WILD LOVE???? #12
Disebuah universitas tepatnya di taman rektorat universitas SABARIN, aku dan rahman janji ketemuan untuk membicarakan beban yang menjadi pikirannya selama ini. Tepat pukul 19:30 aku datang dan Rahman sudah ada di tempat itu. Dengan sebungkus rokok dilemparkannya kepadaku dan sebotol panta merah. Aku duduk disampingnya, kusulut sebatang rokok dan sesekali aku meneguk panta merah. Tapi aku tersedak manakala dia bercerita tentang semua yang menjadi beban pikirannya.
"Ane telah menyetubuhi mamaku..." ucap Rahman
"Uhuk uhuk uhuk uhuk... " aku tersedak seketika itu
"Apa?!" ucapku sedikit berteriak
"Iya aku tahu salah tapi mamaku itu arggggghhhhhhh...." ucap rahman kemudian dia mulai bercerita
-----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Sudut pandang Rahman.
Ketika itu aku pulang kerumah selepas aku camping bersama teman-teman kompleksku. Dengan tujuan melepaskan penat di kepalaku setelah Ajeng memutuskan diriku. Aku sangat shock mendengar itu semua tapi mau bagaimana lagi, cintaku selama ini tidak pernah terbalas karena ajeng mencintai Arya. Sebelum kepulanganku, teman-temanku mengajakku minum minuman keras. Dalam kondisi mabuk aku pulang dengan tubuh yang bergoyang ke kanan dan kekiri. Sesampainya dirumah aku membuka pintu rumah dengan sangat pelan, walau mabuk kesadaranku masih ada sedikit. Ketika itu aku hendak naik ke kamarku dilantai atas, aku melewati kamar mamaku. Pintu kamar tidak tertutup rapat. Sekilas aku meliat mamaku sedang membuka pahanya yang sudah tidak becelana dalam. Dimasuk keluarkannya benda berbentuk penis kedalam vagina yang rimbun itu.
"Arghhhh... aerghhhh... ehemm....." suara desahan mamaku. nafsuku terbakar melihat permainan solo mamaku sendiri. Kukeluarkan batang penisku dari sarangnya, sambil mengocok aku memperhatikan mamaku sendiri. Gerakan-gerakan penis mainan itu semakin sangat cepat membuat mamaku menrintih kenikmatan dan membuat aku semakin bernafsu. Aku sudah tidak tahan lagi, akhirnya aku masuk kedalam kamar mamaku.
"Rahman! Apa yang kamu lakukan? Keluar" teriak mama kaget dengan kehadiranku. Dengan pengaruh alkohol yang masih menjalar di dalam tubuhku, aku bergerak maju. Kutarik mamaku sendiri dan aku kemudian menubruknya. Kini aku berada di atas tubuh mamaku. mama terus meronta meminta aku untuk melepaskannya.
"Rahman! Lepaskan! Aku ini mamamu! LEPASKAN!" bentak mamaku
"Mama butuh ini kan he he he akan rahman beri ma!" ucapku keras kepada mamaku. aku kangkangkan kedua paha mulus mamaku sendiri dan kuarahkan ke dalam vagina mama
"Rahman jangan , hentikan!"
"Arghhhhhhhhh...." teriak mamaku di akhiri dengan rintihannya ketika batangku masuk ke dalam vaginanya
"Arghhh... enak sekali ma, memekmu benar –benar lebih enak dari mahasiswi-mahasiswi di kampusku ma"
"ouwghh... enak sekali ma" ucapan liarku karena pengaruh alkohol
Plak... plak... plak... tiga tamparan mendarat di pipiku
"Mau kasar iya?!" bentakku membuat mamaku menangis, kedua tanganya aku pegang erat dengan kedua tanganku. Aku mulai menggoyang dan terus menggoyang pinggulku.
"Enak mahhhh ouwghhh memekmu nikmat... kontolku nikmat mamah... ouwgh nikmat sekali...."
"Aku suka mememkmu maaaah...ouwghh... arggghhh...." racauku
"Argh.. rahman hentikan... argh.... hiks hiks hiks..." pinta mama
Aku sudah tidak mempedulikannya lagi, aku terus menggoyang dan menggoyang pinggulku untuk mendapatkan kepuasan. Kulihat mama mulai mendesah menikmati sodokan-sodokan penisku ke dalam vaginanya.
"Sssshhhh... erghhhhh... aishhhhh.. oufthhhhhhh.... ah ah ah aha" desahan mamaku
"Arghhh... sempit sekali mama, aku mau keluar....."
"memekmu sempit mama lebih sempit dari ayam kampus argghhh nikmat maaaah"teriakku kugoyang semakin cepat pinggulku, mama kelihatan menahan desahannya. Matanya terpejam tubuhnya bergoyang ke kanan dan kekiri.
"Aku keluaaaaaaaaaaaaaaaaaaaarrrrrrrrrrr..................." teriakku
Croot croot croot croot croot croot croot
Tubuhku ambruk diatas tubuh mama yang baru saja melengking ke atas, nafasku tersengal-sengal tak karuan merasakan nikmat yang seharusnya tidak aku rasakan. Kurasakan cairan hangat mengalir dibatang penisku. Aku kemudian terlelap tanpa tahu apa yang terjadi selanjutnya.
Aku terbangun di pagi hari dengan tubuhku terlentang di samping mamaku. mamaku meringkuk di sampingku membelakangiku. Tampaknya dia sedang menangis, ku coba mengingat sedikit kejadian malam tadi aku merasa kotor lebih kotor dari sebelumnya. Aku geser tubuhku ke mendekat ketubuh mamaku, mencoba kupeluk mama. Tapi dengan halus mama melempar tanganku kembali kepadaku.
"KELUAR! KELUAR!" bentak mama. Aku kemudian keluar dari kamar mama dengan tubuhku yang masih telanjang pada bagian bawahku. Kuraih celana jeansku, kupandangi mamaku tapi dia membuang muka.
Didalam kamar aku kemudian merebahkan tubuhku, terlintas secuil ingatan dari persetubuhan malam tadi. Jujur aku merasa sangat bersalah. Ayahku juga tidak ada dirumah, dia memang selalu berpergian entah kemana. Ku bersihkan tubuhku, dan berganti pakaian, inginku beranjak kebawah namun aku merasa malu atas kejadian malam tadi. Sekitar pukul 08:00 aku mendapatkan sms dari mama untuk makan pagi, akku segera turun dengan harapan mamaku menemaniku, tapi mama berada dalam kamarnya dan tak menegur atau menyambutku sama sekali. Hingga malam tiba aku tidak dapat menemui mama karena mama selalu mengurung diri dalam kamar. Tepat pukul 22:00.
Tok Tok ToK... ku buka pintu kamarku
"mama..." ucapku. Mama hanya terdiam di depanku dengan mengenakan gaun tidur terusan hingga pahanya yang tipis, gaun itu digantungkan dengan tali kecil di atas bahunya. Jika dilihat lebih dalam lagi mama tidak mengenakan BH.
"Ma... maafkan rahman ya" ucapku. Namun reaksi yang aku dapatkan berbeda sangat berbeda. Tiba-tiba mama memelukku dengan sangat erat.
"Mama tahu ini salah man, tapi mama membutuhkannya, mama tidak bisa membohongi diri mama sendiri" ucap mamaku. Deg.. disaat aku merasa bersalah disaat itulah aku merasa mendapat durian runtuh. Mama melepaskan pelukanku, dengan tubuhnya yang pendek dia kemudian berjinjit dan mengecup bibirku
"Maafkan mama, tapi setelah kemarin malam, mama tidak bisa lepas dari kamu sayang, mama mohon"
"peluk mama sayang" ucap mamaku. Kupeluk tubuh hangatnya kembali, tubuhnya masuk dalam dekapanku. Aku sudah tidak dapat berpikir jernih lagi, apakah ini benar atau salah? Kedua tanganku kemudian turun kebawah dan meremas bongkahan pantatnya
"Lakukan nak, mama sekarang menjadi milikmu, mama ingin kamu dan mama harap kamu juga menginginkannya" ucap mamaku yang menatapku dengan wajah penuh nafsunya. Ku tundukan kepalaku dan kucium bibirnya. Ciumanku kemudian turun ke leher mamaku. pikiranku dikuasai oleh nafsuku, sudah tak ada lagi logika di dalam otakku.
"arghhh... ssssshhhh.... terus sayang... kamu pintar sekali... ouwghhhh" desah mamaku
Ciumanku semakin turun kebawah dan tali gaun tidur tipis mama aku singkirkan dengan lidahku. Dengan kedua tanganku secara perlahan aku turunkan hingga dibawah sikunya. Payudaranya kemudian tersembul keluar dengan indahnya, dengan lahapnya aku langsung menyeruput payudara mama.
"Arggghhhh... ehmmmm.... asssssssshhhhhhh...." desah mama
Sembari mengulum-ulum bagian susunya kanannya dan tangan kiriku mermas susu kirinya, tangan kananku menarik lembut tali kiri gaun tidurnya hingga lepas, begitupun sebaliknya ketika aku mengulum susu bagian kirinya tali kanan gaun tidurnya aku lepas. Kini gaun tidur mama tersangkut dipinggangnya. Ciumanku tak hanya berhenti di bagian susunya, langsung aku sibak gaun tidurnya yang masih menutupi selangkangan mama. G-String berwarna hitam menutupi sedikit vagina mamamku. Aku geser sedikit dan mulai aku jilati bibir vagina mama.
"Asshhhhhhhhhhh.... hmmmm.... erghhhh... sayangkuwhhh owhhhh....." desahan mama. Kuangkat paha kiri mama dan aku letakan di bahu kananku. Terlihatlah vagina yang lengkap yang sedikit tertutu oleh G-stringnya. Jari tengah tangan kiriku mulai aku masukan ke dalam vaginanya perlahan dan terasa sudah sangat becek sekali. Jilatanku beralih menuju biji kecil dibagian atas bibir vaginanya. Aku mulai mengocok perlahan pada vagina mama.
"Owghhhh... sayang... erghhhh... memek mama kamu apakanhhh owghhhhh... enakkkhhhh"
"jadikan itu milikmuh sayaghhh..." desah dan racaunya. Aku kemudian mempercepat kocokan pada vagina mama dan jilatanku semakin liar, kadang aku berika jilatan dan sedotan pada vagina mamaku
"Arghhh sayang... aishhhh arghhhh... lebih cepathhh... arghhh mama hampir..."
"terushhh erghhh... mama hampir sampai... arghhhhhh....."
"Mama keluarhhhhh aerghhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhh" teriak mama yang kemudian kedua tanganya bertumpu pada kedua bahuku, kaki kirinya langsung ditariknya turun. Tubuh mama beringsut turun dan kemudian bersimpuh dihadapanku. Ciuman didaratkannya di bibirku, aku kemudian memeluknya.
"Kamu sudah sering ya sayang hash hash has" ucap mama
"eh... iya mah, maaf..." ucapku
"tidak perlu minta maaf sayang, sekarang mama akan menjadi pengganti wanita-wanitamu itu"
"jika mama tidak dapat memuaskanmu, mama tidak akan lagi meminta darimu" ucap mama sembari melepaskan celana boxer-ku dan munculah penis perkasaku. Mama tampak kagum dengan penisku, walau ukurannya tidak begitu besar tapi cukuplah untuk seorang wanita. Mama memandangku dengan snyumannya sambil mengelus-elus penisku dengan kedua tangan mama. Kadang mama mencium ujung penisku dengan bibirnya.
"gagah ya?" ucap mama, aku hanya bisa mengrenyitkan dahiku dan menikmati sensasi dari elusannya itu. Dan tiba-tiba, mama langsung memasukan penisku kedalam mulutnya.
"arghhhhhhhhh... mama... owh....." desahanku merasakan setiap gesekan rongga mulutnya dengan batang penisku. Ini membuat sensasi tersendiri buatku, melihat mamaku sendiri sedang mengulum batang penisku. Jilatan dan sedotanyang sangat mantap aku rasakan, membuat aku sedikit tida bisa bertahan.
"mamah... sudahhhh ma, nantiihhh arghhh rahman keluarhhh owhhhh...." desahku dan segera aku pegang kepala mamaku agar tidak melanjutkannya lagi. Mama kemudian mengangkat kepalanya dan memandangku dengan senyumannya
"pindah ka... aaaa" ucap mama terpotong karena aku segera bangkit dan membopong tubuhnya. Kurebahkan tubuhnya terlentang di tempat tidurku, dia telrihat sedikit malu memperlihatkan vaginanya kepadaku. Perlahan aku mendekatinya dan kucium bibir indahnya
"Ehmmmm.....mm....m....mm....mmmmm" desahan mama. Tangan kanan mama memegang penisku dan diarahkan ke vaginanya.
"dorong pelan sayang...ergghhhh" ucap mama ketika melepas ciuman kami berdua
"Mamahh... enakhhh mahhhh... arghhhh...." racauku
"Enak manahhh erghhh sama temen erghh kamuwhhh...." ucap mama
"mama, mama sayanghhh arghhh... aku suka punya mamah arghhhh..." ucap mama. Aku semakin cepat menggoyang pinggulku, pemandangan indah didepan kedua mataku. Payudaranya bergoyang naik turun seirama dengan goyangan pinggulku. Aku langsung kuremas kedua payudaranya dengan kedua tanganku.
"mamah, kontollku enak di memek mamah owghh... enak sekali mahh... arghhh lebih sempithhh... arghhh... enak sekali ouwghhh....." racauku kesetanan
"keras... remassshhh yang kuat susu mamah buathhh muwhhhh...."
"sayanghhhh... fuck me harder! Lebih kerass sayanghh.. mamah untuk muwh ouwghhh.... mama akan menjadi wanitamuwhhhh selamanyaaaaaaaaaaaaahhhh...." racau mama. Tubuh mama melengking, kemudian tubuh itu bergetar seperti tersengal-sengal. Kurasakan cairan hangat menjalar kebatang penisku.
"kamu arghhh buat mamah keluar sayangkuwh owh.... hosh hosh hosh" ucap mama
"mah..."ucapku
"Hm..." jawabnya, seakan-akan tahu keinginanku mama langsung membalikan tubuhnya dan menungging di hadapanku. Segera aku masukan penisku dengan bantuan tangan kanan mama
"ouwghhh lebih sempit memekmu becek dan sempit mahh...owgh...." perlahan aku memasukan penisku hingga tenggelam semuanya
"sayanghhh... akmu memang nakal, masa mama sendiri kamu kenthu owghhh...." ucap mamaku
"mama suka kan? Makanya Rahman ngenthu mama... arghh... enak sekali memekmu mah..." ucapku
"Goyang sayang, kenthu mamamu, jadikan mamamu istrimu arghhhhh..." ucap mamaku. aku kemduian mulai menggoyang pinggulku semakin cepat
"Mama adalah milikku arghhh mama punyaku mama istriku, memekmu hanya untuk mah arghhh.. sempit sekali memek mu mamah... owghhh... memekmu menjepit kontolku mah... memekmu menyedot kontolku mamah arghhh... nikmat owgh... mamahhhh" racauku
"ayo sayanghhh... masukan lebih dalam lagi kontolmuhhh... kenthu mamahmuwh ini arghhh...owhhh.. jadikan mamah milikhhmush owghh... kenthu mamah terushhh....arghhhh... mamahh... mamah... arghhhh... akan jadi ayam kampusmu sayanghhh arghhhhh...." racaunya semakin liar
Aku semakin mempercepat goyanganku, semakin kuat aku menghentakan penisku di dalam vaginanya. Membuat kedua tangan mama sudah tidak kuat lagi menumpu tubuh bagian depannya. Dia tersungkur dengan posisi pinggulnya mash menungging. Aku masih tetap dalam posisi menggoyang pinggulku maju dan mundur.
"Aghhhh.... syaangkuwhhh... owghhh.... lebih kerashhh lagih lebih dalamhhh lagih owghhh... mama suka kontol kamuwh owgh... mau kontol kamuwh owgh...."
"sirami... sirami rahimmhhhh argghhhh mamah denganhhh pejuhhhh pejuhhhmuwh...." racaunya
"Iya ma hashhh arghhhh akan kusiram rahimmu dengan pjuhhhh arggghhhh kuuuwhhhh owghhh..."racauku. semakin lama intensitas goyanganku semakin cepat dan membuat aku merasakan akan keluar.
"Mamah... aku sudahhh arghhh mau keluarhhhh owghhh...." racauku
"Keluarkan sayang owghhh mama juga hampirhhh keluar owghhh kontolmu buat owgh keluar arghhhh... ahhhh keluarkan owghhhh di memek mama sayang arghhhh hashhh...." racaunya
"ARGHHHHHHHHHHHHH!" teriakku
Croot croot croot croot croot croot croot croot croot
Aku ambruk di atas tubuh mama yang telengkup di atas kasur. Tubuhku jatuh kesamping mama, mama kemduian membalik tubuhnya dan masuk dalam dekapanku. Aku tidak pernah menyangka bakal terjadi seperti ini, aku juga tidak pernah menyangka akan melakukannya dengan wanita yang aku hormati, mamaku.
"Sayang... maafkan mama ya...hash hash hash" ucap mama
"Maafkan Rahman juga ma... hash hash..." ucapku
Kami berdua kembali berciuman dan saling memeluk erat. Kehangatan payudara mama yang menempel di dadaku membuat aku merasa nyaman ditambah lagi dengan kehangatan tubuhnya.
"Mulai sekarang, Rahman pulangnya lebih rajin ya, biar mama tidak sendirian" ucap mama pelang dengan mata terpejam
"Bahagiakan mama, jangan tinggalkan mama, mama sudah tidak bisa merasakan kebahagiaan jika dengan papamu" ucap mama
"Iya ma, pasti, aku akan membahagiakanmu" ucapku dengan memeluknya erat
"I'll be everything you want dear" ucap mama
"me too..." ucapku
Aku sudah tidak tahu lagi harus berbuat apa. Dengan adanya mama sejak saat itu membuatku lebih nyaman dan lebih tentram. Tak perlu lagi merasakan sakit hati ataupun bermain cinta diliuar. Aku tahu ini salah tapi aku sejak pertama kali aku melakukannya aku tidak bisa berhenti. Mama menjadi lebih bersemangat dalam hidupnya dan satu kenyataan pahit yang aku dapatkan dari mama adalah Papa. Papa selama ini yang terlihat baik dan berwibawa ternyata dia memperlakukan mama dengan sangat keji. Ditambah lagi dari pengakuan mama, papa selalu berman cinta diluar sana. Memang tak ada bedanya denganku, tapi sejak ada mama, aku sudah menjadi pribadi yang berbeda. Walau setiap saat aku seperti orang stress karena menyetubuhi mamaku sendiri. Aku harus bercerita ini kepada Arya, hanya dia satu-satunya sahabatku yang bisa aku percaya dan tidak mungkin dia memanfaatkan situasi ini. Ya, Arya...
------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
"Gila! Eh ya ndak juga sich, kalau gila aku juga gila, aduh bagaimana ini? aku juga tidak bakalan bisa memberi saran ke Rahman" bathinku
"itu beneran apa bohongan?" ucapku
"Beneran Arya, sahabatkuuuuuuuuu" ucap rahman. kalau kata orang inggris "speechless" tapi kalau kata orang indonesia "Bengong" Kalau kata orang di daerahku "Ngowoh". Benar-benar diluar dugaan, Aku melakukannya dengan Ibuku dan Rahman melakukannya dengan mamanya. Namun aku tidak ingin bercerita mengenai diriku dan Ibu, karena itu adalah rahasia kita berdua.
"Jujur kang, aku bingung..." ucapku
"Ente yang denger aja bingung apa lagi ane, ar?!" ucap rahman
"terus apa yang akan kamu lakukan kang?" ucapku
"Hashhh..."
"Ane jatuh cinta pada Ibuku sendiri Ar" ucapnya. Aku terkejut dengan pernyataan Rahman, dia memiliki hal yang sama dan terjadi padaku.
"Ane hanya takut jika kebablasan Ar, walau begitu mama terus membujukku untuk mencari pasangan juga, bingung aku Ar?"
"Disisi lain Mama juga bercerita mengenai kasarnya Papa selama pernikahan mereka, apalagi ketika melakukan hubungan seks dengan Papa, mama sering dijadikan anjing peliharaan Papa"
"maka dari itu Ar, mama lebih suka bermain denganku tapi..."ucapnya
"Tapi apa kang?" ucapku
"Mama sering mengajakku main diluar Ar, dan yang kamu lihat malam itu adalah aku dan mamaku" ucap rahman
"heghhh...." aku hanya bisa terkejut saja, pantas saja aku sedikit mengenal tubuh itu
"bagaimana ini Ar, disisi lain kadang mama juga menginginkan aku bermain kasar, aku kasihan Ar" ucap Rahman
"Aduh bagaiaman ini, aku saja belum menemukan solusi tentang hubunganku dengan Ibu, masa aku harus memberi solusi ke kang rahman?" bathinku
"Emm... kang?" ucapku
"ya...hashhhhh" jawabnya dengan semburan asap putih
"Aku tidak tahu menahu tentang hubungan itu, dan aku tidak memmpunyai solusi bagi hubungan kalian tapi memang alangkah baiknya jika kamu mencari pasangan juga, sesuai perkataan mamamu"
"Terus..." ucapku
"terus Apa ar?" ucapnya
"Jika kamu memperlakukan seorang wanita dengan liar maka dia akan menjadi liar, jika kamu memperlakukan dia dengan lembut dia akan menjadi seorang yang lembut" ucapku
"mungkin yang terakhir ane akan mencobanya, tapi untuk kmencari pasangan, ane hanya takut jika kelak pasanganku itu mengetahui hubunganku dengan mama, itu bisa menjadi boomerang bagi keluargaku" ucap Rahman
"Benar juga, jika saja suatu saat nanti pasanganku mengetahui hubungan itu, mungkin dia akan menjauh dariku" bathinku. Aku kemudian merebahkan diriku di atas rerumputan dengan bantalan kedua tanganku.
"Kang...." ucapku
"Hm..." jawab rahman
"Pasti dari jutaan wanita itu ada yang mau menerimamu apa adanya, dan jika dia benar-benar menerimamu mungkin kamu dan mamamu bisa menghentikan hubungan kalian berdua" ucapku
"Dimana ane bisa menemukan wanita seperti itu Ar?" ucap Rahman
"jika kau bertanya tentang itu, Entah Kang... aku tidak tahu... "
"Kamu akan menemukannya jika kamu mau mencarinya" ucapku
"benar juga sahabat, aku tidak akan menemukannya jika tidak mencarinya"
"hanya saja ane masih ketakuatan, jika waktu yang aku gunakan dalam mencari pasangan hidupku itu ternyata membuatku semakin cinta terhadap mamaku sendiri" ucap Rahman
"Kita tidak akan pernah tahu api itu panas jika kita tidak berada didekatnya"
"Kita tidak akan pernah tahu apa yang akan terjadi selanjutnya jika kita tidak mencobanya" ucapku
"Huh..."
"itulah ente" ucap Rahman
"Seandainya kamu tahu kang, aku juga memiliki masalah yang sama denganmu, dan aku mengalaminya lebih dahulu dari kamu kang" bathinku dengan mataku yang memandang ke langit malam
Dalam hening kami kami disapa oleh angin malam yang berhembus. Dalam remang-remang kami menerawang. Entah apa yang ada dipikiran Rahman saat ini, yang jelas pikiranku hanya tertuju padamu Ibu. Aku merasa sangat bersalah kepada semua orang disini, apakah memang aku tidak ada bedanya dengan Ayahku sendiri? Kata Ibu aku berbeda dengannya, dari sikap, cara pandang dan bahkan daya tarik terhadap perempuan aku lebih dari Ayah. Ibu, jika aku pulang nanti aku akan paksa Ibu untuk bersamaku, aku tidak peduli dengan Ayah.
"Ar, ane masih bingung..." ucap Rahman
"Lebih baik sekarang kamu pulang kang, temui mamamu dan ajaklah dia berbicara agar tidak terlalu keluar dari jalur, paling tidak kalau melakukan tidak di rektorat" ucapku
"mungkin benar apa katamu"
"Ya sudah aku pulang dulu"ucap Rahman. ketika rahman pulang aku kemudian menelepon Tante ima.
"Ya halo ar..."
"Tan, bagaimana kabarnya?"
"baik, kamu sendiri?"
"baik, oia tan..."
"Ada apa?"
"Hashhhh... tolong hubungan kita terdahulu jangan di beritahukan kepada rahman"
"tidak akan Ar, tenang saja kamu ya?"
"tan..."
"Iya..."
"lepaskan rahman ketika dia sudah memiliki pasangan hidup"
"Eh... dia bercerita kepadamu Ar?"
"Iya semuanya tan"
"Maafkan tante, karena om-kamu, seks menjadi kebutuhanku"
"tapi bisakan jika suatu saat tante melepaskan Rahman jika dia sudah menikah?"
"Tergantung pada rahman..."
"terima kasih tan"
"sama-sama"
Tidak ada percakapan lanjutan dengan tante, karena memang aku sudah memantapkan diriku untuk berhenti menyentuhnya. Aku bangkit dari tempatku duduk dan kemudian aku arahkan motorku ke arah warung wongso. Mungkin dengan dia aku bisa curhat. Sesampainya di warung wongso aku kemudian masuk dan menyalami Ibu dan adik wongso, kulihat dia sedang mencuci piring dan gelas di belakang dan hanya meyapaku sekedarnya saja. Dengan santai akulangsung membuat minuman sendiri lalu ku bawa ke depan warung. Wongso kemudian datang, diraihnya bungkus rokokku dan disulutnya sebatang, dia duduk disebelahku.
"bagaimana dengan kuliahmu cat?" ucap wongso
"beres wong, kamu jadi kuliah lagi semester depan" ucapku
"jadi, aku cuti setahun saja Ar, ekonomi keluarga sudah stabil" ucap wongso
"jika nanti kamu butuh sesuatu, bilang saja ma aku wong" ucapku
"iya arya yang baik dan gemar menabung.... plak..." ucapnya sembari menampar kepalaku
"dasar wong edan!" bentakku
"Oh ya, bagaimana dengan Bu Dian itu?" ucap wongso
"Sudah enggak Wong.." ucapku
"mungkin seharusnya kamu itu...." ucap wongso terpotng
Greeeeng greeeeeng greeeeeeng greeeeng pluk. Ringtone sematpon wongso.
"tumben dira telepon" ucap wongso
"alah paling dia kangen sama kamu ha ha ha" ucapku
"gundulmu!"
"Ya Dir, halloooo...." ucap wongso
"APA! DIMANA?!" wongso bangkit dari duduknya, membuatku sedikit kaget
DICAFE?! OKE AKU KESANA SAMA ARYA?!" lanjut wongso dengan bentakan yang lebih keras
"A.. ada apa wong?" ucapku yang ikut bangkit
"Gerombolan siapa itu cowok yang mukulin kamu?" ucap wongso yang nampak kebingungan
"Lucas?"ucapku
"iya, dia sedang di cafe yang kemarin, ini dira disana, katanya tukas arghhh kupas kakas" ucap wongso tambah kebingungan
"lucas? Tenang saja kenapa kamu" ucapku
"alah ndak penting namanya, dia sekarang sedang membuat onar di cafe itu, cecunguk itu sedang mengeroyok seorang lelaki yang bersama Bu Dian di depan cafe"
"Si empunya toko di sandra agar tidak menelepon polisi, ini dira lagi ngumpet ditoilet dan telepon aku" ucap wongso
"Bu Dian?! Kenapa harus wanita itu lagi? Kenapa dia selalu berada di sekitarku!" bathinku
"Malas wong..." ucapku santai dan kembali duduk
Bugh.... pukulan ringan mendarat di pipi kananku
"aku ndak ngerti masalah kamu dengan wanita itu, dia mau nyakitin kamu, dia mau membunuh kamu, aku ndak peduli, tapi ini mengenai Dira! Dasar Goblok!" bentak wongso
"Dira, dira sahabatku" bathinku. Segera bagkit dan naik ke motorku
"Ayo ndes ojo kesuwen, selak perawane nglahirke (ayo ndes jangan kelamaan, keduluan perawannya melahirkan)" teriakku,
"O... Lha celeng kowe Ar, Raimu Pak Tai tenan Ndes! (O... lha babi hutan kamu Ar, Wajahmu kena tinja, pak dari kata gopak atau kena cipratan) " ucap wongso yang kemudian memboncengku.
"Hei, bawa ini" ucap Ibu wongso yang melemparkan kayu pemukul dengan ukiran yang khas dan ditangkap oleh wongso. Dari mata Ibu wongso seakan-akan yakin bahwa anaknya akan memenangi perkelahian ini. Dalam perjalanan wongso menelepon sahabat-sahabatku yang lain agar segera datang. Ku tancap pedal gas eh salah ku tarik gas secepatnya dan sampailah aku dan wongso
Di depan sana, dari kejauhan terlihat seseorang yang sedang diinjak-injak hingga di tepian jalan. Lelaki itu adalah pak felix, ya! pak felix. Seorang wanita mencoba mencegah kerumunan orang yang sedang menginjak-injak pak felix, perempuan itu adalah Bu Dian. Segera kutabrakkan sepeda motorku ke orang terdekan hingga dia terpental. Satu persatu mereka bergerak mundur.
"WOI KALO BERANI SATU-SATU LO! JANGAN MAIN KEROYOK!" bentakku, sembari mengangkat tubuh pak felix. Bu Dian yang sedari tadi mencoba melepaskan genggaman Lucas, akhirnya bisa terlepas dan langsung berlari ke arah pak felix. Bu Dian kemudian memapahnya mundur
"Arya terima kasih hiks hiks" ucap Bu Dian yang melangkah mundur. Aku dan Wongso berdiri di depan mereka berdua.
"Well well well wewe gombel... ternyata para jagoan sudah datang, jadi aku tidak perlu mancari kalian lagi ha ha ha" ucap lelaki dari dalam cafe yang kemudian berjalan keluar. Cafe sudah terlhat sangat sepi tidak ada pengunjung sama sekali. Mungkin karena keonaran mereka dan para pengunjung pergi dengan sendirinya.
"Lucas!" gerutuku
"Sekarang apa kalian bisa mengalahkan pasukanku, lihatlah kalian Cuma berdua dan kami berjumlah 30 orang, apa bisa kalian mengalahkan kami ha ha ha ha" ucap
"Ar, kayane bakalan modar awake dewe (kayaknya kita bakalan mati)" ucap wongso setengah berbisik kearahku
"Lha wes piye maneh? Mau ndadak mangkat (lha mau bagaimana lag? Tadi kok ya berangkat)" ucapku
"Ar, kalau aku mati disini, tolong jaga keluargaku ya" ucap wongso
"Gundulmu Su...."
"Tidak, kita akan hidup dan mereka yang akan mati" ucapku
"ternyata wongso dan arya, bagaimana kabar kalian?" ucap seseorang dari belakang lucas yang ditemani dengan seseorang lagi
"Paijo!"
"Ilman!" ucap kami bersamaan. Seorang musuh bebuyutan dari geng koplak dan selalu membuat masalah dengan geng koplak. Dia adalah teman SMA yang selama ini selalu bersebrangan dengan kami, mereka berdua merupakan ahli beladiri sama dengan kami. Mereka dikeluarkan dari perguruan karena tindakan indisipliner.
"ha ha ha... sekarang akan menjadi akhir dari geng koplak ha ha ha" ucap ilman
"HAJAR MEREKA!" teriak lucas
AKU
Satu orang maju memukul dengan tangan kanannya dapat aku hindari, segera aku tarik tanganya dan aku banting kebelakang. Tiba-tiba ada orang lain yang menendang punggungku, aku hampir jatuh tersungkur, aku segera berbalik dan kudapati seseorang akan menendangku lagi. Dengan kaki menyodok kedepan aku arahkan tendanganku ke bagian selangkangan lelaki tersebut hingga jatuh tak berdaya. Aku maju kudapati dua orang memukulku secara bersamaan dan aku segera menunduk. Dengan dua kepalan tangaku aku meng-upper cut dagu mereka berdua.
WONGSO
Wongso yang memainkan kayu yang diberikan Ibunya, langsung memeukul ke kepala seseorang dari mereka hingga terjatuh dan tersungkur. Diayunkannya dari kiri kekanan kayu itu ke arah dua orang di depannya, dua orang itu dapat menghindar dengan baik namun dengan lihainya wongso mengayunkan kembali kayu itu lebih rendah dari kanan kekiri, pertama mengenai orang tersebut da labgsung terjatuh menghantam orang di sampingngnya. Wongso kemudian mengayunkan kayu itu dari atas ke bawah ke arah kepala orang yang tertubruk tadi. Darah berkucuran dari ketiga orang yang dihantam oleh wongso.
AKU DAN WONGSOBaru saja aku dapat melumpuhkan empat orang dan wongso baru melumpuhkan tiga orang. Tiba-tiba dari belakang kami, ada yang berteriak memanggil kami.
"ARYA"
"HEI WONGSO" teriak dua orang bersamaan memanggil kami dari belakang, kami menoleh dan...
Pyaaaaar......
"ARYAA!" teriak Bu Dian dan Pak Felix
Sebuah pukulan botol menghantam kepala kami berdua, kepalaku terasa sangat perih dan ngilu. Aku jatuh seperti orang merangkak, begitupula wongso langsung jatuuh berlutut memegang kepalanya. Darah menetes ke atas lantai parkir ini.
Bugh... ditendangnya tubuhku dan tubuh wongos hingga tersungkur bersebelahan. Sial, ternyata ilman dan paijo yang mengendap-endap dari belakang. Dengan membawa botol minuman yang sudah pecah karena mengenai kepala kami berdua.
"Saksikanlah... saksikanlah kehancuran pentolan Geng koplak! Ha ha ha ha" teriak Ilman
"Bunuh dia sekalian ha ha ha" ucap lucas
"Pastinya kita buat lumpuh mereka seumur hidup ha ha ha" teriak paijo
"Sialan! beraninya dari belakang!" bentak wongso
"inilah hidup kawan ha ha ha" teriak ilman
"Heentikan! Hentikaaaaaaaaaaaaaaaaaaaan!" teriak Bu Dian
"Eh Ibu cantik diam saja, nanati urusan Ibu denan kontol saya"
"pegangi dia dan laki-laki itu!" ucap ilman kepada beberapa orang suruhan lucas
"Hei kalian bisa saya laporkan ke polisi!" ucap pak felix
"Iya sebelum kamu lapor kamu sudah mati dulu ha ha ha" ucap paijo
Dengan tubuh tak berdaya aku, kepalaku terasa sakit dan pening. Tiba-tiba injakan tepat pada perut kami membuat kami semakin merintih kesakitan. Ilman dan paijo tidak henti-hentinya menghajarku dan wongso. Beberapa orang dari mereka juga menendangi tubuhku. Dengan sekuat tenaga aku memegang satu kaki mereka dan aku dorong, aku peluk tubuh wongso sehingga wongso tidak mendapatkan tendangan lagi. Ilman kemudian menarikku dan paijo menarik wongso, jujur aku dan wongso sudah tidak berdaya lagi seperti sebuah kain yang diangkat oleh mereka berdua. Ditendangnya perut kami berdua hingga jatuh bersujud, kemudian kami bangkit. Baru saja kami mencoba bangkit degan tubuh sedikit membungkuk.
"MATI KALIAN!" ilman dan paijo masing-masing mengangkat dua buah botol yang akan di hantamkan di kepala kami.
"Aku akan mati...." bathinku. Aku melirik wongso dan kulihat dia tersenyum. Diacungkannya jempol kananya kearahku.
May be this is Goodbye......
"ARYAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAA!" teriak Bu dian
Disebuah cafe dimana merupakan tempat makan malamku pertama kali dengan wanita yang pernah masuk kedalam hatiku, Bu Dian. Disinilah tempat dimana aku bertemu dengan beberapa sahabatku pentholan Geng Koplak. Dan disini pulalah kemungkinan hari terakhirku. Dua orang yag dulu selalu membuat Onar di sekolahan kami, yang dulu aku hajar habis-habisan sekarang ada didepanku, ilman dan paijo. Ilman berda di depanku dan paijo berada didepan wongso, mereka memegang dua buah botol yang sudah terangkat oleh kedua tanganya dan siap di hantam kan ke kepala kami. 99,9% jika dua botol itu terkena kepala kami berdua, nyawa kami pasti melayang.
“MATI KALIAN!” ilman dan paijo masing-masing mengangkat dua buah botol yang akan di hantamkan di kepala kami.
“tidak... tidak aku tidak ingin mati disini!” bathinku bergejolak
“heghhhh....” dengan sisa tenagaku aku menahan kedua pergelangan tangan ilman yang hendak menghantamkan botol itu kekepalaku. Begitupula dengan wongso yang memegang tepat botol paijo.
Bugh.... aku dan wongso melancarkan tendangan tepat ke arah perut mereka berdua yang tanpa pertahanan sama sekali. Mereka berdua jatuh terjengkang, botol yang mereka pegang terlepas dari tangan mereka. Aku dan wongso hampir terjatuh setelah menendang mereka berdua, tapi dengan sigap aku dan wongso saling menopang tubuh sehingga aku dan wongso masih tetap dapat berdiri. Aku dan wongso kemudian memposisikan saling membelakangi. Aku sudah tidak peduli lagi dengan tubuh yang lemah ini, aku tidak ingin mati jika aku belum menghajar mereka.
“Wong, kamu ingat film Shonan Junan Gumi?” ucapku dibelakang wongso
“He he he masih saja kamu membicarakan hal yang tidak perlu”
“aku masih ingat” ucap wongso
“Kalau begitu kita mati-matian seperti onizuka dan ryuji, okay su?!” ucapku dengan senyum sinisku
“He he... mati bersama leng!” ucap wongso
“Kamu tetap dibelakangku wong, aku maju kamu mundur, kamu maju aku mundur” ucapku
“Wani piro? He he” ucap wongso
“KOPLAAAAAAAAAAAAAAK!” teriak kami berdua
Aku kemudian maju melancarkan pukulan ke wajah orang yang berada di depanku, namun dapat ditangkisnya dengan kedua tanganya, wongso pun mundur melindungi bagian belakangku. Segera aku lancarkan tendangan ke arah perutnya hingga dia membungkuk, segera aku berikan lututku hingga dia terjengkang. Aku kemudian maju meraih kedua kaki orang tersebut dan kuhimpit pada pinggangku dengan kedua tanganku.
“Wongm kananku!” teriakku. Dengan segera wongso melancarkan tendangan menyodoknya ke arah kananku dengan kaki kirinya.
“Kiri!” teriakku. Dengan segera wongso menyodokkan kaki kanannya ke arah kiriku.
“melu aku wong! (ikuti aku wong!)” teriakku
Dengan segera ku putar-putarkan tubuh orang ini sehingga bagian kepalanya membentur beberapa badan temannya. Hampir aku terjatuh namun wongso yang berada dibelakangku mencoba menyeimbangkan aku agar tersu berputar. Beberapa orang mundur tidak mendekati kami, dan kami tetap berputar dengan tameng teman mereka sendiri. Langsung aku lemparkan orang tersebut ke kerumunan temannya, hingga mereka semua terjatuh terjengkan mencoba menangkap tubuh temannya. Aku kemudian meraih kayunya yang terjatuh sebelumnya, kusodok orang yang tepat berada di depanku hingga dia mengaduh kesakitan. Langsung ku ayunkan kayu itu ke atas tepat pada kepala orang tersebut dan orang tersebut langsung jatuh terjengkang kebelakang.
Klintiiiiing... bunyi botol yang menggelinding pelan karena tersenggol kakiku
Wongso masih dibelakangku mengambil botol tersebut tampak wongso menghindari pukulan seseorang, dipegangnya tangan orang tersebut dan diayunkan botol yang dipegangnya kearah kepalanya. Kami berdiam sejenak menghela nafas, semua mata orang-orang itu menatap tajam ke arah kami, tampak beberapa dari mereka terkapar dan tak berdaya beberapa orang dari mereka ada yang menolong temannya yang terkapar.
“Wong, gowo rokok? (Wong, bawa rokok?)” ucapku
“Mestine gowo to ndul, udud sek po? (Pastinya bawa to ndul, ngrokok dulu po)” ucap wongso. Dengan santai kami menyulut rokok kami, dengan tatapan tajam kami kearah mereka semua.
“Woi, Maju!” teriakku dengan kepala sedikit menengadah ke atas dan tatapan sinis ke arah mereka. Wongso dibelakangku tampak meraih botol lagi dengan tangan kirinya, dia berjongkok jinjit dengan kedua siku tangannya bertumpu pada lutut kakinya.
“Sudah siap mati kalian?” ucap wongso kepada mereka semua yang tampak ketakutan
“AYO MAJU JANGAN BERDIRI SAJA!” teriak llucas
“Cepat Maju, jumlah kalian lebih banyak!” ucap ilman, paijo disampingnya mendorong seseorang untuk maju. Orang tersebut maju seperti orang yanng tersandung ke arah kami dengan cepat wongso menganyunkan sebuah botol hingga pecah di kepala orang itu hingga tumbang bersimbah darah.
“BAJINGAAAAN! HYAAAAA!” teriak paijo yang kemudian berlari dan melompat kearah kami dengan tendangan tepatnya dari arah samping kami. Kami berdua kemudian menghindarinya dengan maju satu langkah, aku kemudian memutar balik tubuhku sambil mengayunkan kayu tersebut dan tepa mengenai wajahnya. Paijo dengan seketika itu ambruk dengan hidung dan mulutnya berdarah, dia bangkit dan kemudian lari mundur dan berdiri disamping Ilman.
“MATI KAU!” ucap ilman yang menodongkan pitol ke arah kami
DHUAAARRRRR! Suara letupan pistol
Kulihat pak felix entah datang dari mana dia menahan tangan ilman dan mengarahkan tembakan itu ke langit. Sedikit bayangan orang dibelakang paijo, orang yang memegangi pak felix terluka pada bagian hidungnya. Pistol ilman terjatuh dan dengan cepat pak felix menyambar pistol teresbut dan dilemparnya jauh, entah jatuh dimana benda itu. Tiba-tiba saja sebuah sebuah botol menghantam kepala bagian belakan pak felix, dia terjatuh dan meringkuk dibawah. Beberapa orang kemudian menghujami pak felix dengan tendangan dan injakan.
“FELIIIIIIIIIIIIIIIIX! Teriak Bu Dian yang tidak dapat berkutik karena dipegang erat oleh orang suruhan Lucas
“SIAL!” ucapku dan wongso secara bersamaan. Aku dan wongso kemudian bergerak ke arah pak felix, menghamtamkan kayu dan botol kami ke arah orang-orang yang mengrumuni pak felix. Di saat inilah pertahanan kami terbuka, tak ada lagi yang dibelakang kami.
Braaaak.... sebuah kursi mengahantam kami berdua, kami terjatuh. Tampak banyak sekali orang yang mengerumuni kami menginjak-injak kami. kulihat pak felix sudah tidak berdaya lagi, aku dan wongso kemudian bangkit, kupegang kaki mereka dan kudorong begitupula dengan wongso. Aku dan wongso kemudian menutupi tubuh pak felix, aku menutupi bagian kepala dan wongso bagian tubuhnya. Terasa sangat perih injakan-injakan ini, aku dan wongso hanya bisa mengaduh dan mengaduh. Disaat itu aku memandang wongso.
“terima ugh kasih ugh rokoknya ughh” ucapku kepada wongso sembari menerima injakan-injakan
“Sama ugh ugh sama” ucap wongso yang mengalami hal yang sama denganku
“Minggir semuanya, ha ha ha” teriak ilman dan paijo secarea bersamaan
Tawa bajingan-bajingan sangat keras di sekitar kami berdua. Manusia-manusia yang hanya bisa bermain keroyokan dan apa mereka tidak pernah mendengarkan lagu band apa? Yang judulnya STOP WAR! Kalau berani satu-satu. Kupandangi mereka satu persatu untuk menginngat wajah mereka jika aku manti dan gentayangan akan aku cari mereka satu persatu. Tatapan mata yang penuh kesombongan terpancar dari mata mereka semua. Dengan tubuh yang sudah bisa dikatakan hancur, aku dan wongso kemudian bangkit dengan saling menopang tubuh satu sama lain.
“HA HA HA HA... SEKARANG SAATNYA KALIAN BERDUA MATI!” ilman berteriak ke arah kami. dua orang dari cecunguk lucas memberikan sebuah batang besi panjang, ilman dan paijo kemudian memegangnya dan mereka berjalan ke arah kami. Sudah tak ada kekuatan di tubuh kami. kupandangi wongso.
“Wong, ududmu isih (rokokmu masih) he he” ucapku pelan
“He he entek cat (habis cat) he he ” ucap wongso kepadaku
“Sudah... hentikan aku mohon hiks hiks hiks aku mohon hentikaaaaaaaaaaaaaaaan!”
“Lucas, kamu ingin aku hiks ambil aku biarkan mereka hidup” teriak bu dian
“Aku ingin mereka mati setelah itu baru aku menikmatimu sayang ha ha ha” tawa lucas dari dalam cafe. Langkah kedua bajingan ini semakin dekat dengan kami, ujung batang besi digesekannya di lantai parkir ini.
“MATI KAU” teriak ilman
“HIYAAAA” teriak paijo
Ciiiiiiiiiiiiiiiiiiiit....
Wuiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiing... brak.... bruuuuk....
Sebuah batang kayu besar yang sangat panjang melayang mengenai tubuh ilman dan paijo. Mereka tersungkur dihadapan kami, besi yang mereka pegang terlepas dari tangan mereka. Aku dan wongso memandang ke arah asal leparan kayu itu. Mereka gondes-gondes, bajingan-bajingan, celeng-celeng, asu-asu yang terlalu lama datang, 10 pentil eh pentholan geng koplak. Aku dan wongso kemudian beringsut duduk mencoba menyadarkan diri kami, kuraih tubuh pak felix dan memeluknya. Pak felix hanya tersenyum kepada kami berdua. Dalam suasana terkejut, Dewo dengan sangat cepat berlari ke arah kerumunan orang disekitar kami, dengan cepat diraihnya dua kepala manusia yang sedang tidak siap dan dibentur-benturkan berulang kali dan terakhir di adunya dengkul dewo dengan kepala manusia itu, dan kemudian ditariknya kebwah dua kepala manusia itu hingga terbetur keras dilantai hingga kedua manusia itu tak dapat berkutik lagi, 2 tumbang. Beberapa orang dari mereka yang sudah pulih dari keterkejutan mereka langsung berlari ke arah pentholan geng koplak, begitu pula dengan orang-orang yang memegangi Bu Dian dan Pak felix. Dengan cepat karyo mengayunkan pukulan keras ke kepala orang yang akan menyerangnya, bugh, jelas saja dia langsung tersungkur, mana ada yang bisa menahan pukulan orang dengan berat 120 kg. Karyo kembali beraksi dengan cepat ke arah satu orang lagi, dia masuk dari sisi samping orang itu dan dipeluknya tubuh orang itu kemudian dengan gaya kayang dibantingnya orang itu hingga dari tengkuk orang itu terdengar suara krekkk. Walau beberapa pukulan mendarat di tubuh karyo, dia tidak merasakan apa-apa.
Joko berlari dengan cepat menendang orang yang akan menghantam dewo dari belakanng, tepat di tengkuk kepala orang itu. Orang itu roboh dan langsung diinjak oleh kedua kaki Joko, kini joko berdiri membelakangi Dewo. Tugiyo dengan tubuh kecilnya berlari dengan lincah, diangkatnya tubuh seseorang dan dibantingnya dengan teknik kayang, Anton yang dengan santai menerima pukulan-pukulan dari orang orang itu. Setiap pukul yang dapat dihindarinya pastilah akan berakhir dengan bantingan. 3 orang yang yang dengan brutal menyerang anton semuanya tumbang dengan teknik Judo milik anton. Aris dengan wushunya dikeroyok oleh tiga orang, aris menghindari pukulan-pukulan keras dari lawannya. Dengan cepat diraihnya selangkangan orang itu dan dipukulnya keras, kemudian dia berada dibelakang orang itu dan ditendangnya ke depan sehingga menabrak dua orang lainnya. Diambilnya sebuah botol yang aku tahu itu adalah botol yang digunakan oleh ilman dan paijo saat aku tendang tadi. Dua botol itu langsung dihantamkan aris kekepala dua orang yang ada dihdapanya. Satu orang kemudian dinaikinya dan dihantam berkali-kali tepat dikepalanya.
Udin, melancarkan sebuah tendangan ke arah selangkangan suruhan lucas hingga seidkit membungkuk. Dengan gesit dia hantamkan siku kanannya ke pelipis kanan orang tersebut hingga terjatuh. Hermawan dengan teknik tinjunya melakukan pukulan jap pada kepala seseorang dan diakhiri dengan bogem mentah pada hidung orang tersebut, dengan gaya nasem hamednya dia menghindar dengan sangat lihai setiap kali pukulan datang ke arahnya. Pukulan telak oleh hermawan pada perut orang tersebut menjadi akhir dari orang itu berdiri. Andri dengan taekwondonya, membuat sebuah tendangan-tendangan layaknya Hwoarang (tokoh Teken) kepada dua orang di depannya. Setiap tendangan mengenai bagian-bagian vital dari orang-orang tersebut. Ketika mereka membungkuk, satu persatu dari mereka mendapatkan tumit kaki indah Andri pada bagian belakang kepala mereka.
Parjo yang dengan santai menghadapi tiga orang, menggunakan jurus apa entah aku juga tidak pernah tahu. Parjo dengan gemulai menghindari pukulan ketiga orang itu, dan setiap kali mengindari pukulan orang-orang itu parjo mendaratkan pukulan-pukulan keras tepant diwajah mereka bertiga. Posisi parjo yang berada di belakang seorang yang tadi memukulnya, ditarik kedua kaki orang itu hingga jatuh telengkup. Kemudian parjo melompat dan menendangkan kedua kakinya tepat kekepala dua orang dan kemudian menjatuhkan diri tepat di tengkuk orang yang tadi jatuh telengkup. Dewo meraih kepala seseorang yang kemudian dia tinju dan dilemparkannya kearah Udin, dengan sigap Karyo memeluk orang itu dan dibanting dengan teknik kayangnya.
Tugiyo dan Anton, tugiyo meraih tubuh seseorang dari belakang kemudian dibanting kayang. Anton yang mendapati musuh terkapar dia kemudian melompat dan menjatuhkan dirinya dengan siku tepat dikepalanya. Karyo menarik seseorang dari mereka yang bertubuh kecil dan diangkatnya seperti menagangkat batang kayu dan dilemparkannya kearah kerumunan cecunguk-cecunguk itu. Dewo yang kemudian mengambil sebatang kayu yang aku tahu itu adalah kay pemberian Ibu wongso dengan membabi buta menyikat setiap kepala yang ada didepannya hingga semuar kepala orang-orang itu bersimbah darah dan tak mampu beridiri lagi. Suasana kembali tenang dan tegang, ilman dan paijo kebinngungan melihat segerombolan orang dihajar habis oleh 10 orang yang baru datang. Mereka langkah mundur kearah dalam cafe.
“GONDES! Bisa tidak kalian itu datang tepat waktu” ucapku
“He he he... tambah ganteng tuh kamu kalau pake bedak warna merah he he he” ucap Andri
“gundulmu su (njing)!” ucap wongso. Aris kemudian melepar sebuah botol air mineral 1, 5 liter kearah kami berdua, dengan cepat kami langsung meminumnya dan menyiramkannya ke kepala kami berdua. Tak lupa aku memberikannya kepada ke felix.
“Malah adus to ndes, ijik rusuh ki lho (Malah mandi to ndes, masih rusuh ini lho)” ucap Hermawan
“Cangkem nek ora dipajeki koyo ngono iku (mulut kalau tidak bayar pajak kaya gitu)” ucapku
“Ciye... ciyee... yang lagi pacaran ha ha ha” ucap Parjo
“Kakek’ane kowe su! (kakek’ane kamu njing)” ucapku dan wongso bersamaan. (Kakek’ane sebuah bahasa makian, jujur saja nubie juga tidak tahu bahasa indonesianya). Kemudian Bu Dian yang terlepas dari pegangan itu lari ke arah pak felix dan memeluk pak felix, sebuah pemandangan yang cukup romatis bagiku. Memang mereka sepasang burung dara yang tak akan pernah terpisahkan. Bu Dian tampak menangis sejadi-jadinya dan memeluk pak felix, kemudian di papahnya pak felix menjauh dari kerumunan sahabat-sahabatku dan duduk bersandar pada sebuah tembok pembatas bangunan. Kupandangi mereka sejenak, aku hanya mampu tersenyum.
“ada yang punya rokok?” ucap wongso. Andri kemudian melempar sebungkus rokok dengan korek gas ke arah kami
“ye tak sawang-sawang wajahmu tambah ganten Ar, wong! (kalau tak lihat-lihat wajah kamu tambah ganteng Ar, Wong)” ucap Andri
“MATAMU! (MATA KAMU = bahasa makian)” ucap kami berdua serempak
Suasana menjadi hening, tenagaku sudah sedikit terkumpul ya paling tidak untuk membantu mereka aku dan wongso masih bisa. Kami kemudia berdiri bersama 10 orang yang lain, 12 orang telah siap mengahajar 3 orang tersisa. Dihadapan kami ada Paijo dan Ilman yang berdiri ketakutan, Lucas tampak masuk ke dalam cafe kemudian menarik seseorang
“AAAAAAAAAAAAAAAAAA....” teriak seseorang, Sudira yang diikat dengan beberapa sayatan di tubuhnya, tubuhnya telanjang menampakan tubuh seorang wanita.
“KALO KALIAN BERANI MAJU, AKU BUNUH ORANG INI” ucap Lucas yang mengarahkan pisau ke leher Sudira yang ditelanjangi oleh mereka dan diikat. Kami tertegun, tak bisa bergerak.
“HA HA HA HA... kenapa tidak berani ya? Ha ha ha ha” teriak ilman yang berada didepan lucas kira-kira dua meter
“itu tu banci, kenapa kalian? Kalian homo ya suka sama banci ha ha ha” teriak paijo
“Heh ughh koplak, kalian bukan koplak kalau kalian mikirin Dira! Ayo maju hajar mereka erghhh”
“gak usah mikirin dira, dira baik-baik saja ueghhhh” ucap dira dengan luka pada kepalanya. Baik-baik saja bagaimana, kondisinya saja sangat mengenaskan. Kami semua geram dan bisa menggerutu.
PLAK!
“Diam kamu banci! Ha ha ha ha” ucap lucas yang baru saja menampar dira
Kulihat seseorang bergera mengendap-endap dibelakang Lucas. Didorongnya lucas hingga dia terjatuh dan tersungkur, terlepas pisau itu dari tangannya. Eko, Eko menolong Sudira. Paijo dan ilman terkejut dengan hal itu menoleh kebelakang, dan mereka kehilangan pertahanan mereka. Ilman, karyo meraih tubuh ilman dan langsung dibanting kebelakang hingga jatuh terlentang. Tanganya kemudian ditarik oleh parjo dan dipatahkannya kedua lengan tanganya dengan pukulan serta tendangannya. Setelah parjo, tugiyo melompat diatas tubuh ilman dan didaratkannya kedua sikunya tepat ditulang rusuk kedua orang itu dan krekkk entah apa yang patah. Dibangkitkannya ilman dan kemudian ditendang kesamping oleh wongso tepat pada rusuknya hingga ilman jatuh tersungkur dan kesulitan berdiri. Hermawan kemudian berjalan santai ke arah ilman dengan keras dia menduduki kepala ilman dengan bokongnya. Paijo, Dewo meraih tubuhnya dan dihadiahi tubuhnya dengan dengkul Dewo beberapa kali. Aris kemudian menarik tubuh paijo yang masih membungkuk dan kemudian dibanting tubuhnya kebawah hingga wajanhya menyentuh lantai parkir. Anton dan joko kemudian menarik kedua tangan paijo, dan krekk entah apa yang patah dari tangan paijo. Kemudian tendangan keras dari anton dan joko mendarat tepat dirusuk samping paijo, lalu dilemparnya paijo seperti ayam yang baru disembelih. Udin dengan santai berjalan ke arah paijo, diinjaknya kepala paijo dengan sangat keras.
Aku yang berdiri tepat di hadapan lucas, tiba-tiba karyo maju dan menjambak lucas. Plak...plak...plak...plak....ditamparinya wajah lucas berkali-kali lalu ditariknya dan dilemparnya kebelakang dan disambut oleh andri dengan tamparan serupa. Ditariknya kepla lucas kebelkang hingga tubuhnya ikut terdorong ke belakang, dengan sigap aku langsung meng-uppercut dagu lucas, dengan cepat tak kubiarkan dia jatuh. Kutarik tubuhnya, kupegang kepalanya dan dengkul indahku mendarat tepat di wajahnya. Berkali-kali dengkul itu menikmati wajah lucas, dan kemudian aku tarik wajahnya dan aku benturkan kepalanya di kaca mobilnya, pyaaaaaaar.... Lucas jatuh beringsut di dekat pintu mobilnya.
“Ampuuuun... ampuuuun” ucap lucas dengan wajah bersimbah darah
“Arghhh....” ucap ilman yang tak mampu berkata-kata karena kepalanya di duduki hermawan
“Ampuni kami” ucap paijo yang tepat di mukanya masih ada telapak kaki udin.
“Ampunni kami tolong ampuni kami” ucap beberapa dari mereka
“Ah, sayang, koko tidak akan membiarkan kamu terluka sayangku hiks hiks hiks” ucap eko, sembari menutupi tubuh dira dengan taplak meja
“koko terima kasih, dira sayang koko” ucap dira. Eko kemudian menutupi tubuh telanjang dira yang sudah sama persis dengan perempuan itu dengan taplak meja.
“Edan, malah pacaran!” ucap karyo
Wiu wiu wiu wiu wiu wiu wiu ....
“Polisi” ucap aris
“Kalian cepat sembunyi di dalam” ucap eko. Kami akhirnya masuk kedalam cafe, dan bersembunyi di dalam cafe.
----------------------------------------------------------------
Sudut pandang orang ketiga
Polisi berdatanngan mereka mendapat laporan dari pengunjung yang diusir oleh para berandalan ini. Beberapa polisi kemudian meminta keterangan kepada pihak cafe, terutama eko. Beberapa polisi yang lain memaukan satu persatu berandalan itu dalam mobil tahanan, khusus untuk berandalan yang masih bisa berdiri. Berandalah-berandalan yang sudah tak berdaya, akhirnya dipanggilkan ambulan terutama lucas, paijo dan ilman begitu pula felix.
“Sayang kamu bawa mobil kamu saja, nanti susul aku, aku tidak apa “ ucap felix
“tapi bagaimana dengan kamu?” ucap Dian
“Aku tidak apa-apa, sudah tenang saja” ucap felix
“Ibu, bernama Bu Dian?” ucap seorang polisi
“Iya, pak” ucap Dian. Kemudian terjadi interogasi kepada Dian
“baiklah jika nanti kami membutuhkan Ibu sebagai saksi, Ibu Dian siap?” ucap polisi itu
“ya saya siap” ucap Dian. Setelah semuanya dimintai keterangan, polisi-polisi itu mulai pergi satu-persatu, terkecuali satu mobil ambulan.
“Arya...” ucap seorang perawat wanita yang keluar dari mobil ambulan tersebut yang melihat sebuah motor yang dikenalinnya
“Kamu disini dulu saja dik, saya mau kedalam cafe, tidak usah kemana-mana, nanti saya akan tanggung jawab ke atasan” ucap wanita tersebut sambil membawa perlengkapan medic-nya
Dian, kemudian menghampiri Sudira dan Eko, kemudian perawat tersebut juga menghampirinya. Di obatinya luka dira oleh perawat tersebut. Dira hanya diam dan sedikit ketakutan dengan wajah wanita yang sedang merawatnya itu. Tak berani dia mengaduh ketika cairan alkohol menyentuh lukanya.
“Kamu itu ndak berubah-ubah!” ucap wanita tersebut
“he he he tante cantik maafin dira gih” ucap dira
“sudah ayo masuk, ada yang harus tante selesaikan di dalam” ucap wanita tersebut
“eh tante jangan marah-marah dunkz hi hi hi” ucap dira yang langsung terdiam ketika pandangan tajam layaknya elang yang akan menyambar mangsanya tertuju padanya. Dira langsung merunduk dan tak berani berbuat apa-apa. Kemudian dipapahnya sudira yang mendapatkan luka pada tubuhnya oleh perawat tersebut dan juga eko ke dalam cafe diikuti Dian. Hingga didalam cafe.
“ARYAAAAA! KELUAR! ATAU MENYAPU HALAMAN!” teriak wanita tersebut dengan kedua tangan berpinggang. Wanita cantik keturunan jepang itu membuat Dian kaget karena wanita itu tahu tentang seorang lelaki yang dikenalnya, Arya.
Sudut pandang orang ketiga selesai
Aku yang sedari tadi bersembunyi di bagian dalam cafe, sangat terkejut dengan teriakan tersebut. Teriakan hukuman ketika aku masih kecil, ini adalah suara yang akau kenal. Dengan perlahan aku keluar dari persembunyianku.
“TANTE?!” ucapku kaget
“Kamu itu ya sudah dibilang jangan berkelahi lagi masih saja berkelahi, kamu juga wongso, kalian juga, erghhhh....” ucap tanteku, tante Asih, tante Asih adalah seorang kepala perawat dirumah sakit terkenal didaerah kami karena prestasinya yang cemerlang. Dia adalah anak dari adik kakekku, intinya dia adalah sepupu Ibuku. tante asih mendekat kearahku, cubitan pada tanganku yang tidak terluka beberapa kali aku dapatkan.
“DASAR ANAK NAKAL! SUDAH DIBILANG BERAPA KALI?!” Bentak tante asih yang masih saja mencubitku
“ampun tante... ampun... ampuuuuun” ucapku dengan darah yang mengering di kepalaku
“MASSS! Hiks hiks hiks hiks” teriak asmi tiba-tiba, yang dibelakangnya diikuti pacar-pacar sahabat-sahabatku. Mereka satu persatu memberi hukuman kepada pacarnya masing-masing, aku hanya tersenyum iri kepada mereka. Walau begitu, mereka tidak bisa menahan tangisnya. Bagaimana ya kalau saja ada seorang cewek yang menagisi aku setelah berkelahi seperti ini?
“sudah dibilang jangan berkelahi lagi, kamu itu lho hiks hiks hiks” ucap asmi
“lihat sendiri kan aku ndak apa-apa” ucap wongso santai
“ndak papa gimana? Itu cat merah dikepala kamu, hiks hiks hiks” ucap asmi sambil memeluk wongso
“aduh duh duh duh... pelan-pelan sayang” ucap wongso
“dah mana tak obati dulu, kalian ndak usah kelihatanya kalian baik-baik saja” ucap tante asih yang beranjak ke arah wongso dan mengobatinya.
“iya bulik, kita ndak papa, mereka berdua saja bulik yang sok jago” ucap aris. Kulihat mereka malah berpacaran dihadapanku, sialan. Coba bayangkan perasaan kalian ketika sedang sakit dan tak ada pacar tapi malah melihat orang pacaran, sakit , sakit hiks hiks hiks he he he.
“kamu ndak papa Ar?” ucap Bu Dian yang tanpa aku sadari ternyata duduk di sampingku
“Eh...”
“ndak papa...” ucapku. Kemudian Bu Dian mengambil kapas yang dibasahi oleh sedikit alkohol. ketika tangan itu mencoba menyentuh kenigku yang terluka, aku memundurkan kepalaku
“ndak usah bu, biar tante asih saja, ibu pulang saja dulu ndak papa kok” ucapku. Tampak sekali wajah khawatir Bu Dian terhadapku tapi aku mengacuhkannya. Diremasnya kapas itu dengan sedikit menahan tangis, tampak sekali matanya berkaca-kaca ketika aku sedikit meliriknya. Bodoh ah!
“Ar, biarkan aku membasuh lukamu ar, aku mohon...”ucap Bu Dian
“Bu, biar tante asih saja, Ibu tidak usah repot, okay?” ucapku yang tersenyum ke arahnya. Wajahnya tampak bertambah kecewa dengan sikapku, kaca-kaca di matanya bertambah tebal.
“Dah, sekarang giliran si bandel ini” ucap tante asih yang berjalan kearahku
“iya itu bulik buandele minta ampun” ucap anton
“Kamu juga sama saja! Kalian juga! Bandel semua!” bentak tante asih, membuta mereka semua bersembunyi di balik tubuh pacarnya masing-masing
“Harus dihukum kalian semua!” bentak bulik
“jangan bulik kasihan” ucap asmi pacar wongso, yang kemudian diikuti beberapa pembelaan dari pacar mereka masing. Bulik hnay mendengus kesal dan berjalan ke arahku.
“Lha kamu siapanya arya? Kok dari tadi nempel arya terus?” ucap tante asih
“teman dekatnya tan... ”ucap Bu Dian
“Dosenku Bu...” ucapku dengan senyum
“ini yang benar apa? Teman dekat atau dosen?” ucap tante asih
“Doseeeeeeeeen buliiiiik” ucap sahabat-sahabatku dengan serempak, seakan-akan tahu isi hatiku. Kulirik Bu Dian tampak terdiam dan kaget, wajahnya sedikit tertunduk air matanya tampak menetes di tangnya yang menggenggam di atas pahanya.
“Mau dosen mau pacar mau teman dekat, kamu bantu tante membersihkan luka Arya” ucap tante
“Eh...” ucapku
“Ah... iya tan...” ucap Bu Dian, yang kemudian wajahnya berubah sumringah. Diusapnya sedikit air mata itu dengan tangannya. Dengan perlahan dibersikannya luka-lukaku dengan perlahan dan hati-hati
“Aduh duh...” rintihku
“eh maaf maaf... sakit?” ucap Bu Dian yang nampak sedih ketika aku mengaduh
“eh pelan-pelan bu” ucapku
“i... i... iya..” ucap Bu Dian dengan wajah sumringahnya. Entah kenapa dia jadi tambah senang ketika membasuh lukaku. Dengan bantuan tante lukaku kemudian di obati olehnya.
“sudah...”
“sebentar...” ucap tante, yang kemudian berjalan keluar dan menelepon seseorang sambil memandangku dan menggeleng-gelengkan kepala. Kemudian dia kembali duduk disampingku.
“dah kamu rebahan dulu...” ucap tante
“rebahan disini saja ar” ucap bu dian menawarkan pahanya
“tidak di tante saja” jawabku dan membuat kecewa bu dian. Aku kemudian rebah di paha tante.
“dasar anak manja!” ucap tante
“biarin kali, kan enak dimanja he he he” ucapku cengengesan
“aku pijit ar” ucap Bu dian
“ndak usah bu, ndak papa kok aku”jawabku menolak
“kamu itu bagaimana jarang-jarang ada dosen mau memijiti mahasiswanya, kamu itu aneh” ucap tante asih
“aku sering lihat kok tan, jadi ya ndak perlu dipijit tan” ucapku
“heh,Dimana?” ucap tante
“Dirumah tante asih, kalau om lagi mijiti kaki tante, itu kan dosen yang mijiti MANTAN mahasiswinya yang sudah jadi istrinya he he he” ucapku
“dasar!” ucap tante asih. Tiba-tiba perhatian kami semua tertuju pada pasagan yang sangat romantis.
“Dira sayang, koko akan menjadi pejantan kamu dan akan melindungi kamu, kamu jangan berkelahi lagi ya sayang” ucap eko
“Ich koko romantis dech dira jadi tambah sayang sama koko, sini dira cium dulu” ucap dira yang tertutup taplak meja pada bagian tubuhnya. Kami yang melihatnya merasa mau muntah walau secara penampilan dira memang sudah sama persis dengan seoran cewek tapi kami semua tahu asal muasal Dira. Kadang tingkah mereka berdua membuat kami terbahak-bahak dan mau muntah tapi dua insan itu seakan tidak peduli dengan keberadaan kami.
“Eh... kenapa kalian? Iri ya?” ucap Dira
“Babar blas ora su! (sama sekali tidak njing!)” ucap Aris
“Kalau iri bilang saja, preman takut sama tante asih hih weeek” ucap dira yang langsung terdiam dan memasukan kepalanya ke dalam pelukan eko. Jelas saja, tatapan mata tante asih sangat tajam ke arah kami. ya, kita memang takut dengan tante asih, karena dialah yang selalu mengobati kami dan juga yang memberi hukuman kami menyapu halaman, entah halaman siapa saja yang sudah kami bersihkan karena ulah kami.
“Sebenarnya kamu pacarnya Arya atau hanya seorang teman?” tanya tante pelan kepada Bu Dian. Bu Dian diam tak bisa menjawab pertanyaan itu, aku juga tidak begitu mempedulikan jawab Bu Dian
“Ya Sudah, tak perlu dijawab mbak”
“Aku tantenya Arya, dari adik kakeknya, jadi kamu tidak perlu grogi, Arya dan teman-temannya memang suka berkelahi sejak SMA. Tante selalu dibuat pusing mereka karena tante satu-satunya keluarga Arya yang bekerja di kesehatan yang dekat dengan Arya. Adik tante sebenarnya dokter tapi dia dinasnya diluar kota” ucap Tante. Aku hanya mendengarkan cerita tante.
“Arya ini sejak kecil paling dimanja oleh pakdhe, om serta tante-tantenya karena dia cucu pertama. Nakalnya minta ampun” jelas tante
“Argh... tante masa cerita-cerita seperti itu ke dosenku” ucapku
“Mungkin saja Dosen kamu itu perlu tahu keluarga kamu, Ar” ucap tante
“Eh... e... e...” ucap Bu Dian
“Kok grogi? Sudah dibilang santai saja dengan tante, okay?” ucap tante
Sejenak kemudian kami mulai saling melempar canda, gurau, dan juga banyolan. Kami bisa tertawa dalam suasana apapun, sekalipun dalam suasana genting. Ya itulah kami KOPLAK. Akhirnya kami memutuskan pulang, tampak eko dan dira masih berpacaran layaknya suami istri.
“biar aku yang antar kamu ar” ucap Bu Dian pelan ke arahku
“Sudah, Ibu ke RS saja jenguk pak felix” ucapku datar
“pokonya aku yang mengantarkan kamu!” ucapnya sedikit membentak dan memaksa. Semua orang di dalam cafe terkejut dengan ucapan Bu Dian tak terkecuali tante asih. Tante asih tidak berkomentar apa-apa, tatapan matanya menjadi sangat teduh ke arah Bu Dian.
“Sudah Ar, nanti motor kamu aku yang bawa saja dan aku titipkan dirumah wongso” ucap tugiyo. Tampak wajah Bu Dian kembali sumringah. Kau sudah tidak bisa berkutik lagi.
Tante kemudian pulang terlebih dahulu dengan menggunakan ambulan. Satu persatu dari kami pulang, aku kemudian membuka pintu belakang mobil Bu Dian dan duduk di belakang. Bu Dian yang sudah berada di depan, menengok ke belakang.
“Ar, kamu duduk di depan saja, ndak papa kok” ucap Bu Dian
“Dibelakang saja Bu” ucapku. Sedikit kekecewaan dari raut wajahnya, kemudian mobil berjalan menuju ke alamat rumahku. Selama perjalan kehening disekitar kami, aku hanya melihat keluar kaca jendela mobil.
“Ar...” ucap Bu Dian
“Hm...” ucapku
“maafkan aku...” ucapnya
“Ibu tidak salah..” ucapku
“Terima kasih untuk malam ini...” ucapnya
“sama-sama..” ucapku
“Ar, kejadian malam itu, aku...” ucapnya
“maaf bu, aku ingin istirahat bu, saya mohon agar saya bisa rehat sejenak” ucapku mencoba menghindari percakapan dengannya
“Eh... maaf.. istirahatlah” ucapnya
“Terima kasih” ucapku. Keheningan kembali datang diantara kami, kulihat pohon-pohon itu berjalan mundur meninggalkan kami. Tiyang-tiyang lampu jalan juga menjauhi kami seakan-akan mereka bergerak mundur menjauhi kami.
Sesekali aku melirik di kaca tengah mobil, kulihat Bu Dian selalu menyempatkan menatapku dan kadang tatapan kami bertemu di kaca itu. Dia tersenyum kearahku namun aku menanggapinya dengan dingin dan tak ada senyum di bibirku. Lelah menyelimutiku dan kadang membuatku terkantuk-kantuk. Malam semakin gelap, kulihat jam digital di mobil menunjukan pukul 23:30. Akhirya sampailah aku didepan rumahku, didepan sana ada seorang wanita dengan kaos hitam longgar tanpa belahan dada, kaos itu mentupi hingga sikunya. Celana krem sedikit ketat menutupi hingga dibawah lututnya, Ibuku.
“Terima kasih Bu..” ucapku
“Sama-sama...” ucap Bu Dian. Kemudian Bu Dian turun dan berlari kearah pintu mobil yang aku buka. Ketika berpapasan dengan Ibu, Bu Dian melempar senyum. Ibu dan Bu Dian kemudain membantuku keluar dari mobil.
“Sayang, kamu tidak apa-apa? Apa yang sakit?” ucap Ibu dengan nada sok ABG, ya memang dari caranya berdandan Ibu tampak lebih muda 10 tahu dari usianya, tampak lebih muda lho
“Ah... I...” ucapku terpotong karena tangan Ibu yang bergaya membasuh mulutku padahal tidak ada kotoran di mulutku
“Sudah jangan banyak bicara, tadi Ibu kamu telepon katanya kamu berkelahi, jadi aku langsung kerumah kamu sayang, aku kan khawatir, aku tidak bisa tidur kalau kamu kenapa-napa sayang”
“Oia Ibu kamu sudah tidur capek nunggu kamu, Ayah kamu sedang keluar dinas” ucap ibu
“Eh...” aku kaget dengan sikap Ibu, kulirik bu Dian nampak sedikit terkejut dan bingung
“Terus dia siapa sayang? Kamu kok jahat sekali jalan bareng cewek lain” ucap Ibu dengan wajah cemberut dengan memukul pelan lenganku. Jujur aku jadi bingung, ada apa dengan Ibu? Apa dia ingin rahasianya denganku terbongkar?
“maaf, mm..mbak siapanya ar.. arya?” ucap Bu Dian dengan wajah sedikit kebingungan, apalagi aku malah tambah bingung kenapa Bu Dian memanggil Ibu dengan sebutan mbak? Ibu kemudian mengulurkan tangannya yang kemudian di raih oleh Bu Dian
“Diah, Pacarnya Arya, dan kamu jangan sekali kali merebut arya dariku ya”
“kami baru jadian 1 minggu ini” ucap Ibu dengan wajah judesnya. Kuaget setengah mati ketika Ibu mengatakan hal itu. Kulirik Bu Dian, raut wajahnya penuh dengan kekecewaan
“Saya dian, sa... sa... saya”
“Dosennya...” ucapnya pelan sambil menunduk dan disaat Bu Dian menundukan kepalanya Ibu mengerlingkan matanya ke arahku
“Saya mohon maaf mbak, ini semua terjadi karena Arya mencoba menyelamatkan aku” ucap Bu Dian
“Owh ya sudah ndak papa, pacarku ini memang baik hati kok, aku sangaaaaaaaaaaaat beruntung mendapatkannya” ucap ibu
“Iya, mbak sangat beruntung...”
beruntung sekali... ” ucap Bu Dian yang nada suaranya menjadi sangat pelan.
“emm... kalau begitu saya pulang dulu mbak”
“dan Arya, maaf telah melibatkanmu dan terima kasih telah menolongku untuk kedua kalinya” ucap Bu Dian , dari matanya terlihat mencoba sedikit untuk tegar
“lho kedua kalinya? Emang kamu pernah nolong dia sebelumnya sayang?” ucap Ibu
“Pernah waktu itu” ucapku
“Oooo... jadi dulu sayang pernah jalan bareng sama Dian, sayang jahat dech nggak cerita sama aku” ucap Ibuku manja dengan wajah cemberutnya dan lagak ABG-nya
“eh.. ya nanti aku ceritakan” ucapku
“eh... begini mbak waktu itu kita cuma merayakan keberhasilan karya ilmiah kita kok” ucap Bu Dian
“Oooo....” ucap Ibu dengan manja dan tatapan yang dibuat-buat seakan-akan dia cemburu pada Bu Dian
“mmm... selamat ya Ar, punya pacar seperti mbak Diah, cantik ehem...” ucap Bu Dian dengan senyumannya, mengulurkan tangannya menyalami kami berua, aku dan Ibu kemudian menyalaminya. Kemudian Bu Dian masuk kedalam mobilnya.
“mari mbak...” ucap Bu Dian
“iya hati-hati dian” ucap Ibu mengantarkan kepergian Bu Dian. Entah apa yang akan dirasakan Bu Dian saat ini. sesaat kemudian mobil Bu Dian menghilang diujung jalan sana.
“KAMU ITU JANGAN BERKELAHI MASIH SAJA BERKELAHI!” bentak Ibu sambil mencubitku
“Aduh... aduh Ibu... sakit...” ucapku. Tapi kemudian Ibu mengecup pipiku
“Kamu tahu?” ucap Ibu sembari memapahku masuk kedalam rumah
“Apa?” ucap Ibu
“Dia suka sama kamu” ucap Ibu
“Sok Tahu kamu, cinta” ucapku
“Ibu adalah wanita dan begitu juga dia, Ibu bisa merasakan kekecewaannya ketika Ibu bilang Ibu pacar kamu” ucap Ibu
“Eh... bodoh ah...” ucapku
“Tapi ngomong-ngomong, Ibu memang masih mda ya?” ucap Ibu
“Kok Bisa bu?” ucapku
“Lha nyatanya, Dian percaya saja kalau Ibu ini pacarmu” ucap Ibu
“memang Ibu masih muda, kan Ibu pacarku” ucapku sambil aku mengecup bibirnya
“Ayah dirumah?” ucapku
“Dinas hi hi hi pengen ya?” ucap Ibu. Aku hanya mengangguk.
“Istirahat dulu nanti Ibu temani, besok masih panjang waktunya” ucap Ibu
“kok Ibu tadi berlagak sebagai pacar Arya didepan bu Dian?” ucap ku
“Tante Asih telepon Ibu, dan dia menceritakan kepada Ibu semua, jadi ya Ibu akting saja”
“Dah lekas istirahat” ucap Ibu
--------------------------------------------------------------------------------------------------------
Sudut pandang orang ketiga
Mobil itu berjalan dengan sangat cepat menuju rumah sakit. Menuju ke tempat lelaki yang telah memasangkan cincin di jari manis sang pengemudi. Namun ketika mobil itu berhenti di tempat parkir mobil RS. Sang pengemudi itu menangis, entah menangis karena apa. Tangisnya pecah memecah kesunyian tempat parkir RS tersebut. Hingga akhirnya diusapnya tangis itu dan menemui lelaki yang telah melamarnya. Dia melangkah mencoba untuk tersenyum dan melupakan semua yang telah terjadi, sebuah kenyataan pahit yang dia dapatkan. Didepan kamar lelakinya itu dia berdiam sejenak.
“ini semua juga karena kesalahanku” desah pelan bibirnya
Wanita tersebut masuk kedalam ruangan opnam dengan label VIP yang disana telah berbaring felix. Felix nampak sekali tidur dengan sangat pulas, beberapa perban dililitkan ke kepala dan tangan felix. Tampak Asih, Tante Arya berada di sana untuk mengecek keadaan felix. Asih ternsenyum kepada Dian dan begitu pula dian membalas senyuman itu. Didekatinya dian, kemudian memberikan informasi medic mengenai kesehatan felix bahwa felix baik-baik saja dan hanya mendapatkan luka ringan. Asih kemudian meninggalkan Dian sendirian di kamar VIP, dengan wajah sendunya Dian melihat ke arah Felix yang terbaring dengan lelapnya. Air matanya kembali turun mengalir membasahi pipinya, entah karena felix yang terbaring atau sikap Arya kepadanya. Siapa yang tahu isi hati? Mungkin kedalaman laut kita pasti tahu tapi kedalaman hati?
Lama dia berdiam disamping felix membuatnya sedikit mengantuk. Dengan rasa kantuk Dian kemudian berjalan ke ruang tunggu pasien yang sepi dimana dia menemukan sebuah mesin penjual minuman dan makanan kering. Dimasukannya beberapa koin didalamnya, diambilnya sebuah kaleng kopi dan snack ringan. Dian kemudian duduk di sebuah bangku panjang ruang tunggu pasien.
“Sendirian?” ucap Asih yang tiba-tiba datang dari belakang
“Eh... iya tante” ucap Dian
“Tidak usah panggil aku tante, mbak saja umur kita hanya berbeda sedikit, aku dan arya hanya terpaut 11 tahun” ucap asih. Sedikit kaget dian mendengarnya
“Sudah jangan kaget gitu, Arya memang cucu pertama dari pakdheku atau kakek arya” ucap asih yang kemudian memandang Dian, Dian tampak menunduk dengan wajah sedihnya ketika mendengar nama lelaki tersebut
“oia nama kamu siapa?” ucap asih
“Dian tan eh mbak” ucap Dian sembari memandang Asih sebentar saja. Asih hanya tersenyum manis kepada Dian, Dian kemudian menundukan wajahnya kembali. Asih kemudian mengalihkan pandanganya ke arah meja resepsionis.
“Jika kamu menyuruh sesorang untuk membawa sebuah ember, kamu seharusnya mengatakan kepadanya isi dari ember itu”
“jangan hanya menyuruhnya saja, kasihan orang tersebut . seandainya orang itu tersandung dan kemudian cairan itu tumpah mengenai kakinya, bagaimana? Mungkin dia tidak akan kenapa-napa jika saja itu adalah air. Tapi bagaimana jika itu adalah air keras? Pasti orang itu kesakitan, padahal di awal orang itu sangat senang bisa menolongmu” ucap Asih membuyarkan kesedihan Dian
“Beritahukanlah sebelumnya, agar orang itu berhati-hati. Jika sedari awal kamu tidak memberitahukannya, pasti orang itu tidak akan berhati-hati”
“Begitupula dengan hati, jika kamu menyuruh orang untuk membawa hatimu, katakanlah kepadanya jika di dalam hatimu itu ada orang lain. Agar orang yang membawa hatimu itu lebih berhati-hati lagi untuk tidak jatuh hati kepadamu, begitu bukan seharusnya?” ucap Asih
“Eh...” dian sedikit terkejut dengan perkataan Asih, dipandanginya Asih yang kemudian melempar senyum ke arah Dian
“Karena jika hati sudah terluka, tidak ada satupun rumah sakit yang bisa mengobatinya. Hanya satu yang bisa mengobati sakit hati itu, KEJUJURAN DAN CINTA”
“Jadi, sebelum kamu berkata jujur kepada orang lain, jujurlah pada hatimu sendiri” ucap Asih. Membuat mata ngantuk Dian terbelalak. Di pandanginya Asih yang kemudian bangkit meninggalkan Dian.
“Mbak...” ucap Dian
“Iya...” ucap Asih yang berbalik badan dengan kedua tangan masuk di sakunya
“Apa jadinya jika cinta itu dipaksakan?” ucap Dian. Asih tersenyum kemudian memandang ke arah mesin penjual minuman dan makanan.
“Kamu lihat mesin itu?” ucap Asih. Dian kemudian memandang mesin itu.
“koin berapa yang kamu masukan di dalamnya?” ucap asih
“koin 1000” ucap Dian yang tidak mengerti maksud Asih
“Coba kamu masukan koin 500 ke dalam mesin itu, bisakah?” ucap Asih
(bayanginya koin 500 yang jaman sekarang agan dan suhu jagan yang koin 500 kuningan jaman dulu)
“Eh... tidak” ucap Dian
“Secara logikanya, koin 500 lebih tebal dan ringan ketimbang koin 1000. Dan pastilah koin 500 itu tidak dapat masuk di dalamnya, sekuat apapun usaha kamu hingga koin 500 itu masuk tetap saja kamu tidak akan mendapatkan minuman ringan ataupun snack”
“Sama halnya dengan cinta, kamu tidak akan bisa menikmatinya walau akhirnya munculah cinta karena terbiasa, tapi tetap saja akan ada sedikit penyesalan di dalamnya” ucap Asih
“Eh...”
“Mbak, Bagaimana jika mesin itu sudah dimiliki orang lain?” ucap Dian
“Apa kamu yakin?” ucap Asih. Dian memandang Asih yang tersenyum kepadanya kemudian menggeleng-gelengkan kepalanya
“Kamu tahu kenapa seorang perempuan menjadi pacar ataupun milik seorang lelaki?” ucap Asih. Dijawabnya dengan gelengan pelan kepala Dian
“Karena lelaki tersebut berani mengatakan ataupun melakukan klaim dihadapan orang lain jika perempuan inilah pacarnya dan bukan orang lain atau perempuan itu sendiri yang mengatakannya”
“jika ada seorang lelaki belum mengatakan dengan lantang perepuan yang menjadi pacarnya, kamu jangan pernah percaya. Dan yang terpenting adalah jujur pada hatimu, karena hati yang penuh kejujuran akan membawamu ke kebahagiaan yang kekal” ucap Asih yang tersenyum, kemudian dia melangkah meninggalkan Dian seorang diri di ruang tunggu. Dian hanya menerawang kejadian yang baru saja terjadi.
“Ya, kamu belum mengatakannya kepadaku” desah pelan suaranya
(Sudut pandang ini selesai)
"Ane telah menyetubuhi mamaku..." ucap Rahman
"Uhuk uhuk uhuk uhuk... " aku tersedak seketika itu
"Apa?!" ucapku sedikit berteriak
"Iya aku tahu salah tapi mamaku itu arggggghhhhhhh...." ucap rahman kemudian dia mulai bercerita
-----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Sudut pandang Rahman.
Ketika itu aku pulang kerumah selepas aku camping bersama teman-teman kompleksku. Dengan tujuan melepaskan penat di kepalaku setelah Ajeng memutuskan diriku. Aku sangat shock mendengar itu semua tapi mau bagaimana lagi, cintaku selama ini tidak pernah terbalas karena ajeng mencintai Arya. Sebelum kepulanganku, teman-temanku mengajakku minum minuman keras. Dalam kondisi mabuk aku pulang dengan tubuh yang bergoyang ke kanan dan kekiri. Sesampainya dirumah aku membuka pintu rumah dengan sangat pelan, walau mabuk kesadaranku masih ada sedikit. Ketika itu aku hendak naik ke kamarku dilantai atas, aku melewati kamar mamaku. Pintu kamar tidak tertutup rapat. Sekilas aku meliat mamaku sedang membuka pahanya yang sudah tidak becelana dalam. Dimasuk keluarkannya benda berbentuk penis kedalam vagina yang rimbun itu.
"Arghhhh... aerghhhh... ehemm....." suara desahan mamaku. nafsuku terbakar melihat permainan solo mamaku sendiri. Kukeluarkan batang penisku dari sarangnya, sambil mengocok aku memperhatikan mamaku sendiri. Gerakan-gerakan penis mainan itu semakin sangat cepat membuat mamaku menrintih kenikmatan dan membuat aku semakin bernafsu. Aku sudah tidak tahan lagi, akhirnya aku masuk kedalam kamar mamaku.
"Rahman! Apa yang kamu lakukan? Keluar" teriak mama kaget dengan kehadiranku. Dengan pengaruh alkohol yang masih menjalar di dalam tubuhku, aku bergerak maju. Kutarik mamaku sendiri dan aku kemudian menubruknya. Kini aku berada di atas tubuh mamaku. mama terus meronta meminta aku untuk melepaskannya.
"Rahman! Lepaskan! Aku ini mamamu! LEPASKAN!" bentak mamaku
"Mama butuh ini kan he he he akan rahman beri ma!" ucapku keras kepada mamaku. aku kangkangkan kedua paha mulus mamaku sendiri dan kuarahkan ke dalam vagina mama
"Rahman jangan , hentikan!"
"Arghhhhhhhhh...." teriak mamaku di akhiri dengan rintihannya ketika batangku masuk ke dalam vaginanya
"Arghhh... enak sekali ma, memekmu benar –benar lebih enak dari mahasiswi-mahasiswi di kampusku ma"
"ouwghh... enak sekali ma" ucapan liarku karena pengaruh alkohol
Plak... plak... plak... tiga tamparan mendarat di pipiku
"Mau kasar iya?!" bentakku membuat mamaku menangis, kedua tanganya aku pegang erat dengan kedua tanganku. Aku mulai menggoyang dan terus menggoyang pinggulku.
"Enak mahhhh ouwghhh memekmu nikmat... kontolku nikmat mamah... ouwgh nikmat sekali...."
"Aku suka mememkmu maaaah...ouwghh... arggghhh...." racauku
"Argh.. rahman hentikan... argh.... hiks hiks hiks..." pinta mama
Aku sudah tidak mempedulikannya lagi, aku terus menggoyang dan menggoyang pinggulku untuk mendapatkan kepuasan. Kulihat mama mulai mendesah menikmati sodokan-sodokan penisku ke dalam vaginanya.
"Sssshhhh... erghhhhh... aishhhhh.. oufthhhhhhh.... ah ah ah aha" desahan mamaku
"Arghhh... sempit sekali mama, aku mau keluar....."
"memekmu sempit mama lebih sempit dari ayam kampus argghhh nikmat maaaah"teriakku kugoyang semakin cepat pinggulku, mama kelihatan menahan desahannya. Matanya terpejam tubuhnya bergoyang ke kanan dan kekiri.
"Aku keluaaaaaaaaaaaaaaaaaaaarrrrrrrrrrr..................." teriakku
Croot croot croot croot croot croot croot
Tubuhku ambruk diatas tubuh mama yang baru saja melengking ke atas, nafasku tersengal-sengal tak karuan merasakan nikmat yang seharusnya tidak aku rasakan. Kurasakan cairan hangat mengalir dibatang penisku. Aku kemudian terlelap tanpa tahu apa yang terjadi selanjutnya.
Aku terbangun di pagi hari dengan tubuhku terlentang di samping mamaku. mamaku meringkuk di sampingku membelakangiku. Tampaknya dia sedang menangis, ku coba mengingat sedikit kejadian malam tadi aku merasa kotor lebih kotor dari sebelumnya. Aku geser tubuhku ke mendekat ketubuh mamaku, mencoba kupeluk mama. Tapi dengan halus mama melempar tanganku kembali kepadaku.
"KELUAR! KELUAR!" bentak mama. Aku kemudian keluar dari kamar mama dengan tubuhku yang masih telanjang pada bagian bawahku. Kuraih celana jeansku, kupandangi mamaku tapi dia membuang muka.
Didalam kamar aku kemudian merebahkan tubuhku, terlintas secuil ingatan dari persetubuhan malam tadi. Jujur aku merasa sangat bersalah. Ayahku juga tidak ada dirumah, dia memang selalu berpergian entah kemana. Ku bersihkan tubuhku, dan berganti pakaian, inginku beranjak kebawah namun aku merasa malu atas kejadian malam tadi. Sekitar pukul 08:00 aku mendapatkan sms dari mama untuk makan pagi, akku segera turun dengan harapan mamaku menemaniku, tapi mama berada dalam kamarnya dan tak menegur atau menyambutku sama sekali. Hingga malam tiba aku tidak dapat menemui mama karena mama selalu mengurung diri dalam kamar. Tepat pukul 22:00.
Tok Tok ToK... ku buka pintu kamarku
"mama..." ucapku. Mama hanya terdiam di depanku dengan mengenakan gaun tidur terusan hingga pahanya yang tipis, gaun itu digantungkan dengan tali kecil di atas bahunya. Jika dilihat lebih dalam lagi mama tidak mengenakan BH.
"Ma... maafkan rahman ya" ucapku. Namun reaksi yang aku dapatkan berbeda sangat berbeda. Tiba-tiba mama memelukku dengan sangat erat.
"Mama tahu ini salah man, tapi mama membutuhkannya, mama tidak bisa membohongi diri mama sendiri" ucap mamaku. Deg.. disaat aku merasa bersalah disaat itulah aku merasa mendapat durian runtuh. Mama melepaskan pelukanku, dengan tubuhnya yang pendek dia kemudian berjinjit dan mengecup bibirku
"Maafkan mama, tapi setelah kemarin malam, mama tidak bisa lepas dari kamu sayang, mama mohon"
"peluk mama sayang" ucap mamaku. Kupeluk tubuh hangatnya kembali, tubuhnya masuk dalam dekapanku. Aku sudah tidak dapat berpikir jernih lagi, apakah ini benar atau salah? Kedua tanganku kemudian turun kebawah dan meremas bongkahan pantatnya
"Lakukan nak, mama sekarang menjadi milikmu, mama ingin kamu dan mama harap kamu juga menginginkannya" ucap mamaku yang menatapku dengan wajah penuh nafsunya. Ku tundukan kepalaku dan kucium bibirnya. Ciumanku kemudian turun ke leher mamaku. pikiranku dikuasai oleh nafsuku, sudah tak ada lagi logika di dalam otakku.
"arghhh... ssssshhhh.... terus sayang... kamu pintar sekali... ouwghhhh" desah mamaku
Ciumanku semakin turun kebawah dan tali gaun tidur tipis mama aku singkirkan dengan lidahku. Dengan kedua tanganku secara perlahan aku turunkan hingga dibawah sikunya. Payudaranya kemudian tersembul keluar dengan indahnya, dengan lahapnya aku langsung menyeruput payudara mama.
"Arggghhhh... ehmmmm.... asssssssshhhhhhh...." desah mama
Sembari mengulum-ulum bagian susunya kanannya dan tangan kiriku mermas susu kirinya, tangan kananku menarik lembut tali kiri gaun tidurnya hingga lepas, begitupun sebaliknya ketika aku mengulum susu bagian kirinya tali kanan gaun tidurnya aku lepas. Kini gaun tidur mama tersangkut dipinggangnya. Ciumanku tak hanya berhenti di bagian susunya, langsung aku sibak gaun tidurnya yang masih menutupi selangkangan mama. G-String berwarna hitam menutupi sedikit vagina mamamku. Aku geser sedikit dan mulai aku jilati bibir vagina mama.
"Asshhhhhhhhhhh.... hmmmm.... erghhhh... sayangkuwhhh owhhhh....." desahan mama. Kuangkat paha kiri mama dan aku letakan di bahu kananku. Terlihatlah vagina yang lengkap yang sedikit tertutu oleh G-stringnya. Jari tengah tangan kiriku mulai aku masukan ke dalam vaginanya perlahan dan terasa sudah sangat becek sekali. Jilatanku beralih menuju biji kecil dibagian atas bibir vaginanya. Aku mulai mengocok perlahan pada vagina mama.
"Owghhhh... sayang... erghhhh... memek mama kamu apakanhhh owghhhhh... enakkkhhhh"
"jadikan itu milikmuh sayaghhh..." desah dan racaunya. Aku kemudian mempercepat kocokan pada vagina mama dan jilatanku semakin liar, kadang aku berika jilatan dan sedotan pada vagina mamaku
"Arghhh sayang... aishhhh arghhhh... lebih cepathhh... arghhh mama hampir..."
"terushhh erghhh... mama hampir sampai... arghhhhhh....."
"Mama keluarhhhhh aerghhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhh" teriak mama yang kemudian kedua tanganya bertumpu pada kedua bahuku, kaki kirinya langsung ditariknya turun. Tubuh mama beringsut turun dan kemudian bersimpuh dihadapanku. Ciuman didaratkannya di bibirku, aku kemudian memeluknya.
"Kamu sudah sering ya sayang hash hash has" ucap mama
"eh... iya mah, maaf..." ucapku
"tidak perlu minta maaf sayang, sekarang mama akan menjadi pengganti wanita-wanitamu itu"
"jika mama tidak dapat memuaskanmu, mama tidak akan lagi meminta darimu" ucap mama sembari melepaskan celana boxer-ku dan munculah penis perkasaku. Mama tampak kagum dengan penisku, walau ukurannya tidak begitu besar tapi cukuplah untuk seorang wanita. Mama memandangku dengan snyumannya sambil mengelus-elus penisku dengan kedua tangan mama. Kadang mama mencium ujung penisku dengan bibirnya.
"gagah ya?" ucap mama, aku hanya bisa mengrenyitkan dahiku dan menikmati sensasi dari elusannya itu. Dan tiba-tiba, mama langsung memasukan penisku kedalam mulutnya.
"arghhhhhhhhh... mama... owh....." desahanku merasakan setiap gesekan rongga mulutnya dengan batang penisku. Ini membuat sensasi tersendiri buatku, melihat mamaku sendiri sedang mengulum batang penisku. Jilatan dan sedotanyang sangat mantap aku rasakan, membuat aku sedikit tida bisa bertahan.
"mamah... sudahhhh ma, nantiihhh arghhh rahman keluarhhh owhhhh...." desahku dan segera aku pegang kepala mamaku agar tidak melanjutkannya lagi. Mama kemudian mengangkat kepalanya dan memandangku dengan senyumannya
"pindah ka... aaaa" ucap mama terpotong karena aku segera bangkit dan membopong tubuhnya. Kurebahkan tubuhnya terlentang di tempat tidurku, dia telrihat sedikit malu memperlihatkan vaginanya kepadaku. Perlahan aku mendekatinya dan kucium bibir indahnya
"Ehmmmm.....mm....m....mm....mmmmm" desahan mama. Tangan kanan mama memegang penisku dan diarahkan ke vaginanya.
"dorong pelan sayang...ergghhhh" ucap mama ketika melepas ciuman kami berdua
"Mamahh... enakhhh mahhhh... arghhhh...." racauku
"Enak manahhh erghhh sama temen erghh kamuwhhh...." ucap mama
"mama, mama sayanghhh arghhh... aku suka punya mamah arghhhh..." ucap mama. Aku semakin cepat menggoyang pinggulku, pemandangan indah didepan kedua mataku. Payudaranya bergoyang naik turun seirama dengan goyangan pinggulku. Aku langsung kuremas kedua payudaranya dengan kedua tanganku.
"mamah, kontollku enak di memek mamah owghh... enak sekali mahh... arghhh lebih sempithhh... arghhh... enak sekali ouwghhh....." racauku kesetanan
"keras... remassshhh yang kuat susu mamah buathhh muwhhhh...."
"sayanghhhh... fuck me harder! Lebih kerass sayanghh.. mamah untuk muwh ouwghhh.... mama akan menjadi wanitamuwhhhh selamanyaaaaaaaaaaaaahhhh...." racau mama. Tubuh mama melengking, kemudian tubuh itu bergetar seperti tersengal-sengal. Kurasakan cairan hangat menjalar kebatang penisku.
"kamu arghhh buat mamah keluar sayangkuwh owh.... hosh hosh hosh" ucap mama
"mah..."ucapku
"Hm..." jawabnya, seakan-akan tahu keinginanku mama langsung membalikan tubuhnya dan menungging di hadapanku. Segera aku masukan penisku dengan bantuan tangan kanan mama
"ouwghhh lebih sempit memekmu becek dan sempit mahh...owgh...." perlahan aku memasukan penisku hingga tenggelam semuanya
"sayanghhh... akmu memang nakal, masa mama sendiri kamu kenthu owghhh...." ucap mamaku
"mama suka kan? Makanya Rahman ngenthu mama... arghh... enak sekali memekmu mah..." ucapku
"Goyang sayang, kenthu mamamu, jadikan mamamu istrimu arghhhhh..." ucap mamaku. aku kemduian mulai menggoyang pinggulku semakin cepat
"Mama adalah milikku arghhh mama punyaku mama istriku, memekmu hanya untuk mah arghhh.. sempit sekali memek mu mamah... owghhh... memekmu menjepit kontolku mah... memekmu menyedot kontolku mamah arghhh... nikmat owgh... mamahhhh" racauku
"ayo sayanghhh... masukan lebih dalam lagi kontolmuhhh... kenthu mamahmuwh ini arghhh...owhhh.. jadikan mamah milikhhmush owghh... kenthu mamah terushhh....arghhhh... mamahh... mamah... arghhhh... akan jadi ayam kampusmu sayanghhh arghhhhh...." racaunya semakin liar
Aku semakin mempercepat goyanganku, semakin kuat aku menghentakan penisku di dalam vaginanya. Membuat kedua tangan mama sudah tidak kuat lagi menumpu tubuh bagian depannya. Dia tersungkur dengan posisi pinggulnya mash menungging. Aku masih tetap dalam posisi menggoyang pinggulku maju dan mundur.
"Aghhhh.... syaangkuwhhh... owghhh.... lebih kerashhh lagih lebih dalamhhh lagih owghhh... mama suka kontol kamuwh owgh... mau kontol kamuwh owgh...."
"sirami... sirami rahimmhhhh argghhhh mamah denganhhh pejuhhhh pejuhhhmuwh...." racaunya
"Iya ma hashhh arghhhh akan kusiram rahimmu dengan pjuhhhh arggghhhh kuuuwhhhh owghhh..."racauku. semakin lama intensitas goyanganku semakin cepat dan membuat aku merasakan akan keluar.
"Mamah... aku sudahhh arghhh mau keluarhhhh owghhh...." racauku
"Keluarkan sayang owghhh mama juga hampirhhh keluar owghhh kontolmu buat owgh keluar arghhhh... ahhhh keluarkan owghhhh di memek mama sayang arghhhh hashhh...." racaunya
"ARGHHHHHHHHHHHHH!" teriakku
Croot croot croot croot croot croot croot croot croot
Aku ambruk di atas tubuh mama yang telengkup di atas kasur. Tubuhku jatuh kesamping mama, mama kemduian membalik tubuhnya dan masuk dalam dekapanku. Aku tidak pernah menyangka bakal terjadi seperti ini, aku juga tidak pernah menyangka akan melakukannya dengan wanita yang aku hormati, mamaku.
"Sayang... maafkan mama ya...hash hash hash" ucap mama
"Maafkan Rahman juga ma... hash hash..." ucapku
Kami berdua kembali berciuman dan saling memeluk erat. Kehangatan payudara mama yang menempel di dadaku membuat aku merasa nyaman ditambah lagi dengan kehangatan tubuhnya.
"Mulai sekarang, Rahman pulangnya lebih rajin ya, biar mama tidak sendirian" ucap mama pelang dengan mata terpejam
"Bahagiakan mama, jangan tinggalkan mama, mama sudah tidak bisa merasakan kebahagiaan jika dengan papamu" ucap mama
"Iya ma, pasti, aku akan membahagiakanmu" ucapku dengan memeluknya erat
"I'll be everything you want dear" ucap mama
"me too..." ucapku
Aku sudah tidak tahu lagi harus berbuat apa. Dengan adanya mama sejak saat itu membuatku lebih nyaman dan lebih tentram. Tak perlu lagi merasakan sakit hati ataupun bermain cinta diliuar. Aku tahu ini salah tapi aku sejak pertama kali aku melakukannya aku tidak bisa berhenti. Mama menjadi lebih bersemangat dalam hidupnya dan satu kenyataan pahit yang aku dapatkan dari mama adalah Papa. Papa selama ini yang terlihat baik dan berwibawa ternyata dia memperlakukan mama dengan sangat keji. Ditambah lagi dari pengakuan mama, papa selalu berman cinta diluar sana. Memang tak ada bedanya denganku, tapi sejak ada mama, aku sudah menjadi pribadi yang berbeda. Walau setiap saat aku seperti orang stress karena menyetubuhi mamaku sendiri. Aku harus bercerita ini kepada Arya, hanya dia satu-satunya sahabatku yang bisa aku percaya dan tidak mungkin dia memanfaatkan situasi ini. Ya, Arya...
------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
"Gila! Eh ya ndak juga sich, kalau gila aku juga gila, aduh bagaimana ini? aku juga tidak bakalan bisa memberi saran ke Rahman" bathinku
"itu beneran apa bohongan?" ucapku
"Beneran Arya, sahabatkuuuuuuuuu" ucap rahman. kalau kata orang inggris "speechless" tapi kalau kata orang indonesia "Bengong" Kalau kata orang di daerahku "Ngowoh". Benar-benar diluar dugaan, Aku melakukannya dengan Ibuku dan Rahman melakukannya dengan mamanya. Namun aku tidak ingin bercerita mengenai diriku dan Ibu, karena itu adalah rahasia kita berdua.
"Jujur kang, aku bingung..." ucapku
"Ente yang denger aja bingung apa lagi ane, ar?!" ucap rahman
"terus apa yang akan kamu lakukan kang?" ucapku
"Hashhh..."
"Ane jatuh cinta pada Ibuku sendiri Ar" ucapnya. Aku terkejut dengan pernyataan Rahman, dia memiliki hal yang sama dan terjadi padaku.
"Ane hanya takut jika kebablasan Ar, walau begitu mama terus membujukku untuk mencari pasangan juga, bingung aku Ar?"
"Disisi lain Mama juga bercerita mengenai kasarnya Papa selama pernikahan mereka, apalagi ketika melakukan hubungan seks dengan Papa, mama sering dijadikan anjing peliharaan Papa"
"maka dari itu Ar, mama lebih suka bermain denganku tapi..."ucapnya
"Tapi apa kang?" ucapku
"Mama sering mengajakku main diluar Ar, dan yang kamu lihat malam itu adalah aku dan mamaku" ucap rahman
"heghhh...." aku hanya bisa terkejut saja, pantas saja aku sedikit mengenal tubuh itu
"bagaimana ini Ar, disisi lain kadang mama juga menginginkan aku bermain kasar, aku kasihan Ar" ucap Rahman
"Aduh bagaiaman ini, aku saja belum menemukan solusi tentang hubunganku dengan Ibu, masa aku harus memberi solusi ke kang rahman?" bathinku
"Emm... kang?" ucapku
"ya...hashhhhh" jawabnya dengan semburan asap putih
"Aku tidak tahu menahu tentang hubungan itu, dan aku tidak memmpunyai solusi bagi hubungan kalian tapi memang alangkah baiknya jika kamu mencari pasangan juga, sesuai perkataan mamamu"
"Terus..." ucapku
"terus Apa ar?" ucapnya
"Jika kamu memperlakukan seorang wanita dengan liar maka dia akan menjadi liar, jika kamu memperlakukan dia dengan lembut dia akan menjadi seorang yang lembut" ucapku
"mungkin yang terakhir ane akan mencobanya, tapi untuk kmencari pasangan, ane hanya takut jika kelak pasanganku itu mengetahui hubunganku dengan mama, itu bisa menjadi boomerang bagi keluargaku" ucap Rahman
"Benar juga, jika saja suatu saat nanti pasanganku mengetahui hubungan itu, mungkin dia akan menjauh dariku" bathinku. Aku kemudian merebahkan diriku di atas rerumputan dengan bantalan kedua tanganku.
"Kang...." ucapku
"Hm..." jawab rahman
"Pasti dari jutaan wanita itu ada yang mau menerimamu apa adanya, dan jika dia benar-benar menerimamu mungkin kamu dan mamamu bisa menghentikan hubungan kalian berdua" ucapku
"Dimana ane bisa menemukan wanita seperti itu Ar?" ucap Rahman
"jika kau bertanya tentang itu, Entah Kang... aku tidak tahu... "
"Kamu akan menemukannya jika kamu mau mencarinya" ucapku
"benar juga sahabat, aku tidak akan menemukannya jika tidak mencarinya"
"hanya saja ane masih ketakuatan, jika waktu yang aku gunakan dalam mencari pasangan hidupku itu ternyata membuatku semakin cinta terhadap mamaku sendiri" ucap Rahman
"Kita tidak akan pernah tahu api itu panas jika kita tidak berada didekatnya"
"Kita tidak akan pernah tahu apa yang akan terjadi selanjutnya jika kita tidak mencobanya" ucapku
"Huh..."
"itulah ente" ucap Rahman
"Seandainya kamu tahu kang, aku juga memiliki masalah yang sama denganmu, dan aku mengalaminya lebih dahulu dari kamu kang" bathinku dengan mataku yang memandang ke langit malam
Dalam hening kami kami disapa oleh angin malam yang berhembus. Dalam remang-remang kami menerawang. Entah apa yang ada dipikiran Rahman saat ini, yang jelas pikiranku hanya tertuju padamu Ibu. Aku merasa sangat bersalah kepada semua orang disini, apakah memang aku tidak ada bedanya dengan Ayahku sendiri? Kata Ibu aku berbeda dengannya, dari sikap, cara pandang dan bahkan daya tarik terhadap perempuan aku lebih dari Ayah. Ibu, jika aku pulang nanti aku akan paksa Ibu untuk bersamaku, aku tidak peduli dengan Ayah.
"Ar, ane masih bingung..." ucap Rahman
"Lebih baik sekarang kamu pulang kang, temui mamamu dan ajaklah dia berbicara agar tidak terlalu keluar dari jalur, paling tidak kalau melakukan tidak di rektorat" ucapku
"mungkin benar apa katamu"
"Ya sudah aku pulang dulu"ucap Rahman. ketika rahman pulang aku kemudian menelepon Tante ima.
"Ya halo ar..."
"Tan, bagaimana kabarnya?"
"baik, kamu sendiri?"
"baik, oia tan..."
"Ada apa?"
"Hashhhh... tolong hubungan kita terdahulu jangan di beritahukan kepada rahman"
"tidak akan Ar, tenang saja kamu ya?"
"tan..."
"Iya..."
"lepaskan rahman ketika dia sudah memiliki pasangan hidup"
"Eh... dia bercerita kepadamu Ar?"
"Iya semuanya tan"
"Maafkan tante, karena om-kamu, seks menjadi kebutuhanku"
"tapi bisakan jika suatu saat tante melepaskan Rahman jika dia sudah menikah?"
"Tergantung pada rahman..."
"terima kasih tan"
"sama-sama"
Tidak ada percakapan lanjutan dengan tante, karena memang aku sudah memantapkan diriku untuk berhenti menyentuhnya. Aku bangkit dari tempatku duduk dan kemudian aku arahkan motorku ke arah warung wongso. Mungkin dengan dia aku bisa curhat. Sesampainya di warung wongso aku kemudian masuk dan menyalami Ibu dan adik wongso, kulihat dia sedang mencuci piring dan gelas di belakang dan hanya meyapaku sekedarnya saja. Dengan santai akulangsung membuat minuman sendiri lalu ku bawa ke depan warung. Wongso kemudian datang, diraihnya bungkus rokokku dan disulutnya sebatang, dia duduk disebelahku.
"bagaimana dengan kuliahmu cat?" ucap wongso
"beres wong, kamu jadi kuliah lagi semester depan" ucapku
"jadi, aku cuti setahun saja Ar, ekonomi keluarga sudah stabil" ucap wongso
"jika nanti kamu butuh sesuatu, bilang saja ma aku wong" ucapku
"iya arya yang baik dan gemar menabung.... plak..." ucapnya sembari menampar kepalaku
"dasar wong edan!" bentakku
"Oh ya, bagaimana dengan Bu Dian itu?" ucap wongso
"Sudah enggak Wong.." ucapku
"mungkin seharusnya kamu itu...." ucap wongso terpotng
Greeeeng greeeeeng greeeeeeng greeeeng pluk. Ringtone sematpon wongso.
"tumben dira telepon" ucap wongso
"alah paling dia kangen sama kamu ha ha ha" ucapku
"gundulmu!"
"Ya Dir, halloooo...." ucap wongso
"APA! DIMANA?!" wongso bangkit dari duduknya, membuatku sedikit kaget
DICAFE?! OKE AKU KESANA SAMA ARYA?!" lanjut wongso dengan bentakan yang lebih keras
"A.. ada apa wong?" ucapku yang ikut bangkit
"Gerombolan siapa itu cowok yang mukulin kamu?" ucap wongso yang nampak kebingungan
"Lucas?"ucapku
"iya, dia sedang di cafe yang kemarin, ini dira disana, katanya tukas arghhh kupas kakas" ucap wongso tambah kebingungan
"lucas? Tenang saja kenapa kamu" ucapku
"alah ndak penting namanya, dia sekarang sedang membuat onar di cafe itu, cecunguk itu sedang mengeroyok seorang lelaki yang bersama Bu Dian di depan cafe"
"Si empunya toko di sandra agar tidak menelepon polisi, ini dira lagi ngumpet ditoilet dan telepon aku" ucap wongso
"Bu Dian?! Kenapa harus wanita itu lagi? Kenapa dia selalu berada di sekitarku!" bathinku
"Malas wong..." ucapku santai dan kembali duduk
Bugh.... pukulan ringan mendarat di pipi kananku
"aku ndak ngerti masalah kamu dengan wanita itu, dia mau nyakitin kamu, dia mau membunuh kamu, aku ndak peduli, tapi ini mengenai Dira! Dasar Goblok!" bentak wongso
"Dira, dira sahabatku" bathinku. Segera bagkit dan naik ke motorku
"Ayo ndes ojo kesuwen, selak perawane nglahirke (ayo ndes jangan kelamaan, keduluan perawannya melahirkan)" teriakku,
"O... Lha celeng kowe Ar, Raimu Pak Tai tenan Ndes! (O... lha babi hutan kamu Ar, Wajahmu kena tinja, pak dari kata gopak atau kena cipratan) " ucap wongso yang kemudian memboncengku.
"Hei, bawa ini" ucap Ibu wongso yang melemparkan kayu pemukul dengan ukiran yang khas dan ditangkap oleh wongso. Dari mata Ibu wongso seakan-akan yakin bahwa anaknya akan memenangi perkelahian ini. Dalam perjalanan wongso menelepon sahabat-sahabatku yang lain agar segera datang. Ku tancap pedal gas eh salah ku tarik gas secepatnya dan sampailah aku dan wongso
Di depan sana, dari kejauhan terlihat seseorang yang sedang diinjak-injak hingga di tepian jalan. Lelaki itu adalah pak felix, ya! pak felix. Seorang wanita mencoba mencegah kerumunan orang yang sedang menginjak-injak pak felix, perempuan itu adalah Bu Dian. Segera kutabrakkan sepeda motorku ke orang terdekan hingga dia terpental. Satu persatu mereka bergerak mundur.
"WOI KALO BERANI SATU-SATU LO! JANGAN MAIN KEROYOK!" bentakku, sembari mengangkat tubuh pak felix. Bu Dian yang sedari tadi mencoba melepaskan genggaman Lucas, akhirnya bisa terlepas dan langsung berlari ke arah pak felix. Bu Dian kemudian memapahnya mundur
"Arya terima kasih hiks hiks" ucap Bu Dian yang melangkah mundur. Aku dan Wongso berdiri di depan mereka berdua.
"Well well well wewe gombel... ternyata para jagoan sudah datang, jadi aku tidak perlu mancari kalian lagi ha ha ha" ucap lelaki dari dalam cafe yang kemudian berjalan keluar. Cafe sudah terlhat sangat sepi tidak ada pengunjung sama sekali. Mungkin karena keonaran mereka dan para pengunjung pergi dengan sendirinya.
"Lucas!" gerutuku
"Sekarang apa kalian bisa mengalahkan pasukanku, lihatlah kalian Cuma berdua dan kami berjumlah 30 orang, apa bisa kalian mengalahkan kami ha ha ha ha" ucap
"Ar, kayane bakalan modar awake dewe (kayaknya kita bakalan mati)" ucap wongso setengah berbisik kearahku
"Lha wes piye maneh? Mau ndadak mangkat (lha mau bagaimana lag? Tadi kok ya berangkat)" ucapku
"Ar, kalau aku mati disini, tolong jaga keluargaku ya" ucap wongso
"Gundulmu Su...."
"Tidak, kita akan hidup dan mereka yang akan mati" ucapku
"ternyata wongso dan arya, bagaimana kabar kalian?" ucap seseorang dari belakang lucas yang ditemani dengan seseorang lagi
"Paijo!"
"Ilman!" ucap kami bersamaan. Seorang musuh bebuyutan dari geng koplak dan selalu membuat masalah dengan geng koplak. Dia adalah teman SMA yang selama ini selalu bersebrangan dengan kami, mereka berdua merupakan ahli beladiri sama dengan kami. Mereka dikeluarkan dari perguruan karena tindakan indisipliner.
"ha ha ha... sekarang akan menjadi akhir dari geng koplak ha ha ha" ucap ilman
"HAJAR MEREKA!" teriak lucas
AKU
Satu orang maju memukul dengan tangan kanannya dapat aku hindari, segera aku tarik tanganya dan aku banting kebelakang. Tiba-tiba ada orang lain yang menendang punggungku, aku hampir jatuh tersungkur, aku segera berbalik dan kudapati seseorang akan menendangku lagi. Dengan kaki menyodok kedepan aku arahkan tendanganku ke bagian selangkangan lelaki tersebut hingga jatuh tak berdaya. Aku maju kudapati dua orang memukulku secara bersamaan dan aku segera menunduk. Dengan dua kepalan tangaku aku meng-upper cut dagu mereka berdua.
WONGSO
Wongso yang memainkan kayu yang diberikan Ibunya, langsung memeukul ke kepala seseorang dari mereka hingga terjatuh dan tersungkur. Diayunkannya dari kiri kekanan kayu itu ke arah dua orang di depannya, dua orang itu dapat menghindar dengan baik namun dengan lihainya wongso mengayunkan kembali kayu itu lebih rendah dari kanan kekiri, pertama mengenai orang tersebut da labgsung terjatuh menghantam orang di sampingngnya. Wongso kemudian mengayunkan kayu itu dari atas ke bawah ke arah kepala orang yang tertubruk tadi. Darah berkucuran dari ketiga orang yang dihantam oleh wongso.
AKU DAN WONGSOBaru saja aku dapat melumpuhkan empat orang dan wongso baru melumpuhkan tiga orang. Tiba-tiba dari belakang kami, ada yang berteriak memanggil kami.
"ARYA"
"HEI WONGSO" teriak dua orang bersamaan memanggil kami dari belakang, kami menoleh dan...
Pyaaaaar......
"ARYAA!" teriak Bu Dian dan Pak Felix
Sebuah pukulan botol menghantam kepala kami berdua, kepalaku terasa sangat perih dan ngilu. Aku jatuh seperti orang merangkak, begitupula wongso langsung jatuuh berlutut memegang kepalanya. Darah menetes ke atas lantai parkir ini.
Bugh... ditendangnya tubuhku dan tubuh wongos hingga tersungkur bersebelahan. Sial, ternyata ilman dan paijo yang mengendap-endap dari belakang. Dengan membawa botol minuman yang sudah pecah karena mengenai kepala kami berdua.
"Saksikanlah... saksikanlah kehancuran pentolan Geng koplak! Ha ha ha ha" teriak Ilman
"Bunuh dia sekalian ha ha ha" ucap lucas
"Pastinya kita buat lumpuh mereka seumur hidup ha ha ha" teriak paijo
"Sialan! beraninya dari belakang!" bentak wongso
"inilah hidup kawan ha ha ha" teriak ilman
"Heentikan! Hentikaaaaaaaaaaaaaaaaaaaan!" teriak Bu Dian
"Eh Ibu cantik diam saja, nanati urusan Ibu denan kontol saya"
"pegangi dia dan laki-laki itu!" ucap ilman kepada beberapa orang suruhan lucas
"Hei kalian bisa saya laporkan ke polisi!" ucap pak felix
"Iya sebelum kamu lapor kamu sudah mati dulu ha ha ha" ucap paijo
Dengan tubuh tak berdaya aku, kepalaku terasa sakit dan pening. Tiba-tiba injakan tepat pada perut kami membuat kami semakin merintih kesakitan. Ilman dan paijo tidak henti-hentinya menghajarku dan wongso. Beberapa orang dari mereka juga menendangi tubuhku. Dengan sekuat tenaga aku memegang satu kaki mereka dan aku dorong, aku peluk tubuh wongso sehingga wongso tidak mendapatkan tendangan lagi. Ilman kemudian menarikku dan paijo menarik wongso, jujur aku dan wongso sudah tidak berdaya lagi seperti sebuah kain yang diangkat oleh mereka berdua. Ditendangnya perut kami berdua hingga jatuh bersujud, kemudian kami bangkit. Baru saja kami mencoba bangkit degan tubuh sedikit membungkuk.
"MATI KALIAN!" ilman dan paijo masing-masing mengangkat dua buah botol yang akan di hantamkan di kepala kami.
"Aku akan mati...." bathinku. Aku melirik wongso dan kulihat dia tersenyum. Diacungkannya jempol kananya kearahku.
May be this is Goodbye......
"ARYAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAA!" teriak Bu dian
Disebuah cafe dimana merupakan tempat makan malamku pertama kali dengan wanita yang pernah masuk kedalam hatiku, Bu Dian. Disinilah tempat dimana aku bertemu dengan beberapa sahabatku pentholan Geng Koplak. Dan disini pulalah kemungkinan hari terakhirku. Dua orang yag dulu selalu membuat Onar di sekolahan kami, yang dulu aku hajar habis-habisan sekarang ada didepanku, ilman dan paijo. Ilman berda di depanku dan paijo berada didepan wongso, mereka memegang dua buah botol yang sudah terangkat oleh kedua tanganya dan siap di hantam kan ke kepala kami. 99,9% jika dua botol itu terkena kepala kami berdua, nyawa kami pasti melayang.
“MATI KALIAN!” ilman dan paijo masing-masing mengangkat dua buah botol yang akan di hantamkan di kepala kami.
“tidak... tidak aku tidak ingin mati disini!” bathinku bergejolak
“heghhhh....” dengan sisa tenagaku aku menahan kedua pergelangan tangan ilman yang hendak menghantamkan botol itu kekepalaku. Begitupula dengan wongso yang memegang tepat botol paijo.
Bugh.... aku dan wongso melancarkan tendangan tepat ke arah perut mereka berdua yang tanpa pertahanan sama sekali. Mereka berdua jatuh terjengkang, botol yang mereka pegang terlepas dari tangan mereka. Aku dan wongso hampir terjatuh setelah menendang mereka berdua, tapi dengan sigap aku dan wongso saling menopang tubuh sehingga aku dan wongso masih tetap dapat berdiri. Aku dan wongso kemudian memposisikan saling membelakangi. Aku sudah tidak peduli lagi dengan tubuh yang lemah ini, aku tidak ingin mati jika aku belum menghajar mereka.
“Wong, kamu ingat film Shonan Junan Gumi?” ucapku dibelakang wongso
“He he he masih saja kamu membicarakan hal yang tidak perlu”
“aku masih ingat” ucap wongso
“Kalau begitu kita mati-matian seperti onizuka dan ryuji, okay su?!” ucapku dengan senyum sinisku
“He he... mati bersama leng!” ucap wongso
“Kamu tetap dibelakangku wong, aku maju kamu mundur, kamu maju aku mundur” ucapku
“Wani piro? He he” ucap wongso
“KOPLAAAAAAAAAAAAAAK!” teriak kami berdua
Aku kemudian maju melancarkan pukulan ke wajah orang yang berada di depanku, namun dapat ditangkisnya dengan kedua tanganya, wongso pun mundur melindungi bagian belakangku. Segera aku lancarkan tendangan ke arah perutnya hingga dia membungkuk, segera aku berikan lututku hingga dia terjengkang. Aku kemudian maju meraih kedua kaki orang tersebut dan kuhimpit pada pinggangku dengan kedua tanganku.
“Wongm kananku!” teriakku. Dengan segera wongso melancarkan tendangan menyodoknya ke arah kananku dengan kaki kirinya.
“Kiri!” teriakku. Dengan segera wongso menyodokkan kaki kanannya ke arah kiriku.
“melu aku wong! (ikuti aku wong!)” teriakku
Dengan segera ku putar-putarkan tubuh orang ini sehingga bagian kepalanya membentur beberapa badan temannya. Hampir aku terjatuh namun wongso yang berada dibelakangku mencoba menyeimbangkan aku agar tersu berputar. Beberapa orang mundur tidak mendekati kami, dan kami tetap berputar dengan tameng teman mereka sendiri. Langsung aku lemparkan orang tersebut ke kerumunan temannya, hingga mereka semua terjatuh terjengkan mencoba menangkap tubuh temannya. Aku kemudian meraih kayunya yang terjatuh sebelumnya, kusodok orang yang tepat berada di depanku hingga dia mengaduh kesakitan. Langsung ku ayunkan kayu itu ke atas tepat pada kepala orang tersebut dan orang tersebut langsung jatuh terjengkang kebelakang.
Klintiiiiing... bunyi botol yang menggelinding pelan karena tersenggol kakiku
Wongso masih dibelakangku mengambil botol tersebut tampak wongso menghindari pukulan seseorang, dipegangnya tangan orang tersebut dan diayunkan botol yang dipegangnya kearah kepalanya. Kami berdiam sejenak menghela nafas, semua mata orang-orang itu menatap tajam ke arah kami, tampak beberapa dari mereka terkapar dan tak berdaya beberapa orang dari mereka ada yang menolong temannya yang terkapar.
“Wong, gowo rokok? (Wong, bawa rokok?)” ucapku
“Mestine gowo to ndul, udud sek po? (Pastinya bawa to ndul, ngrokok dulu po)” ucap wongso. Dengan santai kami menyulut rokok kami, dengan tatapan tajam kami kearah mereka semua.
“Woi, Maju!” teriakku dengan kepala sedikit menengadah ke atas dan tatapan sinis ke arah mereka. Wongso dibelakangku tampak meraih botol lagi dengan tangan kirinya, dia berjongkok jinjit dengan kedua siku tangannya bertumpu pada lutut kakinya.
“Sudah siap mati kalian?” ucap wongso kepada mereka semua yang tampak ketakutan
“AYO MAJU JANGAN BERDIRI SAJA!” teriak llucas
“Cepat Maju, jumlah kalian lebih banyak!” ucap ilman, paijo disampingnya mendorong seseorang untuk maju. Orang tersebut maju seperti orang yanng tersandung ke arah kami dengan cepat wongso menganyunkan sebuah botol hingga pecah di kepala orang itu hingga tumbang bersimbah darah.
“BAJINGAAAAN! HYAAAAA!” teriak paijo yang kemudian berlari dan melompat kearah kami dengan tendangan tepatnya dari arah samping kami. Kami berdua kemudian menghindarinya dengan maju satu langkah, aku kemudian memutar balik tubuhku sambil mengayunkan kayu tersebut dan tepa mengenai wajahnya. Paijo dengan seketika itu ambruk dengan hidung dan mulutnya berdarah, dia bangkit dan kemudian lari mundur dan berdiri disamping Ilman.
“MATI KAU!” ucap ilman yang menodongkan pitol ke arah kami
DHUAAARRRRR! Suara letupan pistol
Kulihat pak felix entah datang dari mana dia menahan tangan ilman dan mengarahkan tembakan itu ke langit. Sedikit bayangan orang dibelakang paijo, orang yang memegangi pak felix terluka pada bagian hidungnya. Pistol ilman terjatuh dan dengan cepat pak felix menyambar pistol teresbut dan dilemparnya jauh, entah jatuh dimana benda itu. Tiba-tiba saja sebuah sebuah botol menghantam kepala bagian belakan pak felix, dia terjatuh dan meringkuk dibawah. Beberapa orang kemudian menghujami pak felix dengan tendangan dan injakan.
“FELIIIIIIIIIIIIIIIIX! Teriak Bu Dian yang tidak dapat berkutik karena dipegang erat oleh orang suruhan Lucas
“SIAL!” ucapku dan wongso secara bersamaan. Aku dan wongso kemudian bergerak ke arah pak felix, menghamtamkan kayu dan botol kami ke arah orang-orang yang mengrumuni pak felix. Di saat inilah pertahanan kami terbuka, tak ada lagi yang dibelakang kami.
Braaaak.... sebuah kursi mengahantam kami berdua, kami terjatuh. Tampak banyak sekali orang yang mengerumuni kami menginjak-injak kami. kulihat pak felix sudah tidak berdaya lagi, aku dan wongso kemudian bangkit, kupegang kaki mereka dan kudorong begitupula dengan wongso. Aku dan wongso kemudian menutupi tubuh pak felix, aku menutupi bagian kepala dan wongso bagian tubuhnya. Terasa sangat perih injakan-injakan ini, aku dan wongso hanya bisa mengaduh dan mengaduh. Disaat itu aku memandang wongso.
“terima ugh kasih ugh rokoknya ughh” ucapku kepada wongso sembari menerima injakan-injakan
“Sama ugh ugh sama” ucap wongso yang mengalami hal yang sama denganku
“Minggir semuanya, ha ha ha” teriak ilman dan paijo secarea bersamaan
Tawa bajingan-bajingan sangat keras di sekitar kami berdua. Manusia-manusia yang hanya bisa bermain keroyokan dan apa mereka tidak pernah mendengarkan lagu band apa? Yang judulnya STOP WAR! Kalau berani satu-satu. Kupandangi mereka satu persatu untuk menginngat wajah mereka jika aku manti dan gentayangan akan aku cari mereka satu persatu. Tatapan mata yang penuh kesombongan terpancar dari mata mereka semua. Dengan tubuh yang sudah bisa dikatakan hancur, aku dan wongso kemudian bangkit dengan saling menopang tubuh satu sama lain.
“HA HA HA HA... SEKARANG SAATNYA KALIAN BERDUA MATI!” ilman berteriak ke arah kami. dua orang dari cecunguk lucas memberikan sebuah batang besi panjang, ilman dan paijo kemudian memegangnya dan mereka berjalan ke arah kami. Sudah tak ada kekuatan di tubuh kami. kupandangi wongso.
“Wong, ududmu isih (rokokmu masih) he he” ucapku pelan
“He he entek cat (habis cat) he he ” ucap wongso kepadaku
“Sudah... hentikan aku mohon hiks hiks hiks aku mohon hentikaaaaaaaaaaaaaaaan!”
“Lucas, kamu ingin aku hiks ambil aku biarkan mereka hidup” teriak bu dian
“Aku ingin mereka mati setelah itu baru aku menikmatimu sayang ha ha ha” tawa lucas dari dalam cafe. Langkah kedua bajingan ini semakin dekat dengan kami, ujung batang besi digesekannya di lantai parkir ini.
“MATI KAU” teriak ilman
“HIYAAAA” teriak paijo
Ciiiiiiiiiiiiiiiiiiiit....
Wuiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiing... brak.... bruuuuk....
Sebuah batang kayu besar yang sangat panjang melayang mengenai tubuh ilman dan paijo. Mereka tersungkur dihadapan kami, besi yang mereka pegang terlepas dari tangan mereka. Aku dan wongso memandang ke arah asal leparan kayu itu. Mereka gondes-gondes, bajingan-bajingan, celeng-celeng, asu-asu yang terlalu lama datang, 10 pentil eh pentholan geng koplak. Aku dan wongso kemudian beringsut duduk mencoba menyadarkan diri kami, kuraih tubuh pak felix dan memeluknya. Pak felix hanya tersenyum kepada kami berdua. Dalam suasana terkejut, Dewo dengan sangat cepat berlari ke arah kerumunan orang disekitar kami, dengan cepat diraihnya dua kepala manusia yang sedang tidak siap dan dibentur-benturkan berulang kali dan terakhir di adunya dengkul dewo dengan kepala manusia itu, dan kemudian ditariknya kebwah dua kepala manusia itu hingga terbetur keras dilantai hingga kedua manusia itu tak dapat berkutik lagi, 2 tumbang. Beberapa orang dari mereka yang sudah pulih dari keterkejutan mereka langsung berlari ke arah pentholan geng koplak, begitu pula dengan orang-orang yang memegangi Bu Dian dan Pak felix. Dengan cepat karyo mengayunkan pukulan keras ke kepala orang yang akan menyerangnya, bugh, jelas saja dia langsung tersungkur, mana ada yang bisa menahan pukulan orang dengan berat 120 kg. Karyo kembali beraksi dengan cepat ke arah satu orang lagi, dia masuk dari sisi samping orang itu dan dipeluknya tubuh orang itu kemudian dengan gaya kayang dibantingnya orang itu hingga dari tengkuk orang itu terdengar suara krekkk. Walau beberapa pukulan mendarat di tubuh karyo, dia tidak merasakan apa-apa.
Joko berlari dengan cepat menendang orang yang akan menghantam dewo dari belakanng, tepat di tengkuk kepala orang itu. Orang itu roboh dan langsung diinjak oleh kedua kaki Joko, kini joko berdiri membelakangi Dewo. Tugiyo dengan tubuh kecilnya berlari dengan lincah, diangkatnya tubuh seseorang dan dibantingnya dengan teknik kayang, Anton yang dengan santai menerima pukulan-pukulan dari orang orang itu. Setiap pukul yang dapat dihindarinya pastilah akan berakhir dengan bantingan. 3 orang yang yang dengan brutal menyerang anton semuanya tumbang dengan teknik Judo milik anton. Aris dengan wushunya dikeroyok oleh tiga orang, aris menghindari pukulan-pukulan keras dari lawannya. Dengan cepat diraihnya selangkangan orang itu dan dipukulnya keras, kemudian dia berada dibelakang orang itu dan ditendangnya ke depan sehingga menabrak dua orang lainnya. Diambilnya sebuah botol yang aku tahu itu adalah botol yang digunakan oleh ilman dan paijo saat aku tendang tadi. Dua botol itu langsung dihantamkan aris kekepala dua orang yang ada dihdapanya. Satu orang kemudian dinaikinya dan dihantam berkali-kali tepat dikepalanya.
Udin, melancarkan sebuah tendangan ke arah selangkangan suruhan lucas hingga seidkit membungkuk. Dengan gesit dia hantamkan siku kanannya ke pelipis kanan orang tersebut hingga terjatuh. Hermawan dengan teknik tinjunya melakukan pukulan jap pada kepala seseorang dan diakhiri dengan bogem mentah pada hidung orang tersebut, dengan gaya nasem hamednya dia menghindar dengan sangat lihai setiap kali pukulan datang ke arahnya. Pukulan telak oleh hermawan pada perut orang tersebut menjadi akhir dari orang itu berdiri. Andri dengan taekwondonya, membuat sebuah tendangan-tendangan layaknya Hwoarang (tokoh Teken) kepada dua orang di depannya. Setiap tendangan mengenai bagian-bagian vital dari orang-orang tersebut. Ketika mereka membungkuk, satu persatu dari mereka mendapatkan tumit kaki indah Andri pada bagian belakang kepala mereka.
Parjo yang dengan santai menghadapi tiga orang, menggunakan jurus apa entah aku juga tidak pernah tahu. Parjo dengan gemulai menghindari pukulan ketiga orang itu, dan setiap kali mengindari pukulan orang-orang itu parjo mendaratkan pukulan-pukulan keras tepant diwajah mereka bertiga. Posisi parjo yang berada di belakang seorang yang tadi memukulnya, ditarik kedua kaki orang itu hingga jatuh telengkup. Kemudian parjo melompat dan menendangkan kedua kakinya tepat kekepala dua orang dan kemudian menjatuhkan diri tepat di tengkuk orang yang tadi jatuh telengkup. Dewo meraih kepala seseorang yang kemudian dia tinju dan dilemparkannya kearah Udin, dengan sigap Karyo memeluk orang itu dan dibanting dengan teknik kayangnya.
Tugiyo dan Anton, tugiyo meraih tubuh seseorang dari belakang kemudian dibanting kayang. Anton yang mendapati musuh terkapar dia kemudian melompat dan menjatuhkan dirinya dengan siku tepat dikepalanya. Karyo menarik seseorang dari mereka yang bertubuh kecil dan diangkatnya seperti menagangkat batang kayu dan dilemparkannya kearah kerumunan cecunguk-cecunguk itu. Dewo yang kemudian mengambil sebatang kayu yang aku tahu itu adalah kay pemberian Ibu wongso dengan membabi buta menyikat setiap kepala yang ada didepannya hingga semuar kepala orang-orang itu bersimbah darah dan tak mampu beridiri lagi. Suasana kembali tenang dan tegang, ilman dan paijo kebinngungan melihat segerombolan orang dihajar habis oleh 10 orang yang baru datang. Mereka langkah mundur kearah dalam cafe.
“GONDES! Bisa tidak kalian itu datang tepat waktu” ucapku
“He he he... tambah ganteng tuh kamu kalau pake bedak warna merah he he he” ucap Andri
“gundulmu su (njing)!” ucap wongso. Aris kemudian melepar sebuah botol air mineral 1, 5 liter kearah kami berdua, dengan cepat kami langsung meminumnya dan menyiramkannya ke kepala kami berdua. Tak lupa aku memberikannya kepada ke felix.
“Malah adus to ndes, ijik rusuh ki lho (Malah mandi to ndes, masih rusuh ini lho)” ucap Hermawan
“Cangkem nek ora dipajeki koyo ngono iku (mulut kalau tidak bayar pajak kaya gitu)” ucapku
“Ciye... ciyee... yang lagi pacaran ha ha ha” ucap Parjo
“Kakek’ane kowe su! (kakek’ane kamu njing)” ucapku dan wongso bersamaan. (Kakek’ane sebuah bahasa makian, jujur saja nubie juga tidak tahu bahasa indonesianya). Kemudian Bu Dian yang terlepas dari pegangan itu lari ke arah pak felix dan memeluk pak felix, sebuah pemandangan yang cukup romatis bagiku. Memang mereka sepasang burung dara yang tak akan pernah terpisahkan. Bu Dian tampak menangis sejadi-jadinya dan memeluk pak felix, kemudian di papahnya pak felix menjauh dari kerumunan sahabat-sahabatku dan duduk bersandar pada sebuah tembok pembatas bangunan. Kupandangi mereka sejenak, aku hanya mampu tersenyum.
“ada yang punya rokok?” ucap wongso. Andri kemudian melempar sebungkus rokok dengan korek gas ke arah kami
“ye tak sawang-sawang wajahmu tambah ganten Ar, wong! (kalau tak lihat-lihat wajah kamu tambah ganteng Ar, Wong)” ucap Andri
“MATAMU! (MATA KAMU = bahasa makian)” ucap kami berdua serempak
Suasana menjadi hening, tenagaku sudah sedikit terkumpul ya paling tidak untuk membantu mereka aku dan wongso masih bisa. Kami kemudia berdiri bersama 10 orang yang lain, 12 orang telah siap mengahajar 3 orang tersisa. Dihadapan kami ada Paijo dan Ilman yang berdiri ketakutan, Lucas tampak masuk ke dalam cafe kemudian menarik seseorang
“AAAAAAAAAAAAAAAAAA....” teriak seseorang, Sudira yang diikat dengan beberapa sayatan di tubuhnya, tubuhnya telanjang menampakan tubuh seorang wanita.
“KALO KALIAN BERANI MAJU, AKU BUNUH ORANG INI” ucap Lucas yang mengarahkan pisau ke leher Sudira yang ditelanjangi oleh mereka dan diikat. Kami tertegun, tak bisa bergerak.
“HA HA HA HA... kenapa tidak berani ya? Ha ha ha ha” teriak ilman yang berada didepan lucas kira-kira dua meter
“itu tu banci, kenapa kalian? Kalian homo ya suka sama banci ha ha ha” teriak paijo
“Heh ughh koplak, kalian bukan koplak kalau kalian mikirin Dira! Ayo maju hajar mereka erghhh”
“gak usah mikirin dira, dira baik-baik saja ueghhhh” ucap dira dengan luka pada kepalanya. Baik-baik saja bagaimana, kondisinya saja sangat mengenaskan. Kami semua geram dan bisa menggerutu.
PLAK!
“Diam kamu banci! Ha ha ha ha” ucap lucas yang baru saja menampar dira
Kulihat seseorang bergera mengendap-endap dibelakang Lucas. Didorongnya lucas hingga dia terjatuh dan tersungkur, terlepas pisau itu dari tangannya. Eko, Eko menolong Sudira. Paijo dan ilman terkejut dengan hal itu menoleh kebelakang, dan mereka kehilangan pertahanan mereka. Ilman, karyo meraih tubuh ilman dan langsung dibanting kebelakang hingga jatuh terlentang. Tanganya kemudian ditarik oleh parjo dan dipatahkannya kedua lengan tanganya dengan pukulan serta tendangannya. Setelah parjo, tugiyo melompat diatas tubuh ilman dan didaratkannya kedua sikunya tepat ditulang rusuk kedua orang itu dan krekkk entah apa yang patah. Dibangkitkannya ilman dan kemudian ditendang kesamping oleh wongso tepat pada rusuknya hingga ilman jatuh tersungkur dan kesulitan berdiri. Hermawan kemudian berjalan santai ke arah ilman dengan keras dia menduduki kepala ilman dengan bokongnya. Paijo, Dewo meraih tubuhnya dan dihadiahi tubuhnya dengan dengkul Dewo beberapa kali. Aris kemudian menarik tubuh paijo yang masih membungkuk dan kemudian dibanting tubuhnya kebawah hingga wajanhya menyentuh lantai parkir. Anton dan joko kemudian menarik kedua tangan paijo, dan krekk entah apa yang patah dari tangan paijo. Kemudian tendangan keras dari anton dan joko mendarat tepat dirusuk samping paijo, lalu dilemparnya paijo seperti ayam yang baru disembelih. Udin dengan santai berjalan ke arah paijo, diinjaknya kepala paijo dengan sangat keras.
Aku yang berdiri tepat di hadapan lucas, tiba-tiba karyo maju dan menjambak lucas. Plak...plak...plak...plak....ditamparinya wajah lucas berkali-kali lalu ditariknya dan dilemparnya kebelakang dan disambut oleh andri dengan tamparan serupa. Ditariknya kepla lucas kebelkang hingga tubuhnya ikut terdorong ke belakang, dengan sigap aku langsung meng-uppercut dagu lucas, dengan cepat tak kubiarkan dia jatuh. Kutarik tubuhnya, kupegang kepalanya dan dengkul indahku mendarat tepat di wajahnya. Berkali-kali dengkul itu menikmati wajah lucas, dan kemudian aku tarik wajahnya dan aku benturkan kepalanya di kaca mobilnya, pyaaaaaaar.... Lucas jatuh beringsut di dekat pintu mobilnya.
“Ampuuuun... ampuuuun” ucap lucas dengan wajah bersimbah darah
“Arghhh....” ucap ilman yang tak mampu berkata-kata karena kepalanya di duduki hermawan
“Ampuni kami” ucap paijo yang tepat di mukanya masih ada telapak kaki udin.
“Ampunni kami tolong ampuni kami” ucap beberapa dari mereka
“Ah, sayang, koko tidak akan membiarkan kamu terluka sayangku hiks hiks hiks” ucap eko, sembari menutupi tubuh dira dengan taplak meja
“koko terima kasih, dira sayang koko” ucap dira. Eko kemudian menutupi tubuh telanjang dira yang sudah sama persis dengan perempuan itu dengan taplak meja.
“Edan, malah pacaran!” ucap karyo
Wiu wiu wiu wiu wiu wiu wiu ....
“Polisi” ucap aris
“Kalian cepat sembunyi di dalam” ucap eko. Kami akhirnya masuk kedalam cafe, dan bersembunyi di dalam cafe.
----------------------------------------------------------------
Sudut pandang orang ketiga
Polisi berdatanngan mereka mendapat laporan dari pengunjung yang diusir oleh para berandalan ini. Beberapa polisi kemudian meminta keterangan kepada pihak cafe, terutama eko. Beberapa polisi yang lain memaukan satu persatu berandalan itu dalam mobil tahanan, khusus untuk berandalan yang masih bisa berdiri. Berandalah-berandalan yang sudah tak berdaya, akhirnya dipanggilkan ambulan terutama lucas, paijo dan ilman begitu pula felix.
“Sayang kamu bawa mobil kamu saja, nanti susul aku, aku tidak apa “ ucap felix
“tapi bagaimana dengan kamu?” ucap Dian
“Aku tidak apa-apa, sudah tenang saja” ucap felix
“Ibu, bernama Bu Dian?” ucap seorang polisi
“Iya, pak” ucap Dian. Kemudian terjadi interogasi kepada Dian
“baiklah jika nanti kami membutuhkan Ibu sebagai saksi, Ibu Dian siap?” ucap polisi itu
“ya saya siap” ucap Dian. Setelah semuanya dimintai keterangan, polisi-polisi itu mulai pergi satu-persatu, terkecuali satu mobil ambulan.
“Arya...” ucap seorang perawat wanita yang keluar dari mobil ambulan tersebut yang melihat sebuah motor yang dikenalinnya
“Kamu disini dulu saja dik, saya mau kedalam cafe, tidak usah kemana-mana, nanti saya akan tanggung jawab ke atasan” ucap wanita tersebut sambil membawa perlengkapan medic-nya
Dian, kemudian menghampiri Sudira dan Eko, kemudian perawat tersebut juga menghampirinya. Di obatinya luka dira oleh perawat tersebut. Dira hanya diam dan sedikit ketakutan dengan wajah wanita yang sedang merawatnya itu. Tak berani dia mengaduh ketika cairan alkohol menyentuh lukanya.
“Kamu itu ndak berubah-ubah!” ucap wanita tersebut
“he he he tante cantik maafin dira gih” ucap dira
“sudah ayo masuk, ada yang harus tante selesaikan di dalam” ucap wanita tersebut
“eh tante jangan marah-marah dunkz hi hi hi” ucap dira yang langsung terdiam ketika pandangan tajam layaknya elang yang akan menyambar mangsanya tertuju padanya. Dira langsung merunduk dan tak berani berbuat apa-apa. Kemudian dipapahnya sudira yang mendapatkan luka pada tubuhnya oleh perawat tersebut dan juga eko ke dalam cafe diikuti Dian. Hingga didalam cafe.
“ARYAAAAA! KELUAR! ATAU MENYAPU HALAMAN!” teriak wanita tersebut dengan kedua tangan berpinggang. Wanita cantik keturunan jepang itu membuat Dian kaget karena wanita itu tahu tentang seorang lelaki yang dikenalnya, Arya.
Sudut pandang orang ketiga selesai
Aku yang sedari tadi bersembunyi di bagian dalam cafe, sangat terkejut dengan teriakan tersebut. Teriakan hukuman ketika aku masih kecil, ini adalah suara yang akau kenal. Dengan perlahan aku keluar dari persembunyianku.
“TANTE?!” ucapku kaget
“Kamu itu ya sudah dibilang jangan berkelahi lagi masih saja berkelahi, kamu juga wongso, kalian juga, erghhhh....” ucap tanteku, tante Asih, tante Asih adalah seorang kepala perawat dirumah sakit terkenal didaerah kami karena prestasinya yang cemerlang. Dia adalah anak dari adik kakekku, intinya dia adalah sepupu Ibuku. tante asih mendekat kearahku, cubitan pada tanganku yang tidak terluka beberapa kali aku dapatkan.
“DASAR ANAK NAKAL! SUDAH DIBILANG BERAPA KALI?!” Bentak tante asih yang masih saja mencubitku
“ampun tante... ampun... ampuuuuun” ucapku dengan darah yang mengering di kepalaku
“MASSS! Hiks hiks hiks hiks” teriak asmi tiba-tiba, yang dibelakangnya diikuti pacar-pacar sahabat-sahabatku. Mereka satu persatu memberi hukuman kepada pacarnya masing-masing, aku hanya tersenyum iri kepada mereka. Walau begitu, mereka tidak bisa menahan tangisnya. Bagaimana ya kalau saja ada seorang cewek yang menagisi aku setelah berkelahi seperti ini?
“sudah dibilang jangan berkelahi lagi, kamu itu lho hiks hiks hiks” ucap asmi
“lihat sendiri kan aku ndak apa-apa” ucap wongso santai
“ndak papa gimana? Itu cat merah dikepala kamu, hiks hiks hiks” ucap asmi sambil memeluk wongso
“aduh duh duh duh... pelan-pelan sayang” ucap wongso
“dah mana tak obati dulu, kalian ndak usah kelihatanya kalian baik-baik saja” ucap tante asih yang beranjak ke arah wongso dan mengobatinya.
“iya bulik, kita ndak papa, mereka berdua saja bulik yang sok jago” ucap aris. Kulihat mereka malah berpacaran dihadapanku, sialan. Coba bayangkan perasaan kalian ketika sedang sakit dan tak ada pacar tapi malah melihat orang pacaran, sakit , sakit hiks hiks hiks he he he.
“kamu ndak papa Ar?” ucap Bu Dian yang tanpa aku sadari ternyata duduk di sampingku
“Eh...”
“ndak papa...” ucapku. Kemudian Bu Dian mengambil kapas yang dibasahi oleh sedikit alkohol. ketika tangan itu mencoba menyentuh kenigku yang terluka, aku memundurkan kepalaku
“ndak usah bu, biar tante asih saja, ibu pulang saja dulu ndak papa kok” ucapku. Tampak sekali wajah khawatir Bu Dian terhadapku tapi aku mengacuhkannya. Diremasnya kapas itu dengan sedikit menahan tangis, tampak sekali matanya berkaca-kaca ketika aku sedikit meliriknya. Bodoh ah!
“Ar, biarkan aku membasuh lukamu ar, aku mohon...”ucap Bu Dian
“Bu, biar tante asih saja, Ibu tidak usah repot, okay?” ucapku yang tersenyum ke arahnya. Wajahnya tampak bertambah kecewa dengan sikapku, kaca-kaca di matanya bertambah tebal.
“Dah, sekarang giliran si bandel ini” ucap tante asih yang berjalan kearahku
“iya itu bulik buandele minta ampun” ucap anton
“Kamu juga sama saja! Kalian juga! Bandel semua!” bentak tante asih, membuta mereka semua bersembunyi di balik tubuh pacarnya masing-masing
“Harus dihukum kalian semua!” bentak bulik
“jangan bulik kasihan” ucap asmi pacar wongso, yang kemudian diikuti beberapa pembelaan dari pacar mereka masing. Bulik hnay mendengus kesal dan berjalan ke arahku.
“Lha kamu siapanya arya? Kok dari tadi nempel arya terus?” ucap tante asih
“teman dekatnya tan... ”ucap Bu Dian
“Dosenku Bu...” ucapku dengan senyum
“ini yang benar apa? Teman dekat atau dosen?” ucap tante asih
“Doseeeeeeeeen buliiiiik” ucap sahabat-sahabatku dengan serempak, seakan-akan tahu isi hatiku. Kulirik Bu Dian tampak terdiam dan kaget, wajahnya sedikit tertunduk air matanya tampak menetes di tangnya yang menggenggam di atas pahanya.
“Mau dosen mau pacar mau teman dekat, kamu bantu tante membersihkan luka Arya” ucap tante
“Eh...” ucapku
“Ah... iya tan...” ucap Bu Dian, yang kemudian wajahnya berubah sumringah. Diusapnya sedikit air mata itu dengan tangannya. Dengan perlahan dibersikannya luka-lukaku dengan perlahan dan hati-hati
“Aduh duh...” rintihku
“eh maaf maaf... sakit?” ucap Bu Dian yang nampak sedih ketika aku mengaduh
“eh pelan-pelan bu” ucapku
“i... i... iya..” ucap Bu Dian dengan wajah sumringahnya. Entah kenapa dia jadi tambah senang ketika membasuh lukaku. Dengan bantuan tante lukaku kemudian di obati olehnya.
“sudah...”
“sebentar...” ucap tante, yang kemudian berjalan keluar dan menelepon seseorang sambil memandangku dan menggeleng-gelengkan kepala. Kemudian dia kembali duduk disampingku.
“dah kamu rebahan dulu...” ucap tante
“rebahan disini saja ar” ucap bu dian menawarkan pahanya
“tidak di tante saja” jawabku dan membuat kecewa bu dian. Aku kemudian rebah di paha tante.
“dasar anak manja!” ucap tante
“biarin kali, kan enak dimanja he he he” ucapku cengengesan
“aku pijit ar” ucap Bu dian
“ndak usah bu, ndak papa kok aku”jawabku menolak
“kamu itu bagaimana jarang-jarang ada dosen mau memijiti mahasiswanya, kamu itu aneh” ucap tante asih
“aku sering lihat kok tan, jadi ya ndak perlu dipijit tan” ucapku
“heh,Dimana?” ucap tante
“Dirumah tante asih, kalau om lagi mijiti kaki tante, itu kan dosen yang mijiti MANTAN mahasiswinya yang sudah jadi istrinya he he he” ucapku
“dasar!” ucap tante asih. Tiba-tiba perhatian kami semua tertuju pada pasagan yang sangat romantis.
“Dira sayang, koko akan menjadi pejantan kamu dan akan melindungi kamu, kamu jangan berkelahi lagi ya sayang” ucap eko
“Ich koko romantis dech dira jadi tambah sayang sama koko, sini dira cium dulu” ucap dira yang tertutup taplak meja pada bagian tubuhnya. Kami yang melihatnya merasa mau muntah walau secara penampilan dira memang sudah sama persis dengan seoran cewek tapi kami semua tahu asal muasal Dira. Kadang tingkah mereka berdua membuat kami terbahak-bahak dan mau muntah tapi dua insan itu seakan tidak peduli dengan keberadaan kami.
“Eh... kenapa kalian? Iri ya?” ucap Dira
“Babar blas ora su! (sama sekali tidak njing!)” ucap Aris
“Kalau iri bilang saja, preman takut sama tante asih hih weeek” ucap dira yang langsung terdiam dan memasukan kepalanya ke dalam pelukan eko. Jelas saja, tatapan mata tante asih sangat tajam ke arah kami. ya, kita memang takut dengan tante asih, karena dialah yang selalu mengobati kami dan juga yang memberi hukuman kami menyapu halaman, entah halaman siapa saja yang sudah kami bersihkan karena ulah kami.
“Sebenarnya kamu pacarnya Arya atau hanya seorang teman?” tanya tante pelan kepada Bu Dian. Bu Dian diam tak bisa menjawab pertanyaan itu, aku juga tidak begitu mempedulikan jawab Bu Dian
“Ya Sudah, tak perlu dijawab mbak”
“Aku tantenya Arya, dari adik kakeknya, jadi kamu tidak perlu grogi, Arya dan teman-temannya memang suka berkelahi sejak SMA. Tante selalu dibuat pusing mereka karena tante satu-satunya keluarga Arya yang bekerja di kesehatan yang dekat dengan Arya. Adik tante sebenarnya dokter tapi dia dinasnya diluar kota” ucap Tante. Aku hanya mendengarkan cerita tante.
“Arya ini sejak kecil paling dimanja oleh pakdhe, om serta tante-tantenya karena dia cucu pertama. Nakalnya minta ampun” jelas tante
“Argh... tante masa cerita-cerita seperti itu ke dosenku” ucapku
“Mungkin saja Dosen kamu itu perlu tahu keluarga kamu, Ar” ucap tante
“Eh... e... e...” ucap Bu Dian
“Kok grogi? Sudah dibilang santai saja dengan tante, okay?” ucap tante
Sejenak kemudian kami mulai saling melempar canda, gurau, dan juga banyolan. Kami bisa tertawa dalam suasana apapun, sekalipun dalam suasana genting. Ya itulah kami KOPLAK. Akhirnya kami memutuskan pulang, tampak eko dan dira masih berpacaran layaknya suami istri.
“biar aku yang antar kamu ar” ucap Bu Dian pelan ke arahku
“Sudah, Ibu ke RS saja jenguk pak felix” ucapku datar
“pokonya aku yang mengantarkan kamu!” ucapnya sedikit membentak dan memaksa. Semua orang di dalam cafe terkejut dengan ucapan Bu Dian tak terkecuali tante asih. Tante asih tidak berkomentar apa-apa, tatapan matanya menjadi sangat teduh ke arah Bu Dian.
“Sudah Ar, nanti motor kamu aku yang bawa saja dan aku titipkan dirumah wongso” ucap tugiyo. Tampak wajah Bu Dian kembali sumringah. Kau sudah tidak bisa berkutik lagi.
Tante kemudian pulang terlebih dahulu dengan menggunakan ambulan. Satu persatu dari kami pulang, aku kemudian membuka pintu belakang mobil Bu Dian dan duduk di belakang. Bu Dian yang sudah berada di depan, menengok ke belakang.
“Ar, kamu duduk di depan saja, ndak papa kok” ucap Bu Dian
“Dibelakang saja Bu” ucapku. Sedikit kekecewaan dari raut wajahnya, kemudian mobil berjalan menuju ke alamat rumahku. Selama perjalan kehening disekitar kami, aku hanya melihat keluar kaca jendela mobil.
“Ar...” ucap Bu Dian
“Hm...” ucapku
“maafkan aku...” ucapnya
“Ibu tidak salah..” ucapku
“Terima kasih untuk malam ini...” ucapnya
“sama-sama..” ucapku
“Ar, kejadian malam itu, aku...” ucapnya
“maaf bu, aku ingin istirahat bu, saya mohon agar saya bisa rehat sejenak” ucapku mencoba menghindari percakapan dengannya
“Eh... maaf.. istirahatlah” ucapnya
“Terima kasih” ucapku. Keheningan kembali datang diantara kami, kulihat pohon-pohon itu berjalan mundur meninggalkan kami. Tiyang-tiyang lampu jalan juga menjauhi kami seakan-akan mereka bergerak mundur menjauhi kami.
Sesekali aku melirik di kaca tengah mobil, kulihat Bu Dian selalu menyempatkan menatapku dan kadang tatapan kami bertemu di kaca itu. Dia tersenyum kearahku namun aku menanggapinya dengan dingin dan tak ada senyum di bibirku. Lelah menyelimutiku dan kadang membuatku terkantuk-kantuk. Malam semakin gelap, kulihat jam digital di mobil menunjukan pukul 23:30. Akhirya sampailah aku didepan rumahku, didepan sana ada seorang wanita dengan kaos hitam longgar tanpa belahan dada, kaos itu mentupi hingga sikunya. Celana krem sedikit ketat menutupi hingga dibawah lututnya, Ibuku.
“Terima kasih Bu..” ucapku
“Sama-sama...” ucap Bu Dian. Kemudian Bu Dian turun dan berlari kearah pintu mobil yang aku buka. Ketika berpapasan dengan Ibu, Bu Dian melempar senyum. Ibu dan Bu Dian kemudain membantuku keluar dari mobil.
“Sayang, kamu tidak apa-apa? Apa yang sakit?” ucap Ibu dengan nada sok ABG, ya memang dari caranya berdandan Ibu tampak lebih muda 10 tahu dari usianya, tampak lebih muda lho
“Ah... I...” ucapku terpotong karena tangan Ibu yang bergaya membasuh mulutku padahal tidak ada kotoran di mulutku
“Sudah jangan banyak bicara, tadi Ibu kamu telepon katanya kamu berkelahi, jadi aku langsung kerumah kamu sayang, aku kan khawatir, aku tidak bisa tidur kalau kamu kenapa-napa sayang”
“Oia Ibu kamu sudah tidur capek nunggu kamu, Ayah kamu sedang keluar dinas” ucap ibu
“Eh...” aku kaget dengan sikap Ibu, kulirik bu Dian nampak sedikit terkejut dan bingung
“Terus dia siapa sayang? Kamu kok jahat sekali jalan bareng cewek lain” ucap Ibu dengan wajah cemberut dengan memukul pelan lenganku. Jujur aku jadi bingung, ada apa dengan Ibu? Apa dia ingin rahasianya denganku terbongkar?
“maaf, mm..mbak siapanya ar.. arya?” ucap Bu Dian dengan wajah sedikit kebingungan, apalagi aku malah tambah bingung kenapa Bu Dian memanggil Ibu dengan sebutan mbak? Ibu kemudian mengulurkan tangannya yang kemudian di raih oleh Bu Dian
“Diah, Pacarnya Arya, dan kamu jangan sekali kali merebut arya dariku ya”
“kami baru jadian 1 minggu ini” ucap Ibu dengan wajah judesnya. Kuaget setengah mati ketika Ibu mengatakan hal itu. Kulirik Bu Dian, raut wajahnya penuh dengan kekecewaan
“Saya dian, sa... sa... saya”
“Dosennya...” ucapnya pelan sambil menunduk dan disaat Bu Dian menundukan kepalanya Ibu mengerlingkan matanya ke arahku
“Saya mohon maaf mbak, ini semua terjadi karena Arya mencoba menyelamatkan aku” ucap Bu Dian
“Owh ya sudah ndak papa, pacarku ini memang baik hati kok, aku sangaaaaaaaaaaaat beruntung mendapatkannya” ucap ibu
“Iya, mbak sangat beruntung...”
beruntung sekali... ” ucap Bu Dian yang nada suaranya menjadi sangat pelan.
“emm... kalau begitu saya pulang dulu mbak”
“dan Arya, maaf telah melibatkanmu dan terima kasih telah menolongku untuk kedua kalinya” ucap Bu Dian , dari matanya terlihat mencoba sedikit untuk tegar
“lho kedua kalinya? Emang kamu pernah nolong dia sebelumnya sayang?” ucap Ibu
“Pernah waktu itu” ucapku
“Oooo... jadi dulu sayang pernah jalan bareng sama Dian, sayang jahat dech nggak cerita sama aku” ucap Ibuku manja dengan wajah cemberutnya dan lagak ABG-nya
“eh.. ya nanti aku ceritakan” ucapku
“eh... begini mbak waktu itu kita cuma merayakan keberhasilan karya ilmiah kita kok” ucap Bu Dian
“Oooo....” ucap Ibu dengan manja dan tatapan yang dibuat-buat seakan-akan dia cemburu pada Bu Dian
“mmm... selamat ya Ar, punya pacar seperti mbak Diah, cantik ehem...” ucap Bu Dian dengan senyumannya, mengulurkan tangannya menyalami kami berua, aku dan Ibu kemudian menyalaminya. Kemudian Bu Dian masuk kedalam mobilnya.
“mari mbak...” ucap Bu Dian
“iya hati-hati dian” ucap Ibu mengantarkan kepergian Bu Dian. Entah apa yang akan dirasakan Bu Dian saat ini. sesaat kemudian mobil Bu Dian menghilang diujung jalan sana.
“KAMU ITU JANGAN BERKELAHI MASIH SAJA BERKELAHI!” bentak Ibu sambil mencubitku
“Aduh... aduh Ibu... sakit...” ucapku. Tapi kemudian Ibu mengecup pipiku
“Kamu tahu?” ucap Ibu sembari memapahku masuk kedalam rumah
“Apa?” ucap Ibu
“Dia suka sama kamu” ucap Ibu
“Sok Tahu kamu, cinta” ucapku
“Ibu adalah wanita dan begitu juga dia, Ibu bisa merasakan kekecewaannya ketika Ibu bilang Ibu pacar kamu” ucap Ibu
“Eh... bodoh ah...” ucapku
“Tapi ngomong-ngomong, Ibu memang masih mda ya?” ucap Ibu
“Kok Bisa bu?” ucapku
“Lha nyatanya, Dian percaya saja kalau Ibu ini pacarmu” ucap Ibu
“memang Ibu masih muda, kan Ibu pacarku” ucapku sambil aku mengecup bibirnya
“Ayah dirumah?” ucapku
“Dinas hi hi hi pengen ya?” ucap Ibu. Aku hanya mengangguk.
“Istirahat dulu nanti Ibu temani, besok masih panjang waktunya” ucap Ibu
“kok Ibu tadi berlagak sebagai pacar Arya didepan bu Dian?” ucap ku
“Tante Asih telepon Ibu, dan dia menceritakan kepada Ibu semua, jadi ya Ibu akting saja”
“Dah lekas istirahat” ucap Ibu
--------------------------------------------------------------------------------------------------------
Sudut pandang orang ketiga
Mobil itu berjalan dengan sangat cepat menuju rumah sakit. Menuju ke tempat lelaki yang telah memasangkan cincin di jari manis sang pengemudi. Namun ketika mobil itu berhenti di tempat parkir mobil RS. Sang pengemudi itu menangis, entah menangis karena apa. Tangisnya pecah memecah kesunyian tempat parkir RS tersebut. Hingga akhirnya diusapnya tangis itu dan menemui lelaki yang telah melamarnya. Dia melangkah mencoba untuk tersenyum dan melupakan semua yang telah terjadi, sebuah kenyataan pahit yang dia dapatkan. Didepan kamar lelakinya itu dia berdiam sejenak.
“ini semua juga karena kesalahanku” desah pelan bibirnya
Wanita tersebut masuk kedalam ruangan opnam dengan label VIP yang disana telah berbaring felix. Felix nampak sekali tidur dengan sangat pulas, beberapa perban dililitkan ke kepala dan tangan felix. Tampak Asih, Tante Arya berada di sana untuk mengecek keadaan felix. Asih ternsenyum kepada Dian dan begitu pula dian membalas senyuman itu. Didekatinya dian, kemudian memberikan informasi medic mengenai kesehatan felix bahwa felix baik-baik saja dan hanya mendapatkan luka ringan. Asih kemudian meninggalkan Dian sendirian di kamar VIP, dengan wajah sendunya Dian melihat ke arah Felix yang terbaring dengan lelapnya. Air matanya kembali turun mengalir membasahi pipinya, entah karena felix yang terbaring atau sikap Arya kepadanya. Siapa yang tahu isi hati? Mungkin kedalaman laut kita pasti tahu tapi kedalaman hati?
Lama dia berdiam disamping felix membuatnya sedikit mengantuk. Dengan rasa kantuk Dian kemudian berjalan ke ruang tunggu pasien yang sepi dimana dia menemukan sebuah mesin penjual minuman dan makanan kering. Dimasukannya beberapa koin didalamnya, diambilnya sebuah kaleng kopi dan snack ringan. Dian kemudian duduk di sebuah bangku panjang ruang tunggu pasien.
“Sendirian?” ucap Asih yang tiba-tiba datang dari belakang
“Eh... iya tante” ucap Dian
“Tidak usah panggil aku tante, mbak saja umur kita hanya berbeda sedikit, aku dan arya hanya terpaut 11 tahun” ucap asih. Sedikit kaget dian mendengarnya
“Sudah jangan kaget gitu, Arya memang cucu pertama dari pakdheku atau kakek arya” ucap asih yang kemudian memandang Dian, Dian tampak menunduk dengan wajah sedihnya ketika mendengar nama lelaki tersebut
“oia nama kamu siapa?” ucap asih
“Dian tan eh mbak” ucap Dian sembari memandang Asih sebentar saja. Asih hanya tersenyum manis kepada Dian, Dian kemudian menundukan wajahnya kembali. Asih kemudian mengalihkan pandanganya ke arah meja resepsionis.
“Jika kamu menyuruh sesorang untuk membawa sebuah ember, kamu seharusnya mengatakan kepadanya isi dari ember itu”
“jangan hanya menyuruhnya saja, kasihan orang tersebut . seandainya orang itu tersandung dan kemudian cairan itu tumpah mengenai kakinya, bagaimana? Mungkin dia tidak akan kenapa-napa jika saja itu adalah air. Tapi bagaimana jika itu adalah air keras? Pasti orang itu kesakitan, padahal di awal orang itu sangat senang bisa menolongmu” ucap Asih membuyarkan kesedihan Dian
“Beritahukanlah sebelumnya, agar orang itu berhati-hati. Jika sedari awal kamu tidak memberitahukannya, pasti orang itu tidak akan berhati-hati”
“Begitupula dengan hati, jika kamu menyuruh orang untuk membawa hatimu, katakanlah kepadanya jika di dalam hatimu itu ada orang lain. Agar orang yang membawa hatimu itu lebih berhati-hati lagi untuk tidak jatuh hati kepadamu, begitu bukan seharusnya?” ucap Asih
“Eh...” dian sedikit terkejut dengan perkataan Asih, dipandanginya Asih yang kemudian melempar senyum ke arah Dian
“Karena jika hati sudah terluka, tidak ada satupun rumah sakit yang bisa mengobatinya. Hanya satu yang bisa mengobati sakit hati itu, KEJUJURAN DAN CINTA”
“Jadi, sebelum kamu berkata jujur kepada orang lain, jujurlah pada hatimu sendiri” ucap Asih. Membuat mata ngantuk Dian terbelalak. Di pandanginya Asih yang kemudian bangkit meninggalkan Dian.
“Mbak...” ucap Dian
“Iya...” ucap Asih yang berbalik badan dengan kedua tangan masuk di sakunya
“Apa jadinya jika cinta itu dipaksakan?” ucap Dian. Asih tersenyum kemudian memandang ke arah mesin penjual minuman dan makanan.
“Kamu lihat mesin itu?” ucap Asih. Dian kemudian memandang mesin itu.
“koin berapa yang kamu masukan di dalamnya?” ucap asih
“koin 1000” ucap Dian yang tidak mengerti maksud Asih
“Coba kamu masukan koin 500 ke dalam mesin itu, bisakah?” ucap Asih
(bayanginya koin 500 yang jaman sekarang agan dan suhu jagan yang koin 500 kuningan jaman dulu)
“Eh... tidak” ucap Dian
“Secara logikanya, koin 500 lebih tebal dan ringan ketimbang koin 1000. Dan pastilah koin 500 itu tidak dapat masuk di dalamnya, sekuat apapun usaha kamu hingga koin 500 itu masuk tetap saja kamu tidak akan mendapatkan minuman ringan ataupun snack”
“Sama halnya dengan cinta, kamu tidak akan bisa menikmatinya walau akhirnya munculah cinta karena terbiasa, tapi tetap saja akan ada sedikit penyesalan di dalamnya” ucap Asih
“Eh...”
“Mbak, Bagaimana jika mesin itu sudah dimiliki orang lain?” ucap Dian
“Apa kamu yakin?” ucap Asih. Dian memandang Asih yang tersenyum kepadanya kemudian menggeleng-gelengkan kepalanya
“Kamu tahu kenapa seorang perempuan menjadi pacar ataupun milik seorang lelaki?” ucap Asih. Dijawabnya dengan gelengan pelan kepala Dian
“Karena lelaki tersebut berani mengatakan ataupun melakukan klaim dihadapan orang lain jika perempuan inilah pacarnya dan bukan orang lain atau perempuan itu sendiri yang mengatakannya”
“jika ada seorang lelaki belum mengatakan dengan lantang perepuan yang menjadi pacarnya, kamu jangan pernah percaya. Dan yang terpenting adalah jujur pada hatimu, karena hati yang penuh kejujuran akan membawamu ke kebahagiaan yang kekal” ucap Asih yang tersenyum, kemudian dia melangkah meninggalkan Dian seorang diri di ruang tunggu. Dian hanya menerawang kejadian yang baru saja terjadi.
“Ya, kamu belum mengatakannya kepadaku” desah pelan suaranya
(Sudut pandang ini selesai)
0 komentar: