Lonely Adventure story 2 #13
"Ooo... cecunguk BC. Toni dan Lukman. Anjing suruhan ternyata."
"Siapa lo? kenapa lo kenal kita?"
"Gak usah tau. Usaha lo bawa si Neng akan percuma selama gue ada disini. Di luar kita beresin."
"Loba congor sia..."
Seorang tanpa topeng yang kukenali sebagai anak buah Yudha, maju menerjang. Seperti nya hanya dua kemarin yang luka relatif ringan, dua lagi seperti nya masih di rawat. Aku tidak sungkan lagi kali ini biar sekalian dirawat juga.
Sebuah pukulan tangan kanan melayang ke arah wajah ku, ku tangkis dengan tangan kiri, ku balas dengan pukulan pendek ke rusuk. Dia yang seperti nya sudah waspada, mundur setengah langkah. Sehingga pukulan ku lewat, dia balas menendang dengan kaki kanan dengan kuat ke arah pinggangku. Aku angkat kaki kiri sepinggang ku tekuk, dan ku benturkan ke lutut nya yang terayun..
Kraaakkk.... aaaahhh....
Terdengar suara lutut nya. Dia langsung tehuyung dan terpincang saat kembali berdiri. Aku terjang dengan kaki kanan lutut kirinya yang masih baik.
Preekkk.... aaaaahhhh....
Dia tersungkur telungkup di kaki ku, kepala sedikit terangkat melihat ke arah ku, terakhir kubuat terlelap dengan satu tendangan ku di rahang nya. Satu pingsan.
Teman nya yang tidak bertopeng, melompat menerjang. Sebuah belati mengayun ke perut ku. Aku mundur selangkah dan ke kiri, pisau lewat perut ku, aku ayunkan kaki kiri menginjak ke belakang lutut kanan nya.
Kaki kanan nya tertekuk dan hampir jatuh bersimpuh, tapi masih sempat menyerang mengayunkan belati di tangan kanan nya dari kiri ke kanan menyasar dadaku. Aku miring kan badan ke belakang dan aku susulkan kaki kanan ku menghajar dada nya yang otomatis terbuka.
Degghhh.... aaakkhhh...
Badan nya terpelanting ke belakang, dan diam tak bergerak. Dua pingsan. Aku tunjuk muka dua orang bertopeng.
"Lo jantan, maju sekaligus. Kita lanjut diluar."
Aku segera melangkah keluar ke halaman. Aku tunggu. Kemudian kedua bertopeng itu segera menyusul. Dan berdiri di sisi kiri kanan ku.
Tak lama dua buah sepeda motor tiba. Aku lihat, Ridwan dan Winda berboncengan, Pak Hasan dan Pak Darto.
"Ngapain lo nyusul? tau dari mana gue kesini?"
"Monyet, dari gps mobil. Lo kalo gini bilang-bilang jangan sok jago lo."
Ridwan mau membantu ku, aku cegah.
"Amanin anak-anak panti didalam. Ada dua orang nya Yudha tadi lagi pingsan takut dia sadar, anak-anak sasarannya."
"Lo?"
"Udah, biar gue beresin."
"Tahan, biar ntar gue bantuin."
Aku melihat ke dua BC bertopeng ini mulai gelisah, dengan kedatangan Ridwan dan kawan-kawan.
Pak Darto dan Pak Hasan aku minta minggir, mereka mengawasi sambil bersiap segala sesuatu. Tapi karena tidak tau masalah mereka hanya bersiap. Ridwan disusul Winda masuk ke dalam.
Aku melihat seseorang di kiri agak lengah, langsung aku terjang. Tendangan kaki kiri, sebagai pancingan disambung tendangan memutar kaki kanan. Tendangan pertama dia memiringkan badan kebelakang tapi tendangan ke dua dia tidak sangka mendarat telak di pipi kanan. Dia terlempar kebelakang, tapi segera bangkit. Balik memyerang dengan kaki kanan menendang melompat ke arah kepala. Huh.. Taekwondo.. aku mundur setengah langkah, kaki lewat, aku balas tendangan kaki kiri 2x beruntun tanpa kaki turun menyasar perut naik ke kepala.
Dugghh... dekkk...
Perut kena dan kepala nya terdongak ke belakang. Aku akhiri dengan tendangan memutar kaki kanan menghajar pelipis nya.
Dugghh... aaahhh...
Dia terpelanting kebelakang. Menggeliat kesakitan, tapi tidak pingsan. Sangat bagus fisik nya. Orang yang dikanan maju dan memukul lurus dengan tangan kanan, aku tangkis pakai tangan kiri, disusul sabetan tangan ku dari bawah ke atas ke arah dagu, dia mundur selangkah, tangan kiri terayun ke arah kanan kepala ku, aku menunduk sambil lutut kiriku mengarah ke perut.
Begghhh...
Dia masih berdiri terhuyung sedikit.
(Hmmmh.. dia punya juga, baik aku layani) aku membatin. Segera aku tarik kaki, membentuk kuda-kuda dan memasang kembangan. Yang ini ada energi nya yang satu nya tidak, yang tidak ada, dia punya fisik yang baik, sehingga langsung bangkit kena tendangan ku tadi. Aku cirikan, yang punya pakai rompi tulisan putih, yang tidak punya memakai rompi tulisan kuning. Bertuliskan "Custom". Potongan tubuh dan tinggi badan sama. Pakaian dalaman juga sama, hanya yang cukup jelas itu bedanya.
Dia memasang kuda-kuda, karate. Aku pencak silat. Segera dia si custom putih menerjang dengan pukulan cepat. Sekali terjang, tangan terlontar cepat tiga kali bergantian tangan kiri kanan. Mengarah ke muka dan dadaku. Aku mundur dua langkah, lalu memutar badan ku melakukan sapuan kaki kanan. Dia melompat disusul pukulan kanan ke muka ku, ku tangkis tangan kiri, lengan beradu. Terasa kesemutan tangan kiri ku, tangan kanan nya terdorong kebelakang. Terlihat tangan nya terjatuh ke bawah. Dia mencoba kembali mengepalkan tangan kanan nya itu, tampak ada meringis di wajah nya. Tiba-tiba custom kuning menyerang, sebuah tendangan melompat mengarah ke ubun-ubun ku dari atas ke bawah. Kaki kanan ku mundur setengah langkah sambil badan melenting ke belakang, kaki nya lewat. Tangan kanan ku meluncur ke dagu nya dengan telapak terbuka, dia segera melompat mundur. Emosiku naik, karena di bokong secara pengecut tadi, pusaran energi di perut naik cepat ke dada dan terus ke tangan dan kaki. Kaki ku jadi ringan dan tanganku juga. Segera ku serbu ke depan, pukulan berantai cepat, menyambar custom kuning. Dia mencoba mundur terus, dan menangkis, aku seperti banteng mengamuk, sampai akhirnya sebuah tendangan kaki kiri menebas paha kanan bagian luar, dia terseret kaki kanan nya dan hilang keseimbangan dan sedikit menunduk, ku lompat dan hadiahi hidungnya dengan lutut kanan ku. Dia terpelanting ke belakang tampak darah merembes dari topeng. Tiba tiba sebuah tendangan menghantam punggung ku..
"Aa... aa... "
Neng ingin menuju ku. Tapi di tahan Winda.
Ternyata Neng sudah keluar bersama anak-anak panti. Ridwan dan Winda sudah diluar lebih dulu. Aku terguling ke depan. Custom putih melompat tinggi dan mengarahkan kaki ke tubuhku. Jelas ingin membunuh, karena ia mempunyai energi juga. Sepertinya ia marah besar karena temannya ku bantai tadi. Aku yang juga terpancing marah, berguling cepat ke kiri. Tendangan hanya menghajar tanah, dadaku sesak tapi segera aku mengatur nafas, dan mencoba mengabaikan nya. Aku langsung berdiri sama-sama jarak dekat, aku hantam tangan beruntun kekuatan penuh demikian juga dia.
Bugg.. bugg.. bugg...
Beggh... beggh... beggh...
Tiga kali pukulan ku masuk dan tiga kali pukulannya masuk. Pukulan ku ke hidung, dada dan perut. Pukulan nya ke ke dagu, perut dan dada ku. Aku jatuh tertelungkup. Terasa gelap pandangan ku, dan sulit bernafas. Aku masih sadar, aku megap megap, akhirnya harus bernafas dengan mulut. Darah membanjiri baju kemeja ku. Aku segera melompat bangun kembali. Ini lawan yang paling kuat yang pernah aku hadapi. Aku bersiap lagi, custom putih masih tertelungkup.
Diam...
Aku siap. Sejenak tidak bergerak. Lalu aku sadari dia pingsan. Aku langsung jatuh terduduk. Langsung aku duduk bersila, kedua tangan ditaruh diatas kedua paha mengatur nafas. Tidak ada yang mengganggu ku. Satu menit berlalu, aku buka mata. Dan bangkit. Neng berlari memeluk ku, melihat Neng memeluk ku, anak-anak panti juga bersama memeluk ku. Mereka menangis ketakutan. Aku paham perasaan nya. Dan aku juga sadar, perang sudah dimulai. Tidak ada titik mundur. Tak lama, Surya datang bersama 3 orang petugas lainnya dengan mobil patroli seperti yang mengangkut ku dua hari lalu.
"Semuanya, ini polisi. Siapa yang bisa menjelaskan ini?"
Ku buka tutup kepalaku.
"Aku yang hajar mereka."
"Mereka mau menculik saya." timpal Neng
"Kami takut sekali pak, mereka bawa pisau..." kata anak panti
"Iya pak polisi, mereka jahat. Mau celakain kami. Tangkap mereka pak" kata anak panti lainnya. Teman nya yang lain juga ribut mengadu pada Surya.
"Sudah.. sudah.. saya minta kesediannya memberi keterangan di kantor. Don, Min, dua orang itu panggilin ambulance bawa ke rumah sakit. Jaga ketat. Saya mau bawa saksi ke kantor."
"Siap ndan." jawab mereka para polisi baru tampak nya.
"Di dalam ada dua orang lagi, tadi pingsan juga. Itu anak buah nya Yudha." kata ku
"Ok, kami yang urus."
Aku segera menyerahkan kunci mobil ke Ridwan. Aku, Neng dan anak-anak panti sekitar 9 orang ikut naik ke mobil begitu melihat aku dan Neng naik. Mobil polisi segera memutar dan jalan menuju polsek. Kulihat mobil Ridwan mengikuti ku dari belakang. Pasti motor yang tadi dibawa Ridwan, saat ini dibawa salah satu antara pak Hasan atau pak Darto.
Aku banyak diam sepanjang jalan. Neng sibuk menenangkan para anak-anak. Ia seperti ibu yang punya banyak anak. Aku senyum. Neng melihat nya dan tertunduk malu.
Satu jam kurang kemudian Aku dan lainnya sudah tiba di polsek.
Aku di bawa masuk dalam ruangan pemeriksaan. Tapi aku tidak diborgol atau di tekan, malah aku di suruh istirahat di atas sebuah tempat tidur kecil untuk satu orang. Aku ditinggal. Aku merenung. Pasti akan terjadi ke gegeran di tempat kades. Pak Harris dan Yudha pasti akan marah. Agus Mercon dan Fajri pasti akan ngacir kabur, takut keberadaannya di ketahui di desa ini. Karena ini sudah masuk ranah hukum, sudah wewenang penegak hukum membereskannya. Bagaimana keselamatan anak panti? Kasihan mereka.
Kemudian masuk Aipda Herri dan Kanit Aiptu Andrian. Kedua nya menyalamiku.
"Gimana kondisi bang? Baikan? Maaf bang, kami menjalankan tugas. Sanggup memberi keterangan untuk kami?"
"Iya sanggup bang."
"Jadi gini, Neng kan memang membantu panti asuhan. Dan Neng yang kemarin lusa bersama aku membeli hp di toko cibadak cell, dimana kami di cegat Yudha dan anak buah nya. Yudha sudah mempunyai niatan tidak baik pada Neng saat melihat Neng. Jadi aku bilang pada Neng agar mengabari aku kalau ada yang mengganggu dia. Tadi sewaktu pas jam istirahat, aku di telepon Neng dalam situasi panik dan mengatakan ada yang hendak mengajak nya pergi cara paksa. Aku segera mendatangi. aku pakai topeng. Maksud nya agar tidak dikenali, sebab kalo di kenali akan membahayakan Neng, karena Yudha tau aku yang membela Neng waktu itu. Dan sepertinya sih, mereka belum ada yang kenal ama aku. Tapi tadi orang BC bertopeng itu sempat liat, ada yang kenal aku, yaitu Ridwan, teman yang bawa aku kesini. Anak buah Yudha seperti nya tidak ada yang kenali aku. Setidak nya sampai tadi."
"Ooo.. gitu. Jadi yang dua tanpa topeng anak buah nya Yudha? yang dua orang Bea Cukai, hubungan nya apa?"
"Ya itu kolega nya Yudha juga. Hubungan Yudha dan Bea Cukai aku kurang paham." kataku.
Aku sengaja menyimpan rapat hasil temuan ku, sebab aku pun pegang mandat. Maaf, ini hasil penyelidikan ku sendiri, tak akan ku bagi info ini sembarangan. Silahkan cari tau sendiri (batin ku)
"Kami belum bisa counter check, sebab korban masih pingsan dan cukup kritis. Sementara kami belum dapat simpulkan masalah utama nya."
"Kenapa belum bisa?"
"Iya, kami baru mendapat info satu pihak yaitu dari pihak abang dengan alasan penganiayaan nya, sedang dari pihak korban belum."
"Justru aku ini korban, aku yang duluan di pukul, seperti yang kemarin itu. Dan aku mau mencegah aksi penculikan."
"Iya bang.. Tapi yang mukul malah bonyok, hehehe... maaf kami hanya melakukan tugas kami bang."
Aku senyum dan mengangguk
"Baik bang, sementara pemeriksaan itu dulu. Kami izin keluar dulu."
"Mau tanya bang, ada pak Kapolsek, bisa saya ketemu?"
"Maaf bang, beliau sedang ada acara di polda. Yang ada pak wakil. Bersedia bertemu?"
"Nanti dulu, aku baru ingat. Anak panti gimana sekarang bang? Kasihan mereka, tolong kasih perlindungan dan pendampingan. Mereka tidak ada yang melindungi."
"Mohon abang pertimbangkan phikis mereka yah. Saya bersedia di tahan, tapi mohon mereka di lepas pulang bang. Ini sudah mau sore, mereka harus kembali ke kegiatan mereka."
"Tidak bang, semua bisa pulang tidak perlu ada yang ditahan. Kami mau tahan abang, gak bisa bang, sebab posisi abang memang di serang."
"Siapa lo? kenapa lo kenal kita?"
"Gak usah tau. Usaha lo bawa si Neng akan percuma selama gue ada disini. Di luar kita beresin."
"Loba congor sia..."
Seorang tanpa topeng yang kukenali sebagai anak buah Yudha, maju menerjang. Seperti nya hanya dua kemarin yang luka relatif ringan, dua lagi seperti nya masih di rawat. Aku tidak sungkan lagi kali ini biar sekalian dirawat juga.
Sebuah pukulan tangan kanan melayang ke arah wajah ku, ku tangkis dengan tangan kiri, ku balas dengan pukulan pendek ke rusuk. Dia yang seperti nya sudah waspada, mundur setengah langkah. Sehingga pukulan ku lewat, dia balas menendang dengan kaki kanan dengan kuat ke arah pinggangku. Aku angkat kaki kiri sepinggang ku tekuk, dan ku benturkan ke lutut nya yang terayun..
Kraaakkk.... aaaahhh....
Terdengar suara lutut nya. Dia langsung tehuyung dan terpincang saat kembali berdiri. Aku terjang dengan kaki kanan lutut kirinya yang masih baik.
Preekkk.... aaaaahhhh....
Dia tersungkur telungkup di kaki ku, kepala sedikit terangkat melihat ke arah ku, terakhir kubuat terlelap dengan satu tendangan ku di rahang nya. Satu pingsan.
Teman nya yang tidak bertopeng, melompat menerjang. Sebuah belati mengayun ke perut ku. Aku mundur selangkah dan ke kiri, pisau lewat perut ku, aku ayunkan kaki kiri menginjak ke belakang lutut kanan nya.
Kaki kanan nya tertekuk dan hampir jatuh bersimpuh, tapi masih sempat menyerang mengayunkan belati di tangan kanan nya dari kiri ke kanan menyasar dadaku. Aku miring kan badan ke belakang dan aku susulkan kaki kanan ku menghajar dada nya yang otomatis terbuka.
Degghhh.... aaakkhhh...
Badan nya terpelanting ke belakang, dan diam tak bergerak. Dua pingsan. Aku tunjuk muka dua orang bertopeng.
"Lo jantan, maju sekaligus. Kita lanjut diluar."
Aku segera melangkah keluar ke halaman. Aku tunggu. Kemudian kedua bertopeng itu segera menyusul. Dan berdiri di sisi kiri kanan ku.
Tak lama dua buah sepeda motor tiba. Aku lihat, Ridwan dan Winda berboncengan, Pak Hasan dan Pak Darto.
"Ngapain lo nyusul? tau dari mana gue kesini?"
"Monyet, dari gps mobil. Lo kalo gini bilang-bilang jangan sok jago lo."
Ridwan mau membantu ku, aku cegah.
"Amanin anak-anak panti didalam. Ada dua orang nya Yudha tadi lagi pingsan takut dia sadar, anak-anak sasarannya."
"Lo?"
"Udah, biar gue beresin."
"Tahan, biar ntar gue bantuin."
Aku melihat ke dua BC bertopeng ini mulai gelisah, dengan kedatangan Ridwan dan kawan-kawan.
Pak Darto dan Pak Hasan aku minta minggir, mereka mengawasi sambil bersiap segala sesuatu. Tapi karena tidak tau masalah mereka hanya bersiap. Ridwan disusul Winda masuk ke dalam.
Aku melihat seseorang di kiri agak lengah, langsung aku terjang. Tendangan kaki kiri, sebagai pancingan disambung tendangan memutar kaki kanan. Tendangan pertama dia memiringkan badan kebelakang tapi tendangan ke dua dia tidak sangka mendarat telak di pipi kanan. Dia terlempar kebelakang, tapi segera bangkit. Balik memyerang dengan kaki kanan menendang melompat ke arah kepala. Huh.. Taekwondo.. aku mundur setengah langkah, kaki lewat, aku balas tendangan kaki kiri 2x beruntun tanpa kaki turun menyasar perut naik ke kepala.
Dugghh... dekkk...
Perut kena dan kepala nya terdongak ke belakang. Aku akhiri dengan tendangan memutar kaki kanan menghajar pelipis nya.
Dugghh... aaahhh...
Dia terpelanting kebelakang. Menggeliat kesakitan, tapi tidak pingsan. Sangat bagus fisik nya. Orang yang dikanan maju dan memukul lurus dengan tangan kanan, aku tangkis pakai tangan kiri, disusul sabetan tangan ku dari bawah ke atas ke arah dagu, dia mundur selangkah, tangan kiri terayun ke arah kanan kepala ku, aku menunduk sambil lutut kiriku mengarah ke perut.
Begghhh...
Dia masih berdiri terhuyung sedikit.
(Hmmmh.. dia punya juga, baik aku layani) aku membatin. Segera aku tarik kaki, membentuk kuda-kuda dan memasang kembangan. Yang ini ada energi nya yang satu nya tidak, yang tidak ada, dia punya fisik yang baik, sehingga langsung bangkit kena tendangan ku tadi. Aku cirikan, yang punya pakai rompi tulisan putih, yang tidak punya memakai rompi tulisan kuning. Bertuliskan "Custom". Potongan tubuh dan tinggi badan sama. Pakaian dalaman juga sama, hanya yang cukup jelas itu bedanya.
Dia memasang kuda-kuda, karate. Aku pencak silat. Segera dia si custom putih menerjang dengan pukulan cepat. Sekali terjang, tangan terlontar cepat tiga kali bergantian tangan kiri kanan. Mengarah ke muka dan dadaku. Aku mundur dua langkah, lalu memutar badan ku melakukan sapuan kaki kanan. Dia melompat disusul pukulan kanan ke muka ku, ku tangkis tangan kiri, lengan beradu. Terasa kesemutan tangan kiri ku, tangan kanan nya terdorong kebelakang. Terlihat tangan nya terjatuh ke bawah. Dia mencoba kembali mengepalkan tangan kanan nya itu, tampak ada meringis di wajah nya. Tiba-tiba custom kuning menyerang, sebuah tendangan melompat mengarah ke ubun-ubun ku dari atas ke bawah. Kaki kanan ku mundur setengah langkah sambil badan melenting ke belakang, kaki nya lewat. Tangan kanan ku meluncur ke dagu nya dengan telapak terbuka, dia segera melompat mundur. Emosiku naik, karena di bokong secara pengecut tadi, pusaran energi di perut naik cepat ke dada dan terus ke tangan dan kaki. Kaki ku jadi ringan dan tanganku juga. Segera ku serbu ke depan, pukulan berantai cepat, menyambar custom kuning. Dia mencoba mundur terus, dan menangkis, aku seperti banteng mengamuk, sampai akhirnya sebuah tendangan kaki kiri menebas paha kanan bagian luar, dia terseret kaki kanan nya dan hilang keseimbangan dan sedikit menunduk, ku lompat dan hadiahi hidungnya dengan lutut kanan ku. Dia terpelanting ke belakang tampak darah merembes dari topeng. Tiba tiba sebuah tendangan menghantam punggung ku..
"Aa... aa... "
Neng ingin menuju ku. Tapi di tahan Winda.
Ternyata Neng sudah keluar bersama anak-anak panti. Ridwan dan Winda sudah diluar lebih dulu. Aku terguling ke depan. Custom putih melompat tinggi dan mengarahkan kaki ke tubuhku. Jelas ingin membunuh, karena ia mempunyai energi juga. Sepertinya ia marah besar karena temannya ku bantai tadi. Aku yang juga terpancing marah, berguling cepat ke kiri. Tendangan hanya menghajar tanah, dadaku sesak tapi segera aku mengatur nafas, dan mencoba mengabaikan nya. Aku langsung berdiri sama-sama jarak dekat, aku hantam tangan beruntun kekuatan penuh demikian juga dia.
Bugg.. bugg.. bugg...
Beggh... beggh... beggh...
Tiga kali pukulan ku masuk dan tiga kali pukulannya masuk. Pukulan ku ke hidung, dada dan perut. Pukulan nya ke ke dagu, perut dan dada ku. Aku jatuh tertelungkup. Terasa gelap pandangan ku, dan sulit bernafas. Aku masih sadar, aku megap megap, akhirnya harus bernafas dengan mulut. Darah membanjiri baju kemeja ku. Aku segera melompat bangun kembali. Ini lawan yang paling kuat yang pernah aku hadapi. Aku bersiap lagi, custom putih masih tertelungkup.
Diam...
Aku siap. Sejenak tidak bergerak. Lalu aku sadari dia pingsan. Aku langsung jatuh terduduk. Langsung aku duduk bersila, kedua tangan ditaruh diatas kedua paha mengatur nafas. Tidak ada yang mengganggu ku. Satu menit berlalu, aku buka mata. Dan bangkit. Neng berlari memeluk ku, melihat Neng memeluk ku, anak-anak panti juga bersama memeluk ku. Mereka menangis ketakutan. Aku paham perasaan nya. Dan aku juga sadar, perang sudah dimulai. Tidak ada titik mundur. Tak lama, Surya datang bersama 3 orang petugas lainnya dengan mobil patroli seperti yang mengangkut ku dua hari lalu.
"Semuanya, ini polisi. Siapa yang bisa menjelaskan ini?"
Ku buka tutup kepalaku.
"Aku yang hajar mereka."
"Mereka mau menculik saya." timpal Neng
"Kami takut sekali pak, mereka bawa pisau..." kata anak panti
"Iya pak polisi, mereka jahat. Mau celakain kami. Tangkap mereka pak" kata anak panti lainnya. Teman nya yang lain juga ribut mengadu pada Surya.
"Sudah.. sudah.. saya minta kesediannya memberi keterangan di kantor. Don, Min, dua orang itu panggilin ambulance bawa ke rumah sakit. Jaga ketat. Saya mau bawa saksi ke kantor."
"Siap ndan." jawab mereka para polisi baru tampak nya.
"Di dalam ada dua orang lagi, tadi pingsan juga. Itu anak buah nya Yudha." kata ku
"Ok, kami yang urus."
Aku segera menyerahkan kunci mobil ke Ridwan. Aku, Neng dan anak-anak panti sekitar 9 orang ikut naik ke mobil begitu melihat aku dan Neng naik. Mobil polisi segera memutar dan jalan menuju polsek. Kulihat mobil Ridwan mengikuti ku dari belakang. Pasti motor yang tadi dibawa Ridwan, saat ini dibawa salah satu antara pak Hasan atau pak Darto.
Aku banyak diam sepanjang jalan. Neng sibuk menenangkan para anak-anak. Ia seperti ibu yang punya banyak anak. Aku senyum. Neng melihat nya dan tertunduk malu.
Satu jam kurang kemudian Aku dan lainnya sudah tiba di polsek.
Aku di bawa masuk dalam ruangan pemeriksaan. Tapi aku tidak diborgol atau di tekan, malah aku di suruh istirahat di atas sebuah tempat tidur kecil untuk satu orang. Aku ditinggal. Aku merenung. Pasti akan terjadi ke gegeran di tempat kades. Pak Harris dan Yudha pasti akan marah. Agus Mercon dan Fajri pasti akan ngacir kabur, takut keberadaannya di ketahui di desa ini. Karena ini sudah masuk ranah hukum, sudah wewenang penegak hukum membereskannya. Bagaimana keselamatan anak panti? Kasihan mereka.
Kemudian masuk Aipda Herri dan Kanit Aiptu Andrian. Kedua nya menyalamiku.
"Gimana kondisi bang? Baikan? Maaf bang, kami menjalankan tugas. Sanggup memberi keterangan untuk kami?"
"Iya sanggup bang."
"Jadi gini, Neng kan memang membantu panti asuhan. Dan Neng yang kemarin lusa bersama aku membeli hp di toko cibadak cell, dimana kami di cegat Yudha dan anak buah nya. Yudha sudah mempunyai niatan tidak baik pada Neng saat melihat Neng. Jadi aku bilang pada Neng agar mengabari aku kalau ada yang mengganggu dia. Tadi sewaktu pas jam istirahat, aku di telepon Neng dalam situasi panik dan mengatakan ada yang hendak mengajak nya pergi cara paksa. Aku segera mendatangi. aku pakai topeng. Maksud nya agar tidak dikenali, sebab kalo di kenali akan membahayakan Neng, karena Yudha tau aku yang membela Neng waktu itu. Dan sepertinya sih, mereka belum ada yang kenal ama aku. Tapi tadi orang BC bertopeng itu sempat liat, ada yang kenal aku, yaitu Ridwan, teman yang bawa aku kesini. Anak buah Yudha seperti nya tidak ada yang kenali aku. Setidak nya sampai tadi."
"Ooo.. gitu. Jadi yang dua tanpa topeng anak buah nya Yudha? yang dua orang Bea Cukai, hubungan nya apa?"
"Ya itu kolega nya Yudha juga. Hubungan Yudha dan Bea Cukai aku kurang paham." kataku.
Aku sengaja menyimpan rapat hasil temuan ku, sebab aku pun pegang mandat. Maaf, ini hasil penyelidikan ku sendiri, tak akan ku bagi info ini sembarangan. Silahkan cari tau sendiri (batin ku)
"Kami belum bisa counter check, sebab korban masih pingsan dan cukup kritis. Sementara kami belum dapat simpulkan masalah utama nya."
"Kenapa belum bisa?"
"Iya, kami baru mendapat info satu pihak yaitu dari pihak abang dengan alasan penganiayaan nya, sedang dari pihak korban belum."
"Justru aku ini korban, aku yang duluan di pukul, seperti yang kemarin itu. Dan aku mau mencegah aksi penculikan."
"Iya bang.. Tapi yang mukul malah bonyok, hehehe... maaf kami hanya melakukan tugas kami bang."
Aku senyum dan mengangguk
"Baik bang, sementara pemeriksaan itu dulu. Kami izin keluar dulu."
"Mau tanya bang, ada pak Kapolsek, bisa saya ketemu?"
"Maaf bang, beliau sedang ada acara di polda. Yang ada pak wakil. Bersedia bertemu?"
"Nanti dulu, aku baru ingat. Anak panti gimana sekarang bang? Kasihan mereka, tolong kasih perlindungan dan pendampingan. Mereka tidak ada yang melindungi."
"Mohon abang pertimbangkan phikis mereka yah. Saya bersedia di tahan, tapi mohon mereka di lepas pulang bang. Ini sudah mau sore, mereka harus kembali ke kegiatan mereka."
"Tidak bang, semua bisa pulang tidak perlu ada yang ditahan. Kami mau tahan abang, gak bisa bang, sebab posisi abang memang di serang."
0 komentar: