WILD LOVE????​ #26

----

“ugh... hoaaaam....argghhhh....” aku terjaga dari tidurku, hei aku arya masih ingat kan?

“APA?! Jam sepuluh?” ucapku terkaget ketika pandangan rabunku menjadi sangat jelas terlihat

Aku segera melompat dari tempat tidurku, dan keluar dari kamar hanya mengenakan celana dalam. Ku buka pintu kamar, dan berhenti karena terdengar lagu klasik lirih dari luar kamar. langkahku perlahan dan kulihat dian sedang duduk dengan memegang kedua gelasnya sambil menonton televisi tanpa suara. 

“Kenapa ndak dibangunkan?” ucapku berdiri di belakang sofa

“Eh... sudah bangun? Sebentar, teh hangatnya belum siap” ucap dian berdiri dan tersenyum kepadaku. Kubalas senyumannya dan duduk disofa, kulihat secangkir tehnya masih tersisa separuh berada diatas karpet

“ini tehnya, diminum pelan-pelan sedikit panas itu” ucapnya

srupuuut srupuuut....

“manisnya pas banget” ucapku

“terima kasih, pinter deh memuji” ucapnya sambil menarik pipiku

“ouch... “

“oh ya, itu dari mana? Kok ada kotak musik?” ucapku

“dari jaket tadi di ruang tamu” ucapnya smabil memegang teh hangat dengan kedua tangannya

“oh ya lupa, semalam ketemu ibu dirumah kakek. Dan Ibu memberikan kotak itu sebagai hadiah untuk pemilik rumah ini”ucapku

“benarkah? Nanti aku telepon mamah, mau ngucapin terima kasih” ucapnya tersenyum kepadaku

Kami berdua kemudian diam menyaksikan sebuah tontonan tanpa suara. Mata melihat seorang wanita menyanyikan lagu yang kelihatannya keras namun yang terdengar adalah alunan musik dari kotak musik ibu. aku merasa berbeda pagi ini, kelihatan sekali dia tidak manja seperti hari-hari sebelumnya. Kulirik sedikit wajahnya yang masih memandang televisi.

“kalau seperti ini kita lebih akrab ya?” ucapku

“hmm... akrab bagaimana?” balas dian

“nyatanya dari tadi kita ndak manggil mas-ade lagi jadi kelihatan labih akrab” ucapku

“eh... kamu sendiri bangun ndak manggil dengan sebutan ‘ade’, ya aku ndak manggil dengan sebutan mas” balasnya tanpa memandangku

“kamu marah aku tinggal semalaman?” balasku

“enggak...” balasnya dengan senyum mengembang

“terus kenapa? ada yang kamu pikirkan?” ucapku

“ada...” balasnya singkat tanpa memandangku

“apa?” ucapku singkat sambil memandangnya, dia kemudian menoleh kearahku

“kamu... cup... ” ucapnya sambil mengecup pipiku

“terima kasiiiiiih.... enakan mana mas-ade atau begini saja?” ucapku

“terserah kamu...” ucapnya

“kelihatannya lagi ndak pengen manja ya? jadi ndak mau mas-ade? Kalau ndak mas-ade berarti ndak boleh manja lho... He he he he” godaku, mendengar ucapanku dian meletakan cangkirnya dikarpet bawah

“arghhh.... ndak mau, mau mas-ade, mau arya-dian, tapi harus ada kata sayangnya terus kalau manja ya terserah akunya mau manggilnya pakai apa ya pokoknya boleh” ucapnya sambil memelukku dan menarik hidungku

“Aewaew iyee saket ini hidihunghkhu... sudah sudah nanti ini tehnya tumphah...” ucapku dengan kedua tangan terangkat ke atas

“boleh manja” ucapnya judes sambil kedua matanya terlihat mendelik kearahku

“ndak boleh” balasku sambil memandangnya, lidahku melet

“boleeeeeeeh..” ucapnya dengan wajah semakin mendekat, terlihat wajahnya malah berubah manja

“ndak boleh” balasku lagi

“ugh bau, mandi dulu, belum mandi besar lagi habis keluar semalem hiiiiiii” ucapnya sambil mundur kebelakang, ketika bibirnya sudah sangat dekat dengan bibirku

“iya ya, lagian juga, tadi ndak dibangunin” balasku sambil meletekan cangkir di karpet

“kamu kelihatan capeeek sayaaaaaangku” balasnya sambil menarik pipiku

“iiih genit deh, sakit tahu” balas mengecup pipiku dan langsung lari menuju kamar mandi

“biarin! Dasar jelek” ucapnya

“huuuuuu....” ucapku 

Semenjak kedatanganku dirumah ini aku merasa seperti hidup dengan pasangan sehidup sematiku. Walau sampai sekarang aku merasakan ada yang aneh dengan dian, entah apa itu. ah, tapi masa bodohlah sekarang aku bersamanya, dan harus aku selesaikan semuanya dengan cepat. Dari awal kebersamaanku dengannya, aku sudah tidak ingin jauh darinya. Selesai mandi aku makan bersama dian dengan alunan musik dari kotak musik hadiah dari ibu. senyum, canda bersamanya memang berbeda ketika aku harus bersama dengan yang lain. Aku ceritakan kenapa aku bisa mendapatkan kotak musik itu, dari awal aku menceritakan semuanya dengan sangat detil. Bagaimana aku bisa beraksi dengan koplak walau tidak lengkap, ditambah lagi kejadian dengan eri yang karena keceplosan akhirnya aku bercerita.

“beneran ndak ngapa-ngapain?” ucap dian wajahnya tampak sekali cemburu

“beneran sayang, yakin” ucapku

“iya, sayang percaya kok sama ayang muach...” ucapnya sambil mengecup bibirku 

Melewati siang hari, aku lebih memilih bermalas-malasan walau pada dasarnya ku menunggu berita kematian aspal. Aku rebahkan tubuhku di sofa bersama dian yang matanya sudah terpejam terlihat dia begitu lelah hari ini, sama seperti hari-hari ketika dia mengajar dikelasku. Walau wajahnya berseri tapi tetap saja tampak lelah. Kulihat sekeliling ruangan memang tampak bersih, ah mungkin memang lelahnya adalah mengurusi rumah ini. 

Chanel televisi aku pindah-pindah hingga akhirnya mataku berhenti pada salah satu chanel berita. Berita tentnag kematian aspal yang sudah aku tunggu, berita siang yang mengulas tentang bagaimana kematian si aspal. Dalam acara berita tersebut terlihat sekali orang-orang yang semalam kami lumpuhkan sedang digiring kedalam mobil polisi, entah keterangan apa yang akan mereka berikan kepada polisi. Sejenak mataku terhenyak ketika melihat dua orang yang tersorot kamera, walau sebentar. Ingatanku kembali ketika aku datang ke TKP kematian KS, ya dua orang itu adalah orang yang menabrakku waktu itu. Di beritakan bahwa kematian aspal dikarenakan pembunuhan sadis oleh sekelompok orang. segera aku bangun dengan perlahan agar dian tidak ikut terbangun. Kuambil sematponku dan menelepon anton.

“ada apa cat?”
“kamu sudah lihat acara berita siang ini?”

“siang ? gundulmu itu berita tadi pagi, emang ada apa?”

“Kamu lihat dua orang berbaju hitam yang tersorot kamera”

“Sebentar aku tadi merekam berita itu, hmmm.... sebentar, ya aku melihatnya, kamu tahu mereka?”

“iya, itu adalah orang yang menabrakku ketika aku ke olah TKP kematian KS”

“hm... berarti mereka ada dalam sangkut pautnya dengan ayahmu, mungkin bisa jadi mereka adalah suruhan ayahmu”

“itu yang aku pikirkan ton”

“oh ya ar, setelah aku telusuri semua petunjuk, memang ada beberapa anggota oknum aparat keamanan yang terlibat dengan mereka berempat tapi tidak keseluruhan jadi usahakan untuk tidak melapor ke aparat keamanan bisa membahayakan dirimu, okay?”

“Hmmm... okay ton, terus apa rencana kita selanjutnya? Kamu adalah otak rencana kita”

“menunggu... Sekarang aku dan anggotaku sudah berpencar untuk mencari informasi lebih lanjut lagi mengenai apa yang akan mereka lakukan setelah mengetahui satu teman mereka tewas mengenaskan”

“apa aku perlu jalan-jalan juga?”

“ya perlu dong bro, lihat situasi terutama kampus kamu. jangan minta jatah pacara baru kamu terus ha ha ha”

“ah gundulmu, ya udah kalau nanti ada kabar dan informasi aku dikabari nton”

“Okay cat”

Setelah percakapan dengan anton, aku kembali ke memeluk dian yang sedang tertidur di sofa. dian sempat bangun sebentar tapi kemudian memelukku lebih erat lagi. Wajahnya tidak bisa menyembunyikan sifat manjanya dikala bersamaku. Aku hanya bisa tersenyum memandang wajah manjanya, benar-benar wanita yang sulit diduga. Kadang judes kadang manja, tapi manjanya tidak pernah hilang ketika aku bersamanya didalam rumah ini. selepasnya aku hanya menghabiskan waktuku bersama dian didalam rumah ini tanpa keluar rumah sekalipun, waperti pengantin baru walau tanpa bercinta dengannya aku sudah merasa cukup puas bersamanya. Setiap malam menjelang dian selalu memancing dengan pakaiannya yang tidak pernah mengenakan pakaian dalam, tubuhnya hanya berbalut tank-top dan celana dalam.

“yang, pakaiannya dicuci semua ya?” ucapku sambil memeluknya dari belakang ketika kami hendak tidur

“ndak, emang ada apa siiiiiih? Ndak suka ya? kalau ndak suka nanti tak pakai pakaian lengan panjang yang tertutup sekalian saja bagaimana?” ucapnya

“ya ndak segitu kali, tapi kan kalau keluar lagi gimana?” ucapku

“tinggal mandi saja susah iiih... gitu aja keluar weeeeek” ucap dian mengejekku

“hmmm... “ ucapku

“hmmm apa? Awas kalau macem-macem” ucapnya sedikit keras

“emang kalau macem-macem mau diapain?” godaku

“ndak diapa-apain, kalau mau macem-macem ya ndak papa, asal siap jadi bapak” ucapnya judes

“kalau kamu istrinya aku siap..” ucapku sambil memeluknya erat, dipeluknya kedua tanganku lebih erat lagi

“mau makan apa nanti?” ucapnya lirih

“hem hem hem...” tawaku didalam punggungnya

“kok malah ketawa? Wajar kan kalau cewek mikirnya jauh” ucapnya

“makan nasi, sayur, daging, minumnya susu, kopi, teh dan lain sebagainya” candaku

“iiih nyebelin, uangnya dari mana?” balasnya tidak mau kalah

“kerja” jawabku singkat

“TA saja belum jadi, mau kerja” jawabnya judes

“kalau ditanya mau makan apa, kan jawabnya sudah benarkan? Kalau uang dari mana, ya dari kerja kan? Ada yang salah? Masalah TA ya nanti aku selesaikan, Cuma satu saja..” jawabku santai

“apa?” tanyanya penasaran

“mau ndak sama brondong? Malu tidak?” ucapku

“malu...” jawabnya

“eh...” aku terkejut mendengarnya

“kalau nglamarnya kelamaan! Dah bobo cepetan meluknya yang bener dong!” jawabnya judes

“iya sayangku iya adeku sayang” jawabku sambil memeluknya erat

“celanannya dilepas!” ucapnya sambil kedua matanya terpejam

“Eh... iya...” balasku

Alhasil malam ini seperti malam-malam sebemlumnya, aku dan dian hanya tidur mengenakan celana dalam. Beberapa kali tangan dian mengarahkan tanganku ke dadanya yang besar itu, tap aku mencoba menepisnya dengan selalu berpura-pura mencium pipinya sehingga tanganku bisa beralih lagi keperutnya. Well, itu adalah salah satu cara agar dedek arya tidak muntah.

Esok hari aku bergegas menuju kerumahku, kuliah masih libur karena kampus baru saja melaksanakan ujian akhir semester. Aku meminta ijin untuk melihat situasi dirumah, jika memang rumahku didatangi oleh mereka berarti mereka mulai mencurigaiku dan dian memperbolehkan aku. Pacaraku satu nan cantik ini, karena dian selalu berada dirumah selama aku tinggal bersamanya . Dian tidak berangkat untuk mengajar di kampus, karena memang setelah Ujian semester ini dosen tidak mengajar hanya mengisi daftar hadir. Jadi memang tidak perlu ke kampus. Sesampainya aku dirumah tampak dirumah sangat sepi, aku duduk termenung di tangga. Ah, keluargaku seandainya saja tidak pernah ada konflik mungkin aku akan hidup bahagia bersama mereka. Aku datang karena dia datang, aku hadir untuk menghentikannya. Itu semua memang karena dia memulainya dengan cara yang salah. Segera aku kekamarku, masih tercium bau-bau khas kenyamanan dimana aku selalu menghabiskan malamku disini. Bayanganku tentang permainan dengan Ibu muncul membuatku sedikit merasa kehilangan. Argh, Ibu aku ingin sekali memlukmu saat ini, tapi jika semua telah berakhir dia akan menjadi ibuku dan aku harus tetap pada janji kami berdua. Dian, pacarku sekaligus kekasihku saat ini tapi menyentuhnya saja aku tidak berani. 

Aku kemudian ke kamar ayah dan Ibuku, sejenak aku melihat kesekelilingnya. Aku buka almari ayah dan ibuku tapi tak ada satupun yang tersisa disana. Kulihat tempat tidur ibuku, ingatanku kembali ketika aku bercinta dengan ibu dihadapan ayahku yang sedang dalam pengaruh obat tidur. Tak ada yang aku temukan didalam kamar ini, kecuali hanya kenangan bersama ibuku. terdapat sebuah album kenangan masa kecilku yang ada hanya foto aku dan ibuku tak ada yang lain. Aku kemudian keluar dari kamar untuk segera kembali kerumah dian. ketika aku berdiri di lorong kamar terlihat seseorang sedang membuka pintu. 

Kleeek....

“Ibu...” ucapku tekejut dengan kedatangan ibu. wanita yan mengambil keperjakaanku, ibuku sendiri. tubuhnya hanya mengenakan kaos longgar dengan belahan dada agak kebawah, dilengkapi rok hingga dibawah lututya

“sayang, kok ada dirumah?” ucap ibu tersenyum lebar sambil berjalan kearahku

“tadi aku ijin sama dian untuk mengecek keadaan diluar setelah kejadian, jika benar mmmmmm...” ucapku terputus karena ibu memelukku dan kemudian melumat bibirku

“sayangku, kekasihku ibumu kangen sama anak ganteng satu-satunya ini...”ucap ibu dengan wajah sedikit manja

“Arya juga bu, ibu masih datang bulan?” ucapku

“ibu juga kangen, ibu harap kita masih bisa melakukannya walau sebenarnya ibu tidak tega terhadapa dian” ucap ibu, sambil kepalanya menggeleng 

“bu... bolehkah arya minta...” ucapku

“pintu gerbang sudah ibu kunci, dan pintu rumah juga sudah ibu kunci” ucapnya, ku kecup keningnya

“dikamar pengantin kita sayang” ucap ibu menunjuka bekas kamarku kamar ketika aku bergulat hebat puntuk pertama kalinya

“Jika boleh aku ingin melakukannya hingga nanti sore, disemua tempat dirumah ini” ucapku

“em em em... ndak boleh sayang, nanti kamu akan kelihatan capek. Dian bisa tahu itu, ibu tahu dia masih perawan tapi perasaan seorang wanita tidak bisa dibohongi. Apalagi kalau seandainya saja sudah kamu perawani pasti dia bisa merasakan semuanya, keanehan disetiap kalian bercinta” ucap ibu, langsung aku gendong ibu menuju ruang 

“Jadi apakah arya boleh bu? Arya benar-benar kangen, arya tidak menyangka bisa bertemu ibu dirumah, yang arya tahu ibu ada di rumah kakek” ucapku

“ibu pulang untuk mengambil pakaian sayang, eh didepan teras garasi ada motor kamu. benar-benar pas, ibu juga sudah tidak mens lagi. Sayang ibu kangeeeeeen... ibu ingin dipeluk kamu dulu yang lama sayang, setelah itu terserah kamu. Mau ibu yang biasa atau yang liar.... mmmmm” ucapnya didepan tempat tidur aku turunkan kaki ibu, ibu memelukku dengan sangat erat. bibir kami berpagutan, benar-benar aku merasa jarang dibelai. Dian terlupakan ketika aku bertemu dengan kekasih pertamaku.

Lumatan bibir lembut diantara kami berdua, kedua tangan ibu merangkul leherku sambil mengelus-elus belakang kepalaku. Sedang kedua tanganku dari pinggangnya turun ke pantat ibu, kuremas bongkahan pantat yang selalu menggemaskan. Tanpa tergesa-gesa aku memainkan pantat ibu terlebih dahulu dan berciuman melepas rindu. Setelahnya, kedua tanganku membuka resleting rok ibu, hingga rok itu terjatuh. Tangan ini sudah lama sekali tidak meremas pantat ibu, kuraba pantat ibu dan meremasnya dengan gemas. 

Aku membalik tubuh ibuku, kupeluk dari belakang dengan kedua tanganku meremas susu besarnya. Ibu menoleh kebelakang kusambut dengan bibirku kembali, tangan ibu mulai menelusup diantara tubuhku. Dielusnya perlahan dedek arya yang masih terbungkus. Dengan cekatan kedua tangan ibu melepas sabuk yang mengikat celana jeansku hingga celana jeansku turun sedikit meperlihatkan celana dalamk. Kutarik kaos ibu keatas, dengan respon cepat ibu mengankat kedua tangannya dan berbalik kearahku. Ibu tersenyum manis kepadaku, diciumnya leherku turun dengan bantuan tangannya kaosku dinaikan. Lidahnya bermain-main di puting dadaku, tak lama berada di dadaku ciumannya semakin turun kebawah. Ciumannya hingga pada perutku, tangannya menarik kebawah celana jeansku. Kuangkat kedua kakiku bergantian dan terlepaslah jenasku.

Tak lama kemudian, ibu menciummi dan menjilati dedek arya yang masih berada didalam celana dalam. Wanita itu ibuku sedang menciumi kemaluan anaknya sendiri, benar-benar membuatku ingin sekali menubruknya tapi tidak, hari masih panjang sekarang belum melewati siang hari. Aku harus bisa bersabar agar kangenku pada tubuh ibuku bisa berkurang karena aku belum bisa menggantikan sepenuhnya ibu dengan dian untuk urusan dedek arya. dilorotkannya celana dalamku hingga lepas dari tubuhku, tangan kanannya mengocok batang dedek arya dan bibir serta lidahnya beramin-main di buah zakar.

“Ough bu... ibu enak sekali ough ibuku sayang, kontol arya keenakan bu ogh terus bu, arya pengen dikulum bu” ucapku

“Slurp... sabar sayang, ibu masih pengen mainin si nakal ini, kelihatan sekali sinakal sudah kangen sama tempik ibu” ucap ibu semakin nakal,

“iya bu, arya nurut sama ibu yang penting arya bisa menikmati hari ini bersama ibu, arya sudah kangen berat sama ibu” ucapku kepada ibu yang sekarang sibuk melumat kepala dedek arya

Secara perlahan kepala ibu maju dan mundur, memasukan kepala dedek arya kemudian dikeluarkannya lagi. Begitu seterusnya hingga setengah batang dedek arya masuk ke dalam mulut ibu. Tak kusangka, dengan hati-hati ibu mencoba memasukan semua batangku kedalam mulutnya. terasa sangat linu dedek arya ketika semua batangnya masuk ke dalam mulut ibu. terasa tertekuk kedalam dan masuk kedalam lubang. Ah, ibu memasukannya hingga sampai ditenggorokannya dan tak berapa lama, ibu menarik mundur kepalanya.

“hash hash hash hash... arghhh... uhuk uhhuk...” ibu seperti kehabisan nafas dan terbatuk-batuk

“ibu tidak kenapa-napa?” ucapku khawatir melihat keadaan ibu

“tenang kekasihku, ibu memang ingin melakukannya karena selama ini hanya sebagian yang masuk hash hash jadi penasaran” ucap ibu kembali melumati dedek arya kuelus kepalanya perlahan

“ibu sudah bu, arya sudah kangen sama susu ibu” ucapku sambil mengangkat tubuh ibu keatas, kucium bibirnya dan turun keleher jenjang ibu

“ough bu arya kangen bu owhhh... indah sekali bu lipatan susu ibu” ucapku yang sudah tak bisa aku kendalikan

“remas sayang, susu ibu juga sudah kangen dengan remasan tanganmu” ucap ibu

kutarik keatas tank-top berenda ibu ketas, sejurus kemudian aku tarik kebawah BH ibu membuat susu ibu tampak semakin mancung dan menantang. Kumainkan susu ibu, kuremas dan ku jilati seluruh bagian susu ibu. setelah aku puas dengan posisi ini, Kumiringkan tubuh ibu sedikit, Lidahku bermain-main di sekitar puting ibu dengan tangan kananku masuk kedalam celana dalam ibu. jariku mencari-cari klitoris ibu dan bibirku menjilati puting kanan susu ibu, tangan kiriku dari belakang punggungnya memutar dan menarik puting ibu kiri ibu untuk aku mainkan.

“arghh... jilat sayang jilat terus, ugh menyusu ke ibu seperti dulu lagi sayang emmmghhh.... terus mainkan itil ibu juga, aah ehmmmm kamu memang hebbbbath oughhh enak sayang ya disitu main kan disitu pas sekalihh di itil ouwhhh yah terus... “ racaunya yang sudah tidak karuan lagi, tangannya kadang menjambak kadang mengelus kepalaku. Aku cium bibir ibu dan kudorong ibu hingga pantatnya bersandar pada meja, kepalaku menuju ke selangkangan ibu. Tangaku membuka vagina ibu, lidahku keluar menjulur dan memainkan klitoris ibu

“egh sayangghhhh... terus, oh yah emmmh erghhhh yah terus masukan jarimu sayang masukan kocok yang keras ough sayang sayang owh sayang mmmhhhh ibu mau arghh egh egh egh egh egh....” racaunya. Setelah lama aku memainkan klitoris ibu, akhirnya ibu mengalami orgasme untuk pertama kalinya

Aku berdiri dan memandang ibu, wajahnya tampak layu seketika itu namun tetap mencoba memperlihatkan senyuman dibibirnya. kucium bibir manis dengan senyum indah itu, lalu aku sedikit merendahkan tubuhku. Ibu tahu akan maksudku, kakinya melebar dengan satu tangan menahan tubuhnya sedang satu tangannya lagi memegang dedek arya. diarahkannya dedek arya ke dalam liang senggamanya.

“Emmmhh.... mmmmfffthhh.... arghhhh... penuh bangeth ahhhh...” desah ibu semula menciumku kemudian melepas ciumannya tatkala dedek arya masuk semakin dalam. Kuraih kedua paha ibu dan kuangkat tubuhnya. Kurebahkan tubuhnya ditempat tidur yang memberikan aku kenangan.

“ough bu, kontol arya serasa kejepit bu, sempit sekalihh ughh aghhh aghh agh” ucapku sambil menggoyang pelan pinggangku

“ibu masih merawatnyah ouwh untukh kamuh ya lebih kerashhh lebih dalmhhh... kau masih kekasihkuh sayanghhh mmmmhhh eghhh.... kontol, ogh kontol anakku sampai menyentuh rahimku yah terushhh” racau ibu dengan tubuh bergoyang dan susunya yang terjepit BH itu naik turun

“yah bu arya sukahhh...” desahku 

“pejuhin ibu sayang, ibu ingin dipejuhin kamu lagi ough yah terush sayangkuwh... mmmhhh nikmat sekali kontol kamuhhhh... yah terus lebih keras sayang lebih keras tempik ibu kangen bertahhhh oghhhhh dengan kontol kam kamuu” racaunya dengan tubuh yang bergoyang semakin cepat

Kulepas semua yang menempel di tubuhku dengan segera aku peluk erat tubuh ibu. puting terasa hangat ketika menempel di dadaku. Bibir kamu berpagutan hanya desahan yang keluar dari bibir tipis ibu. 

“mmmeghhh mmmmgghh mmmmghhh...” desah ibu tersumbat oleh mulutku. Tubuh mungilnya melengking, mengejang beberapa kali hingga akhirnya terkulai lemas

“hash hash... cairan ibu benar-benar hangat, kontol arya suka sekali bu mmmmmhhhh slurrppp” ucapku lirih kemudian menciumnya

“ash ash ash... sayang, ash ash kontol kamu benar-benar nakal, baru sebentar saja ibu sudah dibuath hash keluar” ucapnya

“ibu ingin lagi?” tanyaku sambil menjilati bibir tipisnya, ibu mengangguk dengan nafas tersengalnya

Aku balik tubuhnya dan kuposisikan ibu menungging. Kuelus pantatnya dan kubuka lebar. Dengan bantuan tangan ibu, dedek arya masuk kedalam liang vaginanya. Kugoyang pelan tubuh ibu, desahan ibu sudah mulai terdengar. Ketika pinggulku mulai memompa lebih keras lagi, desahan ibu mulai terdengar lebih keras.

“argh sayang... terus sayang mmmhhh.... lebih dallam laggi, ibu ing... ngin lebih dalam lagi sayang, lebih keras sayang lebih keras, arghhh ya terus ammmmmmm...” racaunya ibu yang kemudian terdengar tidak jelas, kedua tangannya tertekuk kini ibu benar-benar menungging dengan tubuh depannya rebah dikasur

Tubuhku semakin tidak terkontrol, pompaanku semakin liar. Aku meremas pantat indah ibu, aku sodok semakin keras liang vagina ibu. Tempat tidur pun mulai berdecit mengikuti irama kami dalam bercinta.

“sayang.. ugh ibu mauuhh erghhh ough lebih keras lagi yah terusshhhh mmmhhh kamu benar-ber hebat ... ough kekasihku aku ingin pejuh kamuhhh, kontoli tempik ibu .... aaaaaaaaaaarghhhhh” desah ibu diakhiri oleh teriakan kerasnya tubuhnya kembali mengejang. Kupeluk tubuh ibu dari belakang, tubuhnya kemudian tengkurap di tempat tidur. Kuciumi tengkuk leher belakang ibu.

“sayang saking, ibu benar-benar kangen capek seperti ini... hash hash has... saking kangennya ibu sayang, ibu puas bisa keluar tiga kali... hash hash hash pejuhin mulut ibu sayang, pejuhin mulut ibumu ini biar ibu semakin puas...” rayunya

“ya bu, arya juga kepengen keluar dimulut ibu hosh hosh” ucapku sembari membalik tubuhnya

“ayo sayang, cepat sayang tempik ibu tidak tahan lagi” goda ibu dengan senyum manisnya

“yang ndak tahan tempik ibu atau ibu” godaku sambil memainkan dedek arya di pintu vaginanya

“dua-duanya, ayo dong...” ucap ibu dengan wajahnya yang sudah sedikit memerah 

“arghhh....” desahnya seketika dedek arya masuk ke dalam liang senggamanya

Aku tarik kedua tangnnya dan kupegang erat, aku mulai memompa dedek arya didalam vagina ibu. susu besarnya nak turun tak karuan didepan mataku. Matanya terpejam hanya desahan-desahan kenikmatan yang tak bisa di sembunyikan dari bibirnya. Aku peluk tubuhnya dan kusatukan dadaku di dadanya.

“nikmat sekali sayang, nikmat ibu, arghhh terus ibu hampir keluar terus sayang pejuhi ibumu” desah pelan ibu deitelingaku

“arya juga mau keluar... ughhh... eughhh” desahku

Aku memompa semakin keras, hingga akhirnya aku merasakan dedek arya mau muntah. Ibu terlihat seperti akan keluar, membuatku menghentak lebih dalam dan lebih cepat lagi. Selang beberapa saat, Tubuh ibu melengking terasa cairan hangat dari liang vaginanya, jeritnya tertahan karena pompaanku semakin cepat. Kutarik dedek arya dan kukakangi kepala ibuku, dibukannya mulut ibu ...

Crooot crooot crooot crooot crooot crooot crooot

Dikuluminya dedek arya dengan mulutnya hingga tetes terakhir dari spermaku. Aku terkulai lemas disamping ibu dan dipeluknya tubuhku oleh tubuhnya. Hingga nafas kami teratur baru kemudian mengobrol sejenak mengenai ayah dan komplotannya. 

“kalau dirumah kakek ndak ada sayang, kelihatanya aman-aman saja” ucap ibu

“Arya hanya khawatir jika ayah bertindak gegabah, ibu tahu dimana keberadaan ayah?” ucapku

“tidak, ibu tadi pagi sebelum kesini mencoba menelepon dan sms tapi tidak ada balasan” ucap ibu

“bu...” balasku

“hem...” jawabnya

“enak banget” ucapku sambil memiringkan tubuhku dan memeluknya

“ibu juga enak, sayang pikiran ibu pusing kalau lama ndak begini sama kamu” ucap ibu

“arya juga cup” kukecup keningnya

“nak, jika semuanya berakhir ibu harap kamu juga mendukung ibu untuk bisa melupakanmu sebagai kekasih” ucap ibu tiba-tiba

“eh... pasti bu, maafkan arya jika semuanya terlalu jauh” ucapku

“kita pasti bisa, hanya sampai ayahmu jatuh. Karena ibu tidak ingin menyakiti dian, ibu suka sama dian. dia wanita baik, tidak seperti ibu” ucap ibu

“est est est... jangan bilang gitu bu, ibu juga wanita baik kok. Buktinya arya suka sama ibu.hmmmm... hufttth...”

“Selama ibu yakin kita bisa berhenti setelah dia ndak ada, arya yakin kita bisa bu” ucapku

“iya sayang terima kasih...” ucap ibu bangkit dan kini berada diatasku, kami saling bertukar senyum

“sekali lagi ya syang, tapi cukup di emut saja ya. ibu mau diwajah sekarang jangan dimulut” ucap ibu, aku hanya mengiyakan keinginan ibu

Tak perlu aku ceritakan mengenai Blow job ibu, ibu sudah tahu kelemahanku walau sedikit lama. Namanya juga sudah sering jadi pastinya tahu, gaya ibu seperti mengulum selalu membuatku tak tahan untuk muncrat. Setelah wajahnya belepotan dengan spermaku, kami kemudian bersih-bersih. Kemudian aku menunggu ibu mengambil apa yang diperlukannya untuk liburan nanti sebelum aku antar kerumah kakek. Ibu mengatakan kepadku bahwa besok keluarga besar baru akan berangkat ke liburan jadi masih ada waktu bagi ibu untuk mengambil beberapa pakaian yang diperlukan.

Aku kemudian mengantar ibu ke rumah kakek kembali, ibu menasehatiku agar tidak mengatakan kepada dian akalu bertemu dengannya. Ibu juga menyarankan aku untuk melihat kekampus bisa saja ayah melakukan hal lain dengan menyatroni kampus mencari tahu mengenai eri dan rani. Setelahnya aku pulang kerumah dian lagi menjelang sore hari dengan tubuh sedikit lelah. Tapi tetap saja aku menyembunyikannya. Kubukan pintu rumah dalam keadaan sepi, kulangkahkan kakiku hingga ruang tengah dan kudapati dian duduk dengan bibir manyun sambil menonton televisi. Kudekati dian dan duduk disebelahnya..


“bibirnya jelek ih” candaku

“...” tak ada balasan dari dian

“kok malah manyun gitu?” lanjutku

“dibela-belain ndak berangkat kerja biar bisa bareng sama kamu, arya jelek! Malah pergi dari pagi sampai sore, main terus, maiiiiiiiiiiiiin terus! ARYA JELEK!” ucapnya tanpa memandangku, aku terkejut

“yah, kan sudah ijin tadi...” ucapku

“ijin ya ijin tapi mbok jangan lama-lama napa sih! Besok itu aku dah harus ngampus lagi! Huh!” judesnya mulai keluar smabil matanya melotot memandangku

“iya maaf kan ndak tahu, iya-iya....” ucapku

Kryuuuuuuuuk...

“ma’em dulu mas, tuh perut sudah kirim SOS! Maemnya dimeja makan” ucapnya dengan wajah judes tapi aku tahu dia perhatian bangeeet

“Asyiiiiik... ade, mas ma’em dulu ya sayang, muach” ucapku sambil mengecup pipinya, wajahnya langsung memerah. Aku berdiri dan melepas jaket kemudian beranjak menuju dapur melewati belakang sofa

“temenin ma’em ndak?” ucapnya tertunduk ketika aku menengok wajahnya, aku tersenyum

“iya sayaaaang temenin...” bisiku dengan tubuh membungkuk tepat disamping telinganya, seketika dian membalikan tubuhnya kearahku dan membuka kedua tangannya

“gendong...” wajahnya merah entah karena apa tetap tak bisa ditutupinya dengan judesnya

Aku langsung menyambut tangan yang terbuka tersebut dan kuangkat tubuhnya dari kedua ketiaknya. Dian berdiri dan langsung memelukku dengan erat, kedua pahanya aku raih dengan kedua tanganku dan ku gendong berhadapan. Wajahnya dibuang kesamping karena memerah entah karena malu atau bagaimana.

“manjanyaaaaaa....” ucapku sambil berjalan

“biarin, ma pacar sendiri weeeeek, yang penting bukan ma orang lain” ucapnya, wanota dewasa ternyata bisa manja juga ya.

“iya, iya, hadap sini dong jangan kesamping terus, masa disuruh lihat telinga terus?” protesku

“nih, emang mau apa? Dasar Arya jelek!” ucap dian

“beneran jelek?” godaku, kepalanya menggeleng-geleng dan dikecupnya keningku

“terima kasih sayangku” ucapku, senyumnya mengembang. Ku dudukan dian disalah satu kursi.

“wah, enak nih ayam penyet plus lalapan hmmmm...” ucapku dengan gaya seorang koki setelah selesai memasak, bergegas mencuci tanganku dan mengambil piring

“ade lapeeeer mas” ucapnya

“lho belum makan tadi? Ya mas ambil kan piring ya...” ucapku

“ndak mau...” balasnya manja sambil menggeleng-gelengkan kepala sebagai 

“katanya lapar....?”tanyaku heran

“satu piring sama mas” jawabnya tersenyum kepadaku,

“Okay” ucapku, segera aku mengambil nasi lebih banyak sedikit untuk aku dan dian beserta aluk pauknya. aku geser kursi tempat dudukku dekat dengan dian, agar kami bisa makan bersama. Segera aku melahap makanan yang ada didepanku dengan sangat beringas, karena memang perut belum terisi. Baru aku sadar telah melupakan keberadaan dian yang diam mematung memandangku makan.

“eh, ade ndak makan?” ucapku, dian geleng-geleng kepala

“mas saja, mas kelihatan lapar sekali” ucapnya

“mas saja atau disuapin?” tawarku untuk menggodanya

“suapiiiiiiiiiin... dari tadi disuekin terus” ucapnya dengan pipinya digelembungkan mirip baso

“mas kira mau makan bareng satu piring,...”

“aaaaaaa....” lanjutku sambil tangaku yang berisi nasi aku dekatkan kemulutnya

“enak ndak sayang? Buatan pacarku lho...” ucapku sambil memandangnya

“ufth ufth ufth... pedeeeeeeeees... air air air..” ucap dian langsung berdiri mengambil gelas dan menuang air ke gelasnya

“iiiih mas kok ndak bilang kalau pedes sekali sambalnya” ucapnya

“lha kan ade sendiri yang buat? Kalau mas ini sudah pas” ucapku tersenyum geli melihat dian

“ade tadi ndak nyobain, huft huft huft.... tapi beneran pas mas?” ucap dian

“kalau mas, pas!” ucapku sambil mengacungkan jempol kananku

“enak?” tanyanya lagi

“ayam gorengnya bumbunya meresap!” ucapku, 

Walau sebenarnya ayam goreng terasa hambar mungkin karena ada sambal jadi rasa hambarnya hilang. Kalau beli di pinggri jalan rasanya gurih, hmmm mungkin akan aku beri masukan nanti saja kalau sekarang tidak boleh. Wanita biasanya sangat sensitif salah satunya masalah masakan. Dian tersenyum kepadaku, dan duduk lagi untuk disuapi makan. Namun porsi sambalnya aku kurangi karena dian pasti akan kepedasan kalau kebanyakan sambal. 

“sebentar, ada tamu tuh... aaaaaa” ucapku sambil mengambil nasi disebelah bibirnya dan aku suapkan lagi

“cup...” tiba-tiba dian mengecup pipiku

“eh...” aku tersenyum dan memandangnya, kami melanjutkan makan lagi bersama hingga aku habis dua ayam goreng. Masih tersisa sedikit daging ayam goreng yang berada dipiringku, diambilnya sisa daging itu dan dimakannya, tiba-tiba wajahnya menjadi cemberut.

“kalau ndak enak itu bilang ndak enak, ndak usah bohong kenapa?!” ucap dian cemberut

“yang ndak enak itu makan sendiri tanpa kehadiran seorang yang dcintainya, kalau menurut mas sudah enak hanya perlu ditambahi sedikit bumbu lagi biar tambah gurih, cup” ucapku yang berdiri membereskan piring dan mengcup pipinya. Kucuci piring dan tak ada jawaban dari dian, aku menoleh kearahnya

“kok diem?” tanyaku, kemudian melanjutkan mencuci piring

“berarti kalau makan batu ditemeni sama orang yang disayang tetep enak?” tanyanya

“ya ndak begitu juga kali sayang...” aku berjalan ke arahnya dan mendekatkan wajahku diwajahnya

“kalau batu jelas ndak enak, itu kan bukan makanan. Ade mau makan batu?” tanyaku, dian menggelengkan kepala

“yang penting saling mendukung dan memperbaiki. Seperti katamu kotor bisa dibersihkan, kalau kurang gurih bisa digurihkan lagi besok. Yang penting itu kamu yang masakin dan mmmmmmmmm” ucapku terhambat oleh bibirnya

“ternyata mahasiswa bisa romantis juga ya sama dosen” ucapnya 

“mana mahasiswa? Mana dosen? Ndak ada dirumah ini kok” ucapku berdiri dan menoleh kekanan dan kekiri

“iya... cowok jelek! Gendoooooong...” ucapnya manja, aku tersenyum dan kemudian membopongnya

“baru kali ini ya, ada pacar dikatain jeleeeeeeeeek terus sama pacarnya” ucapku dengan pura-pura memasang wajah jengkel

“eh... jangan marah, pokoknya ndak boleh marah... emoh emooooooh (ndak mau)” ucapnya manja

“biarin” ucapku sambil menggelembungkan pipiku

Dian memohon-mohon terus dengan kemanjaannya agar aku tidak memasang wajah jengkelku. Hingga akhirnya aku kalah juga, dan ku habiskan hariku dengan dian dengan sikap manjanya. Senyumnya mempesona, kerlingan matanya membuatku runtuh sesaat walau aku menyembunyikan hubunganku dengan ibu yang masih berjalan hingga sekarang. Hingga akhirnya waktu sudah menunjukan malam sudah saatnya untuk melepas lelah.

“mas, coba duduk...” ucap dian membangunkan aku

“ughhhh... ya sayang” ucapku yang bagkit dan duduk diatas sepring bed

“hadap sini dong yang” ucapnya manja, aku balik tubuhku menghadap kearahnya. Kulihat dian tersenyum manis kepadaku

“mmmmmm....” gumamnya sambil menyentuh bibirku dan kemudian menunjuk-nunjuk bibirnya. Aku mengerti maksdunya, kedua tangannya meremas pundakku dan...

Kami berciuman, saling melumat bibir memang dian bisa benar-benar membuatku melupakan semua yang telah terjadi. Tubuhnya mendekat, tangannya turun dari bahu menuju ke lengan tanganku. Perlahan secara perlahan bergerak hingga meremas kedua tanganku. Sambil berciuma aku pun ikut meremas tagannya, menggenggamnya erat. Matanya yang semula terbuka kemudian terpejam, genggaman tangannya kemudian lepas dan kempali ke pergelangan tangaku. Merambat kembali menuju punggung tanganku dan diremasnya. Diangkatnya tanganku dan ditempelkannya di susunya.

“ad...” ucapku terpotong dengan kepala sedikit mundur

“sssssstt... Kenapa? apa perempuan dihadapanmu ini tidak menarik bagimu? Jika memang belum waktunya kenapa kamu sering pergi lama dariku?” ucapnya tiba-tiba dengan jari telunjuk kanannya menyilang di bibirku

“hsssssssssshhhhh.... Aku pergi lama untuk...” ucapku terpotong setelah hela nafas panjang dari bibirku yang tertutup oleh jarinya

“aku tidak suka jika ditinggal lama olehmu, aku sudah cukup puas berpisah denganmu hingga bertahun-tahun. Bukannya aku egois tapi kamu mengatakan kepadaku tentang dirimu dan aku ingin kamu berada didalam lingkaranku. Sekarang akulah kekasihmu, kenapa?” jelasnya sekali lagi, dan bibirnya maju menyentuh bibirku, bukan berciuman. Kurasakan nafasnya pelan menyentuh bibirku, nafas yang tenang bukan nafas karena nafsu.

“Aku bukan wanita yang begitu saja dengan mudah menyerahkan milikku kepada orang lain. Kamulah yang telah membuat hatiku memilihmu. Jika memang ada sesuatu yang menghalangimu melakukannya, apakah aku bukan tempat yang pantas untuk mendengar ceritamu?” ucapnya sekali lagi

“hssssshhhh... aku ingin kita melakukannya setelah kita benar-benar sa...” perkataanku terpotong lagi karena bibirnya menutupi bibirku

“dan kamu bisa terus bersama dengan yang lain. Tidak mempedulikan aku lagi? Aku memang tidak tahu apa yang kamu lakukan diluar sana. Hanya perasaan khawatir dalam diriku. Takut, cemburu dan yang jelas pikiranku selalu berprasangka buruk ketika kamu diluar sana. Aku sedih, aku gelisah ketika kamu diluar sana dan terkadang kamu tidak memberiku kabar, entah lupa atau memang tidak ingin. Aku marah dengan diriku sendiri sebagai seorang kekasih yang tidak bisa menahanmu tetap berada disampingku. Aku selalu berpikir apakah ada yang kurang tentang diriku kepadamu? Aku juga merasakan kegelisahan ketika harus melakukannya denganmu. Aku tahu ini salah, tapi aku tidak bisa berpikir lagi apa yang harus aku lakukan agar bisa menahanmu lebih lama lagi disini....” ucapnya

“bersamaku...” ucapnya dengan air mata yang mengalir dipipinya

Aku terus memandangnya tangan kiriku yang tak dipegang olehnya coba aku angkat untuk menghapus air matanya namun tangan kirinya kembali menahan tangan kiriku untuk tetap rebah di dadanya. Pandangan kami bertemu, tak ada kata-kata lagi terucap dari kami. sebuah pandangan yang seakan mengobrak-abrik perasaanku, mencoba menelusuri semua kebohongan-kebohonganku. Ku pejamkan mata dan kembali kubuka untuk berani berkata-kata.

“cobalah kamu ingat, aku keluar juga untuk mencari informasi. Bukan untuk yang lain, dan aku selalu kembali lagi ditempat ini. kamu pernah bilang padaku untuk tidak membatasiku berkumpul dengan sahabat-sahabatku da...” belaku yang terpotong kembali

“aku tahu itu semua, tapi setiap kali kamu pergi sekalipun itu hanya sebentar saja, aku selalu merasa gagal...” ucapnya kembali

“tolonglah... buat aku benar-benar berarti bagimu...” lanjutnya kembali

Aku gugup, aku gelisah dengan situasi ini. apakah aku harus melakukannya dengannya saat ini? aku gugup tak tahu harus berbuat apa. Dia terlalu indah bagiku. Tanpa sadar aku merasakan elusan di bagian dedek arya, dedek arya bangun tanpa komando dan tanpa mengerti akan perasaanku saat ini. laki-laki muda kalah dengan sebuah argumen dari seoranng wanita, itulah yang terjadi saat ini. bibirnya sudah menempel dibibirku, hanya diam. Nafasku menjadi nafas seorang pemburu.

Bibirnya maju perlahan, bibir kami semakin menempel. Secara refleks kepalaku sedikit miring, lidahnya keluar membuka bibirku dengan tanganku masih berada diatas dadanya. Ah, lebih besar, lebih lembut, lebih kencang itulah yang dikatakan oleh perasaanku. Perasaan yang mengatakan kepadaku bahwa yang sekarang aku pegang adalah yang terindah. Apakah benar itu semua?

“mmmmhhhhh.... mmmmmmh... mmmmhh.....” 

Desahan dari bibir kami berdua yang sedang bersatu satu sama lain. Tubuhnya mendorongku hingga aku rebah ditempat tidur. Setiap kali tanganku mencoba untuk lari dari tempat itu, selalu saja tangannya mengembalikan tanganku ke tempat semula. Tak kuasa apa yang ada ditanganku membuatku meremas secara perlahan susu itu, susu yang masih terbungkus tank-top hitam. Tangannya semakin terasa mengelus dan sedikit meremas dedek arya. tak seperti yang pertama namun perasaanku campur aduk. Ketikan tangannya menekan dan menggesek-gesek dedek arya yang masih berada didalam celana membuat sang dedek arya kehilangan kendali. Terlalu lembut, terlalu nikmat dengan apa yang dian perbuat kepadaku. Tubuhku membalik tubuhnya perlahan, kini dian berada dibawahku, satu tanganku bergerak mengelus rambutnya ke atas dan satu tanganku masih aktif meremas susunya. ah, kami berciuman layaknya orang sedang bercinta. Kuarahkan ciumanku ke keningnya dan kupandang matanya.

“besok lagi kalau bobo, jangan pakai BH” ucapku dengan senyuman, membuat suasana mereda seketika

“eh... mmmmmmhhhh mmmmmmhhhhh....” desahnya

Sambil berciuman, kuangkat tubuhnya dan kurapikan posisinya seperti ketika kita mau tidur. Aku tetap berada diatasnya dan dian berada dibawahku.

“lepasin to...” ucapnya manja

“ntar kalau lihat gimana? Ntar malah ndak aku tutup lagi” ucapku

tanpa menunggu jawabanku, dian malah menarik kaosku dan memaksaku melepas kaos. Senyuman nakal dari bibirnya membuatku membalas perbuatannya. Kulepas tank-topnya dan alamaaaaaaak sebenarnya ini ukuran berapa? Dengan segera mengalihkan perhatian mataku, aku kembali mecium bibirnya. Kulingkarkan tanganku untuk melepas pengait BH dibelakang punggungnya dan kuloloskan BH dian. kini kami berdua hanya memiliki pengaman di alat vital kami. ku dudukan dian dihadapanku, kembali kami berciuman. Kusatukan keningku dan tatapanku kebawah, kesusunya.

“lihat apa hayo?” ucapnya, suasana menjadi tenang kembali

“ini apa?” ucapku sambil mengelus susu dian disekitar putingnya

“ndak tahu, waktu lahir belum punya tapi setelah dewasa ada sendiri” ucapnya kemudian tangannya menaikan daguku

“buat kamu....” pelan

“sekarang?” ucapku

“terserah kamu, asal kamu tidak ragu lagi.... aku mau...” ucapnya

“beneran? Sudah siap?” ucapku, kepalanya menggeleng sedikit

“hmmm... gitu kok mancing-mancing?” ucapku

“lha kamu perginya selalu lama, bikin ndak enak hati. Sekarang pokoknya....” ucapnya

“pokoknya apa?” ucapku

“harus dibelai, kalau ndak dibelai aku minta belaian laki-laki lain” ancamnya

“diginiin?” ucapku sambil meremas pelan susunya dengan tangan kananku

“uffffthh... he’em...” balasnya

“lha itunya?” ucapku, dengan tangan kiriku memegang pinggangnya, dan jempol tanganku memijit-mijit perutnya tepat diatas vaginanya

“eh.. mmmmmngggg... katanya sakit...” ucapnya manja

“kamu itu aneh, kalau tadi aku kepancing beneran gimana?” ucapku, sambil mengelus sekitar payudaranya dengan punggung jariku

“erghhh... ya siap jadi bapak mmmmhhh” ucapnya dengan desahan kecil dari bibirnya

“aku siap, tapi kamu siap sakit?” ucapku dibalasnya dengan gelengan kepala menandakan dia belum siap

“bobo yuk...” ucapku

“he’em... tapi...” balasnya

“apa?” tanyaku

“dipeluk sama digituin” ucapnya

“iya sayangku, adeku sayang...” balasku

Aku tidur disebelah kirinya, tubuhnya miring menghadap ke tubuhku. Kutarik selimut untuk menutupi tubuh kami. ku sejajarkan kepalaku dengannya agar kami bisa tetap saling berciuman. Kini aku sudah tidak sungkan lagi untuk meremas susu yang lebih besar dari semua wanita yang pernah mengajakku tidur bersama, bahkan ibuku sendiri. belaian pada susunya dibalasnya dengan elusan halus di dedek arya.

“kenapa?” ucapku

“besar banget, kalau masuk.... muat?” tanyanya

“mau dicoba?” balasku

“entar kalau sakit?” balasnya kembali

“kita masih punya banyak waktu, aku yakin kita pasti benar-benar akan bersama” ucapku menenagkan dirinya

“he’em....” balasnya

Kami kembali berciuman dan saling meraba satu sama lain. Bahkan aku yang sudah bertempur tadi siang masih selalu membelai sesuatu yang indah ini. Yang indah daripada yang lain dengan bibir terus melumat bibirnya. Kesadaranku masih bisa aku kontrol, tapi gerakan bibir dian mulai berhenti kulihat matanya terpejam dan alunan nafasnya tenang. Dian telah tertidur, kukecup keningnya dan aku duduk dan sekali lagi aku buka selimut perlahan melihat apa yang aku eslu-elus tadi.

“beruntungnya aku...” bathinku, kupandang wajah yang telah terlelap

“aku pasti akan menemanimu hingga akhir nafas kita” ucapku pelan disamping telinganya

Kutarik selimut untuk menutupi tubuh kami berdua, kuposisikan dadaku sejajar dengan kepalanya. Tangan kananku meremas dan mengelus lembut susunya. kuselipkan tangan kiriku diantara disela-sela lehernya. Hingga akhirnya kesadaranku mulai hilangan tertidur berselimutkan malam.

“terima kasih....” sayup-sayup aku dengar suara dian namun aku sudah tidak sanggup lagi membuka mata...


Alunan melody udara dingin dengan hiasan kicauan burung di pagi hari. Pagi dimana masih terlihat gelap seperti malam. Kulihat jam dinding yang semakin menertawakan aku untuk semua masalah-masalah yang semakin dekat dengan akhir. Good Ending atau bad ending, huft mata ini masih rabun untuk memikirkan akhir dari perjalananku. Kuraba tempat tidur disebelah kiriku tapi tak ada tubuh yang semalam setengah telanjang dalam pelukanku. Segera aku bangkit dan beranjak ke kamar mandi luar, karena memang aku tidak pernah masuk kedalam kamar mandi dalam kamar dian. kupakai kaos dan celana pendekku, terdengar suara gemercik air yang terdengar di dalam kamar mandi dalam. Setelah dari kamar mandipun aku masih mendapati dian berada didalam kamar mandi, segera ak melaksanakan kewajibanku dan kemudian tidur lagi dengan posisi miring membelakangi kamar mandi. 

Kleeek... terdengar langkah dian mendekatiku

“sayaaaang, sudah jam setengah enam. Masa tidur lagi? Ntar rejekinya dipatok ayam lho” bisik dian pelan

“masih ngantuk...” ucapku sambil memejamkan mata

“sekali-kali ngampus sayang ketemu sama dosennya gitu...” ucap dian

“males ah, dosennya judes enakan dirumah sama pacar” candaku masih mememjamkan mata

“dosennya judes banget ya sayang? Sampe ndak mau ketemu sama dosennya?” ucap dian sambil memelukku 

“ndak mau...” ucapku sedikit manja

“bangun, mandi sambil menunggu sarapan atauuuuuuu... hmmm... ntar malam bobo sambil ngelus-elus bantal saja ya...” ucap dian langsung meninggalkan aku. WHAT! Bantal????

Aku segera bangun namun sudah tak kudapati dian di dalam kamar. segera bangkit dan berjalan kembali lagi ke dalam kamar mandi yang dingin sebagai syarat agar malam nanti tidak memeluk bantal ataupun guling. Ah, memang wanita sehebat apapaun karirnya tetap saja mereka tidak pernah melupakan tempat yang membuat mereka bertambah cantik, dapur. Kulihat dian sedang asyik membuat sarapan pagi, ketika dian menoleh matanya melotot menyuruhku untuk segera mandi. Ah, segaaaaaaaaaaaaaaaar dan dingin.

Seluruh tubu sudah bersih, dan sudah berpakaian lengkap untuk berangkat ke kemapus. Dapur? Jelas untuk menemui dian, kudapati dirinya sedang menyiapkan makan pagi untuk kami berdua. Kudekati dian dan kupeluk dari belakang tubuhnya. Sedikit aku senggol bagian susunya.

“kok ndak pakai BH?” ucapku nyleneh dipagi ini

“iiih katanya ndak boleh pakai, sekarang malah diprotes? Apa sih maumu hmmmm” ucapnya judes

“yeee kalau bobo saja sayaaaang, kalau keseharian gini ya dipakai. Ntar kalau banyak yang sadar kamunya ndak pakai, ndak terima akunya!” ucapku sedikit keras

“kalau ndak terima terus mau diapain orangnya?” tanyanya

“ya gitu deh, paling banter ya UGD” ucapku sombong

“ndak boleh gitu sayang, iya ade pakai deh. dipakaikan ya?” ucapnya manja

“iiih pacarku udah gede minta dipakaikan baju” ejekku

“mau ndak? Kalau ndak mau ya sudah” ucapnya sambil melepas pelukanku dan berjalan menuju kamar. dian berjalan dengan senyuman mengejek, dia tahu kalau aku pasti tidak akan menolaknya.

“mau.... mau....” ah godaan yang tidak bisa ditolak, mungkin sebagian besar laki-laki pasti tidak akan menolak ketika harus memakaikan baju pacarnya (benarkan?)

Setelah setengah telanjang didalam kamar, dian melotot melihatku yang terkesima dengan keindahan payudara ah susunya itu. Dijewernya telingaku karena terlalu lama tidak memakaikan baju ke tubuhnya. Canda tawa kami bersama didalam kamar membuat hubungan kami semakin hangat. Makan pagi bersama dian, dan yang jelas aku selalu menyuapinya karena memang sikap manjanya tidak bisa aku tolak. Menolak menyuapi dian? sama saja menolak mendapat hadiah. Setelahnya aku berangkat, dian menggunakan mobil dan aku menggunakan REVIA-ku, pacar lamaku.

“ndak bareng mas sekalian?” tawarku yang sebenarnya aku tahu jawaban dian

“ade pakai mobil saja” ucapnya

“boleh ndak kalau mas bareng?” godaku

“eh... mmmm....” ucapnya

“iya, iya... sudah, ade berangkat dulu. Nanti mas yang tutup pintu gerbangnya” ucapku, kulilhat dian berdiri mematung disamping pintu mobil yang terbuk, kemudian menoleh kearahku

“mas lulus dulu ya, ade takut kalau mereka tahu kebersamaan kita. Nanti akan ada pembicaraan miring mas, nanti mereka mengira ade mempermudah kuliah mas” ucapnya, kudekati dian

“cup... iya mas tahu, mas kan masih mahasiswanya ade jadi memang seharusnya kalau dikampus ade bersikap seprofesional mungkin. Jadi kangen sama judesnya dosen mas yang cantik itu he he he” ucapku, yang langsung berjalan mundur ketika tangan dian mencoba mecubitku

Ke kampus? Ya kini adalah jalan kemana aku harus mencari informasi detail dikampus. Dian berangkat terlebih dahulu menggunakan mobilnya sedangkan aku menyusul dengan menggunakan REVIA. Sesampainya dikampus aku berjalan-jalan memutari kampus, sesekali aku bertemu dian yang sedang bersama bu erna. Well, sikap kami layaknya seorang mahasiswa dengan dosen. Aku suka dengan wajahnya ketika bertemu aku, judes hi hi hi tapi kalau dirumah brrrrrrr harus angkat sana-sini si dianya. Universitasku memang luas, jika harus memutari universitas ini harus menggunakan motor. Ku pilih dengan menggunakan kedua kakiku menuju ke kampus/ fakultas rani. Dengan bergaya seperti mahasiswa baru, aku duduk-duduk di taman bersama dengan mahasiswa-mahasiswi yang lain. Dan ketika kupasang eraphone di telingaku...

“eh... kenapa mereka ada disini? Apa yang mereka lakukan disini?” bathinku ketika mata ini melihat sesosok dua orang yang sudah tidak asing lagi dimataku

Aku bersikap cuek dengan memainkan sematponku, tak kuhiraukan mereka berdua. Ya, mereka adalah orang yang pernah menabrakku ketika aku berada di TKP kematian KS. Pikiranku semakin tidak tenang, ingin rasanya aku membuntuti mereka tapi jika itu aku lakukan bisa membuat kecurigaan terhadapa mereka. sesekali aku melakukan selfie agar aku bisa memperhatikan pergerakan mereka. kulihat mereka menuju kantin kampus rani. Aku pun berjalan menuju ke kantin mengikuti mereka dengan gaya Ababil sambil mengenakan sematpon kesayanganku. 

“bu, mie goreng satu sama es teh ya bu” teriakku kepada ibu kantin yang tidak aku begitu kenal

“ya, mas sebentar” ucap ibu kantin, kulirik kedua pria itu sedang memesan makanan di kantin sebelahnya. Oh ya, kantin dikampus rani sama dengan dikampusku hampir mirip dengan pujasera jadi ada 5 kantin dalam satu tempat

Dan beruntungnya aku, karena mereka melihi tempat duduk yang bersebelahan dengan mejaku. Aku makan ditemani beberapa mahasiswa yang tidak aku kenal, wajar saja aku bukan salah satu mahasiswa dari fakultas rani. Ku matikan earphoneku berharap akan mendapat sedikit informasi dari yang ku dengar. 

“mas ini “ ucap perempuan yang membantu ibu kantin

“makasih mbak” ucapku

“masnya bukan dari fakultas sini ya?” ucapnya, sedikit gugup aku ketika ditanya

“eh, iya mbak aku dari fakultas sebelah. Kesini main mbak, sekalian nunggu teman berangkat kuliah mau mengembalikan flashdisk” ucapku

“ooooh pantesan ndak pernah lihat, ya walaupun banyak mahasiswa yang makan disini tapi mas kelihatan asing gitu, ya udah mas silahkan dinikmati” ucap mbak nya

“terima kasih mbak” balasku

Segera aku melahap mie instan ini, tak begitu lapar sebenarnya setelah makan pagi bersama dian. kumakan pelan-pelan sambil memainkan game di sematponku, itung-itung juga untuk mendengarkan percakapan mereka berdua. Aku pelankan makanku tapi orang disebelahku tidak bercakap-cakap, ah percuma kayaknya kalau aku harus menunggu. Tapi...

“kita sudah memutari univ ini tapi tetap tidak ada tanda-tanda anak bos, apalagi dikampus yang pertama tadi kita juga tidak menemukannya” ucap lelaki 1

“mungkin mereka sudah bersembunyi disuatu tempat. Oia, kamu masih ingat pacar anak sibos tukang yang digebuki di univ yang diceritakan oleh kawan kita?” ucap lelaki 2

“iya aku ingat, anak itu masih terlihat beberapa hari ketika si anak perempuan bos tukang menghilang. Beberapa kawan kita juga sudah mengobrak-abrik kosnya tapi tidak ada tanda-tanda kalau paarnya itu menyembunyikan anak bos tukang” ucap lelaki 1

“bagaimana dengan pacar anak si bos aspal? Apa ada tanda-tanda dia menyembunyikannya?” ucap lelaki 2

“juga tidak, dia masih terlihat. Bahkan sempat dari kawan kita ada yang menyamar sebagai paman dari ana si bos aspal. Tapi anak itu tidak tahu mengenai anak si bos aspal, dia sudah menyerah untuk mendekatinya karena tidak ingin mati” ucap lelaki 1

“ha ha ha ya jelaslah... tapi sayang mereka berdua sudah menghilang padahal enak tuh bisa di makan rame-rame. Mungkin kita harus pulang segera untuk memberitahukan kepada bos mengenai kondisi kampus” ucap lelaki 2

Kemudian mereka berdua diam, aku habiskan makanku dan pergi dari tempat itu. dengan gaya ababilku berjalan santai menuju fakultasku. Sebenarnya aku sudah sangat bersyukur mengenai apa yang dilakukan oleh anta dan rino, mereka ternyata seorang yang bisa sangat dipercaya. Dengan rokok, dunhill sebatang ditangan kananku aku melewati jalan universitas yang lumayan ramai. Tiba-tiba saja ada mobil berhenti didepanku, pintu terbuka dan sebuah pistol mengarah kepadaku. Orang yang berada didalamnya melambaikan tangan menyuruhku segera masuk kedalam mobil. Ah, sial jika aku lari akan terlihat kalau akku terlibat. Aku berjalan dengan rasa takut menuju ke dalam mobil. Tak ada yang mengajakku berbicara, ada dua orang yang berada disampingku mereka yang tadi berada di kantin dan dua orang lagi berada di jok depan, aku belum mengetahui wajah mereka sebelumnya. Mobil kemudian bergerak menuju tempat sepi disudut taman rektorat.

“Kamu tahu ini?” ucap lelaki 3 dari depan menunjukan dua foto yang bersampingan

“eh,...” aku terkejut dan terdiam penuh rasa takut

Bugh... bogem mentah mendarat dipipi kiriku

“ngomong kenal tidak?” ucap lelaki 2

“ke... kenal pak” ucapku

“dimana dia?” ucap lelaki 3

“tidak tahu pak, saya cu... Cuma kenal di KKN pak setelah KKN tidak pernah ketemu lagi” ucapku 

Bugh... bogem mentah mendarat di pipi kananku

“bohong kamu ya? katanya kamu tadi mau mengembalikan flasdisk, jawab jujur... kamu ingin bertemu dengan salah satu wanit ini kan?” ucap lelaki 1

“bukan, aku mau bertemu temanku tapi cowok... pak beneran pak... sumpah” ucapku dengan raut takut. Tiba-tiba lelaki 4 yang menyetir mobil mengacungkan pistol kearahku

“kita bisa bunuh kamu disini, dan membuang mayatmu disini juga. Jawab jujur! Kita sudah tahu semua teman KKN kedua wanita ini dan mereka semua bilang juga tidak tahu, pasti kamu tahu mengenai mereka berdua” ucap lelaki 4

“beneran pak saya ndak tahu pak, setelah KKN ndak pernah kontak-kontakan lagi. Karena aku takut dimarahi pacarku pak, kalau ketemuan sama cewek pak yakin pak sumpah beneran...” ucapku memasang raut wajah takut

“argh sialan, bagaimana ini? kita habisi dia saja?” ucap lelaki 2

“goblok! Kamu mau mati sekarang?” bentak lelaki 3 kepada lelaki 2

“oh... iya aku lupa...” ucap lelaki 2

“argh kampret, cewek berwajah cina itu juga tidak tahu menahu keberadaan dua wanita ini. siapa sebenarnya arghhhh! Hei hajar saja dia! Dan kamu ingat berani kamu lapor polisi, akan kami habisi kamu dan teman-temanmu!” bentak lelaki 3

“iya pak, saya ndak akan lapor pak. Saya Cuma mau kuliah saja pak dan lulus” ucapku ketakutan

Sreeet... brughh... bugh bugh bugh...

Dikeluarkannya aku dari mobil dan dihajar habis-habisan. Empat bogem mentah mendarat di wajahku, aku kemudian meringkuk dan habislah punggungku dihajar oleh mereka berdua. Diludahinya aku dan kemudian ditinggalkannya aku sendirian. Aneh juga mereka menghajarku, apa mereka menghajarku hanya sebagai syarat kalau mereka pura-pura tidak mengenalku. Tubuhku tampak pegal semua, aku paksakan tubuhku untuk rebah berbaring menghadap ke atas. kudengar suara laju mobil menghilang dari telingaku. Hash hash hash... sial kenapa mereka bisa tiba-tiba datang menjemputku tadi, apa mungkin karena melihatku di kampus rani? Ah, sial... tanganku meraba ke kantong jaket yang aku kenakan. Ah, dunhill mungkin ini memang saat yang tepat untuk melepas penat di paru-paruku. 

Aku tidak mau memaksakan tubuhku untuk bergerak, mungkin orang yang melihatku sekarang akan merasa aneh dan mengira aku orang gila yang tidur diatas paving. Setengah batang dunhill telah terbakar, kuraba-raba saku jaketku yang satunya. Sematpon kesayanganku masih bisa dinyalakan dan untungnya mereka tidak menyita atau merebut sematponku. Bisa jadi mereka tahu semua gerak-gerikku, apalagi aku tidak pernah hafal nomor rani dan eri. Bagaimana coba kalau sematponku disita dan rani menghubungiku. Untung kan sematponku tidak di rebut mereka. touch... touch... touch... touch... touch... dan seterusnya, ku kirim sebuah pesan BBM ke anton.

Setelah sebuah pesan kukirim ke anton, aku masih rebah diatas paving yang lumayan teduh. Untungnya saja mereka mereka memilh tempat yang enak untukku dihajar.

Tek kotek kotek, anak ayam... Ringtone

“Bagaimana kamu bisa tahu?”

“Asu (Anjing), tanya keadaan dulu kenapa?”

“Lho? Lha emang kamu kenapa bro?”

“Tadi aku diciduk sama mereka, dan disekap untungnya ndak dibunuh, mereka tahu aku teman KKN-nya. Sekarang aku sedang terbaring lemas habis dihajar oleh mereka”

“hufth... untunglah kamu Cuma dihajar. Tapi dilihat dari pergerakan mereka, mereka berjalan hati-hati”

“matamu! Sebenarnya aku mau dibunuh tadi, salah satu dari mereka tahu siapa aku”

“yang penting kamu ndak mati kan? Ha ha haha Ya sudah, biar anggotaku sekarang yang mengitari kampusmu”

“ati-ati bro...”

“oke, oh iya, ada informasi. Dari anggotaku ada yang melihat ayahmu naik mobil sama wanita. Jadi hati-hati bro...”

“Eh, okay”

Pastilah Tante wardani, istri pak koco... ah kapan aku bisa membebaskan mereka dari belenggu perbudakan ayahku dan om nico. Bagaimana caranya agar aku bisa menyelesaikannya dengan cepat? Setelah satu batang dunhill menjadi asap dan tertinggal filter, Aku paksakan tubuhku untuk bangkit dan mulai berdiri secara perlahan. Jalanku pincang, punggungku linu seperti seorang tua yang sedang sakit pinggang. Aku berjalan menuju ke kamar mandi auditorium yang dekat dengan rektorat dan membasuh lukaku. Sial, kenapa juga pas diwajah ada luka, bisa tambah ndak ganteng aku.

Sejenak aku beristirahat duduk di depan auditorium tersebut. Ah, universitasku dan universitas dimana ibuku berada. Aku disini juga karena aku melihat dian yan pernah aku lihat waktu itu. kulihat sekilas seoran lelaki yang aku kenal, ya itu adalah anda sedang bersama seorang wanita disisinya berjalan berdampingan. Tangan anda sedang menggandeng tangan wanita itu. gila, cepat banget dia dapat gebetan baru. Ah, namanya juga seorang laki-laki, mati satu tumbuh seribu.

“kaget ya?” ucap seorang lelaki dari belakangku, aku menoleh kearah suara itu

“eh, pak felix... gimana kabar pak felix kok ndak pernah kelihatan?” ucapku sembari mencoba berdiri dan menyalaminya

“i’m fine... sudah santai saja,” ucap pak memegang pundakku dan duduk disampingku

“lho wajahmu kenapa? berantem lagi? Wah wah kamu itu ndak ada kapoknya sejak kejadian waktu itu?” ucap pak felix

“alah pak namanya juga anak muda, masih labil” jawabku sekenanya

“kamu itu ada-ada saja...” ucap pak felix yang kemudian mengeluarkan sebungkus rokok berwarna merah, Djarum Super

“kok baru kelihatan pak?” ucapku

“ngisi pelatihan diluar kampus, mungkin tahun ajaran baru nanti sudah bisa mulai ngajar lagi” ucap pak felix dengan hembusan asap keluar dari mulutnya

“kamu kaget ya lihat anda jalan sama cewek lain?” ucap pak felix membuatku heran karena seakan dia tahu semuanya

“kenal saja tidak pak...” jawabku sekenanya

“masa ndak kenal? Bukannya setelah dian tidak jadi sama aku, anda yang pedekate sama dian? kamu ndak tahu?” ucapnya yang kelihatannya berpura-pura tidak tahu menahu tentang semua yang terjadi

“bu dian kan dosen pak, itu urusanya bu dian. bukan urusan saya, saya kan Cuma mahasiswa” ucapku

“arya... arya... hufffffffffthhhh....” deburan asap keluar dari bibirnya

“entah mengapa aku merasa kalau dian itu suka sama kamu, walau aku tidak tahu keseluruhannya. Waktu aku melamar dian di taman waktu itu dan kamu ada disitu, raut wajah dian langsung berubah dan pasti kamu juga merasakannya”

“anda, dia laki-laki sainganku juga ketika aku mendekati dian untuk kedua kalinya. Aku dulu pernah pacaran sama dian pas study diluar negeri tapi putus gara-gara aku selingkuh. Balik ke negeri sini, mencoba memperbaiki ada anda menjadi sainganku tapi anda mundur ketika tahu aku yang menjadi sainganku. Tapi sejalan dengan waktu aku sendiri yang kalah tidak bisa menaklukan dian, aku tidak tahu apa alasannya tapi kelihatannya alasannya adalah kamu”

“anda mental ditolak sama dian, dia cerita ke aku, dan dia juga cerita waktu itu dia secara terang-terangan ngomong ke kamu agar kamu menjauhi dian. mungkin dia merasa sama seperti yang aku rasakan, ketika ada kamu dian selalu berubah. tapi waktu itu aku membuang jauh pemikiran itu, ya karena kamu mahasiswanya... ” ucap pak felix dengan gumpalan asap keluar dari mulutnya

“ah pak felix bisa saja...” ucapku

“aku juga tidak tahu ar, tapi seandainya saja dia menyukaimu dan kamu juga memiliki perasaan yang sama... jaga dia ar, aku tidak tahu tentang perasaan dian ke kamu tapi yang jelas ada sesuatu yang membuat dia tertarik kepadamu” ucap pak felix sedikit membuatku terdiam

“ha ha ha ha sudah jangan kamu pikirkan ar, kamu lulus dulu saja kerja baru pedekate sama dian. pasti dia mau, karena.... dian bukan wanita sembarangan, itu yang aku tahu. Pacarnya saja pasti tidak akan berani menyentuhnya sampai pacarnya menikahinya, mungkin karena aku nakal ya ar dan aku lelaki yang suka bertualang. Jiwa petualangku yang membuatku tidak betah dengan dian waktu itu, dan akhirnya aku pergi dari dian. tapi waktu itu aku menyesal, namanya kesempatan kedua itu pasti ada tapi tidak akan pernah sama dengan kesempatan yang pertama” ucap pak felix semakin membuatku tertegun

“ha ha ha ha aku ini ngomong apa ya ar, ya sudah aku mau pergi dulu dan ingat ya ar... kalau kamu jadi sama dian, kamu tidak akan pernah menyesal...” ucap pak felix

“pak, ngimpi kali ya pak kalau mahasiswa bisa pacaran dengan dosennya?” ucapku santai

“mimpi itu cita-cita, kan kamu tahu sendiri semua berawal dari mimpi atau khayalan kita. Kalau ndak punya mimpi berarti orang itu mati ha ha ha lha kamu suka sama dian ndak?” ucapnya

“ya kalau bu diannya mau sama saya, saya mau pak... gila apa cowok nolak cewek kaya bu dian” ucapku cengengesan

“ha ha ha ha... ya sudah aku pergi dulu, mau ke luar kota lagi ini tadi mampir ke auditorium jalan-jalan melepas kangen sama universitas, sudah berbulan-bulan ndak pernah pulang ha ha ha oh iya, kurangi kesukaanmu berkelahi ar...bahaya tahu” ucap pak felix sambil berdiri

“okay pak” ucapku, kulihat pak felix kemudian berjalan menuju ke rektorat dan disana ada seorang wanita yang berjalan kearahnya. Kulihat mereka tampak mesra, ah ternyata dia sudah dapat wanita lagi.

Argh sialan, tubuhku rasanya sakit semua. Kalau seperti ini, lebi baik aku segera pulang kerumah dian. istirahat dan tidur, ah benar juga aku juga bisa merokok dibelakang rumah. Mumpung ndak ada dian dirumah, jadi aku bisa bebas. Aku segera melangkah menuju ke tempat parkir kampusku yang berada nun jauh dari auditorium. Ya walaupun jauh aku memilih jalan melingkar dengan tujuan agar aku tidak bertemu dengan orang-orang yang aku kenal, setelah sampai di tempat parkir segera aku melaju dan pergi dari kampus.

Dalam perjalanan aku kemudian teringat akan kata-kata orang yang baru saja memukuliku. Ah, wanita cina, ajeng. Semoga saja ajeng tidak diapa-apakan, tapi kalau dari pembicaraan mereka menurutku ajeng baik-baik saja. apa aku harus menemuinya ya? waduh, bisa jadi perang dunia ketiga kalau dian tahu aku menemui ajeng. Mending tidak usah sajalah, anton ya anton, aku hubungi dia saja mengenai ajeng. sesampainya aku dirumah dian, segera aku masuk.

Rumah dalam keadaan sepi tanpa penghuni. Aku buat segelas teh hangat dan duduk dipekarangan rumah ditemani dua batang dunhill. Segera aku menghubungi anton untuk menanyakan keadaan ajeng. menurut penuturan anton ajeng dalam kondisi baik-baik saja. Tak ada yang berubah dari ajeng, dari sesama anggota IN yang memberikan informasi ke anton. Ternyata, ajeng ditemui oleh orang-orang suruhan ayah hanya sebentar dan setelahnya ajeng dibuntuti oleh orang-orang tersebut selama beberapa hari. Namun setelahnya orang-orang suruhan ayah tidak lagi membuntuti ajeng karena keseharian ajeng hanya ngampus-ngampus dan ngampus.

Lega rasanya mendengar ajeng tidak apa-apa, ah ajeng tubuhmu berlumurkan air danau. WhaT! Hei sadar arya, sadar ada dian dipikaran kamu. mau tidur sama guling kamu arya? ah daripada berpik yang tidak-tidak mending aku cuci muka dan tidur siang. Kubungkus dua batang filter dunhill dan kubuang ditempat sampah agar dian tidak tahu kalau aku merokok dirumah. Segera aku mencuci muka dan menggosok gigiku.

Ngiiiiiik...... bruuuummmmm..... psfttt.... ngiiiiik... suara pintu gerbang terbuka, tidak lama kemudian suara mobil masuk ke dalam rumah dan mati diikuti suara gerbang yang terutup. Aku keluar dari kamar mandi, beridiri di dekat sofa depan TV, kudengar suara langkah kaki cepat menunju ke dalam rumah. Kleeeek....

“maaaaaaaaaaaaaas....” ucap dian berjalan cepat kearahku

“sudah dibilangin jangan berkelahi lagi, kenapa masih juga suka berkelahi! Ini wajah kenapa? iiihhhh cepetan duduk...” ucap dian memegang wajahku sejurus kemudian ditariknya tubuhku dan duduk di sofa. secepat kilat dian mengambil kotak peralatan obat.

“sudahlah kan cuma luka kecil ndak papa kok, tenaaaang...” ucapku santai

“ndak papa-ndak papa, aku itu khawatir tahu gak sih kamu itu, dasar cowok sukanya main kekerasan!” bentak dian yang berjalan kearahku

“eh... iya maaf, bukan berkelahi. Ini hasil dari penelusuran informasi ke kampus rani sayang” ucapku merayu

“diam...” ucapnya sambil berlutut dihadapanku dan membuka kotak obat

Kulihat dengan telaten dian mengobatiku, setiap goresan luka di wajahku di obatinya dengan lembut. Terasa sakit dan perih memang namun tak membuat mataku beralih melihat wajahnya yang tampak sangat khawatir. Aku tersenyum namun wajah dian masih juga terus serius, jadi merasa bersalah.

“ade,kok tahu kalau mas terluka?” ucapku mencoba merayu dengan panggilan mas-ade

“dari felix...” ucapnya judes

“ketemu sama dia?” ucapku

“kenapa? cemburu?” ucapnya masih terus mengobati lukaku

“ndak, ngapain cemburur?” balasku santai

“beneran?” ucapnya

“iya beneran ndak suka kamu ketemu sama dia”” jawabku ngambek

“itu namanya cemburu... berarti sayang dong sama dosennya” godanya sedikit ada senyum, dengan membenahi kotak obat dan berdiri mengembalikan kota obat tersebut

“ndak sayang...” ucapku

“terus kenapa dirumah ini? mending pergi saja sana!” ucapnya dengan wajah marah ketika berbalik dan berdiri melihatku

“aku sih ndak sayang sama kamu... Cuma cinta saja sama kamu” jawabku santai sambil merebahkan punggungku bersandar pada sofa

Brughhh....

“argh sakit sayaaaang....” rintih sakitku ketika dian tiba-tiba saja duduk di atas pahaku

“cinta ya?” ucapnya sambil senyum

“he’em...” jawabku mengangkat tubuhku, mendekatkan wajahku ke wajahnya. Walau kealaku sedikit menengadah ketika itu.

“jangan berkelahi lagi hiks hiks hiks...” ucapnya sambil memeluk kepalaku, dan yuuut terbenam semua wajahku di dadanya

“mmmm... mmmm... hah hah hah hah hah... ndak bisa nafas” jawabku

“sudah jangan nangis, selama urusanku belum selesai seperti yang aku ceritakan kepadamu. Mungkin aku masih tetap berkelahi, namu jika semuanya selesai aku pasti berhenti dari berkelahi kecuali kamu dalam bahaya” jawabku

“janji ya...” ucapnya memandangku, kuhapus air matanya dengan kedua tanganku

“sini ade peluk lagi...” ucapnya

“ndak bisa nafas ade” jawabku

“ndak suka ya?” ucapnya sambil wajahnya sedikit mewek

“suka... adeku suka apalagi dipeluk sama bu dosen” ucapku dan tanpa dikomando kepalaku maju dan masuk kedalam gumpalan dada dian, setelahnya kumiringkan kepalaku dengan maksud untuk bernafas

Dielusnya kepalaku dengan lembut dan sambil bibir tertutupnya menyanyikan alunan lagu. Entah lagu apa tapi aku merasa tenang didekatnya. Kupeluk tubuhnya erat, dan tubuh kami bergoyang bersama.

“maem dulu yuk, ade beli makan siang tadi di luar...” ucapnya


Aku melepas pelukannya dan mengangguk pelan kearahnya. Aku hanya duduuk di sofa menunggu dian mengambil makan siang di mobil. Dian, kemudian masuk membawakan makan siang dan kami makan bersama. seperti biasa dian selalu minta disuapi setiap makan, ah benar-benar wanita ini tidak membuatku bisa berkonsentrasi makan. Setiap berada di dalam rumah dian selalu melepas semua pakaiannya dan meninggalkan tank-top beserta celana dalam tipis. Menyuapi penuh dengan pemandangan erotis bagiku hari ini, mataku tak pernah luput untuk melirik dada dan selangkangan dian. sebenarnya dian juga tahu kelakuan mataku, terkadang daguku diangkatnya dan dian tersenyum manis kepadaku. ah, godaan.... bertahan arya bertahaaaaan...

“Masih pegal ndak?” ucapnya bangkit sambil mengambil piring 

“sedikit” ucapku meinum es teh buatannya

“nanti malam aku pijitin, tapi nanti malam ya” ucapnya sambil berlalu menuju dapur.

“kenapa harus nanti malam?” tanyaku selepas dian kembali dari dapur

“ya... mmmm.... egh....” ucapnya sambil menjatuhkan tubuhnya disampingku yang berada disofa, kepalanya langsung rebah dipahaku. Diraihnya bantak kecil dan dipeluknya.

“dielus-elus...” ucapnya, sudah ketahuan kalau dia ingin bermanja-manjaan hari ini

“yang mana?” godaku

“terserah, pokoknya pengen bobo dipangkuanmu” ucapnya

“terus masmu yang jelek ini bobo dimana? Kan lagi sakit” ucapku

“yeee... sakit kan karena perbuatan sendiri weeeeek...” ucapnya

“iyaa... iya, dah bobo dulu, kelihatan capek wajah kamu yang” ucapku

Ah, dian memejamkan matanya. Terlihat sangat cantik, apapun yang dian lakukan dihadapanku selalu terlihat cantik. Entah bangun tidur, entah habis mandi, entahlah pokoknya apapun yang ada pada dirinya selalu terlihat indah dimataku. Sifatnya yang kadang manja membuatku seakan menjadi seorang lelaki yang lebih dewasa darinya yang harus memnuhi semua keinginannya, memberitahukan kepada dia mana yang salah dan mana yang benar. Ya, itu terjadi ketika dia bermanja-manjaan kepadaku tapi ketika dia memanggilku dengan sebuta kamu-aku terlihat sekali dia mencoba mengajakku untuk menjadi temannya, sahabatnya yang bisa saling berbagi satu sama lain. Berbeda lagi ketika dia menjadi seorang dosen di kampus, penuh dengan kewibawaan terhadap seorang mahasiswa. Memberikan masukan dan memberikan nasehat kepadaku. Ah, apa mungkin itu dia sengaja melakukan hal itu semua agar aku bisa mulai berpikir dewasa? Ya, dilihat dari manapun aku tampak masih seperti anak kecil, seorang bocah yang masih labil emosinya.

“aku tadi ketemu felix...” ucapnya dengan mata terpejam

“ouwh...” jawabku dengan perasaan sedikit terbakar

“ketemuan?” lanjutku sambil mengelus kepalanya

“tidak, tadi dia ke ruangku pas lagi ngobrol sama erna” jawabnya

“dia kan sudah punya pacar...” jawabku

“iya, aku sudah tahu...” ucapnya

“terus kenapa dia datang ketempatmu?” selidikku

“Cuma main pengen ketemu sama teman-teman dosen, katanya...” jawabnya masih terpejam dan memeluk bantal kecil

“eh... terus?” selidikku

“kenapa? cemburu?” jawabnya

“eh, ya ndak gitu kan aku Cuma nanya saja” jawabku mengelak

“nanya apa cemburu? Kok nadanya seperti itu?” balasnya

“iya, aku cemburu...” jawabku tegas

“terus kalau cemburu mau ngapain?” ucapnya dengan wajah datar, matanya masih terpejam

“tergantung dia ngapain sama kamu” balasku

“kalau semisal dia ngajak pergi aku, terus ngajak makan siang bagaimana?” ucapnya membuatku semakin panas

“kok kamu gitu? Kenapa ndak ngabari aku tadi?” jawabku dengan nada sedikit marah dan membuatku menghentikan elusan pada kepalanya

“aku kan bilang semisal yang, elus lagi...” jawabnya

“aku hajar dia...” jawabku santai tanpa melanjutkan mengelus kepalanya. Matanya terbuka dan membalikan tubuhnya memandang ke atas, ke arah wajahku. Diraihnya tanganku untuk mengelus kepalanya kembali, dengan sedikit malas aku mengelus kepalanya lagi

“hal itu tidak akan menyelesaikan masalah, malah memperparahnya. Kenapa kamu tidak mengatakan kepadaku untuk tidak jalan dengan cowok lain atau menasehtiku. Kamu laki-lakiku seharusnya kamu bisa menjawab dengan kelaki-lakianmu, itu semua hanya permisalan namun kamu sudah menaikan emosi kamu sendiri.... elus lagi” jelasnya santai dan kemudian memiringkan tubuhnya kembali dan memeluk guling.

Aku terdiam sejenak, memang aku terlalu berburuk sangka padahal itu sebenarnya hanya sebuah permisalan. Permisalan yang dibuat dian adalah permisalan yang belum terjadi, dan aku yakin tidak akan terjadi. Tanganku berhenti sejenak diatas kepalanya dan kupadanngi wajahnya yang sedikit ngambek karena jawabanku.

“maaf...” jawabku pelan dan mulai megelus kepalanya lagi

“kamu laki-lakiku, dan jika hal itu terjadi... dan kamu mengetahuinya dengan mata kepalamu sendiri, apakah benar dengan datang ke tempat makan dan menggebrak meja lalu menghajar felix ditempat itu? apa kamu mau menjadi seorang lucas?” mendengar jawaban itu aku terdiam

“atau jika seandainya kamu mengetahui hal itu dari teman kamu atau mengetahuinya dariku atau mengetahuinya dari pesan singkat di sematponku... apakah kamu akan mendatangi felix atau mungkin memarahiku semarah-marahnya dan lalu mendatangi felix lalu menghajarnya?” jelasnya

“kenapa diam?” lanjutnya bertanya kepadaku

“maaf mungkin aku tadi menjawab dengan emosi, padahal itu hanya sebuah permisalan...” jawabku datar

“permisalan atau bukan, itu menandakan personal kamu. permisalan atau bukan itu semuanya bisa terjadi. Permisalan atau bukan, kamu adalah lelakiku... aku tidak ingin kamu menjadi sangat arogan dalam kehidupamu ketika bersamaku” jelasnya

“apa cinta akan selalu membuatmu buta akan sebuah pertanyaan? Cobalah bertanya, bukan maksudku untuk meminta kebebasan dari kamu ketika diluar sana tapi cobalah untuk menggunakan logikamu dan berpikir. Berprasangkalah sebaik mungkin terhadap seseorang sebelum kamu menemukan bukti yang konkrit, bukankah selama ini kamu juga melakukannya?.... Ayahmu...” jelasnya, aku semakin terdiam tanpa menggerakan tanganku. Kata-katanya seakan menamparku, ingin rasanya marah ketika dia berbicara seperti itu. tapi memang bear, selama ini aku tidak menyukai ayah sebelumnya tapi setelah semua bukti aku dapatkan aku baru mulai tidak menyukainya.

“kamu adalah lelakiku, selamanya menjadi lelakiku... aku ingin kamu menjadi pemilik rumah ini bersamaku, saling melegkapi dan saling berbagi. Marah adalah hal yang biasa, selam kita mencoba untuk bertanya dan menghargai jawaban dari masing-masing. Jika memang ada yang salah, kita perbaiki bersama, tap ingat...” ucapnya

“eh...” aku sedikit terkejut mendengar perkataan dian yang mengeras ketika mengatakan kata “tapi ingat”. Matanya terbuka dan melihat kesamping tanpa melihatku

“jika kamu melakukan satu kesalahan saja dengan bermain dengan wanita lain. Aku tidak akan membalas perbuatanmu, hanya akan mengakhiri hidupku didepanmu...” jelasnya

“mungkin aku bocah sampai sekarangpun aku masih bocah. Bahkan kamu sendiri pernah bilang aku masih seperti bocah... he he he” jawabku, dian berbalik memandangku

“kenapa kamu malah tertawa?” tanyanya

“karena aku sudah kehabisan kata-kata jika melawanmu. Maafkan atas jawabanku, dan jika semua permisalan yang kamu buat benar-benar terjadi ketika kita sudah bersama... aku akan melakukan apa yang kamu lakukan jika aku melakukan perbuatan bodoh” ucapku

Mata kami saling berpandangan, tak ada kata-kata terucap...

“jadilah lelakiku selamanya, jadilah pemimpinku... aku sangat mencintaimu...” ucapnya lirih

“dan kamu juga, jadilah wanitaku, jadilah ratu dalam kehidupanku... aku juga sangat mencintaimu” ucapku membalas

Tubuhku ditariknya lembut dengan tangan kanannya, membungkuk dan bibirku bersentuhan dengan bibirnya. Lembut tanpa perkataan apapun, mungkin setelah ini aku memang harus lebih hati-hati dalam mengendalikan emosiku, mengendalikan perkataanku. Karena lawanku adalah seorang dosen yang selalu mengerti krakteristik dari mahasiswanya. Dia tahu semua tentang aku, sedangkan aku masih buram tentang dirinya. Yang aku tahu dian sangat mencintaiku, begitu pula aku. Dengan manja dian memintaku untuk kembali mengelus kepalanya hingga dia tertidur. nafasnya menjadi sangat teratur seketika itu, kulihat wajahnya tampak lelah. Punggungku rebah ke sandaran sofa dan ikut tertidur bersamanya dengan wanita yang aku cintai berada dipangkuanku.

Malam harinya, makan bersama seperti biasa dan berbincang selama aku menyuapinya.

“bagaimana kamu tahu aku terluka?” ucapku

“Felix... nyam nyam nyam” jawabnya datar

“berarti benar dia datang ke ruanganmu?” ucapku dan dia mengangguk

“dia datang mampir ke ruanganku, karena memang selama ini ada keperluan ke luar kota. Ya hanya say hai saja, tapi setelahnya dia cerita kalau tadi ketemu sama mahasiswa bimbinganku” ucapnya setelah menelan makan

“Iya tadi aku ketemu sama pak felix di auditorium setelah dihajar habis” ucapku

“besok hati-hati yah nyam nyam nyam air air hug...” jawabnya

“makanya kalau mau ngomong ditelan dulu” ucapku

“glek glek glek... aaaah... yang ngajak ngomong siapa tadi?” protesnya

“iya, maaf... huh dasar bu dosen” ucapku

“apa? Dosen apa? Judes? Gitu?” ucapnya

“eh eh eh ada pesawat terbang diluar” ucapku yang berdiri dan menuju tempat cucian

“iiih dasar cowok nyebelin” ucapnya sambil bersedekap dan membuang muka

“ck ck ck ck...” aku menggelengkan kepala sambil memandangnya

“apa?!” bentaknya

“walau muka dibuang, tapi tetap saja kelihatan... mmm...” ucapku yang kuhentikan

“kelihatan apa?” jawabnya

“jelek weeeeeeeeeeeeeeek....” jawabku sembari lari ke arah ruang TV

“ARYAAAAAAAA JELEEEEEEEEEEEEK!” teriaknya sambil mengejarku

Ah, Dian, dian kamu membuat hari-hariku semakin indah bersamamu. Sikapmu membuatku semakin tunduk kepada hatimu. Seandainya dari dulu aku tahu bahwa kamu cewek SMA itu, mungkin aku akan mendatangimu dan mengatakan cintaku terlebih dahulu. Tapi semua berjalan sesuai dengan jalannya aku menemukanmu setelah aku bertualang... 

....

“dipijit punggungnya?” ucapnya yang kini berada diatas punggungku

Aku tengkurap di atas sepring bed kamar dian. dian duduk diatasku dan memijit punggungku

“he’em... enak ya dipijit ade” ucapnya

“iiih... nyebelin, ade ndak pernah dipijit sama mas” ucapnya

“kan dielus-elus tiap malam, sampe tidur lagi” jawabku

“iya iyaaaa... dasar cowok ganteng...” balasnya, sambil mengucek-ucek rambutku. Sebenarnya hanya menakan punggungku saja dengan jari-jarinya, sudah cukup membuatku rileks. Ya, hanya itu yang dilakukan dian kadang pula tanganku dipijatnya, hmmm enak benar punya cewek dian.

“diginiin enak ndak...” ucapnya

“eh... he’em... he he he” hanya itu yang bisa aku ucapkan ketika dian menyentuhkan susunya kepunggungku, beberapa kali dian juga mencium tengkuk leherku

“He’em... apanyah?” bisiknya di telingaku, aliran nafasnya membuat darahku berdesir

“pijatanyah yang...” jawabku 

“yang mana?” balasnya lagi

“dipunggung yang...”jawabku dengan nada tertahan

“enak dipijit pake itu ya yang?” ucapnya

“he’emhhh...” balasku

“he’em apanya yang? Dipijit pakai apa sih yang kok keenakan kaya gitu?” godanya

“pakai itunya ade” balasku sekenanya

“itu apa? Yang jelas dong...” jawabnya

“payudara ade...” ucapku lantang

“payudara itu apaan sih yang?” godanya

“suh...susu...” jawabku tertahan karena tubuhku ditekan kebawah oleh tubuhnya

“iiih mahasiswaku jorok deh...” balasnya

“dosennyah yang mulaihhh ufthhh... ade bangun, mas ndak bisa nafas nih...” ucapku, dan diang bangun duduk disebelah tubuhku, aku membalikan tubuhku dan memandangnya sebentar

“makasih adeku sayang, yuk bobo saja...” ucapku

“dieluussss tapi...” jawabnya manja

Kami berbaring bersampingan, tubuhku menghadap ketubuhnya begitu pula tubuh dian miring menghadapku. Wajah kami berpandangan sejenak dan kucium bibirnya perlahan. Nafas kami kembali bersatu, tangannya meraih tanganku dan diarahkannya ke susunya. tubuhnya masih berbalut dengan tank-top dan celana dalam tanpa bra. Kuelus lembut susu dian, matanya terpejam. Tangan dian mulai bergerak menuju ke dedek arya yang berbalutkan celana dalam. Dielus dedek arya dari bawah ke atas, dan ugh... membuatku sedikit mendesah. Elusan lembutku kembali mengelus susu dian, kuarahkan tanganku ke puting dian yang aku rasakan menonjol dan kumainkan dengan jari tanganku.


“mas... emmmmhhhh... erghhh.... masssshhhhh....” desahnya, 

Reflek tubuh dian bergerak ketika aku memainkan putingnya, dian bearing dan menghadap keatas. Tangannya menarik tubuhku, walau sebenarnya tidak ditarikpun aku tetap bergerak ke atas dian. ku posisikan mengangkangi dian, tangannya masih mengelus-elus dedek arya yang sudah tegang tanpa syarat. Ciuman kami masih beradu dengan lembut, tanganku masih bergreliya dan memainkan kedua puting dian. desahannya semakin terdengar walau bibirya tertutup oleh bibirku. Matanya terbuka, wajahnya berubah merah ketika melihatku memandangnya. Permainan tanganku semakin menjadi-jadi dan remasan-remasan lembut disusunya serta permainan jariku di puting susunya. pikiranku masih bisa aku kontrol, kutarik bibirku dan kukecup keningnya.

“Bobo yuk dah malam” ucapku sambil menggeser tubuhku kesamping kanannya, tapi dian menggelengkan kepala lalu ditariknya kepalaku, kami kembali melumat bibir

“bukain tank-top ade...” ucapnya lirih disela-sela kami berciuman

Lepas ciuman kami, dia duduk didepanku yang kini duduk dan aku tarik tank-topnya hingga terlepas dian kini hanya memakai celana dalam. Kepalanya menoleh kebelakang, wajahnya semakin memerah bibirnya kusambut dengan bibirku. Tanganku mulai memainkan susu dan puitngnya kembali. Tangan dian menelusup masuk diantar tubuh kami, mengelus dan kadang meremas dedek arya. suasana semakin panas, aku terbawa oleh nafsuku sendiri. tangan kananku perlahan mengelus perutnya yang ramping dan semakin kebawah masuk ke dalam celana dalam dian. jariku langsung menjelajah mencari butiran kecil milik dian.

“Arghh.... mas emmmmhhh.... geli erghhhh.... mas... ade sayang mas.... mmmhhhh ade cinta masssshhh... erghhh....” desahnya

“mas juga sayang mmmmmmhhhhh slurpppp..... mas cinta sama adehhh mmmhhhh....” ucapku

Tangan dian kini bukan hanya meremas, namun sudah menarik dedek arya untuk keluar dari celana dalam walau sebagian dari dedek aryamasih tertutup oleh celana dalam. Tangan kiriku memainkan putingnya, bibirku melumat bibirnya sedangkan tangan kananku memainkan klitorisnya. Dian melepas ciumannya dan bersandar seluruhnya ketubuhku, tangannya melepas dedek arya. dian hanya bisa mendesah dan mendesah. Klitorisnya aku mainkan semakin menggila.

“mas... ugh... mmmmm.... ade rasanya mau... pipis, erghh... mas sudah mas... sudhhhhhahhhhhh mas... sudhhhhaaaahhhh... ade mau piphhhhhpis” ucapnya namun aku tidak menanggapinya

“wajah ade memerah.... cup....” ucapku sambil mengecup pipinya

“mashh.... mashh.... mashh sudhhhaaaah ade mau erghhhhh.... egh egh egh egh” ucapnya kemudian sedikit terasa cairan hangat dari vaginanya. Nafasnya tersengal dan pinggulnya sedikit terangkat keatas. Kupeluk perutnya dan kuciumi lehernya, menunggunya beristirahat sejenak. Tak kusangka dengan memainkan klitorisnya, dian bisa mencapai orgasmenya

“mashhh... ade sayang mashhh....” ucapnya berbalik ke arahku dan langsung menciumku

Ditariknya tubuhku dan kini aku berada diatasnya. Ketika tubuhku berada diatasnya aku tahan dengan kedua tangan dan lututku. Tiba-tiba saja tangan dian menarik celana dalamku dan kini dedek arya mengagantung tegang diatas selangkangannya. Di remas, dan dielusnya.

“mas...” ucapnya dengan mata memandangku, aku tahu maksud arti dari pandangan itu tapi argh....

“be beneran de?” ucapku dan diajawabnya dengan anggukan

Aku turun dari tubuh dian, dian menarik celana dalamnya sendiri hingga kini dian telanjang oval dihadapanku. Kuposisikan tubuhku diantara pahanya yang terbuka. Kupandang sejenak dian dengan wajahnya yang memerah, dian tersenyum manja, argh entah manja atau malu... aku tidak tahu. Aku membungkuku dan kucium dian, kupastikan sekali lagi dan jawaban dian masih sama. Aku kembali diposisiku dan kuarahkan dedek arya ke dalam liang vaginanya yang masih tampak bersih. Kumainkan sejenak klitoris dian, kedua tangan dian menutupi wajahnya. kuarahkan kepala dedek arya, ketika tepat di pintu vaginanya aku membungkuk dan kutarik tangan dian agar memandangku. Sedikit kudorong...

“arghh... pelan masshhh sakiiiiiiiiiiittthhh sakiiiiit mas sakiiiiiittt.... sakiit bangettthhh” rintihnya, aku berhenti, baru juga kepala masuk. Tiba-tiba terdengar tangis dian...

“hiks sakit banget mas hiks hiks hiks...” ucapnya, Aku yang kebingungan melihat kejadian ini seketika itu pula rasa ibaku muncul, logikaku kembali menguasaiku. Segera kucabut, aku duduk disamping dian dan kukecup keningnya. 

“sudah ade, bobo saja yuk...” ajakku dengan senyum kepadanya

“tapi... maafin ade, tadi beneran sakit banget...hiks” tangisnya

“iya, mas minta maaf tadi kelewatan... bobo aja yuk” ajakku kembali

“tapi mas, hiks mas ndak papa?... “ ucapnya, aku hanya mengangguk penuh senyum walaupun sedikit perasaan kentang didalam otakku

“ngomong sama ade, ade harus ngapain biar mas... tapi kalau diituin lagi hiks ade belum siap, tadi sakit banget hiks... punya mas sih gede banget...” ucapnya

“kok tahu gede banget, hayo...” godaku

“eh itu iiiih... hiks hiks... ya pernah lihat, erna pernah lihatin video di sematponnya” ucapnya sedikit terkejut. Ah, bu erna ternyata dia juga suka nonton seperti itu pantas saja waktu itu sempat menggodaku

“ya sudah, bobo saja mas ndak papa kok, yuk...” ajakkku

“ndak mauuuuu... ade harus ngapain, tapi kalau itu...” ucapnya diakhiri dengan gelengan kepala

“ya... itu aduh... ndak usah saja, bobo saja...” rayuku

“ade mau mati saja...” balasny sambil membalikan tubuhnya, membelakangiku

“ayo dong jangan ngambek, sayang...” rayuku, aneh juga rasanya, aku yang kentang kenapa dia yang malah marah?

“ade mau mati saja besok hiks” ucapnya 

“ya sudah... mmm... dikocokin aja dek tapi jangan kasar, yah... “ rayuku, dian langsung berbalik dan duduk dihadapanku. 

Diciumnya bibirku dan tangannya mulai meraih batang dedek arya. aku kemudian menggeser dudukku dan bersandar, kedua pahaku terbuka dan dian diantara keduanya. Tubuhnya telanjang, susunya yang sekal masih ranum ndak turun sedikitpun, dan itu ough... bulu-bulu halusnya, aku pengen ngiler. Dian mengocoknya dengan lembut, aku angkat tubuhku dan kudekati wajahnya. Kuangkat dagunya, Kucium bibirnya sekali lagi, kurasakan tangnnya masih mengocok lembut dedek arya.

“mas...”desahnya

“hmmm....” ucapku

“besar banget... apa semua laki-laki besarnya seperti ini?” ucapnya polos

“lha kan ade sudah pernah lihat di video?” ucapku

“eh... kan ade langsung tutup wajah waktu itu, tapi ya lihat sedikit...” jawabnya

“hiiii.... he he he... beda-beda adeku ughhhh sudah de...” ucapku

“eh kenapa mas? Sakit? Maaf... maafin ade mas” ucapnya

“iya,ugh... “ ucapku sambil meniup-niup dedek arya

“maafin ade, ndak tahu harus gimana hiks...” ucapnya dengan tangis lagi

“sudah jangan nangis, dah ndak papa, mungkin karena keset jadinya sakit... punya lotion?” ucapku, dian mengangguk

“kalau minyak zaitun gimana? Ade punya...” tawarnya

“ya dikasih itu saja biar mas ndak terasa sakit” ucapku, sekejap dian mengambil minyak zaitun , setelahnya kulumuri tangannya dengan minyak itu. kuarahkan kembali tangannya untuk mengocok dedek arya.

Dian mulai kembali mengocok dedek arya, argh... kocokan belum pernah membuatku keluar kecuali dengan variasi bibir dan susu. Lama sekali dian mengocok dedek arya, tapi dedek arya bukannya semakin menegang tapi malah semakin layu perlahan tertunduk lemas. Kupegang tangan dian yang mengocok dedek arya, tapi pandanganku tidak benar-benar memandangnya tapi memandang yang lain.

“Sudah bobok yuk” ajakku, tapi wajahnya malah bertambah sedih, air matanya keluar perlahan. Aku jadi bingung, hufth... aku kecup keningnya.

“Sudah kapan-kapan lagi sayang, mas ndak papa beneran selama mas sama ade, mas akan menunggu momen terindah kita, okay?” ucapku

“hiks... mas bobo... cepetan!” ucapnya dengan setengah menjerit

Melihat wajahnya yang serius aku kemudian memundurkan tubuhku, tidak beraring namun kembali bersandar. Tangan kiri dian mengusap air matanya, perlahan dian mulai menggerakan tangannya, kucoba meresapi setiap gerakan tangnnya. Kupejamkan mata ini membayangkan dian sedang menggoyang pinggulnya dengan tubuhnya yang putih nan indah itu. namun...

“ouchh.... arghhh... ade sudah” ucapku sedikit berteriak. Tak menyangka dian akan mengulum kemaluanku, dian terkejut dan melepaskan kulumannya

“kok ade kulum? Tadi sakit mungkin kena gigi ade” ucapku

“eh... maaf mas, ade Cuma mau nyoba saja. jangan marah... ade sudah bingung” ucapnya, matanya tampak berkaca-kaca

“eh... sudah bobo saja, besok masih ada waktu. Besok ade kan berangkat ke kampus ini sudah malam” ucapku, namun dian menggelengkan kepalanya

“ajari...” ucapnya dengan wajah yang hampir mewek. Ah, sial kalau begini aku kelihatan sekali seperti pemain yang ulung

“beneran?” ucapku, dian mengangguk

“hufth... pakai feeling ade saja yang penting jangan kena gigi, pelan-pelan saja” ucapku dan dian mengangguk

“mas rebahan lagi, tutup matanya... ade malu...” ucapnya manja. Aku turuti kemauannya dan kembali rebah sembari menutup mataku

Perlahan aku rasakan , bibir dian mulai menyentuh kepala dedek arya. sedikit aku buka mataku dan kulihat bibir dian secara perlahan melumat dan mengulum kepala dedek arya terlebih dahulu. Sensasi yang luar biasa, dosenku yang dulu judesnya minta ampun sekarang sudah berada ditengah-tengah paha telanjangku dan tentunya dengan tubuh telanjangnya. Kupejamkan mataku kembali, kurasakan bibirnya semakin dalam mengulum dedek arya. memang masih terasa sedikit sakit ketika dian mengulum tapi tak sesakit diawal. Ah, pelan tapi pasti aku sudah bisa menikmatinya, sudah sangat terasa kalau dian sekarang sudah mulai bisa melakukannya. Ugh, terasa kini kulumannya memompa dedek arya. kubuka mataku, kulihat dian sedang mencoba memuaskan dedek arya. perasaanku, nafsuku semakin terbakar melihat pemandangan itu. situasi yang sangat berbeda, membuatku terasa seperti berada dihamparan taman bunga.

“Ade... uh... enak... enak banget... ugh... mas... mau keluar... mas ughh... adeeeee” racauku

Refleks tanganku memegang kepalanya dan menahan kepalanya untuk tidak lepas dari dedek arya. dan crooot crooot crooot crooot crooot crooot crooot... spermaku keluar. Aku yang tersadar langsung melepaskan kedua tanganku dari kepala dian. aku merasa bersalah, dian mencabut kulumannya dan memandangku dengan senyum, spermaku meleleh keluar dari sela-sela mulut dian. ku elus kepalanya perlahan, ketika tanganku mencoba mengelap sperma dimulutnya, tangan dian meahan. Dian kemudian banngkit dan menuju kamar mandi, kulihat tubuh telanjangnya berjalan. Aku tak menyangka akan sejauh ini dengannya. Setelah beberapa saat, dian keluar dari kamar mandi dan aku menghampirinya. Kupeluk tubuhnya...

“terima kasih sayang... terima kasih cintaku... maaf jika sejauh ini” ucapku

“ade cinta mas...” Cuma itu yang dian ucapkan kepadaku

“mas juga cinta ade...” jawabku

Kupandang wajah layunya, dan ku cium bibir indahnya...

“iiih... mas kok masih bangun? Bukannya habis keluar langsung lemas” sebuah pertanyaan dari seorang wanita dewasa yang seharusnya tak dilontarkannya. Apa dian benar-benar polos mengenai hal ini?

“ini tipe fighter, kalau lawan belum pingsan dia ndak akan lemas” candaku

“eh... aaaaaaaaa...” ucapnya sambil menutup wajahnya, dan kemudian dijatuhkan ke dadaku

“lho kenapa?” ucapku, aku bingung melihat dian, ku dorong kedua pundaknya dengan tanganku agar aku bisa melihat 

“ade ngebayangin kalau... aaaaa...” ucapnya langsung menjatuhkan kembali wajahnya yang tertutup tangannya ke dadaku, dan aku tahu maksudnya.

“yeee kan masih lama, yuk bobo...” ucapku, dian mengangguk dan mengiyakan

Dian membuka wajahnya, memandangku sejenak dan mengecup bibirku. Langsung dia berjalan menuju ke kamar dan berbaring, senyumnya selalu terlukis di wajanya. Kupandangi sejenak dian yang berbaring di atas tempat tidur, kupandangi seluruh tubuh indah itu. ah, benar-benar sempurna bagiku bahkan jika dibandingkan dengan mmm selama aku bertualang sangat berbeda. natural dan murni indahnya. Susunya yang menurutku paling besar dari yang pernah aku lihat. Kulitnya putih bersih, dan tubuhnya yang membentuk memperlihatkan keseksiannya. Kudeati tubuh yang tampak lelah tersebut dan dan kudekap dalam pelukanku. Kucium keningnya dan kutarik selimut untuk menutupi ketelanjangan kami berdua. Lelah malam menemani kami tertidur.

“ini yang terhebat...” ucap dedek arya

Kini kehidupanku bersama dian, wanita yang selama ini aku cari. Pagi menjelang, semuanya tampak indah, semuanya sudah tersedia hampir sama ketika aku berada dirumah. ketika makan bersama adalah momen yang indah bagiku dan juga memakan waktu yang lama, karena aku harus menyuapinya. Hari ini dian berangkat ke kampus dan aku berada dirumah. Menjadi seorang pengangguran dengan kekasih yang bekerja, enak kan? Iya enak sekarang tapi kalau terus begini, pasti didepak aku sama dian. emang nasi bisa dibeli dengan cinta, aku tetap dengan logikaku. Untuk saat ini aku menjalaninya dengan rasa sedikit sungkan karena semua kebutuhanku dicukupi oleh dian. uang saku? Hanya dari ibu dan itu pun ada di ATM, sedangkan uang hasil curian yang aku curi dari ayah masih ditempat yang aman.

Welcome to wherever you are this is your life (Bon Jovi). Ringtone. Anton

“halo nton”

“bro, kabar buruk”

“heh, ada apa nton?”

“kemarin wanita yang bersama ayahmu, ternyata setelah aku tanyakan kembali ke anggotaku. Dia adalah ibumu”

“hah?” (bukankah ibu seharusnya sudah berangkat liburan)

“be benar itu ton?”

“iya, sebaiknya kamu hubungi ibu kamu dulu”

“okay”

Segera aku tutup telepon dari anton, kulihat jam dinding menertawakanku semakin keras. Pukul 10.00 WIB, ah kenapa baru sekarang anton memberitahukan kepadaku. Kutelepon ibu namun hanya suara tut tut tut yang terdengar, tak ada jawaban. Aku semakin gelisah dengan keadaan ini, apalagi aku belum tahu maksud ibu kembali kerumah. Mungkinkah ayah akan menggunakan ibu sebagai pengganti rani da eri yang telah menghilang?ah, kenapa aku malah membuat posisi ibu semakin sulit seperti ini? bagaimana ini? kemana ayah membawa ibu pergi? Aku tidak tahu, aku harus keluar, harus mencarinya. Segera aku bangkit dan masuk kedalam kamar ku ganti baju dan...

Centung. BBM masuk.

Dari ibu, dan membuatku semakin panik 7 keliling. Ingin aku membalasnya tapi ibu sudah mengatakan untuk tidak membalas pesannya. Taku jika aku menghubungi ibu, dan ayah tahu. Apakah mungkin? Argh! Aku tidak tahu, aku bingung. Aku menunggu dan menunggu, kucob telepon ibu tapi tetap hanya nada sambung yang aku dengar dari sematponku. Kurang lebih sudah dua jam ibu tidak memberi kabar, tapi mau bagaimana lagi aku hanya bisa menunggu. Dan tepat pukl 12:00, ibu meneleponku.

“halo, Ibu kenapa sih kok malah sama ayah? Bahaya buuuuu”

“ndak nanya kabar ibu dulu nih?”

“ibu kok bisa satai begitu?”

“iya dong, kemarin ada yang ketinggalan lagi. Ibu telepon ayah untuk jemput, karena belum beli tiket ya berangkatnya hari ini sayang”

“lha terus sekarang?”

“ibu nunggu bis diterminal, ayahmu sudah pergi”

“huft beneran kan bu?”

“beneran sayangku, sudah kamu tenang saja dan sebentar ibu tutup dulu teleponnya, ibu mau kirim gambar”

“eh, kan ndak perlu ditutup bisa bu...”

“ibu sudah tua nak, gimana caranya? Kamu mau mendikte ibu pelan-pelan? Malah lama lho, mending tutup dulu, ibu bisanya ditutup dulu, maklum jamannya ibu belum ada kaya gini”

“Iya bu iya”

Setelah telepon ditutup selang beberapa lama sebuah gambar terkirim. gambar tersebut adalah gambar sematpon ayah yang di ambil gambar oleh ibu. Gambar tersebut menunjukan lokasi dimana pertemuan akan dilagsungkan, segera gambar tersebut aku kirimkan ke anton. Belum ada balasan dari anton, ibu kemudian menelepon kembali.

“Ibu kok bisa dapat informasi itu?”

“Ya bisa dong sayang, kan kamu tahu sendiri... coba diingat dulu waktu diatas kasur, ayahmu dikasih apa coba?” 

“Obat tidur bu?”

“He’em...”

“fyuuuuuh...”

“Kok lega banget kayaknya? Ada apa?”

“berarti ibu ndak ngapa-ngapain kan sama ayah?”

“Ndak sayang... sayang bisnya sudah datang, ini ibu mau menyusul mereka dulu ya”

“Kok Ibu di terminal? Bukannya naik pesawat atau kereta bu?”

“iya tadinya juga ibu mau naik pesawat atau kereta api, tapi ibu milih naik bis saja. walaupun telat kan ndak masalah sayang, yang penting sampai ditujuan kan? Dan yang jelas, ayahmu tidak tahu kemana ibu pergi, benar kan?”

“iya deh percaya sama ibu, ibu hati-hati ya?”

“Iya sayang, kamu juga hati-hati, muach”

“muach juga ibuku sayang”


Telepon aku tutup, dan kemudian aku memutar kembali. Kulihat seorang pedagang sayur keliling masih menjajakan dagangannya. Ku beli beberapa bahan makanan dan sayuran untuk makan hari ini. yah, mungkin saja dian belum makan, lagipula aku sedikit mempunyai keahlian memasak yang aku dapatkan sari ibuku dan jug aibu wongso yang kadang mengajariku memasak. Aku kembali kerumah dian, melepas semua pakaian tempurku dan menuju ke dapur bersama dengan bahan makanan yang baru saja aku beli. Sembari meracik makanan, aku membuka sematponkku yang ternyata ada sebuah BBM dari dian. tampaknya dia sangat marah ketika aku hendak keluar dari rumah, ku foto diriku dan ku kirim ke BBMnya.
Segera aku memasak beberapa bahan makanan untuk menyambut kedatangan dian pulang kerumah. Setelah semua selesai aku kemudian berisitirahat sejenak dengan segelas teh hangat di pekarangan rumah. Menunggu adalah hal yang paling membosankan bagiku, apalagi harus menunggu kapan koplak bisa berkumpul lagi. Daripada pergerakanku dibaca oleh orang-orang yang kemarin menangkapku sebaiknya memang aku mengikuti apa kata anton. Terlebih diluar juga sangat berbahaya jika melihat semakin dekatnya waktu mereka berkumpul. Mandi, dan segera berganti baju karena mungkin dian sebentar lagi akan pulang, bisa berbahaya jika dian tahu aku merokok. Selesai mandi aku mendengar mobil datang dan aku tahu itu dian.

"Baru pulang sayang?" ucapku menyambutnya diruang tamu ketika dian masuk ke dalam rumah

"iya, tadi rapat jurusan lama banget yang" ucapnya dengan wajah sedikit jengkel

"kenapa?" ucapku mendekatinya

"kangen sama kamu" jawabnya sembari memelukku

"iiih... bu dosen kangen sama mahasiswanya ya?" godaku

"eng... iya bodoh, jelek" ucapnya dengan sedikit pukulan di dadaku

"yuk maem, sudah mas siapkan tuh" ucapku

"eh, he'em disuapin ya?" ucapnya, aku mengangguk. Aku berbalik dan meninggalkannya, tanganku ditariknya

"Ada apa?" ucapku

"penat... bukain bajunya...." ucapnya manja

"yeee... makan kok sambil buka-bukaan. Nanti malam sayangku" ucapku

"emooooh bukain!" paksanya penuh dengan kemanjaan

Aku mendekatinya dan kubuka blazernya, ku katakan kepadanya untuk tetap memakai baju beseta rok selututnya. Ku rayu dia agar mau, karena jujur saja aku kangen dengan dian yang selalu berada dihadapanku ketika aku bimbingan. Dengan senyuman indahnya, dian aku gandeng menuju ke dapur untuk makan bersama.

"Eh, mas masak sendiri?" ucapnya

"ndak, beli lah masa cowok masa sendiri" ucapku

"bohong, itu alat masak kenapa kotor semua hayo?" selidiknya

"he he he ketahuan, iya tadi masak, sebenarnya tadi sudah nekat mau keluar tapi anton menelepon untuk tetap stay sampai ada pemberitahuan selanjutnya" ucapku, kemudian aku menceritakan kepada dian juga mengenai ibu yang tiba-tiba bersama-sama ayahku dan bermalam bersama ayah dirumah. tapi untungnya ibu tidak kenapa-napa.

"jadi, mama tadi sama eee... ayahnya mas ya? kemarin?" ucap dian

"iya, tapi untunglah ndak papa, tadi sempat telepon ibu juga. Sekarang ibu sedang perjalanan menyusul keluarga yang lainnya" ucapku

"huft... ya udah ade maafin untuk yang keluar tadi, tapi awas kalau besok nekat lagi, huh! Cepetan suapi!" ancamnya

"iya, aaaaa...." ucapku, selang beberapa saat dian berhenti dan wajahnya kembali mewek

"lho kenapa?" ucapku penasaran

"kok enak banget, mas jahaaaaaaaaaaaaaaaaaaat! Eng eng eng" ucapnya sambil memukuli pundakku

"lho aduh... sudah, sudah, kenapa sih sayang... kan ndak papa kan?" belaku

"iya ndak papa, tapi masakan mas lebih enak dari ade, besok mas harus ajari ade..." ucapnya

"iya, iya ini juga belajar dari ibu sama ibunya wongso sayang" ucapku

"eng... ndak boleh lebih enak dari punya ade pokoknya... eng..." ucapnya sambil memberiku pukulan ringan di bahuku

"iya sayang, iya besok mas ajari deh, terus mas ndak masak lagi kecuali kalau ade lagi sibuk" ucapku sambil membetet hidungnya

Makan bersama dian, setelahnya aku bersantai bersama dian. Sore menjelang malam, setelah mandi kemudian nampak sekali wajah dian murung sekali, entah karena apa. Setelah semua bujuk rayuku, akhirnya dian mau mengatakannya.

"Ade, dapet mas...." ucapnya

"yaelah adeeeeeeee, kan ya ndak papa kan? Lha wong juga ndak dimasuki kok" ucapku santai

"tapi, kalau dapet kan ndak boleh diapa-apain?" ucapnya

"lha kan memang mas ndak ngapa-ngapain ade" ucapku santai

"ntar mas pengen enaknya sendiri, terus ade ndak diapa-apain gitu... iya kan?" ucapnya sambil membalikan tubuhnya. Kupeluk tubuhnya dari belakang.

"kita ndak usah ngapa-ngapain, yang penting bareng terus okay?" ucapku

Dian kemudian berbalik dan tersenyum kepadaku, kami berciuman. Kehidupanku setelah dian mengalami mendapatkan datang bulan sebenarnya tidak berubah seratu persen, aku masih bisa memeluk dan menciumnya walau tidak harus mengeluarkan spermaku keluar. Hari-hari kedepanya aku lalui dengan menjadi Lelaki Rumah Tangga, santai dan menunggu berita. Setiap hari aku selalu mendapat informasi baru mengenai keberadaan ayahku dari anton. Anton juga telah meneliti tempat berkumpulnya ayah dan komplotannya. Dian selalu menunjukan sikap manjanya yang selalu berlebihan ketika bersamaku dirumha, ya... terkadang juga dian selalu memperlihatkan bagaimana dewasanya dia ketimbang aku. Sudah tahukan bagaimana dia mempermainkan psikologisku ketika hanya memisalkan sesuatu hal sepele. Pakiannya tidak terbuka seperti sebelum-sebelumnya, ya tahu sediri kan lagi M tapi setelah M juga pakaian mengundang dedek arya bangun. Sudah tidak sungkan bagiku untuk menyentuh barang pribadinya, ya walaupun ada sedikit rasa... gimana ya menjelaskannya. Ah, dian... dian.... seandainya hari-hariku adalah kanvas putih yang sangat bersih mungkin dian adalah cat yang selalu mencoret-coret kanvasku. Suka sekali ketika aku bisa menggodanya hingga menangis jengkel, ya terkadang itu perlu kan? Walau sebenarnya hanya bercanda dan dian tahu itu tapi tetap saja wanita itu bisa menangis. Sehabis menangis? Biasalah harus dilayani bak ratu kerajaan.

Hingga pada pagi hari tepatnya H-2 sebelum kejadian, aku mendapatkan pesan dari anton agar malam ini kumpul bersama di warung wongso. Semua geng koplak akan ikut didalamnya. Di malam hari ketika aku hendak berkumpul dengan koplak.

"Ade, mas nanti malam mau keluar kumpul sama koplak, membahas untuk besok malam" ucapku ketika aku dan dian sedang santai bersantai bersama di depan ruang televisi

"eh, mas hati-hati besok mas..." ucapnya

"iya, sekarang mas keluar dulu ya..." ucapku tersenyum kepadanya

"he'eh... jangan lama-lama, kalau sudah selesai kabari ade..." ucapnya

"iya, adeku sayang..." ucapnya, aku peluk dia dan kukecup keningnya. Kami berpelukan lama sekali hingga kami terhanyut dalam kemesaraan ini.

Malam hari, aku berangkat menuju ke warung wongso dengan pacar lamaku, REVIA. Ku kendarai REVIA dengan cepat dan tangkas hingga aku sampai di warung wongso. Kami bertemu setelah sekian lama tidak pernah berkumpul, seperti merasa tidak pernah berkumpul puluhan tahun. berlebihan ya? begitulah koplak, apalagi semua dari koplak sudah memiliki pasangan masing-masing. Seperti dipenjara tapi juga dilayani didalam penjaranya, mungkin itu istilah yang tepat untuk koplak bukan suami-suami takut istri lho. Setelah semua berkumpul, kemudian kami yang sebelumnya berkumpul di depan rumah wongso mulai masuk ke dalam rumah.

Tampak anton sangat sibuk menyiapkan semua perlengkapan untuk menjelaskan kepada kami, sebuah proyektor yang dihubungkan dengan komputer lipatnya. Anton berdiri didepan kami, semua nampak terhenyak ketika anton menyapukan pandangan ke arah kami semua. Anton dengan tampang seriusnya menyuruh kami untuk diam dan mendengarkan apa yang akan dia katakan kepada kami semua. Tidak ada yang berani memotong perkataannya, karena wajahnya tampak sangat serius, lebih serius dari sebelum-sebelumnya. Menjadi sangat aneh ketika itu, tak ada canda tawa dari kami ketika berkumpul. Anton kemudian menjelaskan secara detail mengenai tempat atau lokasi berkumpulnya ayah beserta komplotannya.

Penjelasan dimulai dari foto yang dia peroleh dari tempatk perkara akan terjadi kejadian. Foto-foto memperlihatkan sebuah pemadangan gedung yang bisa dibilang tua tapi sebenarnya masih baru, menurut penjelasan anton itu adalah gedung yang baru selesai dibangun namun belum dihuni sama sekali. Dikelilingi oleh kebun-kebun singkong, ada pula pohon sengon yang tumbuh disitu. Tampak sekali lingkungan sekitar gedung masih rindang dengan tanaman-tanaman, yupz anton mengatakan kita akan masuk melewati kebun belakang gedung yang masih rimbun ini. Anton kemudian menjelaskan kepada kami, mengenai gedung yang terdiri dari 3 lantai, luas bangungan cukup luas. Dari penuturan anton ini hanya perkiraan karena ketika anton berada di lokasi, sudah ada beberapa orang yang berjaga-jaga ditempat itu. sehingga untuk masuk anton mengalami kesulitan, bahkan utnuk mengambil gambar anton hanya menggunakan sebuah kamera kecil yang berada didalam karungnya. Ya itulah mengapa gambar yang ditampilkan sedikit miring sana-mring sini.

"itu informasi lokasi yang bisa aku berikan kepada kalian dan ini desain dari gedung tersebut, aku kemarin meminta dari kontraktornya" ucap anton, yang kemudian duduk dan menyulut dunhill mild

"nyamar jadi petani nton?" ucap hermawan

"Bukan, tapi tukang rongsokan" ucap anton

"keren banget baru kali ini ada tukang rongsok bawaanya kamera" ucap dewo

"ah, sudah kembali ke topik pembicaraan!" bentak anton membuat kami semua duduk tegak kembali.

Dengan asap mengepul di dalam rumah wongso, udara semakin panas dan penat. Pandangan kami tampak sedikit kabur karena asap yang semakin pekat.

"Jendelone bukak su, iki nek dijar-jarke... awake dewe mati keracunan dhisik sak durunge mangkat perang (jendelane dibuka njing, ini kalau dbiarkan... kita bakalan mati keracunan dulu sebelum berangkat perang)" ucap wongso kepada dira

"iya sayangkyu... ganteng deh muach..." ucap dira

"halaaaaaaaaaah... ganjen!" ucap kami bersama-sama, tampak dira pede dengan

Kita ulangi lagi, Dengan asap mengepul di dalam rumah wongso, udara semakin panas dan penat. Pandangan kami tampak sedikit kabur karena asap yang semakin pekat. Namun udara mulai masuk kedalam rumah wongso setelah jendela mulai terbuka. Anton memulai pembicaraan dengan menjelaskan rencananya secara detail dan terperinci. Layaknya kita akan berangkat perang, tapi apa sebenarnya rencana anton? Semua tampak kebingungan dengan apa yag diucapkan anton.

"jujur ae (saja) aku bingung.." ucap udin polos

"hadeeeeh... celeng (babi hutan), gini gampange!" ucap anton

Yang kemudian menjelaskan secara gamblang dan kami akhirnya mengerti. Tapi anton juga menjelaskan pakaian-pakaian yang akan kita pakai. Dari jaket anti peluru, mikropon, pisayu belati, pistol? Tidak ada pistol diserahkan kepada kami, karena sulit bagi anton untuk membawa pistol sejumlah koplak, bisa dicurigai. Penjelasan-penjelasan mengenai perlengkapan perang kami, walau sebenarnya kami tidak paham keseluruhannya tapi anton dengan telaten menejelaskan kepada kami fungsi masing-masing alat. Setelah panjang lebar menjelaskan masalah, lokasi, rencana dan perengkapan akhirnya kami pusing juga. Padahal jika dilihat dari rencana sajalah, intinya Cuma bagaimana kita melumpuhkan penjaga yang didepan dan kemudian masuk. Hanya itu, itu saja... nanti didalam kita bergerak dengan "mata tertutup" maka dari itu anton menyuruh kita berkelompok minimal 2-3 orang. sebentar kami nongkrong didepan rumah wongso, tampak ibu wongso menutup warung.

"bu, jangan ditutup dulu, mau buat minum buat anak-anak" ucap wongso

"Oh ya wes nang (sudah nak), nanti kamu tutup ibu sudah capek. Mi, asmi... kamu tidur sama ibu saja, pijetin ibu ya" ucap ibu wongso

"Inggih bu..." ucap asmi

Dengan masing-masing dari kami memegang segelas minuman hangat, sesekali dari mereka menepuk bahuku. Mereka mengerti akan kegelisahanku, mencoba menenangkannya. Asap Dunhil bertebaran kemana-mana, dira yang biasanya menggoda kami saja tidak berani berkata-kata.

"Besok kita akan mati ya? he he he" ucap Karyo

"may be yes, may be no he he he" ucap aris

"gimana kalau sekarang kita ngocok bareng-bareng?" ucap dewo

"dari pada ngocok bareng-bareng, sini dira emutin, atau mau pakai susu dira bisa lho" ucap dira melumerkan suasana

"Ha ha ha ha ha ha ha ha ha ha ha ha" tawa kami semua

Selang beberapa saat kemudian, satu demi satu dari kami pulang. Pulang menuju rumah para perempuannya. Sama halnya denganku, menuju ke tempat dimana aku selalu tinggal. REVIA melaju dengan cepat dengan dadaku berdegup dengan keras, gelisah akan besok malam. Akankah semua selesai? Atau aku yang akan selesai? Masa bodoh dengan semua ini. ketika pikiranku kalut, wongso selalu menenangkanku begitupula koplak yang lain. Hah, aku tidak seharusnya melibatkan mereka semua. Tapi setiap kali aku meminta mereka untuk tidak ikut campur bukannya senang malah mearahiku habis-habisan. Ya sudahlah, we are the winner, i believe!

Kulihat wanita itu sedang tertidur di sofa depan TV, aku mengambil selimut dari dalam kamar. kututupi tubuhnya dengan selimut. Kulihat wajah tenangnya ketika tertidur, wajah polosnya walau sedewasa ini dia belum begitu mengerti tentang seks. Ya, wajar karena dian memang belum pernah melakukannya. Ku kecup keningnya lalu aku melangkah menuju dapur, membuat minuman hangat. Dengan hanya memakai kaos dan celana jeans, aku meminum teh hangat di pekarangan belakang rumah. Asap mulai bertebaran bersama kegelisahanku menuju hari esok.

"Kenapa tidak lari saja mas? Mas bisa lari tidak perlu, mengurusi ayah mas" ucap dian yang bersandar dipintu. Aku menoleh kearahnya.

"eh, ade kok bangun? Bobo saja..." ucapku mengalihkan pembicaraan

"maaas...." ucapnya dengan memandang mataku

"eh, maaf... tidak bisa... ada beberapa hal yang harus mas selesaikan. Mas janji akan menyelesaikannya dan kembali pada ade, untuk menepati janji mas ke ade" ucapku

"tapi, itu sangat berbahaya mas..." ucapnya

"aku harap kamu bisa mengerti tentang semua yang sudah mas ceritakan..." ucapku pelan

"iya aku mengerti, tapi apa tidak ada jalan lain selain mengorbankan diri sendiri?" ucapnya

"yan, kamu aku kan dari dulu... aku tidak pernah mau membiarkan hal buruk terus terjadi. Apakah kamu akan merasa bahagia jika ketika kita bersama tapi ada orang-orang yang masih menderita perasaanya, padahal...."

"padahal kita bisa menghentikannya..." ucapku pelan

"hessssssssssssh... terserah kamu ar, aku hanya mengikuti kamu. yang jelas aku tidak ingin terjadi sesuatu hal yang buruk kepadamu, hanya itu saja" ucapnya disertai langkah meninggalkanku

Aku kemudian masuk kedalam, kuletakan gelas di meja dapur kemudian menuju ke kamar mandi. Kulihat dian memangku dagunya di sofa depan TV, kutinggalkan dia sejenak untuk ke kamar mandi. Sangat jelas, karena aku tahu dian tidak meyukai bau rokok. Masih mengenakan jeans yang aku lipat bagian bawahnya hingga selutut, setelah bersih-bersih aku keluar dari kamar mandi. Dian berdiri disamping sofa sambil memandangku dengan mata berkca-kaca. Dian maju kearahku dan menarik tanganku. Dian berjalan mundur hingga didepan sofa, aku ditariknya dan kemudian didorong hingga jatuh disofa. Dian kemudian duduk bersimpuh diatas pangkuanku. Ciuman mendarat dibibirku, tanganku ditariknya untuk meremas susu yang masih berbalut dengan tank-top. Bibirnya melumatku tidak seperti biasanya, ini lebih dari yang biasanya. Lidahnya terlebih dahulu meyeruak masuk kedalam bibirku. Tanganku semakin meremas susu indahnya tersebut, aku terbawa nafsuku.

Ciuman kami berhenti ketika dian duduk tegak diatas pangkuanku. Tanganku masih meremas susunya, dian kemudian turun dengan senyum memandangku. Dibukanya kaosku dan hal yang aneh ketika itu melihat dian mencoba membuka celana jeansku. Aku bisa melihat dian sebenarnya tidak terbawa nafsu namun yang kulihat entah berbeda dari sebelumnya. Aku cegah kedua tangannya untuk membuka, namun...

"sudah, jang..." ucapku terpotong ketika melihat mata itu

"jika kamu sayang aku, dan benar-benar mecintaiku biarkan aku melakukannya..." ucapnya dengan mata sedikit berkaca-kaca

Dian menarik celana jeansku dan melepasnya. Ditariknya pula celana dalamku, ketika dedek arya sudah keluar dan tegang tanpa menggunakan bantuan tangannya karena tangan dian masih sibuk melepas celana dalamku. Dian langsung mengulum dedek arya, terasa sangat ngilu dan sedikit sakit ketika giginya bersentuhan dengan kulit dedek arya.

"pelaaanhhh sayangghhh pelannnhhhh... erghhh...." ucapku

Kulumannya kemudian menjadi sangat lembut, masih terasa sakit ketika giginya bersentuhan dengan dedek arya. kepalanya maju mundur, aku hanya bisa membelai rambutnya. Kulihat matanya melihatku, kaca-kaca itu belum hilang namun aku tidak bisa mengehntikan keinginannya. Semakin lama kuluman dian semakin lembut dan nikmat, lidahnya kadang menyapu bagian bawah dedek arya. kadang pula, dian melepas kulumannya dan menjilati kepala dedek arya. entah darimana dia bisa mengembangkan cara mengulum, ataukah dia mengingat semua yang pernah dia tonton dari sematpon erna.

"ergh... adeeeegghh... emmmmhhh.... ufthh...." desahkuu sambil melihat kepala dian yang naik turun dibawah selangkanganku

Diawal kurasakan sedikit sakit, namun lama kelamaan, kuluman dian lebih nikmat dari yang pernah aku rasakan. Entah karena cinta atau apa, tapi yang jelas dialah yang terbaik. Membuatku terasa terbang dan membuat dedek arya semakin mengeras tegang. Dan ...

"egh... egh... egh... egh... egh... egh... eggggghhhhh..." desahku ketika spermaku keluar dari dedek arya

Kuliha dian terdiam dengan sebagian batang dedek arya didalam mulutnya. terasa sedotannya kuat, ketika kepalanya mundur. Dan plup... dedek arya lepas dari mulutnya, bibrnya tertutup selang beberapa saat tenggorokannya bergerak.

"Ade telan?" ucapku, dia hanya megangguk dan kemudian melepas celana dalamnya. Dian kemudian berdiri diantara dedek arya, diarahkannya dedek arya kelubang vaginanya.

"Sayang, sudah... hentikan, ini terlalu berlebiha..." ucapku terpotong ketika jarinya menyilang di bibirku

"ini milikmu, jadi apa salahnya jika milikmu menjadi satu denganmu?" ucap dian, masih memegang dedek arya dan kepala dedek arya sudah tepat di depan vaginanya

"ta tapi, aku mohon..." ucapnya dan plak...

"kenapa dengan yang lain kamu bisa? Tapi denganku kamu tidak bisa? Kamu masih ingin bermain diluar sana kan hiks hiks hiks" ucapnya hingga terduduk dipangkuanku, dengan dedek arya tegang berdiri tepat didepan perutnya.

Tangannya memegang pundakku, matanya memandangku dengan air mata yang mengalir dipipinya. Kudekatkan wajahku ke wajahnya, kupeluk tubuhnya dan kucium bibirnya. Bibir kami bersatu kembali, kuangkat tubuhnya dan kurebahkan di sofa. aku terus menciumnya, tanganku bergreliya di susunya. kusentuh pahanya agar terbuka lebih lebar. Kusatukan keningku dengan keningnya.

"Tahan ya..." ucapku

"he'em... hiks..." ucapnya

Dengan satu tanganku meraba bagian vaginannya, ku arahkan dedek arya ke lubang vaginanya. Keningku masih bersatu dengan keningnya namun pandanganku mengarah ke bagian vagina dian.

"Pas..?" ucapku, kembali memandangnya. Dian menjawab dengan sedikit anggukan

Aku kemudian mendorong dedek arya, agar masuk secara perlahan. Kepala dedek arya kurasakan sudah memasuki pintu vagina dian. terasa sangat sakit dan ngilu, sangat sempit sekali dibandingkan dulu ketika dengan erlina dan ajeng. Keningku masih bersatu dengannya, hanya pinggulku yang sekarang bergerak. Kulihat mata dian terpejam sangat rapat, air matanya tidak begitu mengalir dengan deras.

"tahan sayang... buka matamu sayang, lihatlah mas..." ucapku, dian kemudian membuka matanya

"aku mencintaimu... kamulh cintaku, dian..." ucapku sambil menempelkan hidungku ke hidungnya

"aku juga cinta kamu arya..." ucap, dahinya sedikit mengrenyit

Kurasakan dedek arya sedikit mudah masuk kedalam lagi, seiring dengan ucapan cinta diantara kami berdua (pengalaman : kalau bercinta dengan bumbu kata-kata cinta apalagi dengan pasangan, biasanya lebih maknyus). Terasa setengah batang dedek arya masuk dan tertahan oleh sesuatu di dalam vagina dian.

"pelan sayang... sakit..." ucapnya

"iya sayangku, aku mencintaimu" ucapku lirih sambil mengecup bibirnya

Kudorong lebih kuat lagi dedek arya agar masuk lebih kedalam lagi. Dinding tebal yang menghalangi dedek arya masuk, seakan sangat lentur mengikuti arah pergerakan dedek arya. Mata dian mulai terpejam dahinya mengrenyit. Ku tambahkan kekuatan dorongan pada pinggulku dan...

"Erghhh....." mata dian kemuadian terbuka dengan teriakan yang tertahan

Blesss... masuk sudah tiga perempat dedek arya, dan kemudian aku tambahkan dorongan agar semua batangnya masuk. Kudiamkan sejenak didalam vagina dian.

"masih sakit..." ucapku dian mengangguk, air matanya mengalir diujung matanya

"punya ade sempit banget... punya mas ngilu..." ucapku

"hiks... ahhhh... slurpp... buat mas, semuanya buat mas... ade cinta mas..." ucapnya

"mas juga cinta ade..." ucapku sambil mencium bibirnya

Entah, tanpa mempertimbangkan rasa sakit dian. reflek seketika bibir kami berciuman pinggulku mulai memompa maju mundur. Terasa sekali vagina dian yang masih benar-benar baru dan dedek aryalah yang memakainya untuk pertama kali. sempit, kesat, sedikit becek, jepitannya membuatku merasakan ngilu di dedek arya. aku bangkit dan memandang dian yang sedikit kesakitan, kuremas susunya dan kumainkan putingnya yang masih berbalut dengan tank-top.

"maaas... pelaaaan... masih sedikit sakit... erghh emmmhh..." ucapnya sambil memandangku

"Iya, sayang...." ucapku sambil melambatkan pompaanku

"masssshhh erghhh jangan duduk, pelllhuk ade...." ucapnya, aku kembali memeluknya dan mencium bibirnya

Kami berciuman kembali, pinggulku seakan tak bisa lagi menerima logikaku untuk memompa pelan. Pinggulku bergerak semakn cepat, dian tidak memprotesnya. Air matanya kembali berlinang, kedua tangannya memeluk leherku dengan erat. pompaanku semakin cepat, semakin ganas.

"mashhh... ade mau pipihhhhsss.. erghh...." ucapnya

"mas juga yanghhhh adeku, cintaku, sayangku oghhh... mas keluarkan diluar..." ucapku

"jangan didalam sajahhhh... adehh amannnhhh erghhh... terussshhh mas ade mau pipis bareng sama masshhh...." ucapnya

Aku semakin cepat memompa dan kulihat wajah dian semakin tidak karuan. Dahinya mengrenyit, dan...

Crooot... crooot... crooot... crooot... crooot... crooot... crooot...

Bersamaan dengan keluarnya spermaku, aku merasakan cairan hangat dari dalam vagina dian. kuelus rambutnya dan ku kecup keningnya. Kupeluk tubuhnya, kemudian aku menlumat kembali bibirnya. Sembari melumat bibirnya, aku usap air matanya. Kulepas ciumanku dan kupandang wajahnya. Dian tersenyum padaku, begitu pula aku membalas senyumnya.

"terima kasih sayang, aku mencintaimu..." ucapku

"semua untuk mas, ade cinta mas..." balasnya

Aku tarik dedek arya dari vagina dian, tampak dian sedikit mengaduh. Kulihat spermaku keluar dengan warna dominan merah, meleleh hingga jatuh kesofa bulu berrwarna putih ini. ketika hendak aku ambil celana dalamku untuk mengelapnya.

"jangan mas, tidur bersama ade di sini. Biarkan itu menjadi kenangan indah kita" ucapnya

"Eh..." aku terkejut dan kemudian tersenyum kepada dian

Aku masuk kedalam pelukan dian, dian berada di bagian dalam sofa sedangkan aku berada dipinggir sofa menghadap ke arahnya. Tak ada kata-kata selain mengutarakan isi hati kami, cinta, sayang dan lain sebagainya menghiasi malam ini hingga kami tertidur dalam lelapnya malam. Malam ini, malam dimana dian kehilangan keperawananya karenaku. Aku sangat mencintainya...

Keesokan harinya, ya hari ini, entah apakah ceritaku akan berlanjut atau berhenti. sejak pagi tak ada canda ataupun tawa diantara kami berdua. Dian, tidak sedikitpun dia melempar senyum kepadaku walaupun aku selalu mencoba tersenyum kepadanya. Kabar dari anton datang, agar kami semua berkumpul lebih awal kurang lebih jam 1 siang. Tepat pukul 12 siang, Kupersiapkan semua yang aku butuhkan, dian hanya bersandar di pintu memandangku sejenak ketika berganti pakaian dan kemudian keluar lagi. Kulihat wajahnya yang tak begitu senang dengan apa yang akan aku lakukan. Setelah semua selesai, aku keluar dari kamar dian berdiri sedikit jauh didepan pintu kamar.

"a... aku pergi dulu..." ucapku, namun dian hanya memandangku dengan tatapan yang sangat datar. Aku mendekatinya tetapi dian membuang wajahnya.

"aku janji akan segera kembali lagi..." ucapku, seketika itu aku melihat air matanya mengalir tanpa suara isak tangis. Kucoba menghapus air matanya, tapi tangannya menepis tanganku

"tenang... aku pasti kembali..." ucapku kemudian melangkah menuju pintu rumah

Tiba-tiba saja, pakaian belakangku seperti ditarik. Kurasakan keningnya jatuh dipunggungku, kudengar sedikit isak tangis.

"aku mohon, kita bisa pergi bersama..." ucap dian

"tidak... aku harus ketempat itu..." ucapku

"kita bisa memulai kehidupan baru diluar sana..." ucapnya

"ada begitu banyak yang aku sayangi, aku tidak ingin mereka mati..." ucapku

"aku pun sama juga mempunyai orang-orang yang aku sayangi, tapi jika kamu mau pergi denganku... aku hanya ingin bersamamu..." ucapnya

"tapi aku tidak akan membiarkan semuanya hilang begitu saja" ucapku

"hiks... baiklah jika itu keputusanmu, maafkan aku, pergilah dan hati-hati..." ucapnya

"terima kasih..." balasku

Aku keluar dari pintu rumah tanpa dian menemaniku hingga keluar rumah. Ketika aku berjalan dengan REVIA, melewati depan rumah pun tak ada dian yang berada di sana. Tapi ucapannya sudah membuatku sedikit tenang. Aku percepat laju REVIA hingga di warung wongso, semua koplak telah berkumpul di rumah wongso.

"Okay, kaliah beristirahatlah dulu, menjelang jam 6 kita sudah harus sampai disana. Berarti kita berangkat dari sini jam 5 sore. Ini semua perlengkapan, sebelum kalian beristirahat aku akan menjelaskan semua perlengkapan itu. dan gunakan dengan baik-baik" ucap anton

----------
-----

"Okay, jam lima kurang 15 menit. Semuanya bersiap!" teriak anton

"Siap!" teriak semua koplak

"ingat! Jangan berjalan beriringan! Ambil jalur lain...."

"and we meet in battle field!" ucap anton


0 komentar: