kulitku, dan untungnya tidak memotong nadiku.
“Apa perlu bu Arya menyayat nadi arya dihadapan Ibu seperti sekarang agar Ibu percaya?” dengan menunjukan darah yang mengalir dari tanganku.
“JANGAAAN!” teriak histeris Ibu kemudian mengambil kain dan menutupi pergelangan tanganku. Tampak raut wajah kebingungan Ibu dan aku hanya diam mematung. Untungnya saja Ibu selalu sedia plester di rumah, sehingga Ibu bisa langsung menutupi darah yang mengucur. Aku hanya terdiam dan kemudian duduk di pinggir kasur kembali. Ibu menangis sejadi-jadinya sambil memeluku.
“Iya, Ibu hiks hiks hiks ijinkan kamu nak.... tapi tolong jangan seperti ini hiks hiks hiks”
“Terserah kamu mau sama siapa asalkan jangan tinggalkan Ibu hiks hiks hiks hiks” ucapnya terisak-isak
Aku kemudian memeluk Ibu, Ibu membalas pelukanku. Lama kami berpelukan hingga suara tangis Ibu reda dan Ibu kembali bangkit memandangku dengan penuh harap agar aku tidak meninggalkannya.
“Pokoknya kalau siapapun ingin denganmu, Ibu relakan asal kamu cerita” ucapnya kepadaku
“Tidak Bu, Arya tidak mau lagi selain dengan Ibu... Jikalau nanti Tante Ima atau ada wanita lain yang mengajak dan memaksa akan Arya tolak... Kar...” ucapku terpotong karena jari telunjuknya menyilang dibibirku. Tampak Ibu menghela nafas panjang.
“Begini, Memang pada awalnya Ibu merasa kamu khianati padahal Ibu yang mengijinkan kamu waktu pertama kali kita melakukannya. Maksud Ibu sebenarnya adalah kamu boleh menjalin hubungan dengan wanita yang kelak akan menjadi istri kamu”
“Tapi kamu malah sama sahabat Ibu...” ucapnya dengan senyum mengembang di bibirnya
“Maaf bu, besok-besok tidak lagi...”
“Ketika melakukannya sama tante ima itu pikiran Arya cuma ke Ibu terus, itu murni nafsu beda ketika dengan Ibu”ucapku
Hening sesaat suasana kamar ini, tampak suara hewan malam mulai terdengar dari luar rumah ini. Ibu mulai menghela nafas panjang, dan memandangku dengan penuh kasih sayang. Tangannya yang satu memegag pergelangan tanganku dan yang satunya lagi memegang pipiku disertai elusan-elusan halus.
“Nak, Maafkan Ibu...”
“Ibu cemburu ketika kamu bilang kamu melakukannya dengan sahabat Ibu, dan Ibu tidak marah mengenai tali itu ataupun masalah tante ima punya hubungan dengan pamanmu”
“Yang Ibu takutkan adalah Ima mengambil kamu dari Ibu” ucapnya
“Tidak bu, tidak akan, kan Arya lebih sering bareng Ibu bukan sama tante ima...” ucapku dengan senyuman nakal
“Iya deh, besok lagi kalau mau gituan sama tante ima harus seijin Ibu, gak boleh terusan...”
“Ibu perbolehkan tapi dengan syarat... kamu harus cerita penuh dari awal hingga akhir” ucapnya kemudian memelukku dan menyandarkan kepalanya didadaku dengan sedikit senyuman terukir di bibirnya
“Walau sebenarnya Ibu sangat cemburu... kecuali jika kamu jalan dengan calon istri kamu, Ibu mungkin akan ikhlas...” lanjutnya lirih
“Apa saja yang diceritakan Ima kepadamu? Dan juga tentang hidupnya ketika berada di luar daerah” tanya Ibu kemudian
Dengan memeluk Ibuku, dan mengelus-elus kepalanya disertai kecupan-kecupa mesra di ubun-ubunnya. Aku mulai menceritakan semua tentang tante ima, dari kehidupannya yang terkekang dan perjalanan kelam mengenai kehidupannya. Dari suaminya yang membawa wanita lain hingga persahabatan menakutkan antara Ayah dan Om Nico. Ibu mendengarnya dengan seksama dan tampak pelukan erat Ibu pada tubuhku mengisyaratkan kekhawatirannya terhadap sahabatnya.
“Mungkin Ibu harus bicara dengan Ima? Dan Mungkin Ibu juga harus berbagi Kekasih dengan Ima”
“Tapi bagian Ibu 99,99%!” ucap Ibu dengan senyumannya sembari bangkit dari pelukan dan berpinggang kearahku. Aku hanya tersenyum dan mengiyakan. Aku bangkit dan ku ambil telepon cerdasku di dalam tas yang berada dikamarku serta mengambil nomor tante ima, kemudian aku sms tante ima. Kutanyakan kepadanya apakah rahman sudah tidur dan keberadaan om Nico. Tante Ima menjelaskan kalau om nico pergi keluar dan Rahman juga sedang nongkrong di nasi kucing tidak jauh dari rumahnya. Kemudian aku telepon tante ima ketika aku sudah berada di samping Ibu, di dalam kamarnya.
“Halo...” terdengar suara wanita dari telepon cerdasku
“Halo tante, langsung saja tante, ada yang mau bicara dengan tante...” ucapku, kuberikan telepon cerdasku kepada Ibu. Dan terlihatlah guratan kebahagiaan di wajah Ibu, dan setiap tutur kata yang terlontar dari mulut Ibu kembali menjad kata-kata gaul pada masanya. Mereka kelihatan bersendau gurau dan aku hanya melihat Ibu dengan senyuman karena mungkin Ibu sangat merindukan sahabatnya. Ibu kemudian menceritakan setiap detail kehidupannya dari awal hingga akhir, tampak pula tante ima bercerita mengenai dirinya dari awal hingga akhir. Ketika Ibu bercerita dengan tante ima dengan sangat manja Ibu bersandar di tubuhku, sambil berbicara aku hanya mampu menciumi kepalanya dan memeluknya dengan hangat. Ibu masih terus mengobrol dengan tante ima dan tidak lupa Ibu memberikan kecupan-kecupan mesra kepadaku setiap kali ada jeda pembicaraan. Dan itu memang berlangsung sangat lama kurang lebih satu jam, untung saja nomor tante ima sama operatornya dan nomorku sudah aku paketkan untuk telepon hemat. (Yang bertuliskan miring/ italic adalah ucapan dari tante ima)
“Apakah kita bisa bertemu ma?” ucap Ibuku
“Jangan, jangan sekarang, kelihatanya mereka berdua sedang dalam kondisi buruk, aku tadi mendengar percakapan mereka, nico berbicara di telepon mengenai pembunuhan, tapi tidak jelas, kalau suasana sudah reda, kita pasti akan bertemu pit” ucap tante Ima
“Berarti apa yang kamu dengar sama dengan yang aku dengar ma, tadi mahesa juga berbicara seperti itu, kelihatanya kita tidak akan bebas jika mereka masih hidup”
“bilangkan ke arya untuk tidak mendekati ayahnya walau sejengkal masalah antara mereka, itu berbahaya karena takutnya Arya terbawa emosi dari cerita yang dia dengar dariku”
“Iya ma, ntar aku akan bilangkan ke arya, aku sebenere kangen ma kamu, kangen buanget”
“Aku juga pit, kangen banget sama kamu”
“Kangen sama aku apa sama mas andi”
“Ya kamu to pit masa sama mas kamu”
“Udahlah Arya dah cerita semua tentang kamu ma mas andi kok”
“Semua?”
“Ya semua, tentang kehidupan kamu, pacaran ma mas andi, emangnya ada lagi?”
“Enggak... ya itu saja sich...mmmm maaf ya pit kalau aku dulu pacaran ma kakakmu, nggak ngomong ma kamu lagi, backstreet lagi, karena takutnya kamu ndak setuju”
“Sebenarnya nggak papa seandainya aku dulu tahu, kamunya aja yang terlalu takut”
Percakapan mereka nampaknya mulai serius membahas paman, ini dapat aku ketahui karena Ibu kemudian beranjak pergi meninggalkan aku di kamar. Hingga percakapan itu akhirnya menuju ujung waktu, percakapan yang jika tidak dihentikan oleh baterai hampir habis mungkin tak akan ada habisnya. Setelah mengucapkan salam perpisahan mereka menutup telepon masing. Ibu meberikan telepon cerdasnya kepadaku.
“Kalau kamu mau mempertemukan Pak dhe dengan tante ima, bagaimana dengan budhe?”
“Kamu harusnya memikirkan perasaan bu dhe kamu, secara pribadi Ibu tidak setuju dengan langkah kamu mempertemukan mereka, Bu dhe kamu itu orang yang baik dan sangat pengertian kepada Ibu dan tante ratna”
“Jika kamu mempertemukan mereka, itu hanya akan mengulang kesalahan dan memperpanjangnya, Sekali lagi Ibu tidak setuju karena kamu akan menghancurkan bu dhe” ucap Ibu
“Tapi semua berada di tanganmu, jikapun mereka bertemu secara sendirinya usahakan agar bu dhe tidak pernah mengetahuinya” ucap Ibu kepadaku
“Benar kata Ibu, Bu dhe adalah wanita terbaik untuk paman dan keluarga kami, mempertemukan masa lalu hanya akan menghancurkan masa depan” bathinku dalam hati sembari mengangguk menjawab pernyataan-pernyataan Ibu.
“Bopong Ibu ke kamar kekasih Ibu, Ibu mau memanjakan kekasih Ibu” ucap Ibu manja dan tidak memandangku sama sekali, aku hanya tersenyum denga lembut. Kubopong Ibu menuju kamarku dan kududukan Ibu kemudian aku rebah dan tidur di kasur itu. Ibu kemudian beringsut mendekatiku dan memelukku.
“Ceritakan... ceritakan apa saja yang Ima berikan kepadamu ketika malam itu”
“Tenang saja, tantemu itu tidak tahu jika Ibu mengetahui semua yang kalian lakukan” ucap Ibu
Kemudian aku menceritakan secara detail satu-persatu dari awal persetubuhan hingga anal seks yang aku lakukan di ruang tamu. Ibu nampak terkejut hingga mengangkat kepalanya dan memandangku tapi aku tetap melanjutkan itu semua.
“Kamu pengen begitu sama Ibu?” ucapnya
“Enggak bu, lha wong itu tante ima yang maksa” jawabku
“Hmmm... nakal kamu hi hi hi... mungkin Ibu harus selalu telepon kamu setiap saat”
“Karena setiap saat adalah saat buat Ibu untuk cemburu dengan kekasih Ibu ini hi hi hi” ucap Ibuku, kami pun tertawa di tengah malam itu.
“Bu...”
“Maafkan Arya....” ucapku lirih dan kupeluk erat Ibu
“Iya nak...” jawab Ibu
“Jika suatu saat Arya cerita mengenai persetubuhan Arya dengan wanita lain, apakah Ibu akan marah?” tanyaku
“Cemburu nak... Ibu tidak akan cemburu jika kamu menjalin hubungan dengan wanita yang akan dijadikan istrimu dengan catatan kamu menyayanginya selalu, tapi jika dengan wanita-wanita lain yang bukan akan menjadi istri kamu, Ibu akan hukum kamu...” ucap Ibu
“Apa bu hukumannya?” jawabku
“Nanti Ibu pikirkan, tapi mulai sekarang....” ucap Ibu terhenti sesaat
“Jadikan Ibu sebagai istrimu, hingga kamu menemukan istri yang sebenarnya” ucap Ibu
“Kan sudah Bu he he he” ucapku
“Tapi suka main sama yang lain, sama kayak ayah kamu” ledek Ibu
“BUUUUUUU.... Jangan samakan aku dengan Ayah, Ayah melakukannya dengan membuat keadaan seperti yang di inginkan sedangkan aku terjebak dalam keadaan itu” belaku sedikit mengangkat tubuhku dan memandang tajam ke arah Ibu
“Sayang jangan marah, kan sayang Cuma bercanda sama sayang hi hi hi ” candanya
“Iya, kamu sangat berbeda, sangat berbeda.....”
“Kamu banyak disukai perempuan-perempuan disekitar kamu sejak kamu SD dulu, banyak sebenarnya teman cewek kamu yang mengirim surat cinta ke kamu dan Ibu selalu membacanya, lucu-lucu...”
“Hingga kamu SMP makin banyak yang mengirimkan surat cinta kaleng kerumah ini, yang bilang cinta, sayang semua Ibu baca, yang paling parah ketika kamu SMA setiap pagi di kotak surat palilng tidak ada 3 surat cinta buat kamu, apalagi kuliah Ibu sering menerima telepon dari teman-teman kuliahmu yang bilang suka ma kamu, sayang, cinta tapi Ibu yakin mereka tidak akan berani menunjukan rasa suka mereka ke kamu dikampus” jelas Ibu
“Kenapa bu?” tanyaku
“Karena Ibu selalu berpura-pura jadi tunangan kamu yang sudah direstui oleh orang tuamu hi hi hi” jawab Ibu
“Yah Ibu, membunuh pasar Arya saja he he he tapi ndak papalah Arya dah punya Ibu” jawabku
“Suatu saat nanti pasti ada perempuan yang akan datang menemui Ibu dan mengatakan bahwa dia mencintai kamu dengan sangat tulus, dan di saat itulah Ibu akan benar melepasmu, dan Ibu tidak akan pernah melepaskanmu kepada perempuan yang tidak jelas hanya melalui surat dan telepon Untuk sekarang Ibulah yang akan menjagamu” jelas Ibu
“Terima kasih sayangku... aku harap Ibu masih mau menerimaku hingga akhir waktu” ucapku
“Ya pasti Ibu akan menerimamu tapi bukan lagi sebagai kekasih melainkan seorang anak, jika kamu sudah bersama kekasihmu yang benar-benar sudah Ibu pastikan ketulusannya kepadamu” ucap Ibu kemudian memlukku dengan erat, aku hanya tersenyum dan memeluknya dengan erat pula. Ya mungkin memang benar apa yang dikatakan oleh Ibu, semua memang harus berakhir tapi bukan pada saaat ini. sebuah kenyataan yang sangat menjengkelkan sebenarnya ketika aku juga harus mengetahui bagaimana tenarnya diriku ketika masih kecil.
“Budhe, maafkan aku, sebisa mungkun aku tidak akan mempertemukan mereka” bathinku dan berat mata ini hingga akhirnya kami terlelap dalam pelukan sampai pagi menjelang.
Pukul 04.30 aku seakan di guncang oleh tangan halus membangunkan aku. Dengat mata yang sangat berat terbuka, aku mencoba untuk membukanya. Aku bangkit dan duduk di tempat tidurku ketika aku menoleh ke arah tangan yang menggoncangku. Kulihat seorang wanita paruh baya dengan kebaya warna putihyang menutupi bahunya dan belahan dada yang sangat memperlihatkan lipatan susunya. Ditambah dengan kutang berwarna putih dan balutan jarit berwarna coklat dengan motif batiki tulis. Ya itu Ibu, memandangku dengan senyumannya tanpa menunggu sadar sepenuhnya, Ibu kemudian mencium dan melumat bibirku hingga aku gelagapan dalam menghadapinya. Dipeluknya tubuhku dan aku kemudia spontan memeluknya. Kami saling melumat, menyedot dan menjilat masing-masing bibir lawan kami. Membuat dedek arya yang sebenarnya sudah tegak karena MOREC akhirnya harus lebih tegak lagi karena serangan Ibu.
“Hmmm... sayang, Ibu pengen kasih sesuatu buat kamu?” ucap Ibu kepadaku
“Apa to bu? Hoaaaaam” ucapku kepada Ibu
“Anus Ibu...” bisiknya di telingaku, aku terbelalak kaget.
“Tidak bu, Arya tidak mau... itu akan buat sayang sakit” ucapku, kemudian Ibu memajukan jarinya menyilang di bibirku
“Ini pertama dan terakhir, biar kamu tahu mana yang lebih enak, Ibu atau tante ima...” ucap Ibu, aku hanya menggeleng dan menggeleng
“Atau Ibu harus melakukan apa yang kamu lakukan semalam?” lanjutnya mengancamku, kuingat kejadian semalam, sial aku kemakan caraku sendiri. Dan akhirnya aku menurut dan mengangguk dibalasnya dengan senyuman Ibu.
“Nah Sekara....” ucap Ibu terpotong karena aku langsung memeluknya dan menciumnya. Aku mempercepat ini semua karena hari ini adalah hari senin dimana dosen killer menantiku. Segera aku singkap jarit Ibu, Ibu mempermudahkan aku dengan dia naik ke ranjang tempat tidurku, Ibu tidak memakai celana dalam.
“Keluarnya sedikit, jadi ya kamu jangan jijik ya...” ucap Ibu manja, memperingatkan aku tentang darah menstruasinya
Aku segera memposisikan tubuh Ibu nungging, dan kubuka lebar pantat Ibu. Memang terlihat sedikit bercak merah di vagina Ibu, sebenarnya jijik juga ketika mengetahui itu tapi mau bagaimana lagi aku harus menuruti permintaan Ibu untuk menyetubuhinya lewat anusnya. Ku buka lebar pantat Ibu, kemudian aku jilati anus Ibu, jilatan demi jilatan aku lakukan tak lupa aku memasukan lidahku ke dalam anus Ibu walau sebenarnya tidak masuk.
“Ah... enak sayangku... Ibu kangen lidah kamu sayangkuhhh... ah ah aaaaa” rintih Ibu, sejurus kemudian aku ludahi anus Ibu. Ku buka celanaku dan ku arahkan dedek arya ke anus Ibu, ku ludahi lagi dedek arya. Nampak Ibu memperlihatkan wajah yang penuh nafsu ketika menoleh ke belakang, ke arahku. Dan ku masukan secara perlahan, perlahan perlahan dan perlahan. Sangat sulit masuk dan sangat sempit sekali hingga akhirnya usahaku membuahkan hasil dedek arya bisa masuk seutuhnya.
“Ouwhhh.... penuh... Ibu kangen....”
“Kontolhmuh sayangku....” ucap Ibu kepaku ketika aku benamkan dan diamkan dedek arya
“Bu, maaf jika menyakitkan, Arya akan buat Ibu senang asal tidak meminta ini lagi...” jawabku, Ibu hanya mengangguk dengan wajah memerahnya menahan nikmat
Kugoyang perlahan, perlahan dan perlahan. Di awal goyangan memang terasa sangat sempit dan seret hingga aku kewalahan dalam menggoyang. Lama kelamaan, anus Ibu semakin licin dan dedek arya bisa masuk-keluar dengan nyaman dan lancar.
“Ahhh sayangku... nikmaaaaaaaaaaat... Ibu benar-benar kangen sayang...”
“Ah ah ah asih afth.... terus goyang, setubuhi Ibumu nak, Ibu sudah kang.... ngen sekhlih...”
“Kenthu Ibuh... terus kenthu anus Ib... buh ouwhhhh aaaahhhh” racaunya
“Arya juga, sangat kangen Ibu... Arya kangen, sayang, cinta Ibu aaaaah” ucapku sembari menggoyang pinggulku. Goyanganku semakin lama semakin cepat dan semakin brutal. Kulihat di cermin sebelah pintu masuk kamarku, yang berukuran 1 x 2 meter tampak seorang wanita paruh baya sedang menungging dengan kebaya putih dan jarit yang tersingkap hingga pinggangnya sedang ditusuk pada bagian anusnya dengan dedek arya. Sebuah pemandangan yang Seksotis.
“Oh Sayangku... setubuhi Ibu lebih dalam lagi naaaaak....”
“Nikmaaaaat.... assghhh.... aiiiissshhh.... ter.... rus... say...yangh.... kuwh.... aaaahh”
“Ah ah ah ah setubuhi Ibu, masukan kontol kamu lebih dalam naaaak” racau Ibu
“Ibu sempiiiit.... kontol arya tidak taha...n pengennn keluaaaaaaar” racauku sembari membungkukan tubuhku dan memeluknya, ku dekap tubuh Ibu dan ku tangkap kedua buah susunya yang terbungkus kebaya itu
“Ibu juga nak... keluar bareng-bareng....”ucap Ibu
Crooot crooot crooot crooot crooot crooot crooot crooot
Keluarlah spermaku di anus Ibu, dibarengi dengan keluarnya cairan puncak kenikmatan Ibu yang bercampur dengan warna merah dari vaginanya. Kemudian aku jatuhkan Ibu ke samping dan kupeluk erat. Tak lama kami berpelukan Ibu kemudian berdiri dan tersenyum kepadaku mengecup bibirku.
“Ibu mau kemana?” ucapku
“Nyiapin sarapan, kan kamu kuliah?” ucap Ibu, sembari membetet sebentar hidungku
“Bu... besok lagi jangan begini, Arya tidak tega jika sama Ibu, Arya merasa bersalah dan Arya tidak suka” ucapku, Ibu kemudian melihatku dengan tatapan sayangnya,
“Iya maafkan Ibu ya, buat kamu merasa seperti itu, Ibu Cuma pengen buat kamu seneng saja tidak ada yang lain, kan Ibu suda janji akan memberikan lebih” ucap Ibu, ku anggukan kepalaku dengan sedikit mengangkat tubuhku ku kecup bibirnya
“Bu, Arya pengen nyusu... Kebayanya dilepas semua” pintaku, yang kemudian dituruti Ibu. Ibu kemudian melepaskan semua pakaiannya dan melap spermaku yang masih menetes serta cairan dari vaginanya dengan jaritnya. Terpampanglah tubuh telanjang wanita yang selalu aku sayangi, putih bersih, susu kencang dan sekal, rambut dikucir gelung, tubuh yang langsing dan wajah ayu nan menentramkan. Segera aku majukan kepalaku dan duduk di pinggir tempat tidurku, langsung kupeluk Ibu yang berdiri itu dan ku kulum bergantian puting susunya.
“Mulai besokhhh ehhhhhhh kalau tidak ada Mahesa panggil Ibu, cinta” ucapnya manja sambil memelukku dan mengelus kepalaku
“Iya bu” jawabku yang kemudian melanjutkan kembali menyusu kedapa Ibuku
Lama kami melakukannya hingga akhirnya kami sudahi, aku mandi dan Ibu mulai menyiapkan makan pagi. Aku kemudian segera menyiapkan semua keperluan kuliahku dengan secepatnya karena waktu menunjukan pukul 06.15. Aku turun dan sudah kutemukan Ibu dalam keadaan rapi dengan t-shirt ketat sesiku dan rok selututnya. Kami sedikit bercengkrama, hingga aku pamit untuk berangkat kuliah dengan “uang saku” ciuman mesra darinya.
Sepeti biasa aku sampai dikampus, bertemu rahman mengobrol sebentar dengan berjuta pertanyaan kusimpan dalam hatiku. Aku kemudian melangkah bersama Rahman menuju ke ruang kuliah. Yupz 08.30 kuliah dimulai, Ibu dian masuk dan memulai kuliah, seperti biasa suasana yang ramai kini berubah menjadi suasana layaknya sebuah kuburan kuno dalam cerita yoko dan bibi lung. Bu Dian kemudian meminta semua mahasiswa untuk mengumpulkan tugas, semua mahasiswa mengumpulkan tugasnya kecuali aku. Aku mengobrak-abrik semua isi tasku dan tak ada tugasku, kuingat dan kuingat kembali. Sial ternyata ketika aku mengambil telepon cerdasku semalam aku mengeluarkan isi tasku dan aku lupa memasukan isinya ketika aku berangkat tadi. Rahman yang tahu itu hanya menggeleng-gelengkan kepala dan menggerakan bahunya ke atas. Ibu, Ibu haduuuuuuuh. Aku kemudian menuju ke meja dosen dan mengatakan bahwa tugasku tertinggal. Dengan tatapan yang sangat tajam dan judesnya yang keluar akhirnya aku disuruh keluar ruangan, tidak diperbolehkan untuk mengikuti kuliahnya. E E E E E E E E E huruf itu seakan-akan berputar-putar di sekitar kepalaku yang berjongkok di samping pintu masuk ruang kuliahku. Sial sial..... Hingga perkuliahan usai, Bu Dian keluar ruang kuliahku dan mengacuhkan aku. Aku terus mengejarnya dan memohon kepadanya agar aku bisa menebus kesalahhanku.
“Maaf saya sibuk jika harus menunggu tugas kamu sampai nanti sore” ucapnya sambil berlalu, aku tidak menyerah tanpa berpikir panjang aku langsung mengejarnya.
“Bu, akan saya kumpulkan ke rumah Ibu, saya mohon bu...” ucapku sambil membungkukan tubuhku dihadapannya, Bu Dian hanya berlalu melewatiku, aku terus mengejarnya dan mengejarnya, hingga...
“Oke saya tunggu nanti malam jam 7 malam, ingat jam 7 malam, lebih 1 detik saya tidak akan menerima tugasmu dan nilai kamu E” ucap Bu Dian dengan nada judesnya, aku mengiyakannya
“Maaf sebelumnya bu, Boleh saya meminta nomor HP Ibu, jika nanti saya kesasar Bu?” ucapku,
“Kamu lihat alamat saya di data jurusan, memangnya kamu tidak punya mata?” kata-kata pedas sepedas cabai setan menhujam mukaku
“Iya bu, maaf, jika Ibu tidak keberatan memberikan nomor HP Ibu langsung” ucapku dengan wajah takutku dan menunduk kebawah
“Dasar mahasiswa tidak tahu etika” kata-kata pedas yang aku dapatkan sekarang menusuk jantungku.
“andai saja dia bukan dosenku mungkin sudah aku gampar itu mulut, dosen judes buuanget” bathinku
Kemudian Bu dian memberikan nomornya kepadaku dan aku pun membungkukan badanku serta mengucapkan kata-kata terima kasih berulang-ulang yang sama sekali tidak digubrisnya. Aku kemudian menemui Rahman, Rahman hanya menggeleng-gelengkan kepala sambil menyemangatiku.
Akhirnya dengan cepat aku pulang ke rumah, tampak mobil Ayah berada di rumah. Aku masuk kerumah, suasana rumah kembali mencekam Ayah yang biasanya jarang pulang sekarang pulang lebih awal. Ibu kemudian menyambutku dan memberitahukan kepadaku tentang pembicaraan-pembicaraan tentang seseorang berinisial KS. Aku terkejut mendengar itu, berarti memang Ayah adalah dalang dari semua itu, tapi bagaimana caraku membuktikannya. Di hari ini pun Ibu tidak berani menemaniku di dalam kamar karena Ayah sedang berwajah garang dan menakutkan. Aku kemudian masuk ke kamar, mencari tugas dari Bu Dian yang tertinggal dan ketemu.
Ku kunci pintu kamarku, kemudian ku ambil telepon cerdas temuanku. Kunyalakan, tak lama setelah kunyalakan telepon cerdas itu.Tung... bunyi notifikasi dari BBM. Terlihat notifikasi pesan di bagiam atas “Mahesa” di ikuti sebuah pesan “Siapapun kamu segeralah serahkan telepon cerdas ini kepadaku, akan aku ku beri hadiah uang sesuai keinginanku”. Segera aku matikan telepon itu dan aku simpan kembali.
Balonku ada lima rupa-rupa warnanya merah kuning kelabu... bunyi notifikasi sms-ku. Maklumlah setiap hari aku selalu menyempatkan mengganti ringtone he he he. Sms dari Ibu, Ibu mengatakan kepdaku bahwa untuk saat ini sampai waktu yang tidak ditentukan aku tidak boleh mendekati Ibu seperti pada hari-hari sebelumnya karena Ayah sedang dalam kondisi puncak kemarahannya, dan menyuruhku menunggu agar Ibu yang mencari situasi terbaik untuk berdua denganku. Ibu takut jika nantinya Ayah mengetahui hubunganku dengan Ibu, Ayah akan membunuh kami berdua dikarenakan sejak Ayah pulang pembicaraan Ayah hanya tentang membunuh dan membunuh.
Aku kemudian membalas sms Ibu dengan senyuman dan kata “tenang bu, Arya bisa tahan dan Arya tidak akan melakukan dengan orang lain tanpa seizin Ibu, hapus semua sms Arya yang cintaku”. Akupun akhirnya menghapus semua sms dari Ibu, aku kemudian keluar kamar menuju kamar mandi Ayah berada di pekarangan rumah. Aku memberi kode kepada Ibu apakan sms sudah di hapus semaua atau belum? dan Ibu menjawab sudah dengan gerakan bibirnya.
Akupun beristirahat sejenak, kupikirkan semua hal yang aku lalui. Dari kejadian awal hingga mulai terungkapnya serpihan-serpihan kejahatan Ayah, aku mulai menggabungkan itu semua. NEXT TARGET : LOSMEN MELATI, kutuliskan kata-kata itu dan kuterlelap dalam istirahatku. Mimpi tentang kerbau itu pun muncul lagi hanya sebentar yang kemudian membuatku terbangun. Ku lihat jam dinding menunjukan pukul 16:00, segera ku raih telepon cerdasku dan ku sms Bu Dian untuk menanyakan alamat rumahnya. Tak perlu menunggu lama, aku dapatkan sms dari bu dian, rumah bu dian berada di perumahan elit yang terletak di sebelah timur universitasku. Jaraknya kira-kira 8 km dari universitasku. Segera aku bangkit dari tempat tidurku dan mempersiapkan diri. Tepat pukul 17:00 aku pamitan dengan Ibu sambil berpesan kepada Ibu jika Ayah macam-macam segera sms aku, aku pasti akan langsung membunuhnya. Ibuku hanya menggeleng-gelengkan kepala dengan wajah manisnya, kulihat Ayah sedang tertidur di pekarangan rumah.
Aku kemudian berangkat dan langsung menuju ke perumahan elit itu, selama perjalanan pikiranku adalah Ibu karena takur jika Ayah berlaku kasar dengan Ibu. Sampailah aku di perumahan Elit tersebut,digerbang tertulis ENAK LUAS INDAH TERJAMIN (ELITE), kulihat pos satpam dan berhenti sejenak memberikan KTP ke satpam agar aku bisa masuk. Agak bingung juga dengan perumahan ini, terdapat pos satpam tapi tak ada tembok yang menghalangi di kiri dan kanan gerbang jika saja ada pencuri pastilah mereka masuk lewat sebelah gerbang itu ditambah lagi kawasan perumahan dan jalan umum hanya dibatasi parit dengan lebar kurang dari 2 meter. Iya memang benar Perumahan elit tapi mbok yaho dibuat tembok tinggi agar kelihatan elit-nya, kalau seperti ini apa fungsi pos satpam. Aku jalankan Revia dengan perlahan di jalan satu arah ini, lurus kedepan tampak taman kecil, ku belokan ke kiri revia dan berjalan lurus ke depan terdapat 3 gang di kiriku serta di kananku ada median jalan yagng diseberangnya lagi ada 3 gang pula. Di setiap gang yang berhadapan (membentuk perempatan jalan) median jalan terpotong sekitar 1,5 meter. Setelah melewati 3 gang, aku menemukan danau yang berada di kiriku. Pemandangan ini membuat aku terpukau karena danau dsini tampak sangat luas. Aku berhenti sejenak kulihat sekelilingku, tampak di kananku terdapat semak-semak dengan taman dan pohon-pohon besar yang menjulang tinggi dihiasi bangku-bangku taman. Aku berhenti sejenak kemudian sms Ibu dan dibalasnya bahwa Ibu baik-baik saja. Aku kemudian sms Bu Dian memastikan di mana rumahnya, dibalasnya dan ternyata aku kebablasan. Kuputar balik motorku dan ke arah gang ke 3 atau terakhir dari arahku berangkat. Gang ke 3 adalah gang buntu diujungnya tampak kebun yang masih ditanami oleh tanaman singkong. Elit apanya ini? ha ha ha... Rumah Bu Dian berada di kanan jalan, Rumah nomor dua dari gang masuk. Kupencet bel, dan di teleponnya aku, disuruh langsung masuk saja. Aku buka pintu gerbang rumah (yang juga merupakan pintu garasi) kemudian aku masukan Revia, ku langkahkan kakiku menuju pintu masuk rumah yang berada di kanan garasi, kuketuk pintu.
Kulihat seorang wanita muda dengan baju tank top warna putih terlihat sedikit belahan dadanya membukakan aku pintu. Wanita dewasa yang mungkin berjarak 5-6 tahun dariku ini mengenakan celana ketat hingga menutupi lututnya. Aku dipersilahkan masuk dan duduk di ruang tamunya. Rumah yang lumayan elite menurutku karena perabotannya kelihatan sangat mahal-mahal. Ruang tamu yang disekat dengan tembok dan di belakang tembok tak tahulah. Aku duduk dan berhadapan dengan Bu Dian. Konsentrasi bisa saja terpecah karena tank top itu tidak menutupi belahan dadanya dan sangat ketat. Aku akhirnya terus menunduk selama berbicara dengannya.
“Maaf, jika kedatangan saya mengganggu waktu istirahat Ibu, saya kesini dengan maksud mengumpulkan tugas dari Bu Dian dan saya sangat memohon kemurahan hati bu dian untuk menerimanya, tolong saya bu jangan diberi nilai E, saya akan lebih rajin lagi” ucapku dengan kepala menunduk ke bawah dan memohon kepadanya
“Ya, saya terima...”
“Tapi saya hanya menerima tugas mahasiswa saya yang menghormati orang lain ketika berbicara...” ucapnya kepadaku dengan nada judes tentunya
“Maaf saya mohon maaf, bukannya saya tidak ingin mengangkat kepala saya, saya....” ucapku terpotong
“Saya... saya apa?” potongnya
“Saya hanya tidak berani bu...” lanjutku
“Tidak berani kenapa? Karena saya memakai pakaian seperti ini? ternyata pikiran kamu itu ngeres ya, kamu memang pantas diberi nilai E” ucapnya dengan nada judes
“Tidak bu, saya hanya menghormati Ibu dengan pakaian Ibu, saya hanya tidak berani memandang Ibu terlalu lama, saya hanya takut jika pandangan saya nanti di salah artikan Ibu” ucapku kemudian memandang wajah Ayunya yang JUDES!
“Hmmmm... hebat juga kamu, jarang ada laki-laki yang bilang seperti itu ke saya, terus kamu mau menunduk terus dengan tidak menghargai keberadaan saya disini?” ucapnya kepadaku,
“Benar-benar gila ini dosen kalau saja dia pacarku mungkin aku sudah... sudah... ah masa bodolah” bathinku
“Bukan begitu bu, jika Ibu berkenan, maukah Ibu memakai kaos lengan panjang saya agar nanti pandangan saya tidak disalah artikan” ucapku sembari menyerahkan kaos lengan panjangku yang sebelumnya aku lepas sebelum mengetuk pintu tadi. Sok pahlawan dan sok jago, memang inilah aku tanpa pikir panjang dan lebar, jika aku telaah lebih kedalam lagi sebenarnya kata-kataku adalah kata-kata yang sedikitnya merendahkan
“Kamu benar-benar melecehkan saya dengan kamu berbicara seperti ini kepada saya”
“Lebih baik kamu pulang dan ulangi mata kuliah saya tahun depan!” ucapnya sedikit membentak, yang akhirnya membuatku berpikir daripada mataku jelalatan, kenapa? karena aku pernah melihat isi dari BH wanita secara langsung yang membuat aku kadang melihat bagian kepunyaan wanita. Aku tidak ingin di anggap melecehkan siapapun karena pada dasarnya aku bukanlah seorang maniak seperti Rahman yang kadang terang-terangan menikmati tonjolan dada seorang wanita, ingat aku bukan seorang yang suka melecehkan wanita. Aku hanya berpegang pada prinsipku untuk menghargai seorang wanita karena kadang ketika aku pinjam tugas ke kos temanku yang cewek, aku selalu menyuruh mereka memakai baju tertutup ketika bertemu.
“Baik bu, saya akan mengulangi tahun depan, saya mohon maaf atas kelancangan saya malam ini, semoga tahun depan saya bisa lebih rajin dan tekun dalam mengikuti kuliah bu dian”
“Saya mohon maaf sebesar-besarnya atas kesalahan dari kata-kata saya dan saya mohon pamit bu” ucapku yang kemudian bangkit dan mengulurkan tangaku untuk bersalaman tanda perpisahan. Bu Dian kemudian menjabat tanganku dan menarikku untuk duduk kembali
“Duduk...”
“Aku tidak menyangka kamu bisa mengorbankan kuliah kamu hanya permasalahan pakaian seperti ini, bukannya semua laki-laki itu sama kan? Suka dengan cewek yang berpakaian minim seperti ini, apalagi telanjang di hadapannya?” ucapnya, yan kemudian aku duduk dengan kepala masih tertunduk
“Saya bukan bagian dari mereka” ucapku singkat
“Aku hargai itu semua, berika kaos lengan panjang kamu!” ucap Ibu dian, kemudian aku menyerahkannya, Bu Dian kemudian memakainya di hadapanku walau aku tak melihatnya.
“Sudah kamu boleh mengangkat kepalamu” ucap bu dian, aku pun kemudian mengangkat kepalaku dan memandangnya. Seorang wanita dengan pakian kedodoran dan rambut hitam panjang yang letakan di bahu kanannya
“Cantik sekali....” ucapku lirih dan ternyata Bu Dian mendengarnya
“Apa kamu bilang apa?” ucap Bu Dian
“Tidak bu tidak...” jawabku sambil tersenyum
“Kamu mencoba merayuku?” ucapnya masih dengan wajah judes
“Tidak bu tidak tidak saya tidak beraniiii, maafkan saya jika saya salah bicara” ucapku memohon maaf
“Jadi saya jelek gitu?”ucapnya kembali
“Tidak bu tidaaaaaak, Ibu cantik...”ucapku kembali
“Ooooo merayuku lagi, mau nilai E...” ucapnya
“Bu saya harus menjawab apa bu? Tolonglah saya...” ucapku dengan wajah memelas
“Ha ha ha ha kamu itu lucu sekali....” tawanya dengan salah satu tangannya menutupi mulutnya hingga kepalanya menunduk
Akhirnya kami terlibat sebuah percakapan hangat hingga pukul 20:30, Bu Dian pun menerima tugasku dan berjanji akan mengembalikan kaos lengan panjangku jikalau ingat. Ya walaupun tidak ingat aku tetap tidak akan memintanya kembali dan akhirnya aku pamitan pulang dengan diantar Bu Dian hingga di depan gerbang rumahnya beserta senyuman manisnya. Perjalanan jauh aku tempuh hingga dirumah kembali, kutemukan Ibu yang tampak santai menghadapi kemarahan Ayah. Dan Ayah yang seperti orang kebingungan terlihat Ayah mengetik pesan.
“Arya, kalau BBM sudah D itu berarti terkirim kan? Hlha nek (Kalau) centang?” tanya Ayah
“Iya Romo, kalau centang kemungkinan BBM orang itu mati tapi bisa juga tidak ada paket datanya” ucapku
“Ya ya ya...” ucap Ayahku
“Sudah ketemu dosennya? Diterima tugasnya nak?” ucap Ibu
“Diterima Bu” jawabku dengan senyuman
Ibu kemudian mengantarkan aku sampai di kamar, kemudian aku ditanyai mengenai tugas-tugas kuliahku. Ibu juga menanyakan dosen yang aku temui barusan, Ibu kagum dengan ceritaku walau aku sudah melakukannya dengan Ibu dan Tante Ima aku masih bisa menjaga pandanganku terhadap wanita lain. Ibu kemudian memintaku untuk memperlihatkan dosenku seperti apa. Aku kemudian mencoba mencarinya via Fish Boat (FB) dan untungnya ketemu. Aku perlihatkan foto Bu Dian.
“Seandainya saja, Ibu punya mantu seperti ini, Ibu akan bahagia, jomblo kan dia?” ucapnya
“Ibu itu ada-ada saja, tidak mungkinlah dia mau sama aku, lagian aku kan mahasiswanya” jawabku
“Cinta tidak memandang status dan cinta tidak memandang usia, kamukan sudah membuktikannya” jelas Ibu, aku hanya mengangguk dan tersenyum kepada Ibu kudaratkan ciuman di bibir Ibu dibalasnya ciumanku. Pelukan mesra dan remasan pun aku dapatkan. Kami pun menyudahinya karena Ayah memanggil Ibu. Aku kemudian mempersiapkan diri untuk tidur, dan mama bolo bolo papa bolo bolo nenek bolo bolo kakek bolo bolo.... bunyi notifikasi smsku, dari Bu Dian dan ku balas tanpa pikir panjang demi menyelamatkan nilai kuliahku
“Kang Mas, Dimas mau menemani Arya sebentar, katanya mau curhat...” terdengar ucapan Ibu
“Iya, tinggal naik saja susah, minta ijin segala...” terdengar bentak Ayah kepada Ibu.
Aku yang berada dalam kamar ini duduk termangu dipinggir tempat tidurku, kemudian pintu terbuka masuklah sesosok wanita yang selama ini aku rindukan, Ibu. Ibu masuk kemudian menutup dan mengunci pintu, melihat ke arahku dengan sedikit raut sedih tergurat di wajahnya. Aku kemudian berdiri melangkah ke arah Ibu kemdian ku peluk Ibu, kucium ubun-ubun Ibu dan Untung saja Ibu tidak menangis. Kupeluk erat tubuhnya terasa hangat dan tentunya terasa dorongan susu Ibu di dadaku.
“Sudah tidak perlu sedih bu” ucapku menenagkan Ibu
“Iya... nggak kangen sama Ibu nak?” ucapnya kepadaku, tanpa diberi komando apapun aku langsung melumat bibirnya terdengar desahan Ibu yang masih kalah dengan teriakan-teriakan amarah Ayahku kepada benda mati yang ada di tangannya. Kulumat dan lidah kami saling beradu, daling menghisap, saling melumat seperti seorang kekasih yang lama tak bertemu. Sambil berciuman ku arahkan langkah Ibu ke tempat tidurku, kami rebahan dan saling pandang melepas rindu yang tersumbat selama 1 hari kemarin.
“Dimaaaa... DIMAAAAAAAAAAAASSSSSSSSSSS!” teriak Ayahku, kami berdua kaget dan Ibu langsung berdiri dan membuka pintu yang terkunci itu menuju kebawah.
“Dipanggil lama sekali, apa sudah mulai budek?!” marah Ayah, kuliha Ibu dari pintu kamarku hanya menunduk di hadapan Ayahku tanpa rasa takut mungkin karena aku ada di rumah ini
“Aku mau keluar, jaga rumah bersama Arya, tak tahu pulang kapan?”
“Arya! Jaga rumah!” bentak ayah kepada kami berdua
“Inggih Romo...” ucapku dari kamar
Sektika itu terdengar langkah cepat ayah menuju garasi, kemudian terdengar suara mobil yang lambat laun menghilang. Aku melangkah menuju ke bawah, Ibu memandangku dengan senyuman indah di bibirnya, senyuman yang membuatku hanyut.
“Mandi dulu sana, Ibu mau menyiapkan makan malam dan tidak ada nanti-natian, Ingat LIBUR” Ucapnya kepadaku dengan senyuman manisnya, aku pun menuruti semua permintaannya karena aku tidak menolaknya.
Aktifitas sore, mandi ganti pakaian dan tiduran di dalam kamar menunggu panggilan Ibu. Tepat pukul 18.30 Ibu memanggilku dan menyuruhku makan malam. Makan malam sepasang kekasih yang dimabuk cinta, kami saling mnyuapi bahkan kadang Ibu mengunyahkan makananku dan menyuapiku dengan mulutnya yang manis. Ah wanita ini tetapi anggun dengan balutan drees longgar putih sepaha yang menutupi lengan dan disambung dengan celana hitam selutut. Lama kami mamdu kasih di meja makan.
“Ibu tidur dikamar kamu ya nak?” ucap ibu dengan senyuman
“Romo bagaiman bu?” ucapnya kepadaku
“Dia tadi telepon Ibu, kalau pulang besok atau lusa, sudah biasa seperti itu...” ucapnya
Ibu menceritakan kepadaku, Ayah ketika menjemput tadi tampak seperti orang yang ketakutan sangat ketakutan. Menyetir mobil saja sangat ugal-ugalan hingga dirumah Ayah marah-marah terus dengan orang yang berada di telepon, setiap kali telepon dimatikan oleh Ayah, Ayah menelepon orang lain lagi dan marah-marah kembali. Dalam benakku aku hanya berpikir, Apakah ada sangkut pautnya dengan Telepon Cerdas KS?
Malam berganti, aku dan Ibu berada di dalam kamarku bercanda dan bergurau layaknya sepasanga adik kakak. Ibu selalu menggodaku dengan kata-kata “Kapan punya pacar?” dan selalu aku balas dengan kecupan di pipinya “Ini pacarku”. Permainan kamu berlangsung hingga pukul 21.50 ketika aku melihat jam dinding. Hingga akhrinya aku lelah dan rebah di lantai kamarku, Ibu duduk di pinggir tempat tidurku tepat di atas kepalaku, memandang kebawah ke wajah anaknya.
“Ibu....” ucapku
“Hmm.....” jawabnya sambil tersenyum manis dengan menyipitkan matanya ke arahku, antara dilema dan galau alias andilau aku beranikan menanyakan tentang tante ima.
“Sahabat Ibu yang bernama Karima itu....” ucapku terhenti
“Iya, ada apa? Ibu tidak pernah bertemu dengannya selama ini, jadi kangen kalau kamu bilang seperti itu....” ucapnya kepadaku
“Apakah dia bernama Karima Kapoor, seorang wanita keturunan India” ucapku
“Hhh... Bagaimana kamu bisa tahu? Ibu tdak pernah menceritakan detail tentang sahabat Ibu itu” tanya Ibu mulai terkejut dengan pernyataanku
“Dia sering memanggil Ibu dengan sebutan Pita?” lanjutku, Ibu kemudian turun dan memegang ke dua bahuku wajahnya tepat di atasku.
“Darimana kamu tahu, ceritakan!” ucap Ibu sedikit membentak
“Ibu kok jadi galak sama Arya, Arya kan pasti cerita, tapi Ibu jangan mar....rah” ucapku sedikit ketakutan
“oh.. maaf maaf sayang Ibu terbawa emosi, karena jujur Ibu kangen sekali dengan tante Ima” ucapnya yang kemudian duduk bersimpuh disampingku, aku bangkit dan duduk bersila di sampingnya.
“Tapi janji Ibu tidak marah ya....”ucapku
“Kenapa harus marah sama kamu sayang?” jawab Ibu manja
Aku kemudian berdiri dan duduk di pinggiran kasur, diikuti oleh Ibu yang kemudian duduk disampingku. Kemudian aku ceritakan dari awal aku menginap di rumah Rahman sahabatku yang sering aku ceritakan kepada Ibu. Hingga ku bercerita tentang bagaimana aku bersetubuh dengan sahabatnya? Dan tentunya membuat Ibu sangat terkejut sekali mendengar itu semua... Ibu mengalihkan pandangannya dariku dan menutupi wajahnya dengan kedua tangannya yang bertumpu pada sepasang pahanya. Terlihat linangan air mata yang mengalir dari mata Ibu melewati sela-sela antara pipi dan telapak tangannya. Aku mendekat kemudian memeluk Ibu, secara spontan Ibu menampiknya dan berdiri meninggalkan aku. Aku langsung berlari mengejarnya hingga di depan pintu kamarnya yang akan ditutup tapi cepat aku tahan.
“IBU AKU MOHON JANGAN SEPERTI INI, ARYA TAHU ARYA SALAH TAPI ARYA JUGA DALAM PENGARUH OBAT” Teriakku membela dan memohon kepada Ibu, yang kemudian Ibu melangkah ke arah tempat tidurnya dan duduk termangu dan melamun. Aku kemudian melangkah dan duduk di samping Ibu dan hanya diam.
“Kamu sukakan sama Tante Ima?” tanyanya tiba-tiba dengan nada ketus dan judes
“Terpaksa...” jawabku
“Seandainya dia meminta lagi, apa kamu akan memberikannya?” tanya Ibu
“Atas seijin Ibu... “jawabku
“Jika Ibu bilang tidak, kamu pasti akan sembunyi-sembunyi di belakang Ibu kan?” tanyanya lagi
“Tidak... “ jawabku
“Bohong...” ucapnya, tanpa pikir panjang kemudian aku berdiri mengambil gunting di meja rias Ibu dan aku goreskan tepat di kulitku, dan untungnya tidak memotong nadiku.
“Apa perlu bu Arya menyayat nadi arya dihadapan Ibu seperti sekarang agar Ibu percaya?” dengan menunjukan darah yang mengalir dari tanganku.
“JANGAAAN!” teriak histeris Ibu kemudian mengambil kain dan menutupi pergelangan tanganku. Tampak raut wajah kebingungan Ibu dan aku hanya diam mematung. Untungnya saja Ibu selalu sedia plester di rumah, sehingga Ibu bisa langsung menutupi darah yang mengucur. Aku hanya terdiam dan kemudian duduk di pinggir kasur kembali. Ibu menangis sejadi-jadinya sambil memeluku.
“Iya, Ibu hiks hiks hiks ijinkan kamu nak.... tapi tolong jangan seperti ini hiks hiks hiks”
“Terserah kamu mau sama siapa asalkan jangan tinggalkan Ibu hiks hiks hiks hiks” ucapnya terisak-isak
Aku kemudian memeluk Ibu, Ibu membalas pelukanku. Lama kami berpelukan hingga suara tangis Ibu reda dan Ibu kembali bangkit memandangku dengan penuh harap agar aku tidak meninggalkannya.
“Pokoknya kalau siapapun ingin denganmu, Ibu relakan asal kamu cerita” ucapnya kepadaku
“Tidak Bu, Arya tidak mau lagi selain dengan Ibu... Jikalau nanti Tante Ima atau ada wanita lain yang mengajak dan memaksa akan Arya tolak... Kar...” ucapku terpotong karena jari telunjuknya menyilang dibibirku. Tampak Ibu menghela nafas panjang.
“Begini, Memang pada awalnya Ibu merasa kamu khianati padahal Ibu yang mengijinkan kamu waktu pertama kali kita melakukannya. Maksud Ibu sebenarnya adalah kamu boleh menjalin hubungan dengan wanita yang kelak akan menjadi istri kamu”
“Tapi kamu malah sama sahabat Ibu...” ucapnya dengan senyum mengembang di bibirnya
“Maaf bu, besok-besok tidak lagi...”
“Ketika melakukannya sama tante ima itu pikiran Arya cuma ke Ibu terus, itu murni nafsu beda ketika dengan Ibu”ucapku
Hening sesaat suasana kamar ini, tampak suara hewan malam mulai terdengar dari luar rumah ini. Ibu mulai menghela nafas panjang, dan memandangku dengan penuh kasih sayang. Tangannya yang satu memegag pergelangan tanganku dan yang satunya lagi memegang pipiku disertai elusan-elusan halus.
“Nak, Maafkan Ibu...”
“Ibu cemburu ketika kamu bilang kamu melakukannya dengan sahabat Ibu, dan Ibu tidak marah mengenai tali itu ataupun masalah tante ima punya hubungan dengan pamanmu”
“Yang Ibu takutkan adalah Ima mengambil kamu dari Ibu” ucapnya
“Tidak bu, tidak akan, kan Arya lebih sering bareng Ibu bukan sama tante ima...” ucapku dengan senyuman nakal
“Iya deh, besok lagi kalau mau gituan sama tante ima harus seijin Ibu, gak boleh terusan...”
“Ibu perbolehkan tapi dengan syarat... kamu harus cerita penuh dari awal hingga akhir” ucapnya kemudian memelukku dan menyandarkan kepalanya didadaku dengan sedikit senyuman terukir di bibirnya
“Walau sebenarnya Ibu sangat cemburu... kecuali jika kamu jalan dengan calon istri kamu, Ibu mungkin akan ikhlas...” lanjutnya lirih
“Apa saja yang diceritakan Ima kepadamu? Dan juga tentang hidupnya ketika berada di luar daerah” tanya Ibu kemudian
Dengan memeluk Ibuku, dan mengelus-elus kepalanya disertai kecupan-kecupa mesra di ubun-ubunnya. Aku mulai menceritakan semua tentang tante ima, dari kehidupannya yang terkekang dan perjalanan kelam mengenai kehidupannya. Dari suaminya yang membawa wanita lain hingga persahabatan menakutkan antara Ayah dan Om Nico. Ibu mendengarnya dengan seksama dan tampak pelukan erat Ibu pada tubuhku mengisyaratkan kekhawatirannya terhadap sahabatnya.
“Mungkin Ibu harus bicara dengan Ima? Dan Mungkin Ibu juga harus berbagi Kekasih dengan Ima”
“Tapi bagian Ibu 99,99%!” ucap Ibu dengan senyumannya sembari bangkit dari pelukan dan berpinggang kearahku. Aku hanya tersenyum dan mengiyakan. Aku bangkit dan ku ambil telepon cerdasku di dalam tas yang berada dikamarku serta mengambil nomor tante ima, kemudian aku sms tante ima. Kutanyakan kepadanya apakah rahman sudah tidur dan keberadaan om Nico. Tante Ima menjelaskan kalau om nico pergi keluar dan Rahman juga sedang nongkrong di nasi kucing tidak jauh dari rumahnya. Kemudian aku telepon tante ima ketika aku sudah berada di samping Ibu, di dalam kamarnya.
“Halo...” terdengar suara wanita dari telepon cerdasku
“Halo tante, langsung saja tante, ada yang mau bicara dengan tante...” ucapku, kuberikan telepon cerdasku kepada Ibu. Dan terlihatlah guratan kebahagiaan di wajah Ibu, dan setiap tutur kata yang terlontar dari mulut Ibu kembali menjad kata-kata gaul pada masanya. Mereka kelihatan bersendau gurau dan aku hanya melihat Ibu dengan senyuman karena mungkin Ibu sangat merindukan sahabatnya. Ibu kemudian menceritakan setiap detail kehidupannya dari awal hingga akhir, tampak pula tante ima bercerita mengenai dirinya dari awal hingga akhir. Ketika Ibu bercerita dengan tante ima dengan sangat manja Ibu bersandar di tubuhku, sambil berbicara aku hanya mampu menciumi kepalanya dan memeluknya dengan hangat. Ibu masih terus mengobrol dengan tante ima dan tidak lupa Ibu memberikan kecupan-kecupan mesra kepadaku setiap kali ada jeda pembicaraan. Dan itu memang berlangsung sangat lama kurang lebih satu jam, untung saja nomor tante ima sama operatornya dan nomorku sudah aku paketkan untuk telepon hemat. (Yang bertuliskan miring/ italic adalah ucapan dari tante ima)
“Apakah kita bisa bertemu ma?” ucap Ibuku
“Jangan, jangan sekarang, kelihatanya mereka berdua sedang dalam kondisi buruk, aku tadi mendengar percakapan mereka, nico berbicara di telepon mengenai pembunuhan, tapi tidak jelas, kalau suasana sudah reda, kita pasti akan bertemu pit” ucap tante Ima
“Berarti apa yang kamu dengar sama dengan yang aku dengar ma, tadi mahesa juga berbicara seperti itu, kelihatanya kita tidak akan bebas jika mereka masih hidup”
“bilangkan ke arya untuk tidak mendekati ayahnya walau sejengkal masalah antara mereka, itu berbahaya karena takutnya Arya terbawa emosi dari cerita yang dia dengar dariku”
“Iya ma, ntar aku akan bilangkan ke arya, aku sebenere kangen ma kamu, kangen buanget”
“Aku juga pit, kangen banget sama kamu”
“Kangen sama aku apa sama mas andi”
“Ya kamu to pit masa sama mas kamu”
“Udahlah Arya dah cerita semua tentang kamu ma mas andi kok”
“Semua?”
“Ya semua, tentang kehidupan kamu, pacaran ma mas andi, emangnya ada lagi?”
“Enggak... ya itu saja sich...mmmm maaf ya pit kalau aku dulu pacaran ma kakakmu, nggak ngomong ma kamu lagi, backstreet lagi, karena takutnya kamu ndak setuju”
“Sebenarnya nggak papa seandainya aku dulu tahu, kamunya aja yang terlalu takut”
Percakapan mereka nampaknya mulai serius membahas paman, ini dapat aku ketahui karena Ibu kemudian beranjak pergi meninggalkan aku di kamar. Hingga percakapan itu akhirnya menuju ujung waktu, percakapan yang jika tidak dihentikan oleh baterai hampir habis mungkin tak akan ada habisnya. Setelah mengucapkan salam perpisahan mereka menutup telepon masing. Ibu meberikan telepon cerdasnya kepadaku.
“Kalau kamu mau mempertemukan Pak dhe dengan tante ima, bagaimana dengan budhe?”
“Kamu harusnya memikirkan perasaan bu dhe kamu, secara pribadi Ibu tidak setuju dengan langkah kamu mempertemukan mereka, Bu dhe kamu itu orang yang baik dan sangat pengertian kepada Ibu dan tante ratna”
“Jika kamu mempertemukan mereka, itu hanya akan mengulang kesalahan dan memperpanjangnya, Sekali lagi Ibu tidak setuju karena kamu akan menghancurkan bu dhe” ucap Ibu
“Tapi semua berada di tanganmu, jikapun mereka bertemu secara sendirinya usahakan agar bu dhe tidak pernah mengetahuinya” ucap Ibu kepadaku
“Benar kata Ibu, Bu dhe adalah wanita terbaik untuk paman dan keluarga kami, mempertemukan masa lalu hanya akan menghancurkan masa depan” bathinku dalam hati sembari mengangguk menjawab pernyataan-pernyataan Ibu.
“Bopong Ibu ke kamar kekasih Ibu, Ibu mau memanjakan kekasih Ibu” ucap Ibu manja dan tidak memandangku sama sekali, aku hanya tersenyum denga lembut. Kubopong Ibu menuju kamarku dan kududukan Ibu kemudian aku rebah dan tidur di kasur itu. Ibu kemudian beringsut mendekatiku dan memelukku.
“Ceritakan... ceritakan apa saja yang Ima berikan kepadamu ketika malam itu”
“Tenang saja, tantemu itu tidak tahu jika Ibu mengetahui semua yang kalian lakukan” ucap Ibu
Kemudian aku menceritakan secara detail satu-persatu dari awal persetubuhan hingga anal seks yang aku lakukan di ruang tamu. Ibu nampak terkejut hingga mengangkat kepalanya dan memandangku tapi aku tetap melanjutkan itu semua.
“Kamu pengen begitu sama Ibu?” ucapnya
“Enggak bu, lha wong itu tante ima yang maksa” jawabku
“Hmmm... nakal kamu hi hi hi... mungkin Ibu harus selalu telepon kamu setiap saat”
“Karena setiap saat adalah saat buat Ibu untuk cemburu dengan kekasih Ibu ini hi hi hi” ucap Ibuku, kami pun tertawa di tengah malam itu.
“Bu...”
“Maafkan Arya....” ucapku lirih dan kupeluk erat Ibu
“Iya nak...” jawab Ibu
“Jika suatu saat Arya cerita mengenai persetubuhan Arya dengan wanita lain, apakah Ibu akan marah?” tanyaku
“Cemburu nak... Ibu tidak akan cemburu jika kamu menjalin hubungan dengan wanita yang akan dijadikan istrimu dengan catatan kamu menyayanginya selalu, tapi jika dengan wanita-wanita lain yang bukan akan menjadi istri kamu, Ibu akan hukum kamu...” ucap Ibu
“Apa bu hukumannya?” jawabku
“Nanti Ibu pikirkan, tapi mulai sekarang....” ucap Ibu terhenti sesaat
“Jadikan Ibu sebagai istrimu, hingga kamu menemukan istri yang sebenarnya” ucap Ibu
“Kan sudah Bu he he he” ucapku
“Tapi suka main sama yang lain, sama kayak ayah kamu” ledek Ibu
“BUUUUUUU.... Jangan samakan aku dengan Ayah, Ayah melakukannya dengan membuat keadaan seperti yang di inginkan sedangkan aku terjebak dalam keadaan itu” belaku sedikit mengangkat tubuhku dan memandang tajam ke arah Ibu
“Sayang jangan marah, kan sayang Cuma bercanda sama sayang hi hi hi ” candanya
“Iya, kamu sangat berbeda, sangat berbeda.....”
“Kamu banyak disukai perempuan-perempuan disekitar kamu sejak kamu SD dulu, banyak sebenarnya teman cewek kamu yang mengirim surat cinta ke kamu dan Ibu selalu membacanya, lucu-lucu...”
“Hingga kamu SMP makin banyak yang mengirimkan surat cinta kaleng kerumah ini, yang bilang cinta, sayang semua Ibu baca, yang paling parah ketika kamu SMA setiap pagi di kotak surat palilng tidak ada 3 surat cinta buat kamu, apalagi kuliah Ibu sering menerima telepon dari teman-teman kuliahmu yang bilang suka ma kamu, sayang, cinta tapi Ibu yakin mereka tidak akan berani menunjukan rasa suka mereka ke kamu dikampus” jelas Ibu
“Kenapa bu?” tanyaku
“Karena Ibu selalu berpura-pura jadi tunangan kamu yang sudah direstui oleh orang tuamu hi hi hi” jawab Ibu
“Yah Ibu, membunuh pasar Arya saja he he he tapi ndak papalah Arya dah punya Ibu” jawabku
“Suatu saat nanti pasti ada perempuan yang akan datang menemui Ibu dan mengatakan bahwa dia mencintai kamu dengan sangat tulus, dan di saat itulah Ibu akan benar melepasmu, dan Ibu tidak akan pernah melepaskanmu kepada perempuan yang tidak jelas hanya melalui surat dan telepon Untuk sekarang Ibulah yang akan menjagamu” jelas Ibu
“Terima kasih sayangku... aku harap Ibu masih mau menerimaku hingga akhir waktu” ucapku
“Ya pasti Ibu akan menerimamu tapi bukan lagi sebagai kekasih melainkan seorang anak, jika kamu sudah bersama kekasihmu yang benar-benar sudah Ibu pastikan ketulusannya kepadamu” ucap Ibu kemudian memlukku dengan erat, aku hanya tersenyum dan memeluknya dengan erat pula. Ya mungkin memang benar apa yang dikatakan oleh Ibu, semua memang harus berakhir tapi bukan pada saaat ini. sebuah kenyataan yang sangat menjengkelkan sebenarnya ketika aku juga harus mengetahui bagaimana tenarnya diriku ketika masih kecil.
“Budhe, maafkan aku, sebisa mungkun aku tidak akan mempertemukan mereka” bathinku dan berat mata ini hingga akhirnya kami terlelap dalam pelukan sampai pagi menjelang.
Pukul 04.30 aku seakan di guncang oleh tangan halus membangunkan aku. Dengat mata yang sangat berat terbuka, aku mencoba untuk membukanya. Aku bangkit dan duduk di tempat tidurku ketika aku menoleh ke arah tangan yang menggoncangku. Kulihat seorang wanita paruh baya dengan kebaya warna putihyang menutupi bahunya dan belahan dada yang sangat memperlihatkan lipatan susunya. Ditambah dengan kutang berwarna putih dan balutan jarit berwarna coklat dengan motif batiki tulis. Ya itu Ibu, memandangku dengan senyumannya tanpa menunggu sadar sepenuhnya, Ibu kemudian mencium dan melumat bibirku hingga aku gelagapan dalam menghadapinya. Dipeluknya tubuhku dan aku kemudia spontan memeluknya. Kami saling melumat, menyedot dan menjilat masing-masing bibir lawan kami. Membuat dedek arya yang sebenarnya sudah tegak karena MOREC akhirnya harus lebih tegak lagi karena serangan Ibu.
“Hmmm... sayang, Ibu pengen kasih sesuatu buat kamu?” ucap Ibu kepadaku
“Apa to bu? Hoaaaaam” ucapku kepada Ibu
“Anus Ibu...” bisiknya di telingaku, aku terbelalak kaget.
“Tidak bu, Arya tidak mau... itu akan buat sayang sakit” ucapku, kemudian Ibu memajukan jarinya menyilang di bibirku
“Ini pertama dan terakhir, biar kamu tahu mana yang lebih enak, Ibu atau tante ima...” ucap Ibu, aku hanya menggeleng dan menggeleng
“Atau Ibu harus melakukan apa yang kamu lakukan semalam?” lanjutnya mengancamku, kuingat kejadian semalam, sial aku kemakan caraku sendiri. Dan akhirnya aku menurut dan mengangguk dibalasnya dengan senyuman Ibu.
“Nah Sekara....” ucap Ibu terpotong karena aku langsung memeluknya dan menciumnya. Aku mempercepat ini semua karena hari ini adalah hari senin dimana dosen killer menantiku. Segera aku singkap jarit Ibu, Ibu mempermudahkan aku dengan dia naik ke ranjang tempat tidurku, Ibu tidak memakai celana dalam.
“Keluarnya sedikit, jadi ya kamu jangan jijik ya...” ucap Ibu manja, memperingatkan aku tentang darah menstruasinya
Aku segera memposisikan tubuh Ibu nungging, dan kubuka lebar pantat Ibu. Memang terlihat sedikit bercak merah di vagina Ibu, sebenarnya jijik juga ketika mengetahui itu tapi mau bagaimana lagi aku harus menuruti permintaan Ibu untuk menyetubuhinya lewat anusnya. Ku buka lebar pantat Ibu, kemudian aku jilati anus Ibu, jilatan demi jilatan aku lakukan tak lupa aku memasukan lidahku ke dalam anus Ibu walau sebenarnya tidak masuk.
“Ah... enak sayangku... Ibu kangen lidah kamu sayangkuhhh... ah ah aaaaa” rintih Ibu, sejurus kemudian aku ludahi anus Ibu. Ku buka celanaku dan ku arahkan dedek arya ke anus Ibu, ku ludahi lagi dedek arya. Nampak Ibu memperlihatkan wajah yang penuh nafsu ketika menoleh ke belakang, ke arahku. Dan ku masukan secara perlahan, perlahan perlahan dan perlahan. Sangat sulit masuk dan sangat sempit sekali hingga akhirnya usahaku membuahkan hasil dedek arya bisa masuk seutuhnya.
“Ouwhhh.... penuh... Ibu kangen....”
“Kontolhmuh sayangku....” ucap Ibu kepaku ketika aku benamkan dan diamkan dedek arya
“Bu, maaf jika menyakitkan, Arya akan buat Ibu senang asal tidak meminta ini lagi...” jawabku, Ibu hanya mengangguk dengan wajah memerahnya menahan nikmat
Kugoyang perlahan, perlahan dan perlahan. Di awal goyangan memang terasa sangat sempit dan seret hingga aku kewalahan dalam menggoyang. Lama kelamaan, anus Ibu semakin licin dan dedek arya bisa masuk-keluar dengan nyaman dan lancar.
“Ahhh sayangku... nikmaaaaaaaaaaat... Ibu benar-benar kangen sayang...”
“Ah ah ah asih afth.... terus goyang, setubuhi Ibumu nak, Ibu sudah kang.... ngen sekhlih...”
“Kenthu Ibuh... terus kenthu anus Ib... buh ouwhhhh aaaahhhh” racaunya
“Arya juga, sangat kangen Ibu... Arya kangen, sayang, cinta Ibu aaaaah” ucapku sembari menggoyang pinggulku. Goyanganku semakin lama semakin cepat dan semakin brutal. Kulihat di cermin sebelah pintu masuk kamarku, yang berukuran 1 x 2 meter tampak seorang wanita paruh baya sedang menungging dengan kebaya putih dan jarit yang tersingkap hingga pinggangnya sedang ditusuk pada bagian anusnya dengan dedek arya. Sebuah pemandangan yang Seksotis.
“Oh Sayangku... setubuhi Ibu lebih dalam lagi naaaaak....”
“Nikmaaaaat.... assghhh.... aiiiissshhh.... ter.... rus... say...yangh.... kuwh.... aaaahh”
“Ah ah ah ah setubuhi Ibu, masukan kontol kamu lebih dalam naaaak” racau Ibu
“Ibu sempiiiit.... kontol arya tidak taha...n pengennn keluaaaaaaar” racauku sembari membungkukan tubuhku dan memeluknya, ku dekap tubuh Ibu dan ku tangkap kedua buah susunya yang terbungkus kebaya itu
“Ibu juga nak... keluar bareng-bareng....”ucap Ibu
Crooot crooot crooot crooot crooot crooot crooot crooot
Keluarlah spermaku di anus Ibu, dibarengi dengan keluarnya cairan puncak kenikmatan Ibu yang bercampur dengan warna merah dari vaginanya. Kemudian aku jatuhkan Ibu ke samping dan kupeluk erat. Tak lama kami berpelukan Ibu kemudian berdiri dan tersenyum kepadaku mengecup bibirku.
“Ibu mau kemana?” ucapku
“Nyiapin sarapan, kan kamu kuliah?” ucap Ibu, sembari membetet sebentar hidungku
“Bu... besok lagi jangan begini, Arya tidak tega jika sama Ibu, Arya merasa bersalah dan Arya tidak suka” ucapku, Ibu kemudian melihatku dengan tatapan sayangnya,
“Iya maafkan Ibu ya, buat kamu merasa seperti itu, Ibu Cuma pengen buat kamu seneng saja tidak ada yang lain, kan Ibu suda janji akan memberikan lebih” ucap Ibu, ku anggukan kepalaku dengan sedikit mengangkat tubuhku ku kecup bibirnya
“Bu, Arya pengen nyusu... Kebayanya dilepas semua” pintaku, yang kemudian dituruti Ibu. Ibu kemudian melepaskan semua pakaiannya dan melap spermaku yang masih menetes serta cairan dari vaginanya dengan jaritnya. Terpampanglah tubuh telanjang wanita yang selalu aku sayangi, putih bersih, susu kencang dan sekal, rambut dikucir gelung, tubuh yang langsing dan wajah ayu nan menentramkan. Segera aku majukan kepalaku dan duduk di pinggir tempat tidurku, langsung kupeluk Ibu yang berdiri itu dan ku kulum bergantian puting susunya.
“Mulai besokhhh ehhhhhhh kalau tidak ada Mahesa panggil Ibu, cinta” ucapnya manja sambil memelukku dan mengelus kepalaku
“Iya bu” jawabku yang kemudian melanjutkan kembali menyusu kedapa Ibuku
Lama kami melakukannya hingga akhirnya kami sudahi, aku mandi dan Ibu mulai menyiapkan makan pagi. Aku kemudian segera menyiapkan semua keperluan kuliahku dengan secepatnya karena waktu menunjukan pukul 06.15. Aku turun dan sudah kutemukan Ibu dalam keadaan rapi dengan t-shirt ketat sesiku dan rok selututnya. Kami sedikit bercengkrama, hingga aku pamit untuk berangkat kuliah dengan “uang saku” ciuman mesra darinya.
Sepeti biasa aku sampai dikampus, bertemu rahman mengobrol sebentar dengan berjuta pertanyaan kusimpan dalam hatiku. Aku kemudian melangkah bersama Rahman menuju ke ruang kuliah. Yupz 08.30 kuliah dimulai, Ibu dian masuk dan memulai kuliah, seperti biasa suasana yang ramai kini berubah menjadi suasana layaknya sebuah kuburan kuno dalam cerita yoko dan bibi lung. Bu Dian kemudian meminta semua mahasiswa untuk mengumpulkan tugas, semua mahasiswa mengumpulkan tugasnya kecuali aku. Aku mengobrak-abrik semua isi tasku dan tak ada tugasku, kuingat dan kuingat kembali. Sial ternyata ketika aku mengambil telepon cerdasku semalam aku mengeluarkan isi tasku dan aku lupa memasukan isinya ketika aku berangkat tadi. Rahman yang tahu itu hanya menggeleng-gelengkan kepala dan menggerakan bahunya ke atas. Ibu, Ibu haduuuuuuuh. Aku kemudian menuju ke meja dosen dan mengatakan bahwa tugasku tertinggal. Dengan tatapan yang sangat tajam dan judesnya yang keluar akhirnya aku disuruh keluar ruangan, tidak diperbolehkan untuk mengikuti kuliahnya. E E E E E E E E E huruf itu seakan-akan berputar-putar di sekitar kepalaku yang berjongkok di samping pintu masuk ruang kuliahku. Sial sial..... Hingga perkuliahan usai, Bu Dian keluar ruang kuliahku dan mengacuhkan aku. Aku terus mengejarnya dan memohon kepadanya agar aku bisa menebus kesalahhanku.
“Maaf saya sibuk jika harus menunggu tugas kamu sampai nanti sore” ucapnya sambil berlalu, aku tidak menyerah tanpa berpikir panjang aku langsung mengejarnya.
“Bu, akan saya kumpulkan ke rumah Ibu, saya mohon bu...” ucapku sambil membungkukan tubuhku dihadapannya, Bu Dian hanya berlalu melewatiku, aku terus mengejarnya dan mengejarnya, hingga...
“Oke saya tunggu nanti malam jam 7 malam, ingat jam 7 malam, lebih 1 detik saya tidak akan menerima tugasmu dan nilai kamu E” ucap Bu Dian dengan nada judesnya, aku mengiyakannya
“Maaf sebelumnya bu, Boleh saya meminta nomor HP Ibu, jika nanti saya kesasar Bu?” ucapku,
“Kamu lihat alamat saya di data jurusan, memangnya kamu tidak punya mata?” kata-kata pedas sepedas cabai setan menhujam mukaku
“Iya bu, maaf, jika Ibu tidak keberatan memberikan nomor HP Ibu langsung” ucapku dengan wajah takutku dan menunduk kebawah
“Dasar mahasiswa tidak tahu etika” kata-kata pedas yang aku dapatkan sekarang menusuk jantungku.
“andai saja dia bukan dosenku mungkin sudah aku gampar itu mulut, dosen judes buuanget” bathinku
Kemudian Bu dian memberikan nomornya kepadaku dan aku pun membungkukan badanku serta mengucapkan kata-kata terima kasih berulang-ulang yang sama sekali tidak digubrisnya. Aku kemudian menemui Rahman, Rahman hanya menggeleng-gelengkan kepala sambil menyemangatiku.
Akhirnya dengan cepat aku pulang ke rumah, tampak mobil Ayah berada di rumah. Aku masuk kerumah, suasana rumah kembali mencekam Ayah yang biasanya jarang pulang sekarang pulang lebih awal. Ibu kemudian menyambutku dan memberitahukan kepadaku tentang pembicaraan-pembicaraan tentang seseorang berinisial KS. Aku terkejut mendengar itu, berarti memang Ayah adalah dalang dari semua itu, tapi bagaimana caraku membuktikannya. Di hari ini pun Ibu tidak berani menemaniku di dalam kamar karena Ayah sedang berwajah garang dan menakutkan. Aku kemudian masuk ke kamar, mencari tugas dari Bu Dian yang tertinggal dan ketemu.
Ku kunci pintu kamarku, kemudian ku ambil telepon cerdas temuanku. Kunyalakan, tak lama setelah kunyalakan telepon cerdas itu.Tung... bunyi notifikasi dari BBM. Terlihat notifikasi pesan di bagiam atas “Mahesa” di ikuti sebuah pesan “Siapapun kamu segeralah serahkan telepon cerdas ini kepadaku, akan aku ku beri hadiah uang sesuai keinginanku”. Segera aku matikan telepon itu dan aku simpan kembali.
Balonku ada lima rupa-rupa warnanya merah kuning kelabu... bunyi notifikasi sms-ku. Maklumlah setiap hari aku selalu menyempatkan mengganti ringtone he he he. Sms dari Ibu, Ibu mengatakan kepdaku bahwa untuk saat ini sampai waktu yang tidak ditentukan aku tidak boleh mendekati Ibu seperti pada hari-hari sebelumnya karena Ayah sedang dalam kondisi puncak kemarahannya, dan menyuruhku menunggu agar Ibu yang mencari situasi terbaik untuk berdua denganku. Ibu takut jika nantinya Ayah mengetahui hubunganku dengan Ibu, Ayah akan membunuh kami berdua dikarenakan sejak Ayah pulang pembicaraan Ayah hanya tentang membunuh dan membunuh.
Aku kemudian membalas sms Ibu dengan senyuman dan kata “tenang bu, Arya bisa tahan dan Arya tidak akan melakukan dengan orang lain tanpa seizin Ibu, hapus semua sms Arya yang cintaku”. Akupun akhirnya menghapus semua sms dari Ibu, aku kemudian keluar kamar menuju kamar mandi Ayah berada di pekarangan rumah. Aku memberi kode kepada Ibu apakan sms sudah di hapus semaua atau belum? dan Ibu menjawab sudah dengan gerakan bibirnya.
Akupun beristirahat sejenak, kupikirkan semua hal yang aku lalui. Dari kejadian awal hingga mulai terungkapnya serpihan-serpihan kejahatan Ayah, aku mulai menggabungkan itu semua. NEXT TARGET : LOSMEN MELATI, kutuliskan kata-kata itu dan kuterlelap dalam istirahatku. Mimpi tentang kerbau itu pun muncul lagi hanya sebentar yang kemudian membuatku terbangun. Ku lihat jam dinding menunjukan pukul 16:00, segera ku raih telepon cerdasku dan ku sms Bu Dian untuk menanyakan alamat rumahnya. Tak perlu menunggu lama, aku dapatkan sms dari bu dian, rumah bu dian berada di perumahan elit yang terletak di sebelah timur universitasku. Jaraknya kira-kira 8 km dari universitasku. Segera aku bangkit dari tempat tidurku dan mempersiapkan diri. Tepat pukul 17:00 aku pamitan dengan Ibu sambil berpesan kepada Ibu jika Ayah macam-macam segera sms aku, aku pasti akan langsung membunuhnya. Ibuku hanya menggeleng-gelengkan kepala dengan wajah manisnya, kulihat Ayah sedang tertidur di pekarangan rumah.
Aku kemudian berangkat dan langsung menuju ke perumahan elit itu, selama perjalanan pikiranku adalah Ibu karena takur jika Ayah berlaku kasar dengan Ibu. Sampailah aku di perumahan Elit tersebut,digerbang tertulis ENAK LUAS INDAH TERJAMIN (ELITE), kulihat pos satpam dan berhenti sejenak memberikan KTP ke satpam agar aku bisa masuk. Agak bingung juga dengan perumahan ini, terdapat pos satpam tapi tak ada tembok yang menghalangi di kiri dan kanan gerbang jika saja ada pencuri pastilah mereka masuk lewat sebelah gerbang itu ditambah lagi kawasan perumahan dan jalan umum hanya dibatasi parit dengan lebar kurang dari 2 meter. Iya memang benar Perumahan elit tapi mbok yaho dibuat tembok tinggi agar kelihatan elit-nya, kalau seperti ini apa fungsi pos satpam. Aku jalankan Revia dengan perlahan di jalan satu arah ini, lurus kedepan tampak taman kecil, ku belokan ke kiri revia dan berjalan lurus ke depan terdapat 3 gang di kiriku serta di kananku ada median jalan yagng diseberangnya lagi ada 3 gang pula. Di setiap gang yang berhadapan (membentuk perempatan jalan) median jalan terpotong sekitar 1,5 meter. Setelah melewati 3 gang, aku menemukan danau yang berada di kiriku. Pemandangan ini membuat aku terpukau karena danau dsini tampak sangat luas. Aku berhenti sejenak kulihat sekelilingku, tampak di kananku terdapat semak-semak dengan taman dan pohon-pohon besar yang menjulang tinggi dihiasi bangku-bangku taman. Aku berhenti sejenak kemudian sms Ibu dan dibalasnya bahwa Ibu baik-baik saja. Aku kemudian sms Bu Dian memastikan di mana rumahnya, dibalasnya dan ternyata aku kebablasan. Kuputar balik motorku dan ke arah gang ke 3 atau terakhir dari arahku berangkat. Gang ke 3 adalah gang buntu diujungnya tampak kebun yang masih ditanami oleh tanaman singkong. Elit apanya ini? ha ha ha... Rumah Bu Dian berada di kanan jalan, Rumah nomor dua dari gang masuk. Kupencet bel, dan di teleponnya aku, disuruh langsung masuk saja. Aku buka pintu gerbang rumah (yang juga merupakan pintu garasi) kemudian aku masukan Revia, ku langkahkan kakiku menuju pintu masuk rumah yang berada di kanan garasi, kuketuk pintu.
Kulihat seorang wanita muda dengan baju tank top warna putih terlihat sedikit belahan dadanya membukakan aku pintu. Wanita dewasa yang mungkin berjarak 5-6 tahun dariku ini mengenakan celana ketat hingga menutupi lututnya. Aku dipersilahkan masuk dan duduk di ruang tamunya. Rumah yang lumayan elite menurutku karena perabotannya kelihatan sangat mahal-mahal. Ruang tamu yang disekat dengan tembok dan di belakang tembok tak tahulah. Aku duduk dan berhadapan dengan Bu Dian. Konsentrasi bisa saja terpecah karena tank top itu tidak menutupi belahan dadanya dan sangat ketat. Aku akhirnya terus menunduk selama berbicara dengannya.
“Maaf, jika kedatangan saya mengganggu waktu istirahat Ibu, saya kesini dengan maksud mengumpulkan tugas dari Bu Dian dan saya sangat memohon kemurahan hati bu dian untuk menerimanya, tolong saya bu jangan diberi nilai E, saya akan lebih rajin lagi” ucapku dengan kepala menunduk ke bawah dan memohon kepadanya
“Ya, saya terima...”
“Tapi saya hanya menerima tugas mahasiswa saya yang menghormati orang lain ketika berbicara...” ucapnya kepadaku dengan nada judes tentunya
“Maaf saya mohon maaf, bukannya saya tidak ingin mengangkat kepala saya, saya....” ucapku terpotong
“Saya... saya apa?” potongnya
“Saya hanya tidak berani bu...” lanjutku
“Tidak berani kenapa? Karena saya memakai pakaian seperti ini? ternyata pikiran kamu itu ngeres ya, kamu memang pantas diberi nilai E” ucapnya dengan nada judes
“Tidak bu, saya hanya menghormati Ibu dengan pakaian Ibu, saya hanya tidak berani memandang Ibu terlalu lama, saya hanya takut jika pandangan saya nanti di salah artikan Ibu” ucapku kemudian memandang wajah Ayunya yang JUDES!
“Hmmmm... hebat juga kamu, jarang ada laki-laki yang bilang seperti itu ke saya, terus kamu mau menunduk terus dengan tidak menghargai keberadaan saya disini?” ucapnya kepadaku,
“Benar-benar gila ini dosen kalau saja dia pacarku mungkin aku sudah... sudah... ah masa bodolah” bathinku
“Bukan begitu bu, jika Ibu berkenan, maukah Ibu memakai kaos lengan panjang saya agar nanti pandangan saya tidak disalah artikan” ucapku sembari menyerahkan kaos lengan panjangku yang sebelumnya aku lepas sebelum mengetuk pintu tadi. Sok pahlawan dan sok jago, memang inilah aku tanpa pikir panjang dan lebar, jika aku telaah lebih kedalam lagi sebenarnya kata-kataku adalah kata-kata yang sedikitnya merendahkan
“Kamu benar-benar melecehkan saya dengan kamu berbicara seperti ini kepada saya”
“Lebih baik kamu pulang dan ulangi mata kuliah saya tahun depan!” ucapnya sedikit membentak, yang akhirnya membuatku berpikir daripada mataku jelalatan, kenapa? karena aku pernah melihat isi dari BH wanita secara langsung yang membuat aku kadang melihat bagian kepunyaan wanita. Aku tidak ingin di anggap melecehkan siapapun karena pada dasarnya aku bukanlah seorang maniak seperti Rahman yang kadang terang-terangan menikmati tonjolan dada seorang wanita, ingat aku bukan seorang yang suka melecehkan wanita. Aku hanya berpegang pada prinsipku untuk menghargai seorang wanita karena kadang ketika aku pinjam tugas ke kos temanku yang cewek, aku selalu menyuruh mereka memakai baju tertutup ketika bertemu.
“Baik bu, saya akan mengulangi tahun depan, saya mohon maaf atas kelancangan saya malam ini, semoga tahun depan saya bisa lebih rajin dan tekun dalam mengikuti kuliah bu dian”
“Saya mohon maaf sebesar-besarnya atas kesalahan dari kata-kata saya dan saya mohon pamit bu” ucapku yang kemudian bangkit dan mengulurkan tangaku untuk bersalaman tanda perpisahan. Bu Dian kemudian menjabat tanganku dan menarikku untuk duduk kembali
“Duduk...”
“Aku tidak menyangka kamu bisa mengorbankan kuliah kamu hanya permasalahan pakaian seperti ini, bukannya semua laki-laki itu sama kan? Suka dengan cewek yang berpakaian minim seperti ini, apalagi telanjang di hadapannya?” ucapnya, yan kemudian aku duduk dengan kepala masih tertunduk
“Saya bukan bagian dari mereka” ucapku singkat
“Aku hargai itu semua, berika kaos lengan panjang kamu!” ucap Ibu dian, kemudian aku menyerahkannya, Bu Dian kemudian memakainya di hadapanku walau aku tak melihatnya.
“Sudah kamu boleh mengangkat kepalamu” ucap bu dian, aku pun kemudian mengangkat kepalaku dan memandangnya. Seorang wanita dengan pakian kedodoran dan rambut hitam panjang yang letakan di bahu kanannya
“Cantik sekali....” ucapku lirih dan ternyata Bu Dian mendengarnya
“Apa kamu bilang apa?” ucap Bu Dian
“Tidak bu tidak...” jawabku sambil tersenyum
“Kamu mencoba merayuku?” ucapnya masih dengan wajah judes
“Tidak bu tidak tidak saya tidak beraniiii, maafkan saya jika saya salah bicara” ucapku memohon maaf
“Jadi saya jelek gitu?”ucapnya kembali
“Tidak bu tidaaaaaak, Ibu cantik...”ucapku kembali
“Ooooo merayuku lagi, mau nilai E...” ucapnya
“Bu saya harus menjawab apa bu? Tolonglah saya...” ucapku dengan wajah memelas
“Ha ha ha ha kamu itu lucu sekali....” tawanya dengan salah satu tangannya menutupi mulutnya hingga kepalanya menunduk
Akhirnya kami terlibat sebuah percakapan hangat hingga pukul 20:30, Bu Dian pun menerima tugasku dan berjanji akan mengembalikan kaos lengan panjangku jikalau ingat. Ya walaupun tidak ingat aku tetap tidak akan memintanya kembali dan akhirnya aku pamitan pulang dengan diantar Bu Dian hingga di depan gerbang rumahnya beserta senyuman manisnya. Perjalanan jauh aku tempuh hingga dirumah kembali, kutemukan Ibu yang tampak santai menghadapi kemarahan Ayah. Dan Ayah yang seperti orang kebingungan terlihat Ayah mengetik pesan.
“Arya, kalau BBM sudah D itu berarti terkirim kan? Hlha nek (Kalau) centang?” tanya Ayah
“Iya Romo, kalau centang kemungkinan BBM orang itu mati tapi bisa juga tidak ada paket datanya” ucapku
“Ya ya ya...” ucap Ayahku
“Sudah ketemu dosennya? Diterima tugasnya nak?” ucap Ibu
“Diterima Bu” jawabku dengan senyuman
Ibu kemudian mengantarkan aku sampai di kamar, kemudian aku ditanyai mengenai tugas-tugas kuliahku. Ibu juga menanyakan dosen yang aku temui barusan, Ibu kagum dengan ceritaku walau aku sudah melakukannya dengan Ibu dan Tante Ima aku masih bisa menjaga pandanganku terhadap wanita lain. Ibu kemudian memintaku untuk memperlihatkan dosenku seperti apa. Aku kemudian mencoba mencarinya via Fish Boat (FB) dan untungnya ketemu. Aku perlihatkan foto Bu Dian.
“Seandainya saja, Ibu punya mantu seperti ini, Ibu akan bahagia, jomblo kan dia?” ucapnya
“Ibu itu ada-ada saja, tidak mungkinlah dia mau sama aku, lagian aku kan mahasiswanya” jawabku
“Cinta tidak memandang status dan cinta tidak memandang usia, kamukan sudah membuktikannya” jelas Ibu, aku hanya mengangguk dan tersenyum kepada Ibu kudaratkan ciuman di bibir Ibu dibalasnya ciumanku. Pelukan mesra dan remasan pun aku dapatkan. Kami pun menyudahinya karena Ayah memanggil Ibu. Aku kemudian mempersiapkan diri untuk tidur, dan mama bolo bolo papa bolo bolo nenek bolo bolo kakek bolo bolo.... bunyi notifikasi smsku, dari Bu Dian dan ku balas tanpa pikir panjang demi menyelamatkan nilai kuliahku
Dari : Bu Dian
Kaosnya buat saya saja ya sebagai
Konsekuesi kamu terlambat mengumpulkan tugas
Kaosnya buat saya saja ya sebagai
Konsekuesi kamu terlambat mengumpulkan tugas
To : Bu Dian
Iya Bu,
Saya juga berterima kasih tugas saya sudah diterima
Iya Bu,
Saya juga berterima kasih tugas saya sudah diterima
Dari : Bu Dian
Oke, sama-sam
Oke, sama-sam
To : Bu Dian
Maaf Bu, Bolehkah saya minta Pin BB bu Dian
Karena saya jarang isi pulsa bu
jika nanti saya terlambat lagi, bolehkah saya BBM bu Dian
mohon maaf jika saya sangat lancang bu
Maaf Bu, Bolehkah saya minta Pin BB bu Dian
Karena saya jarang isi pulsa bu

jika nanti saya terlambat lagi, bolehkah saya BBM bu Dian
mohon maaf jika saya sangat lancang bu
Dari : Bu Dian
12345678
12345678
Tidak menyangka jika aku langsung
mendapatkan pin BB dari Dosen Judesku ini. Padahal Cuma ing doang ha ha ha.
Lumayanlah daripada setiap hari sms terus bikin pulsa kering mending BBM saja
lah. Segera aku invite bu dian dan langsun di confirm olehnya, kutuliskan pesan
terima kasih kepadanya dan dibalasnya dengan “Lekas tidur
sudah malam”. Aku pun mengirimkan pesan meminta maaf kembali kepadanya dan tak
ada balasan dari Bu Dian, langsung kutarik selimut. Tak lupak ku kirim sms ke
Ibu walau aku masih mendengar Ayah yang kembali marah-marah di telepon. “Selamat tidur cinta
(dihapus ya)” dan di jawab dengan “Iya cinta”. Akhirnya ku terlelap dalam
tidurku, walau di tengah malam aku bermimpi tentang kerbau itu lagi dan
membuatku terjaga. Tanpa mempedulikan mimpi itu aku kembali tidur hingga pagi menendangku untuk bangun.
Aktifitasku di pagi hari seperti biasa, mandi, makan pagi, pamitan kuliah tak lupa aku pamit bahwa nanti aku akan pulang malam karena ada acara dadakan dan akhirnya berangkat kuliah. Dan biasanya ciuman di bibirku aku dapatkan dari Ibu walau sebentar di dalam garasi. Aku berangkat dengan semangat karena kemarin tugasku sudah tuntas dan tidak ada hutang lagi. Kuliah aku lalui dan biasa selalu dengan canda tawa bersama Rahman. Kuliah 5 sks membuat aku sedikit suntuk. Setelah semua selesai aku arahkan motorku Revia ke arah timur, 15 Km dari kampus menuju tempat dimana aku dibuat, di Losmen melati. Kupacu dengan sangat cepat agar tidak kalah dengan matahari yang terbenam.
Setelah sampai aku kemudian mencari losmen tersebut dengan maksud untuk mengetahui keberadaan si penjaga. Tak kutemukan losmen itu tapi yang aku temukan adalah sebuah hotel besar bertuliskan HOTEL MELATI. Aku labuhkan REVIA di sebuh warung nasi kucing yang berjarak agak jauh dari HOTEL MELATI, dengan gaya orang pendatang aku mulai beradaptasi dengan mereka. Setelah suasana mulai hangat , mulaulah aku bertanya-tanya kepada mereka yang berada di nasi kucing tersebut. Tak perlu susah-susah karena pada dasarnya aku orang yang mudah bergaul mungkin karena menuruni Ibu. Aku pun mengatakan kepada mereka kalau aku hanya mencari angin segar saja, sebuah alibi yang tidak mencurigakan bukan. Hingga ada beberapa orang yang menceritakan mengenai losmen itu.
“Lho pak Hotel itu dulu Losmen to?”tanyaku kepada penjual nasi kucing dengan pura-pura tidak pernah mendengar Losmen Melati
“Iyo mas, dulu itu losmen terus dibeli pengusaha luar kota dan diperbesar, ya jadi hotel to” jawabnya
“Wah kasihan yang dulu kerja di situ yo pak yo, kena pecat to” ucapku kepada penjual itu, mencoba mengorek kedalaman informasi dari mereka. Istilah keren saat ini adalah KEPO, entah apa sebenarnya kepanjangan KEPO
“Walah lha iyo mas, beberapa ada yang dipertahankan ada juga yang dipecat, yang paling jelas to mas itu penjaganya, 5 tahun lalu penjaganya itu dipecat sekarang dia kerja jadi buruh pabrik, kasihan mas”
“Wong dia itu sudah kerja hampir 20 tahun lebih, dia juga sering makan disini mas, orangnya sich dulu baik” ucap salah satu orang di nasik kucing itu
“Wah ya ndak papa to mas, kan sudah dapat ganti di pabrik” ucapku
“Ya ndak gitu mas, habis dipecat dia habis-habisan mas, dulu dari losmen saja dia sering dapat upah dari orang-orang besar yang mampir kesitu, dia bisa beli ini itu, ndilalahnya mas setelah dipecat hutang dia menumpuk sempat hampir stress, sekarang dia saja tinggal rumah kontrakan di desa pantai-pantaian” jelas orang itu lagi
“Lha siapa to mas namanya? Kok penasaran aku, sampai bisa-bisanya bangkrut” tanyaku kembali
“Namane Sukoco, dia itu pas kerja di losmen, hutang sana-sini, sok perlente akhire yo kere (miskin)” jawabnya
Setelah mendapat informasi cukup, aku tetap melanjutkan percakapan kami walau sebentar agar tidak memperlihatkan tujuanku sebenarnya. Akhirnya aku pamit diri kepada mereka untuk pulang. Dalam perjalanan pulang aku mencari desa pantai-pantaian, setelah aku mendarat di desa itu kutanyakan sana-sini nama seseorang bernama sukoco. Beberapa orang tampak tidak familiar dengan nama ini yang membuat aku kesulitan mencarinya. Aku terus mencari dan mencari hingga aku menemukannya sebuah rumah sederhana berukuran kecil. Tepat pukul 18:00.
“Selamat malam...” ucapku
“Ya, sebentar....” ucap seorang laki-laki dari dalam rumah
Klek pintu rumah dibuka...
“Hah?!” ucap laki-laki tersebut tampak terkejut melihatku
Aktifitasku di pagi hari seperti biasa, mandi, makan pagi, pamitan kuliah tak lupa aku pamit bahwa nanti aku akan pulang malam karena ada acara dadakan dan akhirnya berangkat kuliah. Dan biasanya ciuman di bibirku aku dapatkan dari Ibu walau sebentar di dalam garasi. Aku berangkat dengan semangat karena kemarin tugasku sudah tuntas dan tidak ada hutang lagi. Kuliah aku lalui dan biasa selalu dengan canda tawa bersama Rahman. Kuliah 5 sks membuat aku sedikit suntuk. Setelah semua selesai aku arahkan motorku Revia ke arah timur, 15 Km dari kampus menuju tempat dimana aku dibuat, di Losmen melati. Kupacu dengan sangat cepat agar tidak kalah dengan matahari yang terbenam.
Setelah sampai aku kemudian mencari losmen tersebut dengan maksud untuk mengetahui keberadaan si penjaga. Tak kutemukan losmen itu tapi yang aku temukan adalah sebuah hotel besar bertuliskan HOTEL MELATI. Aku labuhkan REVIA di sebuh warung nasi kucing yang berjarak agak jauh dari HOTEL MELATI, dengan gaya orang pendatang aku mulai beradaptasi dengan mereka. Setelah suasana mulai hangat , mulaulah aku bertanya-tanya kepada mereka yang berada di nasi kucing tersebut. Tak perlu susah-susah karena pada dasarnya aku orang yang mudah bergaul mungkin karena menuruni Ibu. Aku pun mengatakan kepada mereka kalau aku hanya mencari angin segar saja, sebuah alibi yang tidak mencurigakan bukan. Hingga ada beberapa orang yang menceritakan mengenai losmen itu.
“Lho pak Hotel itu dulu Losmen to?”tanyaku kepada penjual nasi kucing dengan pura-pura tidak pernah mendengar Losmen Melati
“Iyo mas, dulu itu losmen terus dibeli pengusaha luar kota dan diperbesar, ya jadi hotel to” jawabnya
“Wah kasihan yang dulu kerja di situ yo pak yo, kena pecat to” ucapku kepada penjual itu, mencoba mengorek kedalaman informasi dari mereka. Istilah keren saat ini adalah KEPO, entah apa sebenarnya kepanjangan KEPO
“Walah lha iyo mas, beberapa ada yang dipertahankan ada juga yang dipecat, yang paling jelas to mas itu penjaganya, 5 tahun lalu penjaganya itu dipecat sekarang dia kerja jadi buruh pabrik, kasihan mas”
“Wong dia itu sudah kerja hampir 20 tahun lebih, dia juga sering makan disini mas, orangnya sich dulu baik” ucap salah satu orang di nasik kucing itu
“Wah ya ndak papa to mas, kan sudah dapat ganti di pabrik” ucapku
“Ya ndak gitu mas, habis dipecat dia habis-habisan mas, dulu dari losmen saja dia sering dapat upah dari orang-orang besar yang mampir kesitu, dia bisa beli ini itu, ndilalahnya mas setelah dipecat hutang dia menumpuk sempat hampir stress, sekarang dia saja tinggal rumah kontrakan di desa pantai-pantaian” jelas orang itu lagi
“Lha siapa to mas namanya? Kok penasaran aku, sampai bisa-bisanya bangkrut” tanyaku kembali
“Namane Sukoco, dia itu pas kerja di losmen, hutang sana-sini, sok perlente akhire yo kere (miskin)” jawabnya
Setelah mendapat informasi cukup, aku tetap melanjutkan percakapan kami walau sebentar agar tidak memperlihatkan tujuanku sebenarnya. Akhirnya aku pamit diri kepada mereka untuk pulang. Dalam perjalanan pulang aku mencari desa pantai-pantaian, setelah aku mendarat di desa itu kutanyakan sana-sini nama seseorang bernama sukoco. Beberapa orang tampak tidak familiar dengan nama ini yang membuat aku kesulitan mencarinya. Aku terus mencari dan mencari hingga aku menemukannya sebuah rumah sederhana berukuran kecil. Tepat pukul 18:00.
“Selamat malam...” ucapku
“Ya, sebentar....” ucap seorang laki-laki dari dalam rumah
Klek pintu rumah dibuka...
“Hah?!” ucap laki-laki tersebut tampak terkejut melihatku
0 komentar: