WILD LOVE???? #31
I like the feel of your name on my lips
And I like the sound of your sweet gentle kiss
The way that your fingers run through my hair
And how your sip lingers even when you're not there
And I like the sound of your sweet gentle kiss
The way that your fingers run through my hair
And how your sip lingers even when you're not there
Kleeeek....
And I like the way your eyes dance when you laugh
And how you enjoy your two hour bath
And how you convinced me to dance in the rain
With everyone watching, like we were insane
“eh....”
But I love the way you love me
Strong and wild, slow and easy
Heart and soul, soul completely
I love the way you love me
Strong and wild, slow and easy
Heart and soul, soul completely
I love the way you love me
“hai...”
I like way that you sing sweet and low
When they're playing our song on the radio
And I like the innocent way that you cry
At old time movies you've seen hundreds of time
When they're playing our song on the radio
And I like the innocent way that you cry
At old time movies you've seen hundreds of time
“ehem...”
But I love the way you love me
Strong and wild, slow and easy
Heart and soul, soul completely
Strong and wild, slow and easy
Heart and soul, soul completely
“apa kabar?”
So listen to me and I could list a million things
I'd love to like about you
But they all come down to one reason
I could never live without you
I'd love to like about you
But they all come down to one reason
I could never live without you
“huh...”
I love the way you love me
Strong and wild, slow and easy
Heart and soul, soul completely
I love the way you love me
I love the way that you love me
Strong and wild, slow and easy
Heart and soul, soul completely
I love the way you love me
I love the way that you love me
Pintu itu terbuka, aku sedikit terkejut ketika pintu itu terbuka. Terbuka perlahan seakan semua waktu melambat disekitarku. Tatapan mata kami bertemu.
Jengkel....
Marah....
Huh....
“hai, apa kabar?” ucapnya sekali lagi
Aku memandangnya sejenak, bibirku kemudian maju. Kedua pipiku menggelembung...
“apa kabar?” untuk ketiga kalinya dia menanyakan hal yang sama
“baik...” ucapku dengan jengkel
“syukurlah...” ucapnya
“mau ngapain?” ucapku
“jenguk kamu...” balasnya
“sudahkan? Sudah tahu kan kalau aku baik-baik saja” tanyaku
“iya...” balasnya dengan snyum khasnya, ada sedikit memar di bibirnya
“terus ngapain masih dikamar ini?!” ucapku
“eh... hanya ingin...” ucapnya terpotong
“kalau sudah ya keluar kan?” ucapku
“eh... baiklah...” ucapnya masih dengan senyumn khasnya
Tubuhnya berbalik, aku raih bantal yang berada dibelakangku dengan tangan kiriku dan kulempar ke punggungnya. Bugh...
Aku tidak peduli, aku tekuk kedua kakiku dan kupeluk dengan kedua tanganku. Pipi kiriku aku rebahkan di lututkku memandang keluar jendela yang berada di kanan tempatku berbaring. Disamping kananku juga ada sebuah kamar mandi. Bodoh amat sama dia, huh...
Krieeet...
“eh...” aku sedikit terkejut ketika dia berada disamping kiriku, duduk di pinggi tempat tidur. Kurasakan bantal yang aku lempar diletakan dibelakang tubuhku.
“lihat apa?” ucapnya
“lihat pemandangan dijendela” ucapnya
“pemandangan jelek kaya gitu kok” ucapnya
“huh... dasar! Nggak romantis!” bathinku
“biarin...” ucapku, kurasakan elusan pada rambutku
“ndak usah pegang-pegang” ucapku
“maaf, ada kotoran dirambut kamu” ucapnya
“apaan sih, duduk di kursikan bisa ndak usah di tempat tidurku” ucapku sembari mengangkat kepalaku dan memandangnya
“ini baru pemandangan...” ucapnya
“bodoh...” balasku
Kami berpandangan... mata kami beradu... kulihat pnacaran indah nan teduh didalam matanya...
“kenapa balik lagi? Sudah jenguk ya kel... eh...” ucapku tertahan ketika kening kami beradu
“jangan buat aku khawatir lagi...” ucapnya
“aku tidak tahu apa yang harus aku lakukan jika kamu benar-benar hilang saat itu...” lanjutnya
“hiks...” kulihat air matanya mengalir di pipinya
“ma... hiks... maaf...” isak tangisku pecah, ari mataku mengalir
“jangan pergi-pergi lagi, aku takut sendirian” dalam isak tangisku aku berucap
“sekarang aku akan selalu bersamamu, kamu jangan buat aku khawatir lagi...” ucapnya, dan aku hanya mengangguk
Kurasakan hangat dikeningku oleh bibirnya, ku sandarkan keningku di bibirnya sesaat. Tangan kanannya memegang daguku dan diangkatnya perlahan...
“berjanjilah... ah hiks...” ucapnya sembari menarik nafas
“he’em...” aku sudah tak mampu berkata-kata lagi, air mataku terlalu deras mengalir di pipiku
“he’em apa?” ucapnya kembali
“aku berjanji...” balasku
“berjanjilah untu selalu bersamaku... ya...” pelan, aku mengangguk, kening kami kembali bersatu
“cewek judes...” ucapnya, sembari menggoyang keningnya
“kamu cowok jelek...” balasku
“cewek galak... hiks...” ucapn sekali lagi
“dasar bocah...” ucapku membalasnya
Kening kami bersatu, mata kami terpejam. Menikmati sesuatu yang seakan akan terlewatkan setelah malam itu. keberuntungan berada dipihak kami, mungkin memang karena kebodohanku. Tapi aku mempunyai yang aku sayang mas, ibuku, ibu sudah menginginkanku untuk pergi jauh. Tapi kamu menolaknya, memang alasan yang kau utarakan juga alasan yang aku gunakan. Aku sayang kamu, lebih dari kata sayang, cinta kamu tapi lebih dari kata cinta mas... lebih...
“eh....” dia mengecup keningku sekali lagi sembari mengusap air mataku
“coba duduk agak sedikit tegak, ada kotoran dimata kamu” ucapnya
“eh... iya...” ucapku mengangkat tubuhku yang semula bersandar pada kedua kakiku
“merem... itu kotorannya ada di kelopak mata” ucapnya
Aku memejamkan mataku...
Ting...
Kurasakan sesuatu di...
“sudah hilang...” ucapnya, padahal tak kurasakan sentuhan di kelopak mataku
Mataku terbuka kulihat kembali senyumnya yang mengembang, Tangan kiriku perlahan nyentuh sesuatu yang menggantung di leherku, ku angkat dengan tangan kiriku...
“aku sudah menepati janjikukan?” aku melihatnya lagi tersenyum masih ada sisa air mata disitu
“kamu masih menyimpannya?” tanyaku
“karena aku yakin...” kembali bibirnya mengecup keningku
“hiks hiks terima kasih...” tangisku pecah jika aku mengingatnya, tak kusangka barang murahan yang dulu pernah dia minta masih juga disimpannya
“sudah jangan nangis...” daguku terangkat
“kamu yang bikin aku.. mmm...” tak sampai aku menyelesaikan kata-kataku, bibirku sudah tidak bisa terbuka lagi. Hanya sebentar saja, kulihat dia berdiri, berjalan mengusap air matanya dan mendekati jendela...
“ada apa?” lirih keluar dari bibirku
“ingin melihat pemandangan...” kedua tangannya melebar, menopang tubuhnya di tepian jendela
Aku bergeser dan berdiri, bangkit turun dari tempat tidurku. Aku tidak ingin jauh, aku ingin selalu dekat dengannya...
“lihat apa?” pelan namun aku yakin dia mendengarnya, dia berbalik
“ugh....”
Sebuah pelukan erat, kedua tangannya memeluk tubuhku aku terperanjat kaget. Bibirku kemudian tersenyum, elusan lembut kurasakan dipunggungku. dagukuku tepat mendarat di bahu kananku...
“sekarang kamu bisa lihat pemandangannya kan?” ucapnya, mengatakan kepadaku akan pemandangan yang aku lihat tadi di jendela
“tidak..” ucapku, dilonggarkannya pelukannya. Dengan kedua tangan masih berada di pinggangku, dia menatapku dengan mata merahnya
“tadi katanaya...” ucapnya
“ini baru pemandangan...” ucapku mengulang kata-katanya
“dasar, suka kopi paste” bibirnya tersenyum ketika kata-kata itu keluar, keningnya mendarat untuk kesekian kalinya di keningku
Ah, dia hanya ingin memelukku. aku tahu kamu pasti tak bisa jauh dariku kan? Aku yakin itu, karena aku merasakan hal yang sama dengan yang kamu rasakan. Iya kan? Jujur, iya kan?
“aku tidak bisa jauh dari kamu... aku tidak ingin kamu jauh lagi hiks..” ucapnya lirih
“he’em...” ucapku, dengan air mata kembali mengalir
“benar kan kamu tidak bisa kan, aku juga tidak bisa hiks... dasar cowok nyebelin...” bathinku
“peluk... mas...” pintaku tanpa menunggu lama aku mendapatkannya
“lebih erat mas...” tangan kananku ku gerakan walau masih terasa sakit tak aku pedulikan, aku ingin meremas tubuh lelaki ini
Kami berpelukan lama, sebuah momen indah dalam hidupku. Aku menyayanginya dan ku yakin kamu pasti menyayangiku juga kan sayang? Aku akan menjagamu, aku aka selalu didekatmu lagi, sekarang dan selamanya. Aku meyayangimu, aku akan... hiks.. pokoknya sama kamu...
“capek...” pelan sekali suaranya
“he’em...” ucapku
“bobo yuk...” balasnya
“he’em...” balasku, dia melepas pelukanku
“gendong..” manjaku
“he’eh ayuks...” tubuhnya berbalik
“ndak mau, depan...” suaraku sangat manja, aku sendiri malu ketika mendengarnya
“eh... iya...” kedua tangannya langsung memiringkan tubuhku, aku digendong layaknya ratu
Tubuhku direbahkannya di tempat tidur...
“yang sakit yang kanan ya?” dengan wajah yang sangat dekat dengan wajahku
“he’em...” Cuma itu yang bisa aku ucapkan
“mas dibelakang ya?” lembut sekali, ugh preman tapi kok bisa ya lembut
“he’em...”
Aku memiringkan tubuhku dan kemudian aku rasakan pelukan dperutku. Tangan kirinya menyelinap masuk diantara leher dan bantal. Tangan kanannya menarik perutku, aku menggeser tubuhku kebelakang. Ah... hangat sekali rasanya disini...
“mas capek?”ucapku, aku tidak perlu tahu dia darimana yang penting setelah ini kamu tidak akan kemana-mana
“kalau ade capek, mas capek...” ugh.. suka.. suka banget
“ade pengen bobo...” manjaku
“berarti mas juga bobo...” ucapnya
“dieluuuuuus...” manjaku sekali lagi
“iya...” tangan kananya kemudian mengelus lengan kananku
“bukan ituuuu...” malu sih, tapi kangeeeeen...
“eh... yang mana?” kepalanya aku rasakan sedikit mengangkat. Daripada aku malu mengatakannya tangan kiriku mencoba meraih tangan kanannya yang berada di lengan kananku. Aku turunkan, dengan sedikit mengangkat tangan kananku aku arahkan masuk melaluk kaos bagian bawah yang aku pakai.
“eh... nanti kalau ada yang masuk, kan belum mas kunci, mas kunci dulu ya...” ucapnya
“aaa... pergi lagi...” manjaku
“eh ta tapi adeeeee...” kata-katanya memanjakanku
“bodoh!” jengkel rasanya
“iya, senyum dong. Mas ndak bisa bobo lho kalau ade ndak senyum” ucapnya dan tangannya sudah meremas lembut payudaraku. Aku tersenyum... kurasakan tubuhnya kembali rebah dibelakangku. Elusannya dan remasan itu menuju keputingku tapi tiba-tiba berhenti.
“ennngg...”
“kemarin kan itunya yang bikin...” aku mengerti
“sudah dicuci, kata mamanya mas bisa ilang kalau dicuci saja” ucapku
“lho ketemu sama ibu dimana?” ucapnya
“eng.. ndak jadi bobo...” manjaku, yang malas menceritakan pertemuanku dengan ibunya.
“iya.. iya.. senyuuuum...” aku kembali tersenyum ketika dia mengatakan hal itu kepadaku
Bukan perasaan akan nafsu yang aku miliki sekarang walau itu muncul sedikit tapi yang aku rasakan nyaman hanya itu...
“mas bobo... dedeknya juga disuruh bobo... ade takuuuuttt...” ucapku
“eh... maaf yang, refleks...” ucapnya membuatku tersenyum ketika merasakan, “itu”nya menempel di pantatku
Aku masih merasakan dedeknya berdiri, tapi mau bagaimana lagi namanya juga lelaki. Kalau tidak berdiri malah aku nanti yang bingung hi hi hi takuuuut kalau ingat ukurannya. Bodoh ah, yang penting aku merasa nyaman sekarang. Aku ingin tidur dipeluknya,di elusnya dan dimanjanya. Dengusan nafasku, lelahku menyelimutiku. Hingga akhirnya aku tertidur...
---
Hmmm dasar... uugh cewek manja! Judes! Galak! Tapi kamulah yang terindah sekarang sayang. Maafkan aku sebelumnya jika perjalananku ke tempatmu terlalu lama. Aku ingin kamu sekarang yang menemanikku...
judeees... judes... kamu itu, hmmmm... lebih dewasa dariku tapi mau tidur saja harus seperti ini. tapi aku suka, tandanya kamu ndak bakal mau tidur kalau aku tidak disampingmu. Mulai saat ini hingga akhir dari usia kita...
Love You Dian...
Love you Too Arya...
eh,suara dari mana itu? dia sudah tidur? Apa dia punya telepati denganku ya? ah masa bodohlah, bobo...
---
“massss...” aku bangkit dan menggoyang tubuhnya tangannya terlepas dari payudaraku
“eh ugh... hoaaam....”
“iya ade...” ucapnya bangkit sambil mengucek matanya
“sudah sore...” ucapku
“he’em sudah sore...” balasnya
“pa’pung (mandi)” ucapku
“ya sudah ade mandi dulu mas mau tidur seben...” ucapnya
“eng...” kupukul dengan tangan kiriku
“dimandiin, tangan kanan ade kan masih sakit... mas jahat banget sih...” ucapku
“eh... lho lha... nanti kalau ada yang tahu, mas bisa di...” ucapnya
“ya dikunci dulu, biasanya perawat datang nanti.. cepetaaaan...” ucapku
Dia langsung berdiri dan menutup pintu, ditutupnya korden jendela. aku kemudian mengangkat kedua tanganku, didekatinya aku dan ditariknya kaos yang menutupi tubuhku. Aku tahu kalau dia meliriknya, karena aku hanya mengenakan kaos saja jelaskan kalau dia melihatnya.
“iiih... kaya ndak pernah lihat punya ade saja, tutup mata, ndak boleh lihat!” candaku sambil menutupi payudaraku dengan tangan kiriku
“iya ndak boleh lihat, berarti mandi sendiri...”ucapnya
“aaaaa... dimandiin...” langsung saja kedua tanganku terbuka kearahnya, minta digendong
“iiih... gede banget...” candanya
“kalau ndak suka besok ade operasi saja biar kecil” ucapku ngambek
“yang bilang tidak suka itu juga siapa... ugh berat, ini celananya sekalian dilepas tidak?” ucapnya
“he’em... tapi mas juga ikut mandi...” ucapku
“yaaah... oke” ucapnya tersenyum lebar
“iiih pikirannya jorok pasti” ucapku
“hmmm... gimana ya...” ucapnya, sambil matanya melirik kearahku yang sudah berdiri diatas ranjang
“cepeeeeeet” manjaku
Akhirnya kami berdua telanjang, aku seperti seorang bayi, hi hi hi, tapi dia masih pakai celana dalam. Dia kemudian mengangkat tubuhku, menggendongku ke dalam kamar mandi. Di sana ada sebuah kursi kecil, dan aku duduk di kursi kecil. Rambutku digelungnya, dinyalakannya kran dengan mode air hangat. Tubuhku diguyur oleh air yang hangat beberapa kali dengan tidak menyiram pada luka di bahuku. Tubuhku kembali disiram oleh lumuran sabun, sabun itu diratakan oleh kedua tangnnya. Di punggung, pundak dengan menghindari luka, perut kemudian naik ke payudaraku.
“yang lama...” ucapku lirih
Tubuhnya kemudian mendekat dan menempel di punggungku, remasan pada payudaraku memang yang aku inginkan. Lama sekali mas berada di payudaraku, kurasakan nafasnya mulai tidak teratur. Dasar cowok kalau sudah megang pengennya megang terus.
“kelamaan mas, yang lain belum” ucapku lirih
“eh.. iya, maaf” ucapnya
Tanganya meraih handuk kecil yang ada di pinggir bak mandi, kemudian dengan dibasahi air hangat kemudian digunakan untuk melap tubuhku. Dari punggung, payudara, hingga perut dan pada bagian sensitifku. Kurasakan bukan lagi handuk basah itu yang mengelus tapi jari-jarinya mulai nakal.
“mas... jangan bahu ade masih sakit, ntar kalau gitu kan harus keramas... jangan dulu gih. Di cuci saja” ucapku yang tahu akan dirinya
“eh... maaf kebawa suasan de he he he...” ucapnya
Kemudian dengan hati-hati diguyurnya tubuhku dengan air. Lengkap sudah sekarang aku mandi, bersih dan juga cantik. Tangan kiriku kebelakang dan mengelus pahanya menuju ke “itu” nya. Aku takut, malu tapi kaishan dia, pasti lagi tinggi-tingginya tapi kalau ndak gini. Aaaa, aku kan pengen dimanja pokoknya.
“mas bangun? Mau diboboin ndak?” ucapku yang duduk tegak dan sedikit menengok kebelakang
“eh, ndak usah de... katanya ndak mau keramas. Habis ade mandi mas mau mandi kok” ucapnya
“ade bantu tapi ndak usah gitu ya mas?” ucapku, iiih pasti serem ini yang aku pegang iiih gede banget
“ndak usah adeeee, ntar itu anu...” ucapnya bingung
“ndak papa mas, ade juga yang bikin itu berdiri” ucapku
“mas sekarang berdiri, ade bantu tapi jangan sampai kena rambut ya” ucapku
“eh.. mmm... de, ade yakin?” ucapnya
“iya, sudah mas lepas saja, ade di bawah. mas berdiri ya” ucapku
Laki-laki tercintaku ini kemudian berdiri, kulihat dia melepas celana dalamnya ketika tubuhku berbalik ke arahnya. Sejenak aku melihat kembali kalung yang menggantung di leherku, hati berbunga-bunga. Tapi... iiih itu apa? Ahhh... atuuuut... kangeeen... hi hi hi. Wajahku memerah, kuraih penisnya dengan tangan kiriku dan aku mulai mengocok secara perlahan. Aku masih malu untuk melihat penisnya yang iii atuuut. Lama aku mengocok dengan tangan kirku dia hanya melenguh kecil saja. aku kemudian berlutut dihadapannya. Kuapit penisnya dengan susuku, tapi tangan kananku belum sekuat tangan kiriku.
“mas, di pegangin susu ade...” ucapku
“eh... iya..” ucapnya dengan wajah memerah, jelaslah sudah lama kita ndak melakukan, apalagi dia kan mahasiswa aku. Dan dia kemudian memegangi payudara kananku, penisnya terapit tidak sempurna. Perlahan aku mulai menaik turunkan tubuhku, setiap kali penis itu muncul dari payudaraku ada perasaan ingin melahapnya.
“slurp.... mmmhhh....” aku langsung melahapnya setiap kali penis itu muncul daripayudaraku
“eh... enak banget de... eghhh...” rintihnya pelan
Aku lepaskan pegangan pada pyudaraku dan langsung mengulumnya. Kujilati penis itu seperti yang pernah aku lakukan. Kumasukan secara perlahan, semua batang besar ini aku masukan ke dalam mulutku sedalam-dalamnya hingga terasa ditenggorokanku. Ingin rasanya aku muntah tapi yang aku tahu hanya “dia senang”. Setelah beberapa saat semua masuk kedalam mulutku, aku segera mengeluarkannya.
“hah hah hah hah...” aku bernafas tersengal-sengal
“ade.. ade ndak papa? Sudah jangan lagi dimasukan semua” ucapnya
“sudah mas ndak papa, yang penting mas suka. ade bakal lakuin apa saja hah hah hah” ucapku
“ade bareng sama mas saja, mas sudah sen... ughhh... sayang... mmmh... sud aaahhhh... yah terush yang terushh...” ucapnya terhenti ketika bibirku mulai mengulum dan langsung maju mundur
Aku puas, dengan semua yang aku lakukan. Aku akan membuatnya bertahan disampingku selamanya. Seperti sikat gigi yang aku gunakan, aku memasuk dan mengeluarkan penisnya didalam mulutku. Entah dari mana aku belajar, atau mungkin karena video yang aku lihat sebelumnya. Aku mencoba belajar, karena dia? Ya mungkin salah satunya karena dia.
“ughhh... ade mas mau keluarhhh....” racaunya
“mmm... mmualkn haja (keluarkan saja)” ucapku dengan bibir yang sih sibuk mengulum penisnya
Selang beberapa saat aku rasakan satu tembakan dari penisnya. Aku kemudian menghentikan kulumanku dan ku diamkan penis itu didalam mulutku. Cairan hangat terasa didalam mulutku, setelah aku yakin sudah tak ada lagi yang keluar. Aku keluarkan penisnya dari mulutku dengan tetap menjaga cairan itu tidak tumpah. Setelah terlepas, kututup mulutku, kulihat dia memandangku dengan pandangan kepuasan. Senyumnya lebar... dan glek... glekk..
“eh... ade telan?” tanyanya
“glek... ah... he’em...” ucapku dengan pandangan manjaku, rasanya gimana gitu, ikut-ikutan di video hi hi hi
“eh... mas kok masih berdiri saja?” tanyaku heran
“kan mas sudah bilang, tipe fighter he he he” ucapnya
“atuuuuut....” manjaku
Tubuhnya beringsut turun dan memelukku. tubuhnya terasa sangat hangat lebih hangat daripada air yang aku kugunakan untuk mandi. Dibantunya aku kembali membersihkan diriku, setelah tubuhku kembali bersih dan juga mulutku, aku lalu mencuci “itu” iih ngeri deh kalau lihatnya. Seperti anak kecil, tubuhku dikeringkan dengan handuk besar. Aku hanya tersenyum kecil mengingat ak lebih dewasa darinya tapi aku diperlakukan seperti anak kecil dihadapannya, hi hi hi aku suka. dengan telaten dia memakaikan kembali pakaianku. Setelahnya, aku menunggu dia memakai pakaiannya, di bopong kembali tubuhku dan direbahkan di kasur. Kali ini dia berada disamping kiriku, aku menyadarkan tubuh kiriku di tengah-tengah tubuhnya. Tangannya mengelus lembut kepalaku, berlanjut dengan ujung jari-jarinya menyapu pipi, hidung, wajahku. Aku merasa nyaman, ingin tidur tapi tak mau melewatkan rasanya dimanja olehnya.
“biasanya ada makan ndak? Ade belum makan kan?” tanyanya
“paling sebentar lagi” ucapku sambil memjamkan mata
“jangan berhenti.... terus...” lanjutku ketika jari-jari itu berhenti sejenak
“iya sayang...”jawabnya lebut
Selang beberapa saat perawat masuk membawakan makan. Dia tampak kebingungan dan hampir melompat dari tempat tidu tapi aku tarik kaosnya dengan tangan kiriku. Perawat hanya senyum-senyum saja, masa bodoh dengan perawat itu weeek. Diletakan makan di meja yang berada di kiri tempat tidurku, sambil senyum-senyum perawat itu keluar dari kamar.
“iih malu tadi ade, kan ndak enak sama perawatnya...” ucapnya
“maem, aaa...” ucapku tanpa mempedulikan kata-katanya
“hadeeeh.... kalau sudah manja, ndak mau deh dengerin mas” ucapnya
“aaaa...” aku tetap tidak peduli dengan kata-katanya
Dengan telaten dia menyuapiku, senang... senang... kamu harus manjain aku setiap hari hi hi hi. Perlahan aku yang pada dasarnya malas makan bisa menghabiskan makananku kali ini. detik berganti, setelah acar mnyuapi mas kemudian keluar sebentar mencari makan. Aku sendirian didalam kamar, takut padahal sebelumya aku juga sendiri ditinggal ibu. tidak lama, dia datang lagi.
“ugh... bau rokok!” ngambek
“eh... maaf...” ucapnya
“sudah dirokok masih saja ngrokok!”balasku
“eh maaf maaf... iya mas gosok gigi” ucapnya,
Kulihat dia sedang menggosok giginya di kemar mandi. Aku tersenyum melihatnya, dengan pipi yang aku sandarkan pada lutut kakiku yang aku tekuk. Sambil memeluk kakiku, aku terus mlihatnya, manis, ganteng. Aku tidak ingin bercanda dengannya, aku tidak ingin bergurau dengannya saat ini. yang aku inginkan hanya, dipeluk dan dimanjakan olehnya. Hingga malam menjelang, biasanya erlina datang tapi kali ini yang membawakan aku obat perawat lain. Mungkin dia tahu arya sudah datang dan tidak ingin menggangguku.
Tangannya yang sedari tadi mengelus wajahku, kini berisitirahat sesaat sedari sore tadi. Aku tahu kamu capek, tapi aku lebih capek tahu nungguin kamu, huh!.
“sudah malam, mau bobo?” ucapnya, setelah meminumkan aku obat
“he’em... mas didepan ade” manjaku
“iya, adeku sayang...” ucapnya
Kepalanya tepat di depanku, aku bisa merasakan nafasnya dan bibir kami bersentuhan. Bibirnya hangat, licin, manis aku ingin selalu merasakan ini terus. Posisinya sekarnag berada diatasku, Dia tak pernah melepaskan bibirku, walau sesaat hingga mataku mula ngantuk.
“ngantuk?” ucapnya dengan ujung jarinya megelus pipiku. Aku mengangguk pelan...
Didekapnya kepalaku didadanya, mengelus rambutku dan menyanyikan sebuah lagu yang entah aku tidak pernah tahu lagu itu tapi aku pernah mendngarnya. Mataku mulai terpejam...
“mas pengen?” ucapku tiba-tiba
“eh... ndak, ade itu ngagetin saja. mas kira sudah bobo..” ucapnya, ya memang aku sudah tidur tapi aku merasakan sesuatu yang keras diantar dada dan perutku
“itu, bangun..” ucapku
“sudah , jangan dihiraukan. Kita masih punya banyak waktu. Aku kesini bukan untuk itu, aku kesini untuk kamu” ucapnya membuatku tersenyum lebar
Nyanyia itu aku dengar kembali, dan aku mulai terlelap dalam tidurku. Kalung ini, kalung yang kamu minta dariku dan akan aku jaga karena dulu kamu pernah berjanji akan mengembalikannya dengan tambahan satu cincin di kalung yang kamu minta. Terima kasih kau telah mengebalikannya, terima kasih kau sudah hadir untukku...
---
“Dasar cewek judes, hmmm.... ikut bobo aaaah....” bathinku mengucapkannya ketika aku melihat kekasihku tertidur dengan wajah polosnya.
“permisiiiiiiiiiiiiiiiii....” teriakku memasuki rumah yang sebenarnya asing bagiku
“lho ini siapa ini kok cantik banget?” ucap seorang nenek kepadaku
“aku rani, nek dan ini ibuku. aku itu adiknya kak arya nek, bolehkan nek jadi adiknya kak arya?” ucapku
“iya boleh, kalau jadi adiknya kak arya dipeluk dulu sama nenek” ucapnya
Aku dan nenek kemudian saling memeluk dengan erat...
“ini ibu kamu ya?” ucap nenek itu
“i... iya bu, saya ibunya rani, nama saya arni. Maaf merepotkan, dan maaf atas kelancangan anak saya ini” ucap ibu
“sudah, kalau sudah keluarga kan ya ndak papa kan. Saya neneknya arya, ayu...” ucap nenek
“siapa nek?” ucap seorang wanita dari dalam
“aku mbak...” ucap tante asih yang datang setelahku
“owh asih, lho ini siapa?” ucap perempuan itu
“kamu ini, tadi suruh bawa barang malah masuk duluan” ucap tante asih kepadaku
“habis, kangen sama kak arya tan” ucapku
“kak arya belum ada disini huh... eh, mbak ini rani yang dulu aku ceritakan. Yang satunya tuh masih di mobil malu katanya” ucap tante asih
“Owh rani, sini sama tante...” ucap perempuan tersebut
“tante siapa?” ucapku polos
“ibunya kakak kamu” ucapnya
“eh, mama diah ya?” ucapku langsung memeluknya karena tante asih pernah bercerita kepadaku
“bolehkan manggil mama? Jadi rani punya dua ibu, yang satu panggilannya ibu yang satu mama” ucapku
“iya ndak papa, apa kabar mbak? Aku diah” ucap mama diah menyalami ibuku
Kami bersendau gurau sejenak di ruang tamu, ada juga om heri yang tiba-tiba muncul dan menganggetkan aku. Kalau om heri sih, aku sudah kenal kan adiknya tante asih jadi sudah tahu. Aku diajak masuk kedalam ruang keluarga, bertemu dengan anak-anak dari tante asih yang lucu-lucu. Kemudian aku diperkenalkan satu persatu dengan keluarga dari kakak baruku ini, semuanya ramah dan ramai. Ada juga tuh om askha yang sudah standby disana, ih itu sih om judes! Bukan judes sih tapi suka ngerjain aku sama eri. Eri... aku harap dia mau masuk.
---
Keluarga baru? Apakah mereka mau menerimaku? Aku takut sekali untuk masuk lagi ke dalam keluarga baru. Dulu ibu juga sama seperti itu, aku masih takut. Tapi mereka adalah keluarga dari arya yang sudah kuangkat menjadi kakakku. Aku masih enggan untuk keluar dari mobil, tante asih dari tadi membujukku tapi aku masih takut. Istilah keluarga baru bagiku menjadikan aku trauma... ibu menjadi hilang karena seorang laki-laki yang menjadi keluarga baruku hiks...
Ceklek...
“kenapa masih didalam mobil, ayo keluar kumpul bareng” ucap seorang wanita yang sangat cantik sekali
“eh, anu itu...” ucapku terkejut
“sudah tidak usah takut ayo masuk” ucapnya lagi
“tante siapa?” ucapku
“mama kamu...” ucapnya, aku memandangnya sekilas wajah kak arya terlukis diwajahnya
“ibunya kak arya?” ucapku, dia mengangguk
“iya... mama kamu...” ucapnya yang masuk ke dalam mobil dan langsung memelukku
“kamu jangan takut, kami juga merasakan hal yang sama denganmu jadi ayo berkumpulah” ucapnya memeluk kepalaku dan mengelusnya
“aku masih takut tan...” ucapku, dan memeluk erat tubuhnya, hangat. Aku rindu ibu.
“sudah tidak usha takut lagi, dan jangan panggil dengan sebutan tante, mama atau ibu ya? kalau arya manggilnya ibu, kala rani manggilnya mama, kamu pengen yang mana?” ucapnya
“mama... hiks...” ucapku terisak, memeluknya erat sudah lama aku tidak merasakan pelukan seorang ibu
“sudah jangan nangis, semua sudah aman...” ucapnya, aku mengangguk, aku kini berani beranjak dari tempatku duduk dalam mobil
Dengan penuh kelembutan ibu baruku ini menggandeng tanganku keluar dari mobil. Wajahnya selalu tersenyum memandangku. Air mata yang mengalir dipipiku diusapnya dengan penuh kasih sayang.
“ayo masuk, sekarang kamu punya keluarga baru. Dan mama punya anak cewek cantik sekali” ucapnya membenarkan kerudung yang aku pakai
Aku diajak kedalam dan bertemu dengan keluarga baruku. Semuanya tersenyum, senyum ikhlas. Membuat ketakutanku menjadi hilang. Kulihat dan kurasakan pandangan mereka bukan pandangan topeng yang pernah aku lihat sebelumnya, ya pandangan dari ayah angkatku.
“iiih... keponakanku sudah gedhe semua” ucap serang wanita
“eh, iya tante... saya eri” ucapku sambil tersenyum
“ini namanya tante ratna, dia musuhnya kakak kamu” ucap mama diah
“mbak apaan sih? Ndak ding, tante Cuma lawan tarung kakak kamu hi hi hi” ucap tante ratna
“eh, maksudnya?” ucapku bingung
“iya tuh dulu tante kamu itu benci tapi sekarang jadi sayang sama keponakannya hi hi hi... eh, sudah, dukuk, kok berdiri terus... sini” ucap seorang wanita cantik menggandengku untuk duduk
“yeee mbak ika itu apaan sih, budhe kamu itu dulu juga suka ngejek kakak kamu tapi sekarang sayang juga ha ha ha” ucap tante ratna
“sudah sudah, kalian berdua itu sukanya berantem terus” ucap seorang nenek, aku masih kebingungan dan hanya tersenyum
“jangan malu, masih bingung ya, ya ini siapa itu siapa?” ucapnya dan aku mengangguk
“iya itu budhe, pemalu banget tuh eri...” ucap rani yang nampak sudah bisa menyatu dengan mereka
“dah duduk sini, budhe itu budhenya arya budhe ika dan itu...” satu persatu budhe ika memperkenalkan anggota keluarga baruku dan seorang nenek yang melerai tante ratna dan budhe ika adalah nenek ayu.
“ih cantik banget deh kamu, pinter pakai kerudung. Nanti budhe diajari caranya pakai kerudung ya?” ucap budhe ika, aku mengangguk dan tersenyum kepada budhe ika
Tawa canda riuh menjadi satu... ya, ini keluarga baruku, tapi aku tidak akan melupakanmu ibu, ayah. Sekilas aku melihat ibu dan ayah kandungku, tersenyum melihatku diantara mereka. Ingin rasanya menangis tapi tidak, aku tidak boleh bersedh aku tidak ingin ayah ibuku ikut sedih.
“budhe, aku mau duduk disamping mama diah” ucapku, semua bengong
“yaelah, manjanyaaaaaaa... iya tinggal duduk saja kok repot, minta ijin segala ha ha ha” ucap om askha
“ih, om apaan sih!” ucapku
“iya tuh... nek, om askha tuh suka ngejahilin kita masa mbuatin teh dikasih garam” ucap rani
“ha ha ha... emang enak ha ha ha” ucap om askha
“askha sudah, jangan digodain terus... sih itu mas kamu, kasihan eri” ucap budhe ika
“iya mbak iya, mas sudah mas jangan di godain terus. Tapi yang kalian minum itu masih mending, dulu tante malah kopi rasa merica. Awas kalau berani ngerjain lagi!” ucap tante asih sambil mencubit om askha
“siap istriku muach muach...” ucap om askha
“sudah sana kalau mau duduk sama mama kamu. ” ucap budhe ika
“sini sayangnya mama...” ucap mama diah, dengan kedua tangan terbuka lebar aku langsung menghampirinya. Aku duduk dan memandang wajah ayu wanita yang sekarang menjadi ibuku, ibu baruku.
“ada apa?” ucap mama diah yang tersenyum kepadaku
“ndak papa seneng. Mama cantik banget” ucapku langsung memeluk mama baruku, tak ingin lepas rasanya pelukan ini.
“kamu juga cantik, kan anak mama jadi nuruni mamanya dong” ucap mama diah seakan aku adalah anak kandungnya. Hangat, hangat sekali pelukan ibu baruku ini...
---
“eh... ini kok malah pada santai? Ayo kerja lagi, tuh yang buat kue kering siapa tadi ntar gosong” ucapku berdiri kembali
“oh iya aku lupa mbak” ucap ratna
“yah, itu anak kamu di manja-manja dulu saja. biar mereka istirahat dulu” ucapku kepada diah
“he’em mbak, ni kayaknya juga ndak mau lepas. Manjanyaaaaa...” ucap diah kepada anak barunya
Kami kembali bekerja, ada yang membuat kue, membuat jajana khas juga buat besok. Menyambut kedatangannya. Ah, padahal Cuma keponakan saja, ribetnya minta ampun tapi ini memang ide dari keluarga Dasar jomblo, dulu kalau tidak ada kamu mungkin aku akan berpisah dengan mas andi. Kamu memang benar-benar huh!
“adeeee... mikirin apa?” ucap mas andi dari belakang ketika aku membuat adonan
“mikirin kamu!” ucapku ketus
“aku tahu kamu ingat lagi kan? Maaf... tolong jangan diingat lagi” ucap mas andi
“inget tuuuuuuh... ati-ati nanti lempar-lemparan kursi lagi hi hi hi” ucap diah yang datang bersama rani dan eri
“ya iyala ingat, masa lupa gitu saja” ucap ku
Kalau aku lihat dari wajah diah dia tahu semuanya, nampaknya arya bercerita semuanya kepada ibunya. Brak brak brak... suara ketika aku mengolah adonan dengan sedikit membantingnya.
“ck ck ck ck... mas andi ati-ati tuh....” ucap diah
“ma... sudah dong...” ucap mas andi manja kepadaku
“iiih pak dhe sama budhe pamer kemesraan deh. Kan ndak boleh, kita kan belum punya pasangan. kasihan aku sama eri” ucap rani
“tuh, denger dah balik ke ruang keluarga saja sana” ucapku
“ndak ah, nemenin istriku tersayang saja disini” ucap mas andi
“hi hi hi, sudah deh jangan dibahas lagi. Sekarang yang penting sudah klir, tul ndak?”
“ati-ati, kalau arya pulang bisa dimarahi lho kalian” ucap diah
“ooo jadi arya cerita sama kamu ya?” ucapku
“secara aku kan ibu yang cantik, baik hati dan tidak sombong jadi arya pasti cerita sama aku” ucap diah
“iiih mama bisa juga ya nglebay” ucap eri
“bisa dong sayang...” ucap diah
“tapi kalau didepan anaknya ndak bisa tuh, jarang bisa lebay” ucapku
“apa lihat-lihat, weeek!” ucapku kepada mas andi sambil melet-melet
“eh, mau ada perang dunia ya?” ucap ratna tiba-tiba datang
“kalian itu, kakaknya lagi susah bukannya ngademin malah manasin” ucap mas andi
“iya kakak, kita diem hi hi hi” ucap diah dan ratna, aku tersenyum
Hi hi hi hi hi.... ha ha ha ha ha ha ha.... tawa kami bersama. aku senggol bahu mas andi yang sedang duduk memandangku membuat adonan kue. Mas andi berdiri dan mengecup bibirku tanpa diketahui oleh mereka yang sedang bercanda. Mas... mas... apapun yang kamu lakukan, apapun kesalahanmu tapi kamu kembali lagi padaku dan berjanji tidak akan mengulanginya... aku akan selalu mencintaimu.
Anak ingusan itu ternyata yang menyadarkan aku.... tentang membangun pondasi yang kokoh untuk keluargaku...
---
Aku benar-benar tidak menyangka jika semua terjadi begitu saja. semua kembali seperti semula lagi, semula lagi karena anak yang selalu aku caci maki dahulu kala. Sering mengambil komik dan buku-buku cerita kesayanganku. Tapi kalau bukan dia yang memegang kakiku hingga aku tidak tergantung.
“buat apa rat?” ucap ibu dari belakangku
“Haha wa... Watashi no odoroki, koreha chokorēto no sandoitchi o tsukura rete imasu (ibu menganggetkan aku saja, ini sedang buat roti isi coklat)” ucapku
“makanya kalau buat roti jangan sambil melamun, tahu saja roti kesukaan arya?” ucap ibu
“ya tahulah bu... secara musuh bebuyutannya hi hi hi” ucap mbak diah
“apaan sih mbak diah itu, diem napa? Dasar jahil, coba saja kalau besok arya disini ndak bakal tuh berani lebay seperti itu” ucapku
“ya masihlah secara sudah ada dua anak cewek, jadi wajar kan kalau lebay” ucap mbak diah
“iya tante... “ ucap eri dan rani
“eh eh eh ikut-ikutan juga?!” ucapku dengan tangan berpinggang
“mama takuuuuuuuuut” ucap eri dan rani
“kalian itu apa-apa takut, mau kekamar mandi saja harus mbangunin tante” ucap asih tiba-tiba muncul
“kaya kamu ndak aja sih” ucap mbak ika
“itu pengencualian mbak, kan waktu itu di villa sepi mbak” ucap asih
Kami tertawa lagi ketika mengingat betapa takutnya adikku asih ketika hendak ke kamar mandi villa. Sejenak aku melamun lagi bagaimana bocah itu telah menyelamatkan hidupku dan menunjukan kepadaku lelaki yang pantas untuk mendapingiku, walau dalam perjalanan hidupku hingga sekarang aku selalu berantem dengan anak itu. arya.... arya... terima kasih sekali lagi.
---
Aku memasukan adonan yang sudah di bentuk mbak ika ke dalam oven. Kulihat sebuah gambar tempel yang menempel di kulkas tua tak jauh dari oven. “I’M A FIGHTER” begitu tertulis disitu, sebuah gambar tempel huruf yang disusun oleh keponakanku sendiri. aku adalah seorang petarung begitu katanya. Ya, memang kamu seorang petarung yang selalu membuat rusuh. Entah kenapa kamu dan sahabat kamu bisa sangat takut denganku. Kalau dulu salah satu dari kalian pernah bilang “habis tante bawel banget daripada bawel terusan mending nurut sama tante saja” ada juga dari kalian yang bilang “tante kalau sudah ngomong susah berhentinya, jadi kami nurut” tapi kalian serempak bilang “karena tante adalah tante kami semua yang cantik, manis dan tante adalah salah satu orang yang selalu mengingatkan kami agar tidak brutal... dan yang merawat kami kalau kami terluka ha ha ha”. Dasar kalian itu ada-ada saja, merepotkan saja dan membuat hari-hariku semakin indah.
“mama kak arya kapan datangnya? Aku sudah pengen diajarin main game lagi sama kak arya” ucap anakku arman
“iya, besok datang kok” ucapku
“kamu sudah kangen sama kak arya man? Ndak kangen sama kakakmu yang cantik ini?” ucap rani
“yeee... kan sudah ketemu tiap hari, kalau kak arya kan jarang” ucap arman
“ih sebel ah, ntar ndak mbak buatin gambar super-man lagi” ucap rani
“aaaaa... buatin lagi...” ucap arman sambil memeluk rani
“iya adikku sayang hi hi hi” ucap rani
Aku hanya mampu melihat kebahagiaan ini buah dari jerih payah keponakanku itu. tiba-tiba lenganku disenggol mbak ika, membuatku tersadar kalau hampir saja aku mengangis. Ya jelaslah, dulu kalau bukan arya yang mencariku ketika aku tersesat di hutan mana mungkin aku bisa melihat arman tumbuh. Wongso, anton, joko, parjo, karyo, hermawan, aris, tugiyo, udin, dewo dan sudira sahabat-sahabat arya yang memang benar-benar KOPLAK! Hi hi hi hi....
---
“taraaaaaaaaaa....” ucapku memasuki dapur
“kaya peri saja kamu her” ucap mbak ika
“peri cantik gitu, ini tadi aku sama ibu nyari pisang. Lumayan besok pagi bisa kita goreng sama beberapa buah-buaha” ucapku
“herni tadi beli banyak sekali, tuh masih ada di mobil” ucap ibuku, ibu umi
“oh iya sampe kelupaan, eri, rani ambilin ya?” ucapku
“iya tanteeee...” jawab mereka serempak
“kita lihat mereka saja mbak, sudah tua capek” ucap ibu kepada budhe ayu
“iya, kalian yang semangat ya. ini ide kalian lho...” ucap budhe ayu
“Iyaaaaaa... siaaaaaaaaap...” ucap kami para perempuan di keluarga ini
“saya bisa bantu apa ya?” ucap ibu dari eri, mbak arni
“sudah mbak santai saja” ucapku
“saya malah ndak enak.. merepotkan kalian” ucap mbak arni yang seumuran dengan tante ifah dan tante laila
“bantu ini saja mbak...” ucap mbak diah yang mengajak membuat adonan kue
Aku mengangkat buah-buahan untuk aku masukan kedalam kulkas. Setelahnya aku bersandar pada kulkas melihat kebahagiaan dari mereka semua. Ayah dan ibuku sudah lama meninggal, tinggal mereka yang aku punya. Mas heri adik dari mbak asih, adalah suamiku yang sangat aku cintai. Aku masuk kedalam keluarga ini dalam kondisi yang buruk tapi mas heri selalu menerimaku apa adanya. Aku sempat khawatir akan kelangsugan dari keluarga ini, tapi bocah yang selalu saja ada ketika aku dan mas heri dalam bahaya telah menyelematkan keluarga ini. aku bahagia? ya pasti karena kami berkumpul kembali, karena arya, yang selalu mengatakan “mulai sekarang daerah ini daerah koplak! Kalau ada yang berani mengganggu om dan tanteku, akan aku ratakan kalian dengan tanah!”. Tapi tanggapan sahabat-sahabatnya selalu saja aneh, kalau aku ingat setelah arya mengatakan itu ada temannya yang bilang “dan untuk pembayaran pajak, bayar sama negara jangan dengan kami, karena kami tidak tahu pajak!”
Dasar koplak!
---
“sini aku bantuin” ucapku
“eh... iya tante...” ucap rani tersenyum kepadaku
“eh, jangan tante kakak kamu saja kalau manggil aku mbak kok” ucapku
“iya santai saja ya, manggil aku juga mbak saja...” ucap alya
Aku anak dari ibuku laila sedangkan alya anak dari suami kedua ayahku, mama ifah. Akur? Jelas kami aku karena kehidupan kami selalu dalam penderitaan. Tapi karena bocah cengeng itu semua telah berubah, kini aku memiliki keluarga yang lebih besar lagi. Keluarga yang sangat indah. Aku dan mereka bertiga masuk dengan membawa barang bawaan mbak herni sebenarnya lebih pantes dipanggil tante tapi ya mau bagaimana lagi urutan keluarga. kulihat kedua ibuku sudah berkumpul dengan mereka didapur.
“mbak herni ini” ucapku
“oh iya terima kasih, yang jajan dibuka aja buat camilan sambil kerja” ucap mbak herni
“alsa, itu ibu kamu dibantu tuh lagi nyuci piring” ucap mbak diah
“iya mbak..” ucapku
“aku bantu ma...” ucapku kepada ibu yang sedang mencuci piring
“iya... bahagia sekali?” ucap ibuku laila
“yeee... dari dulu aku kan selalu bahagia” ucapku
“bahagia tuh, sebentar lagi bisa ngambil eskrim keponakannya lagi” ucap mbak ratna
“yeee... paling mbak ratna nanti juga minta weeeek...” ucapku
“alah paling ratna nanti yang ngrebut duluan” ucap mbak ika
“aku dulu yang ngrebut, dulu kan aku yang ngrebut duluan weeeek...” ucapku
“ha ha ha iya-iya...” tawa mereka semua
Aku bahagia walau tak ada ayahku disini, aku sudah tahu semuanya dari kedua ibuku. aku tidak peduli lagi apa yang akan terjadi nanti, yang jelas kehidupanku sudah berubah mulai saat ini. bersama mereka yang selalu menganggap kami sebagai keluarga walau sebenarnya harusnya hubungan ini sudah tidak ada lagi semenjak ayahku tiada. Ayah... arya yah yang telah menyelamatkan kami, bocah yang selalu menangis karena es krimnya selalu aku rebut.
---
“sini kamu bantu ibu hias pekarangan belakang rumah” ucap ibuku, ifah
“iya mah...” ucapku
Alya dan yang lainnya berada didapur sedangkan aku dan ibuku menghias belakang rumah. Ku lihat senyum yang lepas dari ibuku, senyum yang selama ini tak pernah aku lihat sebelumnya. Bahagia sekali aku sekarang, lebih bahagia lagi karena aku tetap berada dikeluarga ayahku. Pahit memang masa kecilku lepas dari mereka, kenytaan pahit juga aku alami selama itu. semua hal tentang orang yang telah menghancurkan kehidupan keluarga kami sudah aku ketahui. Bocah itu yang selama ini menurut ibu tidak pernah diharapkan oleh ibunya sendiri, bahkan hampir dibunuh adalah penyelamat dari keluarga ini.
“alsa coba kamu rapikan tanaman disana ya?” ucap ibuku
“iya mah...” jawabku
Aku beranjak menata bunga-bunga ditaman kecil ini. teringat akan sebuah kenangan bersama ayahku “kalian berdua adalah bungan untuk ayah sama halnya ibu-ibu kalian, lihatlah bunga-bunga itu walah mereka mengembang pada batang yang sama mereka tidak pernah iri dan tetap rukun”. Ya, itu adalah kata-kata ayah agar aku dan mama laila serta alya tetap akur dan rukun. Aku bersyukur sampai saat ini aku dan mereka tetap rukun, seperti halnya keluarga ini...
---
(sudut pandang orang ketiga)
“kenapa yah?” ucap andi kepada ayahnya
“kalian masih ingat ketika arya lahir? Mungkin yang tidak tahu andra dan askha ya?” ucap warno kepada semua laki-laki yang masih bersantai di ruang keluarga ini
“tentu saja...” ucap heri dan andi
“hanya dengar dari asih pak dhe” ucap askha
“ratna cerita ke aku kok pah” ucap andra
“mas itu bisa-bisanya mengingat masa lalu” ucap wardi adik warno
“aaaah... aku tidak tahu bagaimana ini semua bermula, mungkin memang sudah tergaris dalam catatan kehidupan keluarga ini. datang seorang yang ingin menghancurkan tapi yang datang itu telah “membuat” penghancurnya sendiri” ucap warno
“sudahlah yah, seandainya tidak ada arya dan laki-laki itu (mahesa-red)... kita belum tentu bisa melewati kehidupan kita, ada banyak hal yang telah arya lakukan untuk keluarga ini. menyelamatkan nyawa ratna, dan keluargaku” ucap andi
“kalau tidak ada arya, mungkin aku selalu pulang dalam keadaan babak belur pak dhe” ucap heri
“lihat sendiri kan mas apa kata mereka, arya datang dalam keluarga ini bukan hanya sebagai penyelamat tapi datang sebagai penyeimbang keluarga kita” ucap wardi
“aaaaaah.... arya... arya.... seandainya wicak masih ada, mungkin dia akan tersenyum bahagia sekarang...” ucap warno
“ayah selalu tersenyum...” ucap diah yang tiba-tiba datang membawa minuman untuk para lelaki
“kamu ngagetin saja nduk” ucap warno
“jelaskan, mereka pergi dalam pelukan cucu kesayangannya” ucap diah tersenyum
Heing sesaat, dan diah meninggalkan mereka semua. Senyum di bibir mereka hadir mengingat satu persatu kejadian yang telah mereka lewati bersama... Arya.
---
“mas tadi mandi kok ndak mau ade keluarin sih?” ucapku
“yeee... keluarin terus mas ntar lemes” ucap kekasihku
“kunyahin dulu baru dimasukin ke mulut adeeee...” manjaku
“iya bentar... nyammm nyammm nyammm...” kunyahnya dan kemudian kami berciuman, makanan itu di masukan ke dalam mulutku.
“benerkan belepotan lagi, sudah dibilang kunyah sendiri” ucapnya
“ya sudah, mana kalau ndak suka... ade makan sendiri, tidur sendiri saja” ngambekku
“iiih ngambek deh, tambah cantik lho” godanya
“ngambek tambah cantik, senyum tambah cantik, gombal!” masih ngambek akunya
“nyamm... nyammm.... mmm mmm” ucapnya sambil menyodorkan mulutnya, langsung aku cium dan kubuka mulutku. Dengan telaten dia memasukan makanan yang berada dibibirku
“enak?” ucapnya, aku mengangguk dengan senyum
“nanti sore pas mandi, ade keluarin ya?” manjaku
“ade kok seneng banget?” ucapnya
“ndak tahu mas, seneng saja waktu mainin punya mas... takut tapi hi hi hi seneng” candaku
“jangan dimasukan dulu ya mas, masih takut punya mas gede...” lanjutku dengan memasang wajah takut
“takut ndak sama mas?” ucapnya, aku menggeleng
“syukurlah kalau begitu, berarti kalau tidur tidak diruang tamu he he he” ucapnya
Aku hanya tersenyum memandang wajah bloon itu. entah kenapa aku bisa semanja ini dihadapan lelakiku ini, apapun yang ingin aku lakukan harus menyuruh dia. Mandi, makan, ganti pakaian, bahkan pipis saja minta dicebokin. Tapi kalau BAB, ya ndak lah aku usaha sendiri kasihan kan.
“sudah... minum obatnya dulu ya, biar cepet sembuh luka kamu” ucapnya
“kamu? siapa itu kamu?” balasku
“eh... maaf, luka ade” ulangnya
“he’em... mimik obat” ucapku
Glek.. glek... glek...
“mau jalan-jalan keluar?” ucapnya, aku menggeleng
“kenapa?” ucapnya
“kalau jalan-jalan, jauh..” ucapku
“deket kok, cuma ditaman” jawabnya
“jauh dari mas..” ucapku lagi
“yeee kan sama mas” balasnya, aku langsung memeluknya
“jauh... jauh banget, kalau jalan-jalan pasti mas jalan disampingku... Cuma bisa meluk tangan mas saja... kalau dikamar, ade bisa peluk mas” ucapku
“bu doseeeeen bu dosen, manjanyaaaa....” godanya sambil mengelus-elus kepalaku
“mas pasti pegen ngerokok kan?” ucapku tanpa menggubris godanya tadi, aku mengangkat kepalaku memandangnya
“emmm ndak kok yang, nemenin ade lebih enak” ucapnya sambil tersenyum kecut karena belum ngrokok dari kemarin
“kalau nanti ade bobo, mas boleh keluar tapi ndak boleh lama-lama, 15 menit. Habis itu balik lagi, kamarnya dikunci sama mas dari luar ya” ucapku
“mas disini saja nemenin ade..” ucapnya
“ade tahu itu... nanti kalau keluar jangan lama-lama” ucapku sembari memainkan pipinya
“Mas AC-nya di dinginkan saja, kok panas banget”ucapku
“iya” dia kemudian berdiri dan mengambil remote AC di kamar ini
“segini cukup?” sembari duduk disampingku dan menunjukan angka pada remote
“he’em..” jawabku, langsung aku masuk dalam pelukannya. Kedua kakinya terbuka lebar dan aku berada dalam dekapannya
“mas dingin...” ucapku
“oh ya, mas naikan lagi ya suhunya” ucapnya
“peluuukk...” manjaku
“eh...” seakan dia tahu maksudku, ditariknya selimut dan kemudian memelukku
Rasa kantuk perlahan datang menemaniku, entah karena pengaruh obat atau pengaruh dari pelukannya. Pelukan hangat membuatku tak sadar akan suasana, hangat... nyaman dan...
---
“Akhirnya tidur juga ini ade kesayanganku” bathinku
Aku segera mengangkat tubuhnya dan memposisikannya tidur. Dia butuh istirahat yang cukup karena mungkin kelelahan setelah pertempuran malam itu. kukecup keningnya dan bibirnya yang manis itu, segera aku bangkit dan keluar dari kamar. aku kemudia berjalan ke atap gedung untuk menyulut sebatang dunhill mild.
“sudah ada disini nton?” ucapku kepada anton yang sedang merokok menikmati pemandangan kota
“kamu cat, lama banget didalam? Berapa ronde?” ucap anton
“gundulmu! Masih sakit dia, bisa tambah parah kalau pake ronde-ronde segala” candaku
“haaaaaaaayah... oh ya, tadi ibu kamu sama mertua kamu kesini. Menemui tuh” ucapnya dan aku mengerti
“kok ndak mampir ya?” ucapku
“paling tahu lah kalau kamu lagi merusak tempat tidur” ucap anton
“ah matamu! Ndak nton, aku ndak sampe gituan” jawabku jujur, anton memandangku dengan pandangan penuh tanya
“yakin nton, nggak nglakuin, suwer!” ucapkku dengan dua jari aku angkat
“ha ha ha ha biasa saja kaleeee...” jawab anton
Hening sesaat, semburan nafas berlumuran asap keluar dari bibir kami masing-masing. Pandangan kami menyapu luas semua pemandangang di kota ini.
“aku sebenarnya bingung hufffffffthh... apa saja yang mereka lakukan kepada semua orang? aku tidak tahu apakah akan ada yang datang lagi” ucapnya
“banyak nton... Kakekku Tian, Ibuku, Ibunya Dian, Ayahnya Mbak erlina, kakek wicak dan nenek mahesawati... warga di desa banyu abang dan biru, rani, eri ah banyak lah nton... huftttth” ucapku
“tadi saja perawat masuk dan melihat kondisi mereka dalam keadaan mengenaskan. Celana dalam dan juga bra tersumpal di mulut mereka, juga ada cairan... tahu sendirilah, yang terakhir masuk itu ibunya dian sama suaminya. Kalau ibumu hanya bermain kata-kata kayaknya karena aku tidak dengar apa-apa hanya suara tawa keras dari ibu kamu tapi kalau ibu dian hadeeeeeeh... bikin cepet pengen ketemu anti” ucap anton
“kamu ngintip?” ucapku
“gundulmu! Lawang ketutup rapete koyo ngono piye carane ngintik (pintu ketutup rapatnya kaya gitu bagaimana caranya ngintip)” ucapnya
“Kalau aku memang tidak tahu apa yang akan mereka lakukan kepada dua orang itu. tapi yang jelas motif mereka semua adalah dendam, begitupula ibuku. tapi kalau ibunya dian sampai gitu ya wajarlah” ucapku
Wussssh.... hembusan angin menyapa kami berdua
“memang kamu tahu perlakua mereka kepada ibunya dian?” ucap anton
“parah nton, lebih dari sekedar apa yang akan mereka lakukan di malam itu. 20 tahun lebih lho nton disekap” ucapku
“hmm... gila bener...” ucap anton
Tulilit tulilit... Hp anton berbunyi
“ya halo sayang”
“iya ini mau pulang”
“kangen sayang, kangen...”
“ini lagi ngobrol sama arya”
“iya , mas pulang, dadah sayang” tut
“anti?” ucapku
“pulang bro... kuda-kudaan ha ha ha” ucap anton
“hati-hati” ucapku
“oke bro...” jawabnya
Setelah salam perpisahan aku sendirian di atap gedung ini. kupandangi langit yang biru ini dengan matahari yang terututup oleh awan putih. Suasan tak sepanas ketika matahari tak tertutup awan, adem. Kupandangi kota ini sekali lagi...
“ah... aku hadir disini karena dia, tapi aku juga yang telah membuat mereka terbaring lemah” bathinku
Kuhirup nafas dalam-dalam dan ku hembuskan nafasku sekuat-kuatnya. Mungkin memang ini adalah jalan dimana aku harus berjalan, jalan dimana aku harus mengalami semuanya. Keluarga ini telah terluka, tapi semuanya telah sembuh. Dan tak akan ada lagi yang khawatir akan kota ini, kota yang selama ini aku tinggali. Aku tidak menyangka jika laki-laki yang pernah aku temui dalam perjalanan pulangku saat tu akan menjadi sahabat-sahabatku, koplak.
Aku tersenyum, geli dengan ingatanku. Langkahku kembali menuju ke ratu hatiku, ku buka pintu dia masih terlelap dalam tidurnya. Tubuhnya miring ke kiri dan aku langsung merebahkan tubuhku di hadapannya. Kupeluk tubuh itu...
“manjalah terus agar bertambah dewasa ketika menghadapimu...” ucapku lirih
“he’em...” jawabny dalam kondisi tidur
Setengah sadar ternyata...
---
Hingga menjelang sore dan acara mandi bersama tak berani mereka melakukan hal yang sama seperti ketika mereka bertemu pertama kali. manjanya prempuan itu membuat laki-lakinya lebih bersikap sabar kepada perempuannya. Setiap basuhan, setiap rengekan, setiap keinginan selalu dikabulkan oleh lelakinya. Kadang sang wanita meminta untuk digendong dipunggung dan berjalan memutari ruang VVIP tersebut, hanya didalam ruangan tidak keluar kemana-mana. Aneh jika dilihat tapi itulah sayang, cinta, ah tak ada yang tahu makna sebenarnya dari cinta dan tak ada yang pernah tahu arti cinta. Banyak yang mengungkapkan arti cinta, ada banyak... seperti...
Cinta itu seperti udara,
tak terlihat.. tak berbau.. tak berasa..
tapi selalu ada disekitar kita,
hanya saja sedikit orang yang bisa merasakannya..
Cinta itu sebagian dari perasaan dan juga sebagian dari logika...
Tergantung bagaiman kita mengendalikan cinta...
Terlalu mengendalikan cinta dengan perasaan,
Kita sendiri yang akan menjadi seorang yang mudah mewek,
Selalu takut bertindak,
Selalu ragu dalam menentukan,
Terlalu mengendalikan cinta dengan logika,
Cinta bukan perhitungan, bukan rumus matematika, kimia, fisika atau bahkan ilmu perhitungan lain
Jangan gunakan logika berlebihan karena cinta bukan ilmu pasti
Bukan 1 + 1 = 2, bukan... Karena cinta bisa saja 1 + 1 = 3, 4, 5 bahkan 11, benar bukan?
Terlalu berlogika dengan cinta hanya akan membuatmu memperhitungkan semuanya
Dan membuat cinta menjadi sesuatu yang kaku...
Cinta butuh keseimbangan antara logika dan perasaan,
Perasaan karena cinta memang muncuk dari reaksi perasaan kita dengan pasangan kita,
Logika karena cinta memang butuh logika, agar kita tahu mana serius mana tidak
Semua tergantung bagaimana memperlakukan cinta
cinta itu tidak pernah berbohong, cinta akan mengangkatmu
membawamu lebih tinggi ketika tinggi saja tidak cukup
karena cinta lebih kuat dari sebuah logam yang terkuat
butuh hati dan emosi untuk menyembuhkannya
dan kebenarannya cinta memang tidak pernah berbohong
lihatlah kedalam mata yang kamu cintai
akan terlihat disana sebuah kebohongan atau sebuah kejujuran
cinta itu...
kuat dan liar,
lambat dan mudah,
hati dan jiwa,
sempurna bukan?
Cinta itu...
Tak perlu seseorang yang sempurna,
Tapi cukup temukan seseorang yang mebuatmu..
Bahagia dan berarti lebih dari siapaun...
“ugh hoaaam....” aku terbangun di tengah malam tak terlihat.. tak berbau.. tak berasa..
tapi selalu ada disekitar kita,
hanya saja sedikit orang yang bisa merasakannya..
Cinta itu sebagian dari perasaan dan juga sebagian dari logika...
Tergantung bagaiman kita mengendalikan cinta...
Terlalu mengendalikan cinta dengan perasaan,
Kita sendiri yang akan menjadi seorang yang mudah mewek,
Selalu takut bertindak,
Selalu ragu dalam menentukan,
Terlalu mengendalikan cinta dengan logika,
Cinta bukan perhitungan, bukan rumus matematika, kimia, fisika atau bahkan ilmu perhitungan lain
Jangan gunakan logika berlebihan karena cinta bukan ilmu pasti
Bukan 1 + 1 = 2, bukan... Karena cinta bisa saja 1 + 1 = 3, 4, 5 bahkan 11, benar bukan?
Terlalu berlogika dengan cinta hanya akan membuatmu memperhitungkan semuanya
Dan membuat cinta menjadi sesuatu yang kaku...
Cinta butuh keseimbangan antara logika dan perasaan,
Perasaan karena cinta memang muncuk dari reaksi perasaan kita dengan pasangan kita,
Logika karena cinta memang butuh logika, agar kita tahu mana serius mana tidak
Semua tergantung bagaimana memperlakukan cinta
cinta itu tidak pernah berbohong, cinta akan mengangkatmu
membawamu lebih tinggi ketika tinggi saja tidak cukup
karena cinta lebih kuat dari sebuah logam yang terkuat
butuh hati dan emosi untuk menyembuhkannya
dan kebenarannya cinta memang tidak pernah berbohong
lihatlah kedalam mata yang kamu cintai
akan terlihat disana sebuah kebohongan atau sebuah kejujuran
cinta itu...
kuat dan liar,
lambat dan mudah,
hati dan jiwa,
sempurna bukan?
Cinta itu...
Tak perlu seseorang yang sempurna,
Tapi cukup temukan seseorang yang mebuatmu..
Bahagia dan berarti lebih dari siapaun...
“mas... mas bangun...” ucapku
“egh... ngantuk adeeee...” ucapnya
“langitnya bagus tuh” ucapku sembari melihat keluar jendela
“eh...” aku terkejut ketika tubuh itu memelukku, kepalanya berada di bahu kiriku
“emmmh... cup” kecupan medarat di pipi kiriku
Kuraih bagian belakang kepalanya dan kudorng kedapan, aku daratkan bibirku ke bibirnya. Hanya menyentuhkan saja tanpa harus melumatnya, terasa lebih romantis. Kluihat dia berdiri dan menggeser dua sofa, satu sofa menghadap ke jendela satunya tepat berada didepan sofa satunya lagi. Dia kemudan beranjak dan mematikan lampu kamar, kemudian dibopongnya aku menuju sofa itu. aku duduk menghadap ke jendela menikmati pemandangan langit malam serta cahaya rembulan, dia duduk tepat berada dibelakangku.
“bagus ya mas langitnya...” ucapku
“mereka selalu sama, bahkan bulan itu pun sama... maafkan aku jika aku terlalu banyak berbuat kesalahan selama ini” ucapnya memelukku. kuremas tangnnya dengan tangan kiriku
“memang sama... aaaah...” aku menyandarkan tubuhku kebelakang, kepalaku tepat didadanya
“semua sama hanya nama yang berbeda, kesalahan adalah hal yang wajar. Tapi ada hal yang berbeda dalam diriku tapi entah dalam dirimu...”
“rasa sayangku, rasa cintaku, tidak sama seperti ketika kita bertemu mereka bertambah setiap harinya untukmu yang selalu mencoba untuk memperbaiki diri untukku...” ucapku lirih sembari melihat ke wajahnya
“rasa sayangku, rasa cintaku kepadamu, berada disamping rasa sayangmu, rasa cintaku kepadaku... the feeling inside you is feeling like i do” ucapnya, aku tersenyum mendengarnya
Bibir kami berpagutan, saling mengecup beberapa kali dibawah sinar rembulan yang menjadi saksi kembali tentang kami berdua...
0 komentar: