WILD LOVE???? #10
Di depan rumahku sendiri, mucul sesosok wanita dengan pakaian serba hitamnya membuatnya terlihat sangat putih dibandingkan dengan pakaian yang berwarna lain. Wajahnya yang lembut dan bentuk tubuh layaknya seorang remaja. Tetapi kedewasaanya mulai terlihat ketika melihat rambut yang dikucir sanggul dibelakang kepalanya. Dengan helm tigaperempat warna hitam dia melangkah dan membonceng di belakangku. Sekarang berada di belakangku dan menepuk punggungku untuk menjalankan motorku. Kujalankan motorku dengan pelan, baru beberapa meter berjalan kemudian aku berhenti. Kuraih tanganya untuk memelukku tanpa ada perlawanan sama sekali darinya, terasa mulutnya mencium pundak kananku. Kujalankan motorku kembali hingga mencapai daerah perbukitan yang sepi dan kami berhenti di sebuah taman dipinggiran bukit. Taman itu sangat sepi sekali tak ada satupun orang berada disitu.
Kami kemudian duduk bersebelahan, wanita itu kemudian merebahkan tubuhnya didadaku sambil memelukku. Kupeluk pundaknya denga tangan kiriku dan tangan kananku memluk pinggangnya. Tubuhku ku geser semakin rapat hingga aku bisa mencium rambut wanginya. Tangan kananku memgang dagunya dan kudaratkan ciuman dibibirnya yang berlipstik tipis dengan warna merah jambu. Ciuman kami berbalas, saling menghisap dan melumat satu sama lain. Kuakhiri ciuman itu dengan mencium keningnya, dia kemudian berdiri memandang ke arah luasnya pemandangan itu. Aku kemudian berdiri dan memeluknya dari belakang. Disandarkannya tubuhnya ke tubuhku dan kepalanya bersandar di pundak kananku
"Indah ya... rembulan itu" ucap Ibu
"Iya, Indah..." ucapku membalasnya, aku semakin memeluknya erat dan tak ingin aku lepaskan dan kukecup pipinya
"Kenapa ingin jalan-jalan?" ucapku
"Karena kamu terlalu sering keluar tanpa mengajakku, dan besok Mahesa pulang" ucap Ibu
"Maaf..." ucapku
Ibu maju ke depan lalu berbalik kearahku denga tersenyum, kedua tangannya terbuka sangat lebar. Aku melangkah maju dan memeluknya, dipeluknya leherku dengan kedua tangannya dan kupeluk tubuhnya erat.
"Bagaimana jika aku benar-benar tak ingin melepaskan Ibu?" ucapku lirih
"For Now, i won't but someday you must..." ucap Ibu.
"But... If i cannot let you go..." balasku
"You can, because someday we will be mother and son again not a lover..." ucap Ibu
"Don't make me cry dear..." ucapku
"Kamu akan menangis jika kamu terlalu sering jauh dari Ibu, Ibu ingin kamu selalu disamping Ibu apapun yang terjadi hingga kamu menemukan cintamu"
"before you find you love, please be my lover and i..." ucap Ibu terpotong
"And I will always loving you as lover..." ucapku. Terasa kebahagiaan dihatinya dengan pelukan erat pada tubuhku.
Kupeluk erat tubuhnya, hingga tubuhnya terangkat ke atas dan kuayun-ayunkan. Kadanng aku cium bibirnya sambil aku mengangkatnya. Kurubah posisinya menjadi tertidur di kedua tanganku, tanganya memluk leherku. Aku lalu berlari kesana kemari dengan menggendongnya. Dengan tawa dan candaku serta rasa ketakutan Ibu jika terjatuh aku terus berlari menggendongnya di depan.
"Arya, nanti jatuh nak hati-hati aaaa...." ucap ibu sembari berteriak ketakutan
"Ha ha ha ha tidak... aku ingin menikmati masa sekarang ini" ucapku sambil terus berlari, hingga di sebuah taman yang berumput aku menjatuhkan diriku dan langsung memeluknya. Kuangkat wajahku dan kupandagi wajah cantik nan manis itu, senyumku pun dibalas dengan senyumannya. Kudaratkan ciuman di bibirnya dan dibalasnya. Kami berguling-guling tanpa mempedulikan sekitar kami. Ibu berada di atasku dan memandangku dengan penuh senyuman. Direbahkannya kepalanya didadaku. Lama kami berpelukan hingga gerak Ibu membuyarkan keheningan ini.
"Terima kasih..." ucap Ibu, dipandanginya wajahku dengan tatapan manisnya
"Apa aku sudah tidak menarik lagi?" ucap Ibu dan aku emnegerti maksdunya
"Apa harus disini? Dirumah saja, lebih aman" ucapku kemudian mengencup bibirnya
Kemudian kupeluk tubuhnya erat hingga aku hampir saja terlelap karena lamanya pelukan. Ibu kemudian bangkit dan menarik tanganku. Aku bangkit, kami berdiri berhadapan dan saling berpandangan. Satu sama lain melempar senyum, diariknya tangan kiriku dan kami mulai berjalan bergandengan. Aku kemudian memeluk pinggangnya dan sedikit aku rebahkan kepalanya didadaku, dan kami berjalan menuju sepeda motor yang menjadi saksi bisu perjalanan kami.
Akhirnya kami pulang dengan kebahagiaan kami, kupelankan laju motor agar perjalanan ini menjadi lebih lama. Dipeluknya aku sangat erat, bibir manisnya menciumi bahu kananku. Kekenyalan aku rasakan di bagian punggungku, mungkin jika terlalu lama perjalanan ini punggungku akan berlubang he he he. Dalam perjalanan nan indah ini tak ada seorangpun mengetahui jika kami adalah Ibu dan Anak. Canda tawa dan gurauan saling kami lempar untuk menghangatkan suasana diantara kami berdua.
"Bagaimana dengan Ajeng? Ibu kok tidak kamu kasih tahu" ucap Ibu dari belakang
"Eeee... itu...." ucapku sedikit kebingungan dalam memilih kata-kata
"Hayooo...." ucap Ibu
Akhirnya aku lebih melambatkan motorku dan mulai menceritakan kejadian demi kejadian. Dari awal aku melihat ayah berada dalam mobil BMW hingga rumah tante wardani dan apa yang mereka lakukan terhadap tante wardani selama ini. bahkan sampai kejadian dalam almari dan yang aku lihat beserta pemerkosaan terhadapku.
"Ha ha ha ha ha... Itu benar? Sayang ndak bohongkan sama Ibu? Atau malah sebenarnya yang kamu yang memperkosa?" tawa Ibu pecah dengan pertanyaan memberondong bagai peluru AK-47
"Beneran..." ucapku dengan wajah sedikit bersungut-sunggut
"Iya, iya percaya sama sayang, hi hi hi"
"Tapi lucu juga ya hi hi hi" ucap Ibu. Begitulah Ibu selalu meledekku dalam perjalanan pulang ini. Tak henti-hentinya Ibu mengatakan "Tuan.. Tuan.. tolong saya" hanya untuk meledekku. Mungkin Ibu tahu aku sedikit merasa bersalah kepadanya sehingga dia tidak ingin aku larut didalamnya. Dia terus menghiburku, kadag mencium-ciumi bahuku. Hingga sebuah pelukan sangat erat mendekapku, sangat erat. Motorku pun semakin aku perlambat.
"Please... keep with me until that time arrives hiks"
"Love me..."
"protect me..."
"hold me tight and save me..." ucap Ibuku lirih membuat aku menghentikan motorku
"Of course... and I promise ..."
"until that time comes ... "
"Love..." ucap ku membalas
Dengan tangan kiriku menggenggam tangannya yang memelukku, aku melanjutkan perjalanan hingga sampa dirumah. Ku suruh Ibu tetap diatas motor selama aku memasukan motor hingga sampai pada garasi. Setelah semua aku kunci dengan rapat, Kulepas jaketku dan aku langsung membopong Ibu ke dalam kamarku. Satu persatu sandal Ibu berjatuhan, dengan ciuman hangatnya aku membopong hingga dia rebah di atas tempat tidurku. Aku tindih tubuhnya dengan tubuhku, hanya ada suara tautan bibir kami. Ibu kemudian membalik posisinya, aku dibawah ditindih oleh tubuh Ibu. Perlahan ciuman Ibu semakin turun keleherku, tangannya mengangkat kaosku hingga putingkku terlihat, dijilatinya dan dimainkannya jarinya di masing-masing putingku. Kegelian dan membuat darahku semakin mendidih.
Lidah itu turun sampau pada perutku dan bermain-main disana, menunggu kedua tangannya melepas celana jeans dan celana dalamku. Toeeeng.....! "Nah yang ini aku mau kakak, oh Vaginawatiku, aku kangen kamulah yang terhebat vaginawatiku" begitulah kata dedek arya. Mengeras dan menjulang tinggi bagai mocong tank yang siap untu digunakan menembak.
"hemm... boleh sayang?" ucap Ibuku, aku hanya mengangguk disertai senyum pada bibirku.
"Argghhh... ouwhh.... ehmmmmmm... nikmaaaaaaaathhh bu...." rintihku
Dihjilatinya setiap batang dedek arya dengan sapuan lidah hangatnya. Tampak sekali tubuh kami berdua sedang terbakar dan tak bisa dipadamkan hanya menggunakan air. Lidahnya mulai bermain-main diujung penisku, di lubang pipis dedek arya membuat aku semakin kelojotan merasakan hal ini. Baru aku merasakan nikmat akan sapuan dan permainan lidahnya, tiba-tiba saja dedek arya mulai masuk kedalam lubang hangat. Kuangkat kepalaku untuk menyaksikannya. Kuluman itu semakin membuat tubuhku menjadi sangat panas. Kepalanya maju mundur memompa dan menikmati setiap nano meter batang dedek arya.
"terussshhhh bu... enak sekali kulumanhhh Ibuhhh... ouwhhhh...."
"Arya suka dikulum Ibuhhh... arghhh enakkkkh yahhhh begituhh...." rintihku keenakan
Aku merasakan nafsu membara dari Ibu, begitu semangatnya dia mengulum batang dedek arya. Tampak sekali dedek arya kesulitan untuk bernafas. Pertahananku semakin goyah, kuangkat tubuhku dan duduk sambil mengelus-elus kepalanya. Kutarik kepala Ibu dan langsung kuangkat, kudaratkan ciuman di bibirnya.
"ehmmm.... scluppp.... slurpppp... ehmmm...." desahan kami bercampur menjadi satu. Perlahan tanganku memnarik kaos yang dikenakan oleh Ibu.
"Bu, bolehkah arya membukanya..." ucapku lirih
"Iya..." balas Ibu
"Ehmmm...." Desah Ibu
"Kenapa Bu?" ucapku yang baru saja akan mengangkat kaos yang dipakainya
"Tidak tahu, ketika kamu bilang mau membuka membuat Ibu semakin merasakan kehangatanmu..." ucap Ibu, aku hanya tersenyu kepadanya. Kembali kami berciuman dan ku buka kaosnya hingga terlepas. Perlahan aku buka BH yang menutupi susu itu dan pluup terlepaslah susu itu dari sarangnya. Dengan masih berciuman aku remas-remas susu besar itu dengan kedua tanganku. Jari pada kedua tangankupun tak luput untuk memainkan puting susunya.
"Arrgghhh.... Arya.... kamu janganhhh erghhhh mainanhh terussss" rintih Ibu sambil melepaskan ciumannya
Aku langsung saja menurunkan kepalaku ke arah susunya. Kujilati satu persatu puting susu Ibu, tak lupa pula aku menjilati setia bagian dari susunya. Doronganku ke susu ibu, membuat Ibu duduk bersandar pada ujung ranjang dengan satu tangannya memelukku dan satu tangannya mengelus-elus dan menekan kepalaku agar semakin bergreliya di susunya. Dengan bibir yang masih mengulum puting susunya itu, aku berusaha untuk melepas celana dan celana dalam Ibu. Dengan bantuan Ibu yang sedikit mengangkat pinggulnya akhirnya terlepas semua pakaiannya. "Oh Vaginawati apa kabarmu disana? Sebentar lagi aku akan masuk sayangku" sapa dedek arya pada kekasihnya. Kukangkankan kedua kakinya dan kuturunkan kepalaku ke arah vagina Ibu tapi ditahannya.
"arggghhh.... Ibu sedang ingin dimasuki bukan dipermainkan itunya" ucap Ibu dengan senyum. Kuraih bantal dan aku letakan dibelakang tubuhnya. Dengan posisi siap menembak, dipegangnya batang dedek arya dengan tangannya. Kudaratkan ciumanku di bibir manisnya dan blesss.... masuklah dedel arya di dalam vaginanya. Kugoyang dengan perlahan dan kucoba menikmatinya.
"Arghhh... pelan nakk akittt... ufthhhh... besarr sekalliiihhhh arghhhh..." ucap Ibu. Tanpa mempedulikan rintihanya aku angkat tubuhnya untuk duduk dipahaku. Kupeluk tubuhnya, susunya menempel pada sebagian dada dan leherku. Ciuman didaratkannya di bibirku. Ibu kemudian menaik turunkan tubuhnya memompa dedek arya, tampak rasa sakit dirasakannya.
"Terussshhh bu... Ibu senangghhhh kanhhh arghhhh..." ucapku, sambil ikut menggoyangkan pinggul walau aku kesulitan
"senaghhh se...ka...lih ouwghhhh....masuk sam... pai kerahim Ibu arghhhh... tempik Ibu penuhhhh arhhhhh semua owghhhhh kontolhhhhmuhhhhh aishhhhh....a arghhhhh"
"terus digoyaghhh sayangghhh enakkkkkhhhh tempik ibu keenakannhhhh arghhhhh...." ucap Ibu sambil menengadahkan kepalanya keatas
"Terus nakhhh bu...wathhhh argghhh temhhpikhhh Ibu keenaakkhhkannn orghhhhh..." rintihnya
"Iya buhh... ehmmm... terasa sempithh owhhh buuuhhhh.... hmmmm... Arya keenakan arghhh... tempikh Ibu njepith kontol aryahh... tubuh Ibu hangathhh arghhh... aryah sukaahhh..." ucapku sambil mencoba menggoyang pinggulku
"Iya nakhh Ehmmm... nikmathh sekali kontolmu nakhh ibuhh ibuhh arghhh sukaaahh..." racaunya
Lama kami memacu dalam birahi ciumanku semakin menjelajah diseluruh tubuhnya. Membuat Ibu menggelinjang geli dan kenikmatan. Usapan-usapan pada punggungnya membuat keadaan ini semakin panas.
"Aaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaarghhhh....."
Tubuh Ibu ambruk dan bersandar pada tubuhku, cairan hangat mengalir di batang dedek arya yang masih gagah berani di dalam sana. Kuangkat tubuhnya yang penuh dengan kerungat, wajahnyapun tak luput dari aliran deras keringat itu. Kudaratkan ciuman pada bibir manisnya. Beberapa menit setelahnya Ibu kemudian bangkit dan menungging disampingku.
"Ayo sayang, ini kan kesukaanmu" ucap Ibu
"Ibuku sayang tahu saja" ucapku sambil tersenyum
"Cepetan, Ibu sudah tidak tahan susu Ibu mau jatuh ini lho" ucap Ibu sedikit bercanda. Tanpa berlama-lama bercakap aku langsung memposisikan tubuhku dibelakang tubuhnya. Kulepas kaos yang masih aku kenakan dan kupegang pinggul Ibu. Diarahkannya dedek arya oleh tangan Ibu ke vaginanya. Dan perlahan masuk akhirnya blesss....
"Ayo sayanghhh kuwhhh puaskan dirimuhhh argggh puaskanhh Ibuuhhh jugaahhhhhh..."
"kontolmuwh argghh dalam sekali nakkhh tempik Ibu jadi arghhh keenakan owghh lebih dalam nakhhh arghhh lebih kuat lagihh goyangnya... Ibu sukahhh setubuhi rahimm ibuh nakkhh aisshhhh arghhhh"rintih ibu
"tentu saja, akan arya berika kenikmatan padamu bu" ucap Ibu. Aku mulai menggoyang dan menggoyang pinggulku. Diawali dengan goyangan yang lambat, kemudian aku percepat sedikit demi sedikit.
"Aryaaaaaaaaaahhhh.... tempik Ibu keenakan sayaaanggkuwhhhh.... ehmmmmm aishhhhh aftthhhhhh terus sayangkuh terussshhh erghhhhh goyang lebih kerassshhh ibu mau kamu siram rahim ibu nakhhhh arghhhhhhh" racau Ibu
"Iya bu, arya juga keenakanhhh arghhh... nikmat sekali bu... milik Ibu enak... sempithhh... ufthhh" rintihku
Gesekan antara dinding vaginaya dan batang dedek arya semakin intens. Kutarik kedua tangan Ibu kebelakang agar bisa menambah penetrasi dedek arya ke dalam vaginanya.
"Arrghhh ehmmmm... terussshhhh masukan lebih dalam lagi... Ibu menyukainyaaahhhh arghhhh... lebih dalam lagi tanamkanhhhh kontolmu di tempikh ibu ya arghhh begituu arghhhh"
"ibu sukaahhh aishhh... arghhhh... terusshhh sayang ehmmmm aarghhhhh....." desahan dan rintihan keluar dari mulutnya. Aku semakin bersemangat menggoyang pingguulku dengan kedua tanganku masih memegang kedua tangan Ibu kebelakang dan..
"aaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaa.... " ucap Ibu yang kemudian ambruk tersungkur kedepan. Aku kemudian memeluknya dan kedua tanganku tepat meremas susunya.
"Hash hash hash hash hash hash...." suara nafas Ibu
"kamu hash hash belum keluar hash hash sayang hash hash..." ucap ibu
"Pengen keluar dipelukan hash hash Ibu..." ucapku membalas ucapan Ibu
Ibu yang tahu maksudku kemudian membalikan tubuhnya dan terlepaslah dedek arya dari vagina Ibu. Dikangkan kedua kaki Ibu dihadapanku dan kuletakan di pinggulku. Perlahan aku memajukan dedek arya yang masih tegang dan tegang.
"erggghhhh...pelaaannnnn ufthhhh...." rintih Ibu yang mengrenyitkan dahinya
"iya sayangku..." ucapku yang kemudian memeluknya dan mencium bibir indahnya.
"AKU TENGGELAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAM" teriak dedek arya
Perlahan aku mulai menggoyang pinggulku, kurasakan dekapan kaki Ibu pada pinggulku sedikit erat. Aku kemudian bangkit dan ku letakan kedua tanganku di pinggulnya. Kedua tangan Ibu aku posisikan menyilang diperutnya sehingga susunya tampak sekali menyembul. Aku mulai menggoyang secara perlahan dan perlahan semakin cepat dan cepat. Gesekan dinding vagina dan kulit dedek arya semakin terasa kuat dan mantap. Susu Ibu tampak bergoyang naik turun menambah sensasi tersendiri bagiku.
"Argghh arya... janganhhh...arghhh jangan aishhhhh arghhhh owghhh berhenti... teruss sayang terushhh... kontol ka...mu bu...wat... tempik Ibu enaaaakkkkhhh arghhhhh... terussshhhh sayang...."
"Hentakan lebih kerashhhh arghhhh owhhhhhhh ehmmmm.... Ibu suka... Ibu kangenhhh kamuhhh... aryaku sayanghhhh..." rintih Ibu sambil kedua matanya terpejam
"Iya bu... tempik Ibu enakhhhh hash hash buat kontol arya keenakanhhh arya juga kangenhhh ibuhhh... owghhh... Ibu arya suka sekali tempik Ibu arghhhh....." racauku
Aku kemuian menjatuhkan tubuhku dan memeluk Ibu, kuletakan wajahku di samping kepalanya. Jepitan kedua kakinya semakin erat dan pelukan tangan ibu pada tubuhku juga semakin erat. Goyanganku semakin liar dan semakin membuat aku merasakan gesekan-gesekan itu seperti mengamplas dedek arya.
"terusssh sayangkuh... arghhhhh sirami vagina ibu dengan cairanmuwhh owhhhh nak ibu... suka... ibu cinta kamu nakkhhh arghhhh..." ucap Ibu. aku mengangkat kepalaku dan hanya mampu memandangnya, terukir senyum kebahagiaan dari kami berdua.
"Ibu ingin kamu sirami, ibu ingin merasakn kehangatan pejumu nakkk arghhhh ibu cinta kamuwhhh owghhh..." ucap Ibu
"Iya bu akan ku... siramih... vagina Ibu dengan pejukuh owghhh... arya mau kelaurhh bu..." racauku
"Keluarkan... keluarkan di dalam vaginah Ibu.... Ibu juga hampir sampai aryaahhhhh...." racaunya
"Aku keluaaaaaaaaaaaaaaaaaaaarr buu..... cintakuuuuuuuwhhhhhhh" teriakku dan langsung dipeluknya erat tubuhku, kedua kakinya mengapit erat pinggulku. Terasa cairan hangat dari vagina Ibu menyatu dengan cairanku.
Lama kami beristirahat dan Tak ada percakapan diantara kami berdua. Aku kemudian bangkit dan mengambil selimut untuk menutupi tubuh kami berdua. Aku peluk tubuh Ibuku yang masuk dalam dekapanku. Aku peluk tubuhnya dan kudaratkan ciuman hangat pada keningnya.
"so warm..." ucap Ibu lirih
"for you...." jawabku
Akhirnya kami tertidur dan terlelap dalam mimpi. Terasa hangat tubuhnya dalam dekapan tubuhku. Jam berdetak menjadi saksi bisu persetubuhan kami. Malam pun mulai lelah dan menjabat tangan pagi untuk menggantikannya. Dua insan manusia masih berada di dalam sini, lelah dengan peluh kenikmatan.
Aku bangun dan tak kudapati Ibu di sampingku, Kulihat jam dinding di kamarku berdetak kencang. Jam dinding itu mengingatkan aku agar segera bangkit dan mengambil kesempatan untuk berkarya pagi itu. Aku kemudian turun hanya menggunakan celana kolor dengan dada tanpa penutup. Kuambil handuk dan segera kekamar mandi, ketika aku sampai dibawah aku terkejut dengan penampilan Ibu. Telanjang dan hanya menggunakan celemek yang menutupi bagian depannya saja.
"sudah mandi dulu sana" ucap Ibu
"Ehh... kalau Ayah tahu bagaimana?" ucapku
"Diakan pulangnya nanti sore..." jawab Ibu
"MANDI!" ucap Ibu seakan-akan tahu isi pikiranku, langkah kaki yang semula menuju kearahnya kemudan berbelok menuju kamar mandi. Di dalam kamar mandi aku kemudian mulai membersihkan tubuhku yang penuh dengan keringat ini dan bau dari asam asetat ini.
Tok tok tok... ketukan pintuk kamar mandi aku langsung membukanya
"Mau Ibu mandikan?" tanya Ibu yang tersenyum dengan tubuh telanjangnya. Aku terkejut tapi langsung sadar dan mengangguk sekencang-kencangnya dengan senyum lebar. Ibu kemudian masuk lalu menyalakan shower dan berdiri dibelakangku. Aku sedikit mundur agar tidak terkena ir dari shower. Disabuninya punggungku dengan kedua tanganya, ketika usapan sampai pada pinggulku tangan Ibu kemudian bergerak maju mengelus dan mengocok dedek arya dengan lembut. Terasa kehangatan susunya menempel pada punggungku.
"Arghhhmmmm... enak sekali bu... ehmmmm" ucapku yang berdiri tegap didepan Ibu sambil merasakan nikmat elusan dan gesekan susunya pada punggungku
"hmmm... ternyata enakan tangan ya daripada empik Ibu?" ucapnya
"argghh... ya enggak gitu bu, enak semua, malah empik Ibu yang paling enak arhhhmm..." ucapku dengan mata terpejam menikmat sensasi mandi sabun ini
Didorongnya maju tubuhku hingga terguyur oleh air shower, dipeluknya tubuhku deng usapan-usapan pada dadaku. Ku arahkan kedua tanganku ke belakang dan memeluknya. Aku akhirnya berbalik dan diusapnya seluruh tubuhku hingga tak ada sabun lagi yang tersisa. Ibu kemudian turun dan semakin turun, diciumnya ujung dedek arya dengan bibir manis yang dihiasi oleh senyumanya. Dijilatinya ujung dedek arya hingga ke pangkal dedek arya, dikulum-kulumnya zakar dedek arya. Aku semakin tidak tahan dengan permainan Ibu, kuangkat tubuhnya dan ku posisikan menungging dengan kedua tangannya bertumpu pada pinggir bak mandi. Kuarahkan dengan tepat dedek arya dan sleebbb masuklah dedek arya ke dalam vaginanya. Aku mulai menggoyang pinggulku secara perlahan.
"Pelan-pelan saja sayang erghhh sabuni tubuh Ibu sekalian arghhh" ucap Ibu, segera kuraih sabun mandi cair dan kutumpahkan kepunggungnya sambil masih menggoyang pelan pinggul.
"Tubuh Ibu bagus... jagan dikasihkan ayah lagi ya bu" ucapku sambil mengusap-usap punggungnya, kemudian tubuhku sedikit membungkuk dan kedua tanganku mengusap serta meremas susu Ibu.
"Kamu suka susu Ibu ya?" ucapnya sambil kepalanya menoleh mencoba melihatku yang ada dibelakangnya
"Iya bu, besar dan kencang" ucapku sambil memainkan puting susunya
"besok istri kamu, Ibu kasih ramuannya biar kamu betah dirumah" ucapnya
"Jangan bilang masalah istri dulu bu, sekarang aku dan Ibu" ucapku tampak senyuman diwajahnya, senyum bahagia atas ucapanku. Setelah semua tubuh Ibu aku sabuni aku arahkan tubuhnya untuk bertumpu pada tembok dibawa shower. Rambut yang di kucir sanggulpun akhirnya terurai. Pemandangan yang jarang sekali aku lihat, karena selama ini rambutnya selalu dalam keadaan digelung kebelakang. Kupegang pinggang Ibu dan aku mulai menggoyang dengan cepat.
"Arrghhh... Ibu aku ingin melihat rambut panjang Ibu, aku suka bu... catikhhh arghhhhh... bu tempik Ibu nyepit arya" ucapku
"iyah nakh erhmmmm... terus goyang nakkhhhh arghhh... buat Ibu keluar nakhhh"
"Buat ibu keluar dengan kontolhh arghhh kamuhhh...aishhhhhh arghhhhh ah ah ah ah ah" racaunya
Akupun semakin mempercepat goyanganku dengan memgang pinggulnya. Ku percepat laju dedek arya dalam vaginanya hingga tubuh ibu melengking bergoyang tak tentu arah. Aku semakin menikmati sensasi ini kubungkukan tubuhku dan kuremas susunya yang menggantung itu.
"Owgghhh bu, aku ingin menyetubuhi ibu selalu arghhhh enakkhhh sekali bu... aku ingin begini terusssh arhhhhh aku ingin keluar dirahim ibu arghhhh... cumahhh Ibu yang bisahhh bikinhh aryah cepathh keluarhhhh arghhhhhh" racauku
"Keluarkanhh keluarkan nakhhh owgh buat ibu juga keluar sirami rahim Ibu dengan pejumu nakhhh owghhh...."
"kontolmuwhh... Ibu suka kontolmuwhhh aaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaahhhhh"
Crooot crooot crooot crooot crooot crooot crooot crooot crooot crooot
Bersamaan dengan keluarnya cairan hangat ibu keluar pula cairan hangatku dan bersatu. Segera ibu melepaskan dedek arya di dalam vaginanya dan berbalik ke arahku. Dipeluknya aku, wajahnya menengadah keatas, bibirnya terbuka mengharap sebuah ciuman hangat dari bibirku. Kuhempaskan bibirku di bibirnya hingga lidah kami bertautan. Pelukan hangatnya membuat dinginnya air yang berjatuhan dari shower tak terasa. Akhirnya kami saling memandikan tubuh kami dan mengakhiri permainan kami. Kamar mandi ini menjadi saksi bisu permainan kami.
Aku duduk termenung di pinggir kamarku, pandanganku menyapu seluruh ruang kamarku. Memikirkan tentang semua yang terjadi, hingga kudengar sura yang sudah tak asing lagi membuyarkan lamunanku, Ayah. Aku kemudian turun menyambut kedatangannya, melempar senyum yang tak terbalas olehnya. Ayah langsung berganti pakaian dan duduk santai dipekarangan, kudengar percakapan-percakapanya di sematponnya, tak ada yang menarik. Ibu menyuruhku naik keatas agar tidak kena marah jika saja nanti secara tiba-tiba ayah marah-marah lagi. Aku kemudian melangkah ke atas, Ibu hanya duduk bersantai di depan TV, dilemparnya cium jauhnya kepadaku dan aku langsung menangkapnya.
Berada di dalam kamar, kukunci pintu kamarku. Segera aku menyalakan komputerku, kuhubungkan sematponku dan Flashdiskku. Kupindahkan semua file dokumen-dokumen yang telah aku salin dari laptop om nico. Ku lihat satu persatu dokumen-dokumen hasil pemindaian (scanning) ini, semua mengenai bukti transfer dan beberapa dokumen yang menunjukan penggelapan uang pemerintah. Dari semua dokumen yang aku lihat ternyata semua instansi pemerintah ikut di dalamnya. Dilihat dari tahun dokumen-dokumen ini, sudah sangat lama sejak aku berumur dua tahun. Kemudian aku cocokan dengan tahun dimana kakek warno (kakek Ibuku) menjabat kepala daerah. Dan ternyata semua dokumen-dokumen ini paling lama adalah ketika 3 tahun sebelum kakek pensiun dari kepala daerah. Yang berarti 3 tahun sebelum kakek warno berhenti dari jabatanya, Ayah dan Om nico berserta kroni-kroninya sudah mulai mengambil sesuatu yang bukan haknya. Yang menjadi pertanyaanku, Apakah kakek warno juga terlibat dengan kejadian ini? atau adakah sesuatu yang lainnya?
Kuambil dan Kunyalakan sematpon temuanku milik KS. Beberapa pesan BBM masuk dan beberapa ada yang berasal dari Ayahku. Tapi hanya berupa ancaman-ancaman saja yang tidak aku gubris sama sekali. Aku kemudian membuka grup yang diikuti oleh KS yang sebelumnya belum pernah aku buka. Grup Wonge Dewe, beberapa pesan aku baca dengan seksama, semuanya hanya berisi banyolan dan gurauan dari mereka. Beberapa dari nama anggota grup menggunakan nama samaran. Pesan-pesan itu adalah pesan yang baru, dimuali dari bulan kedua, mungkin mereka sudah membicarakan ini semua sehingga mereka sudah mulai berkomunikasi via BBM lagi. Kuamati beberapa foto yang ada di kontak grup tersebut, tampak begitu familiar. Aku kembali lagi pada komputerku dan ku browsing dan mencari tahu siapa saja kepala instansi didaerahku. Dan setelah semua aku temukan dan kusamakan dengan foto yang berada di grup, sama. Jadi semua kepala instansi pemerintah disini adalah PK (Pelaku Korupsi).
Jantungku berdegup sangat kencang, keringat berkucuran menyaksikan semua foto yang tertampang di komputerku adalah sama dengan foto pada Display Picture anggota gru tersebut. Bagaimana ini? mana mungkin aku bisa menjatuhkan mereka semua? Menjatuhkan dua orang yang sangat dekat denganku saja aku kesulitan. Walaupun ada Pak Wan dan beberapa abdi kakek yang dikota ini, ditambah dengan ucapan wongso saat itu, mustahil bisa menghancurkan kepala-kepala instansi ini. sedikit iseng aku buka file video yang ikut tersalin itu, hadeeeeeh video anjing dan tuan lagi, dan langsung aku tutup.
Aku kemudian membuka email, om nico yang aku ketahui sebelumnya dari permainan seks dengan tante ima. Ku buka satu persatu email yang masuk, dimulai dari bulan kesatu, kemungkinan ini adalah waktu setelah surat Ayah sampai pada om nico. Beberapa email lama tidak ada yang menarik hanya percakapan akan ketakutan mereka mengenai semoatpon KS yang ditemukan oleh seseorang. Hingga pada terbaru, yang baru saja terkirim ada sebuah pesan yang penuh dengan teka-teki.
Sial, kenapa juga mereka beremail penuh dengan teka-teki seperti ini. aku benar-benar bingung sekali. Padahal jika mereka diawasi kenapa percakapan mereka tidak menggunakan kode semua, kenapa pada awal sebelum pesan dari si buku, si aspal dan si tukang itu tidak menggunakan kode. Sebenarnya mereka penjahat kelas kakap atau kelas teri sich? Dan siapa mereka?
Ada kabar gembira untuk kita semua, kulit durian sekarang ada ekstraknya... bunyi ringtone sms sematponku. Ajeng
Deg... ajeng? Kenapa dia sms aku? Padahal aku yang ingin menemuinya? Ada apa sebenarnya? Apakah dia sudah mengetahui aku sedang dalam misi?
Aku pun menyanggupinya, ku simpan file-file itu dalam folder tertentu dan aku hidden. Sematponku KS aku simpan di tempat yang teraman. Segera aku persiapkan diriku dan turun kebawah. Aku kemudian pamit kepada Ayahku, dan Ibuku, sedikit aku ceritakan dengan berbisik di dalam garasi tentang semua yang baru saja aku dapatkan. Ibu menyarankan kepadaku agar berhati-hati pada Ajeng. Wushhhh.... REVIA aku kendarai dengan cepat, karena pertemuan dengan ajeng pukul 16:30. Segera aku pacu lebih cepat lagi menuju tempat yang memang enak untuk nongkrong. Sebuah bibir pantai yang dinormalisasi dengan dinding pembatas. Ku parkir REVIA dan segera aku menuju ke tempat itu. Tampak seorang perempuan berkulit putih, perempuan yang dulu aku dambakan untuk menjadi kekasihku sedang bersandar pada pagar pembatas menungguk kehadiranku. Aku melangkah semakin dekat denganya, jarak antara aku dan dia hanya 5 meter saja. Perempuan yang dulu pertama kali aku mengenalnya tampak begitu culun tetapi sekarang sangat berbeda. Perempuan berdarah tiong hua itu kemudian menoleh ke arahku.
"Masih ingat tempat ini Ar?" ucap perempuan itu, Ajeng
Perempuan berparas cantik ini menoleh kearahku yang berada di kanannya dengan senyum yang menawan. Matanya yang tampak sipit itu dihiasi dengan ukiran dari kontak lens yang berwarna biru muda. Langkahku terhenti dan tak dapat aku berkata melihat sesosok perempuan dengan rok berumbai selutut dengan dress tanpa lengan berwarna putih bersih semua selaras dengan kulitnya. Tas kecil seukuran sematpon berukuran 5 inch itu digantungkannya pada bahu kananya. Perempuan itu kemudian menoleh kembali ke arah laut luas.
“Masih ingat tidak Ar?” tanyanya yang kembali membuyarkan lamunanku
“Masih...” ucapku
“Tempat apa ini?” tanyanya kembali
“Haaaaah... Tempat pertama kali aku mengajakmu jalan-jalan untuk menunjukan keindahan daerah tempatku tinggal. Ya kan karena kamu bukan orang asli sini he he he...” ucapku
“terima kasih sudah mengingatkan, tapi bagiku... sssssh aaaaaaaaahhh” ucapnya diakhiri helaan nafas panjang
“ini adalah tempat paling indah bagiku, paling romantis yang pernah aku datangi” ucapnya, Aku hanya diam sambil bersandar pada dinding pembatas pantai itu.
“Dua minggu lagi aku akan menikah Ar dan aku akan cuti selama satu tahun, hanya itu yang ingin aku katakan kepadamu” lanjutnya dengan senyum yang tersungginng di bibirnya, sebuah kenyataan yang membuat aku lebih tambah terkejut
“tapi jika kamu menikah bagaimana dengan Rahman?” ucapku
“Rahman? aku sudah tidak mempedulikannya” ucapnya seketika itu membuatku terbakar emosi
”Apa maksudmu berkata seperti itu?” Tanyaku
“Apa kurang jelas? aku tidak mempedulikannya dan aku tidak akan pernah peduli lagi dengannya” ucapnya santai
“bagaimana mungkin kamu bisa berkata seperti itu?” ucapku
“karena aku tidak pernah memiliki perasaan kepada dia” ucapnya dengan santai
“BAGAIMANA MUNGKIN KAMU MENJALIN HUBUNGAN DENGAN RAHMAN SEJAK SEMESTER 2 HINGGA SEKARANG DAN KAMU TINGGALKAN BEGITU SAJA? SETELAH SEMUA DIBERIKAN RAHMAN KEPADAMU DAN KAMU MENGHIANATINYA DENGAN SEPERTI INI!” bentakku sambil merubah posisi tubuhku ke arahnya
“Aku menghianatinya? Dia yang sudah menghianatiku selama ini, tapi aku tetap diam! Kamu! Kamuu yag selama ini tidak pernah mengerti perasaanku selama bersama dia!” bentaknya yang sekarang menghadapku
“OH YA, AKU TIDAK MENGERTI??? HA HA HA BAGAIMANA KAMU MENJELASKAN TENTANG MEMATA-MATAI DIA DAN MENJADI PESEURUH AYAHNYA, DAN MENGERUK SEMUA KEUNTUNGAN, APAKAH ITU SUATU KEJUJURAN DALAM SEBUAH HUBUNGAN!” bentakku lagi
“Kamu tidak pernah bisa tahu dan mengerti! Aku selama ini yang menyaksikannya bermain dengan teman-teman kosku, aku melihatnya sendiri Ar hiks hiks hiks dia bermain cinta dengan teman-teman kosku hiks hiks” ucapnya dengan tersengal-sengal, nada suaranya semakin menurun, aku tertegun
“Aku bukan hiks hiks hiks pesuruh ayahnya, om nico hanya memintaku untuk mengetahui jumlah tabungannya hanya itu saja tidak lebih, dan aku baru berkomunikasi dengannya juga baru satu kali saja tidak lebih ar hiks hiks hiks aku tidak pernah meminta sepeser pun dari rahman aryaaaa hiks hiks hiks” jelasnya, sebuah pernyataan yang menusuk di dalam hatiku. Perkiraanku selama ini salah kaprah, tidak ada yang benar, ajeng bukan salah satu anggota dari kumpulan ayah dan om nico.
“Ta... ta... tapi kamu juga ikut bermain kan? Rahman selalu cerita seperti itu kepadaku” ucapku tertatih-tatih
“Aku bukan wanita murahan seperti yang kamu kira Ar! Aku masih punya harga diri, dan aku masih punya cinta untuk seseorang yang selama ini hanya mampu aku pandang tanpa bisa aku genggam hiks hiks hiks” ucapnya sedikit membentakku. Aku bingung, semua cerita rahman mengenai dia sudah bermain cinta dengan ajeng adalah kebohongan, ajeng pesuruh om nico juga salah.
“Aku tidak mencintainya sama sekali, dia terlalu sering menyakitiku! Bermain cinta dengan teman kosku! Aku memutuskan menikah karena dia tidak pernah serius menjalin hubungan denganku!” bentaknya
“Ta... ta... pi kan bisaaaa dibicarakan ter..lebih dahulu jeng?” ucapku yang masih kebingungan
“AKU TIDAK PERNAH MENCINTAINYA AR, AKU TIDAK PERNAH, SAMA SEKALI TAK ADA CINTA UNTUKNYA, DAN AKU TIDAK PERNAH MENGGUNAKAN UANGNYA SEPSERPUN, AKU BUKAN PEREMPUAN MATERIALISTIS!” bentaknya kepadaku. Aku semakin terkejut dengan pernyataan-pernytaannya membuatku semakinmarah karena dia telah membohongi rahman, walau rahman juga membohongiku
“Ta... ta... ta... pi Kenapa kamu menjalin hubungan dengannya? PADA AKHIRNYA KAMU MENINGGALKANNYA, AKU YAKIN RAHMAN BISA BERUBAH!” ucapku kemudian menjadi sebuah bentakan
“Karena aku hiks hiks hiks hiks ingin selalu memandangmu dan dekat denganmu hiks hiks hiks... Aku...” ucapnya tersengal dengan kedua tangan menggenggam dan lurus degan tubuhnya,
“Aku... Aku... Aku mencintaimu ar, aku mencintaimu, AKU MENCINTAIMU ARYA!” teriaknya keras.
Tubuh ini serasa lemas mendengar teriakan itu, bagai gempuran ombak yang menghantam benteng pasir hingga roboh. Bagai sebuah anak panah yang menembus jantungku. Suara deburan ombak dan hembusan angin tak lagi terdengar ditelingaku, seakan-akan semua menjadi bisu dan membisu. Tak ada suara lagi yang aku dengar hanya sebuah tangisan dari seorang perempuan yang selama ini aku nilai keburukannya saja.
“aku menerima rahman karena kamu selama ini tidak pernah peka terhadap perhatianku hiks hiks hiks, kita berbeda jurusan membuat aku semakin rindu bertemu denganmu hiks hiks hiks, aku mencoba dan selalu mencoba untuk main ke kampus kamu hanya untuk melihatmu dan menyapamu tapi tanggapanmu biasa-biasa saja hiks hiks hiks” jelasnya
“Itu karena rahman mengatakan kepadaku dia suka kepadamu, ma...ka...nya a...ku mun...dur” ucapku semakin lama nada suaraku semakin turun dan mengecil
“Alasanku, agar aku bisa melihatmu, sebatas melihatmu saja AKU SUDAH BAHAGIA!” ucapnya diakhiri sebuah bentakan kepadaku, jarakku dan dia masih jauh walau kami berhadap-hadapan satu sama lain
“Maaf...” ucapku lirih
“Maaf Ar? Hanya itu Ar yang kamu ucapkan kepadaku?!” bentaknya
“Ajeng! Seandainya saja kamu menolak rahman mungkin...” lidahku mulai kelu untuk mengucapkan kata-kata berikutnya, kepalaku kembali tertunduk menyesali semua yang telah terjadi
“Mungkin apa? Aku tahu kamu Ar, aku tahu segalanya tentang kamu! Kamu tidak akan pernah tega terhadap sahabatmu! Jika aku menolaknya sekalipun kamu tetap akan diam dan diam! Dan itu... hiks hiks hiks yang akan membuatku semakin jauh darimu, aku tidak ingin jauh darimu aryaaaa hiks hiks hiks hisk” ucapnya dengan tangis yang menjadi-jadi dia kemudian duduk dengan kaki dilipat didepan dadanya membelakangi pantai. Tangannya memeluk kedua kakinya itu, hembusan angin dari pantai membuat rambut panjangnya menutupi sebagian wajahnya. Ku beranikan diriku untuk memandangnya.
“Kenapa kamu bisa mencintaiku seperti ini?” ucapku lirih
“Karena kamu ksatriaku... ksatria yang melindungiku ketika pertama kali aku melihatmu dengan tatapan yang selalu melindungi yang lemah, ketika...“ ucapnya lirih yang kemudian menginngatkanku kepada sebuah kejadian dimasa Orientasi Mahasiswa
......................
.......
“mungkin kamu sudah tidak ingat lagi” ucap ajeng
“Aku masih ingat jeng, dan masih tersimpan dalam memori ingatanku” ucapku sambil melangkah dan duduk disampingnya. Disandarkannya kepalanya pada pundakku
“Maaf... jika selama ini aku tidak bisa melihat itu semua” ucapku
“hiks hiks hiks, ndak papa ar, semua sudah terjadi dan tidak bisa diulangi lagi” ucap ajeng yang kemudian memeluk tubuhku dari samping, aku pun merangkulkan tangan kiriku di pundaknya kaki kananku selonjor kedepan.
“Aku sangat mencintaimu Ar...” ucapnya
“Apakah kamu mempunyai perasaan yang sama kepadaku Ar?” tanyanya
“Ya, tapi dulu jeng, maaf sekarang aku sayang kepadamu sebagai seorang sahabat” ucapku
“Terima kasih, itu sudah membuatku bahagia Ar, sangat bahagia walaupun perasaan itu sudah berlalu” ucapnya sedikit tersengal
“Kamu tahu, Ar, hal inilah yan ingin aku lakukan selama ini, memelukmu dengan sangat erat” ucapnya sembari memelukku erat
Aku tidak tahu apa yang akan terjadi selama ini, kenyataan demi kenyataan pahit hadir didepan kedua mataku. Membuat aku terjebak didalamnya, bagaimana mungkin aku bisa keluar dari semua ini jika semua yang aku prediksikan selalu meleset. Rasanya ingin sekali aku menyuruh Down hill menghentikan cerita ini, dasar penulis cerita selalu menempatkan tokohnya di tengah-tengah kegelisahan ini.
“Ar...” ucap Ajeng
“ya...” balasku
“aku punya satu permintaan terakhir, aku berharap kamu mau memenuhinya...” ucap ajeng
“jika memang bisa, aku akan memenuhi semua permintaanmu” ucapku dengan tegas, dia tersenyum kepadaku
“Aku ingin...” ucapnya terpotong
“ya...” jawabku santai
“Aku ingin, kamulah yang menyentuh tubuhku untuk pertama kalinya dan bukan yang akan menjadi suamiku” ucap ajeng membuatku melongo dan bertingkah amburadul ketika mendengar itu tapi pelukan ajeng tak bisa membuatku lepas darinya. Aku mencoba menenangkan diriku lagi.
“Jeng, kamu sudah menjaganya selama ini. dan aku berharap kamu memberikan mahkotamu kepada suamimu” ucapku mencoba bijaksana dan berwibawa
“Aku sudah mengatakan kepada calonku jika aku sudah tidak perawan lagi, dan dia mau menerimanya” ucap ajeng santai sambil meletakan kepalanya didadaku dan memelukku erat semakin erat
“Aku tidak bisa jeng” ucapku lirih, tiba-tiba saja ajeng melepaskan pelukankku. Wajahnya penuh dengan kekecewaan. Kupeluk tubuh erat sembari aku daratkan kecupan pada keningnya.
“Jeng, walau ada cinta diantara kita bukan berarti kamu harus menyerahkannya kepadaku, biarkan dia yang akan menjadi penjagamu yang mendapatkannya, dialah yang akan bersamamu hingga akhir hayatmu, bukan aku”
“Perjalanan hidupmu masih panjang, pastinya dia juga akan memberikan kebahagiaan untukmu bahkan lebih bisa membuatmu bahagia daripada aku yang ada disini sekarang, kebahagiaanya adalah ketika kamu memberikan mahkotamu dan setelahnya dia juga akan memberikan kebahagiaan kepadamu, walau terkadang dalam perjalanan hidup ada manis dan pahit”
“Jangan kamu berpikir hanya denganku kamu bisa bahagia, Dia disana juga memiliki rencana tersendiri untuk kebahagiaanmu, jika dia adalah nadimu maka dihari pernikahanmu hingga matimu dia akan bersamamu, jika bukan, pasti akan ada sebuah kebenaran yang ditunjukan kepadamu”ucapku
“Begitulah kamu Ar...”
“Selalu saja bisa membuat pikiran seseorang berubah-ubah, kamu bisa membuat keyakinan menjadi keraguan dan membuat semua keraguan menjadi sebuah keyakinan” ucapnya kemudian Ajeng melepas pelukanku dan berdiri
“AAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAA....” teriaknya sambil menghadap ke pantai
“Arya... Arya... Hmmmm... terima kasih”
“terima kasih sudah mengingatkan aku...” ucapnya kemudian aku berdiri disampingnya
Aku kemudian berdiri dan kupeluk ajeng dengan sangat erat, balasan pelukan pun aku dapatkan darinya. Memang terpancar dari wajahnya sebuah kekecewaan namun senyuman dari biibrnya menghapus itu semua. Harapaku kepadanya adalah agar dia tidak melakukan tindakan gila atau apapun itu. Akhirnya matahari terbenam, malam telah menggeser sinar mentari. Aku dan ajeng kemudian berpisah dengan sebuah perpisahan yang penuh dengan haru dan senyuman. Aku berpesan kepada ajeng agar tidak memberitahukan kepada Rahman. Kucoba menghubungi Rahman pada saat itu, dia sedang berlibur menenangkan pikirannya. Entah ada apa dengan dia. Aku arahkan motorku ke arah rumahku dan pulang dengan perasaan gelisah.
Akhirnya aku sampai di rumahku, kulihat Ayah sedang bercengkrama dengan telepon genggamnya didepan rumah. Aku salim kepada Ayahku dan masuk ke dalam rumah. Terlihat Ibu yang sedang asyik menonton acara televisi. Kulihat senyumannya tapi tetap saja tidak membuat hatiku kembali bergembira. Ibu seakan tahu perasaanku dan menepuk sofa disampingnya. Aku duduk disamping Ibu, dipeluknya kepalaku di dadanya dan dielus-elus. Ibu kemudian memintaku bercerita mengenai apa yang terjadi. Dan kuceritakan secara detail semua yang terjadi di pantai itu, dan semua tentang penilaianku yang salah.
“Berarti dia orang baik”
“Hmmm... kalau yang terakhir itu kelihatannya Ibu harus cemburu dech hi hi hi” ucap Ibu ku menggodaku
“Tidak tahu bu” ucapku sembari memasukan kepalaku dalam pelukannya
“Laki-laki harus bertanggung jawab” ucap Ibu
“Aku seperti seorang penjahat bu, ndak ada bedanya dengan yang didepan” ucapku
“Beda, sangat berbeda.. kamu dan dia bagai bumi dan langit, dia pemaksa dan rakus, sedangkan kamu dipaksa dan kalem, baik lagi hi hi hi” ucap Ibu
“Bu..” ucapku
“ingatlah jangan pernah kamu membuat sakit hati seorang perempuan karena itu berarti kamu juga membuat sakit hati Ibu,”
“Sudah sana istirahat dulu” ucap Ibu, aku kemudian bangkit dan menuju kamarku
“beberapa hari kedepan puasa dulu ya sayang hi hi hi” ucap Ibu menggodaku, sambil menunjuk kearah depan dimana Ayahku berada. Aku hanya mengangguk dengan senyuman dan kembali melangkah menuju kamarku.
Aku hempaskan tubuhku di kasur, tempat tidurku. Melayang pandanganku, menyapu semua sudut langit kamarku. Aku linlung dan bimbang dengan semua keadaan ini, belum lagi misteri dari email itu belum juga terpecahkan. Apakah aku harus menyerah sampai disini?
Tak gendong kemana-mana tak gendong kemana-mana... bunyi ringtone sematponku. Bu Dian.
“Halo, selamat malam bu dian”
“Haloooooo, apa kabar arya?”
“B... Ba... Baik bu, Apa kabar bu? Kok kelihatanya gembira sekali bu? Ada yang bisa saya bantu”
Tiba-tiba Ibu masuk dan duduk disebelah kiriku dan menempelkan telinganya di sematpon yang aku tempelkan ditelingaku
“Kabar baik dan tentunya bahagia dong, kan KTI yang kita buat juara satu, oh ya sesuai janjiku aku ajak kamu makan-makan, mau tidak?”
“Eeeee... apa tidak merepotkan?”
Tiba-tiba ibu, dengan gerak bibirnya dan pukulan dikepalakku menyuruhku untuk meng-iyakanya
“Tidak merepotkan, tapi kamu harus memberi saya hadiah dulu, baru nanti saya traktir bagaimana?”
“wah kok begitu bu, kan yang dapat juara Bu Dian, ya seharusnya bu dian yang beri saya hadiah dong”
“Ya tidak bisa, saya maunya ucapan selamat kamu berupa hadiah, gitu ya? Besok minggu kamu kerumah saya nanti kita keluar makan bersama”
“Eh... iya bu iya, tapi apa sebaiknya kita langsung ketemu di tempat makan saja gitu bu, takutnya nanti pacar Ibu tahu terus marah”
“saya tidak punya pacar, saya tunggu kamu besok minggu beserta hadiahnya titik, dah dulu ya ini taksinya sudah sampai rumah. Daaaaaaaaaaaaaagghhhh” tuuuuuuuuut
Aku memandang telepon cerdasku seakan tidak percaya dengan apa yang terjadi baru saja. Setiap kata-kata dari Bu dian mulai aku cerna, baru saja ada kegelisahan ini malah ditambah lagi kegelisahan lain. Banyak pertanyaan belum terjawab eh dapat pertanyaan lagi. Beberapa saat aku sadar bahwa Ibu tiba-tiba melangkah keluar, aku takut jika ibu marah kepadaku. Tapi selang beberapa saat Ibu masuk kedalam membawa sebuah kotak.
“Ini buat Bu Dian, sebuah gelang terbuat dari campuran emas kuning dan platina, ini pemberian Nenek Mahesawati”
“Berikan pada dia, dan katakan ini pemberian dari Ibu karena kamu lagi kanker alias kantong kering hi hi hi” ucap Ibu
“Eh... apa tidak sayang bu? Kan ini milik Ibu” ucapku
“Ibu suka sama itu siapa?Dian ya, Ibu mau kamu sama dia walaupun itu mustahul siiiich....”
“tapi ingat sebelum kamu sama dia kamu harus selesaikan dulu masalah kamu, okay? Are you understand honey?” ucap Ibu
“I’m Understand Mom, but...” ucapku
“Tidak ada tapi-tapian... Ibu tidak akan cemburu, karena kamu kalau dirumah milik Ibu hi hi hi”
“Sudah tidur sana, bobo cantik cintaku cup...” ucap Ibu sambil mendaratkan kecupan di keningku
Ibu kemudian meninggalkan kamarku, Aku lepas semua pakaianku dan berganti dengan kaos dan celana pendek. Aku pun merebahkan tubuh dan kutarik selimut menutupi tubuhku. Tubuh yang selama ini tenggelam ke dalam dekapan beberapa wanita.
Pelangi pelangi alangkah indahmu merah kuning hijau dilangit yang biru... ringtone sms. Budhe
Lho, tadi dia bilang mblo sekarang arya pake sayang lagi. Masa bodohlah, yang penting sekarang saatnya tidur pulas.
Aku pun akhirnya terlelap dalam tidurku hingga pagi menjelang. Tak ada yang istimewa selama aku berada dirumah dengan kehadiran Ayahku disini. Aku pun berakting layaknya anak yang baik baginya, setiap pembicaraanya ditelepon selalu aku mencoba untuk menguping. Tetapi semuanya sia-sia tak pernah ada percakapan penting yang aku dengan darinya. Hingga hari minggu pun tiba, tepat pukul 17:00 aku pamit kepada kedua orang tuaku untuk keluar main. Ayah Ibuku mengijinkan aku untu kkeluar. Kukendarai REVIA dengan laju kencang sekencang angin hingga sampailah aku di tempat dimana seorang bidadari tinggal, Rumah bu Dian. Kupencet bel dan keluarlah seorang wanita cantik dengan meneteng Helm dari dalam rumahnya. Menggunakan kaos ketat seperti tank-top dan di lengkapi dengan jaket kain yang menutupi lenganya, belahan dada pada kaos ketatnya pun tidak rendah, menutupi semua bagian dadanya. Celana kain longgar menutupi kaki jenjangnya yang dihiasi sandal berhak 3 cm, mungkin. Dia kemudian keluar dari gerbang rumah dan berdiri dihadapanku. Aku terkesima dengan kecantikan wanita ini, ah seandainya saja dia pacarku.
“Okay, I’m ready but...mmmm”
“My gift?” ucap bu Dian, aku kemudian mengeluarkan kotak yang sudah aku bungkus kado dan langsung dibukanya
“Oh ya saya lupa, ini bu” ucapku seraya memberikan hadiah pemberian Ibu. Bu Dian langsung membukanya dan takjub dengan gelang itu.
“Hmm... bagus juga, mahal ya ini? padahal saya kan Cuma bercanda hi hi hi” ucap bu dian
“itu pemberian Ibu buat Bu Dian” ucapku santai
“Eh...” bu dian tampak kaget dengan kata-kataku
“Beneran dari Ibu kamu? Apa tidak sayang?” ucap Bu Dian
“Lha Bu Dian mau tidak? Kalau tidak akan saya ganti” ucapku
“Mau kok” ucapnya dengan wajah memerah, entah kenapa dia merasa malu
“Terima kasih ya” ucapnya dengan senyuman
Akhirnya kami berboncengan menuju jalan sebuah cafe sederhana di daerah ini. Dalam perjalanan tiba-tiba saja kedua tangan Bu Dian memeluk perutku, aku hanya mendiamkannya. Namun semakin lama tubuh Bu Dian semakin melekat pada tubuhku dan pelukannya semakin erat. Aku sebenarnya agak sedikit frogi dengan perlakuan Bu Dian kali ini. Kurang lebih setengah jam perjalanan kita sampai pada tujuan. Kami duduk berhadapan satu sama lain di tempat yang lumayan romantis, karena tempat makan kami terletak di dekat taman yang berada di dalam cafe tersebut. Akhirnya kami memesan makanan, dan yang kami pesan adalah sama.
“Kamu tidak apa-apakan aku ajak makan kesini?” ucap Bu Dian
“Tidak Bu, memangnya kenapa?” tanyaku
“Mungkin saja cewek kamu marah begitu” ucap Bu Dian
“Saya belum punya Bu, ya mungkin saja Pacarnya Bu Dian yang marah” ucapku
“Saya juga sama belum ada...” ucapnya penuh senyuman manis
“Ya ini sebagai tanda terima kasihku karena kamu telah membantuku selama in”
“Oia kalau diluar panggil nama saja ndak papa, lagian palingan jarak umur kita tidak begitu jauh” ucap Bu Dian
“Wah ndak terbiasa bu he he he”
“Kalau mbak saja bagaimana Bu?” ucapku
“Okay, ndak masalah, tapi usahakan untuk memanggil namaku ketika diluar ya, kalau bisa” ucap Bu Dian
Akhirnya makanan datang, kami pun segera melahap makanan yang sudah ada di meja. Aku yang berada didepannya selalu mencuri-curi pandang wajah manis Bu Dian. Walau terkadang aku juga merasa diamati oleh Bu Dian sendiri. Ditengan-tengah acara makan malam ini kami pun sedikit berbincang-bincang mengenai keseharian masing-masing.
Braaaak.... tiba-tiba seorang lelaki menggebrak meja makan kami
Cepraaaaaaaaaat... minumanku di siramkannya di wajahku
Di sebuah cafe yang terletak lumayan jauh dari perumahan ELITE, perumahan dimana Wanita cantik yang bersamaku ini tinggal. Aku diajak oleh wanita ini untuk makan malam bersama, kami mengobrol banyak mengenai beberapa hal yang bisa kami bicarakan untuk mencairkan suasana. Tatapan matanya ketika berbicara kadang sangat tajam menuju kearah bola mata ini. Tatapan mata yang tajam dan penuh arti yang tak bisa aku terjemahkan dalam kalimat. Suatu pemandangan aneh memang ketika seorang wanita cantik dengan gelar pendidikan yang tinggi serta kesehariannya mengajarku sekarang mengajakku untuk makan malam. Terbesit dalam pikiranku kalau wanita di depanku saat ini adalah seorang wanita yang sedang jatuh cinta kepadaku, tapi pikiran itu selalu aku buang jauh-jauh dan hanya aku gantung sebagai sebuah angan yang tak mungkin aku raih.
Setiap kumpulan makanan yang berada di alat makanku kadang aku diamkan sejenak ketika aku angkat hanya untuk mencoba melihat wajah cantik dan manisnya itu hanya untuk meluhatnya walau sebentar saja. Senyumannya kadang membuatku semakin gugup, kadang membuatku terbang ke awang-awang, kadang pula aku sedikit tidak percaya dengan apa yang terjadi di malam ini, apakah aku sedang bermimpi? Itulah pertanyaan yang tepat di malam ini. Namun kebahagiaan itu dalam sekejap berubah menjadi sebuah tempat gelap nan kelam bagiku.
Braaaak.... tiba-tiba seorang lelaki menggebrak meja makan kami, sempat aku melihat seorang lelaki dengan postur tubuh tinggi dan berkulit putih. Memakai HEM dan di lengkapi oleh jas berwarna abu-abu serta celana berwarna hitam.
Cepraaaaaaaaaat... minumanku di siramkannya di wajahku, aku tekejut dan kelabakan. Ada beberapa molekul-molekul dalam minuman itu masuk ke dalam mataku. Pedih rasanya mata ini, tanganku yang semula memgang alat makan langsung kulepas. Kedua tanganku mengucek-ucek kedua mata ini walau terasa semakin perih.
“DASAR LAKI-LAKI TIDAK TAHU MALU, BERANINYA MENGAJAK JALAN CEWEK ORANG!” bentak laki-laki tersebut yang tak bisa aku lihat ekspresi wajahnya karena perihnya mata ini
“Lucas, Apa-apaan kamu ini? Jangan sembarangan!” bentak bu Dian
“Lucas, siapa lucas? Kenapa dia marah kepadaku? Pedih sekali mataku, Sial! Tisu, aku butuh tisu dan air” bathinku
Kulepaskan kucekan pada mata kiriku, tangan kiriku mencoba meraih tisu makan yang ada di meja. Pandanganku sedikit buram, semua nge-blur, walau buram aku masih dapat melihat Bu Dian yang nampak berdiri, kedua tangannya memegang tangan kanan Lucas. Kudengar pertengkaran antara mereka berdua, dimana bu Dian mencoba untuk menarik Lucas dan Lucas mencoba untu kmemberiku sebuah “Hadiah”. Kualihkan pandanganku ke tisu makan walau sedikit buram aku masih bisa melihatnya. Kusentuh bagian ujung tisu makan yang ada di meja itu dan BUGHH! Sebuah hantaman keras mengenai pipi kiriku dengan posisiku yang tidak siap menerima pukulan keras. Aku terjatuh kelantai disebelah kananku, tangan kananku mencoba untuk menahan laju tubuhku tetapi karena pukulan itu datang tiba-tiba aku terjatuh ditambah lagi kaki kananku sedikit terpeleset cairan mungkin itu adalah minumanku tadi. Kini aku jatuh dengan posisi tubuh miring, segera aku rubah posisiku menjad duduk dilantai. Kuraih kaosku sendiri dan kulap pada wajahku.
“ARYAAAAAAA! LUCAS HENTIKAN!” Teriak Bu Dian
Masih sedikit perih memang, kupaksa mata ini membuka dan sudah mampu untuk melihat lagi. Pandanganku sedikit kabur, kulihat Bu Dian mendorong lucas dan bergerak ke arahku tetapi dengan sigap lucas memgang tangan kiri Bu Dian dan menariknya kebelakang. Bu Dian tertarik kebelakang, secara tiba-tiba lucas meraih kaosku dan di tariknya aku. Aku yang semula berada di posisi duduk sekarang bagaikan seekor anjing ditarik, kucoba untuk berdiri walau ditarik oleh lelaki yang bernama Lucas ini.
“Lucas hentikan! Apa-apaan kamu ini!” Teriak Bu Dian di hadapan lucas, yang mencoba menghalangi jalan Lucas
“Apa-apaan? Kamu yang apa-apaan! Beraninya jalan dengan cowok lain!” bentak Lucas
“Kamu tidak berhak melarangku, karena kamu bukan siapa-siapaku!” balas Bu Dian, dan aku masih mencoba membersihkan wajahku dan menyeka mataku dengan lengan kaos di bahuku. Mataku kini sudah tidak begitu pedih, kulirik ke kanan dan kiriku tampak semua orang mengamati kami semua.
“Oh ya! Lalu selama ini aku kamu anggap apa!” bentak lucas yang masih memegang kaosku
“Kamu itu temanku,tidak lebih!” bentak Bu Dian
“Oooo jadi karena laki-laki ini sekarang kamu mau meninggalkan aku, begitu!”
“Kalau begitu laki-laki ini harus diberi pelajaran agar tahu bagaimana caranya menghormati hubungan seseorang” bentak lucas yang menarikku. Kini aku berdiri di belakang lucas yang masih memegang kaosku, kutatap mereka berdua. Aku tidak memberikan perlawanan apapun dan hatikupun sedikit setelah mendengar apa yang lucas katakan pada Bu Dian.
“Hubungan? Ahh... memang benar apa yang dikatakan Lucas, aku selalu hadir di tengah-tengah hubungan seseorang, arghhhh sial kenapa pedih lagi mataku” Bathinku
“Dia tidak ada hubungannya dengan ini semua! Lepaskan dia!” Bentak Bu Dian
“HAAAAAAAAH! Masa Bodoh, minggir!” bentak lucas sedikit mendorong tubuh bu dian, bu dian hampir saja jatuh tapi dia mampu menahan tubuhnya dengan berpegangan kepada sebuah meja.
Ditariknya tubuhku dengan kedua mataku yang sedikit pedih. Lelaki ini, Lucas, menarikku dan berteriak-teriak meminta semua orang yang berada di dalam cafe untuk menyingkir. Hingga di tempat parkir yang berada di depan cafe aku dilempar hingga jatuh tersungkur. Masih dalam posisi mengucek mataku, aku mencoba berdiri.
“HAJAR DIA! BERI DIA PELAJARAN!” Teriak lucas
Bugh... ku rasakan sebuah pukulan pada punggungku membuat aku jatuh tersungkur. Sempat kulihat dalam jatuhku orang-orang suruhan Lucas jumlahnya cukup banyak. Aku terjatuh miring, segera aku meringkuk, kedua kakiku kutarik kedalam dan kupeluk dengan kedua tangaku, wajahku kumasukan ke dalam pelukan tanganku itu. Tendangan keras dan injakan pada sekujur tubuhku dapat aku rasakan sangat kejam.
“HAJAR! JANGAN BERI AMPUN! JANGAN BERI AMPUN! DASAR PERUSAK HUBUNGAN ORANG!” Teriak lucas yang suaranya mulai aku kenali
“Lucas hentikan! Atau aku laporkan kamu ke polisi” teriak Bu Dian, ya suara itu adalah suara Bu Dian
“Mau lapor? Lapor saja, dan kamu akan mendapatkan mayat dia ha ha ha” balas lucas dengan tawanya yang keras. Tiba-tiba tangan halus kurasakan pada tubuhku, Mataku ku buka seidikit dan dapat kulihat Bu Dian yang mencoba mendorong dan menjauhkan para lelaki-lelaki itu dariku. Aku kini dapat melihat air matanya yang keluar mengalir di pipinya. Tapi itu tidak berlangsung lama, tubuh Bu Dian kemudian ditarik oleh Lucas menjauh dariku.
“Kamu tidak usah ikut campur! Ini urusan laki-laki” bentak lucas dengan kasarnya
“Kamu jangan Lucas! Lepaskan!” ucap bu Dian kepada Lucas, yang kemudian mengalihkan pandanganya ke arahku
“Hentikan hiks hiks hentikaaaaaaaaaaaan, Aryaaaaa” teriak Bu Dian yang mencoba melepaskan genggaman Lucas pada lengan tangan kanannya. Ah Sial, kenapa juga ini orang memukuliku. Aku kemudian menendang salah seorang dari mereka, mereka tampak terkejut. Aku kemudian mencoba bangkit, segera aku mendorong salah seorang dari mereka lagi. Bughhh... hantaman keras di punggungku membuat aku jatuh tersungkur kembali. Aku mencoba bangkit kembali, dari sudut pandang sempitku kulihat orang yang aku tendang sedang menenteng kursi dari dalam cafe. Aku yang mencoba mebalikan badanku, dalam posisi setengah miring menghadap ke laki-laki itu aku terkejut.
“MATI KAU!” teriak laki-laki itu sambil mengangkat sebuah kursi di atas kepalanya dan siap di hantamkan padaku yang sedang dalam posisi benar-benar tidak siap sama sekali.
“ARYAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAA!” teriak seorang wanita, Bu Dian yang sedang meronta-ronta mencoba melepaskan tangannya dari genggaman lucas
Jika kursi itu mengenai kepalaku, mungkin ini malam terakhir down hill update, eh salah mungkin ini malam terakhirku melihat Bu Dian. Ibu, bagaimana dengan Ibu? Ibu Bisa saja dipermainkan oleh Ayah jika tidak ada aku. Kakek, Nenek, Pakdhe, Budhe, Om, Tante dan adik-adikku. Selamat tingg....
CIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIT......
BUGH... BUGH.... BUGH....
PRAAAAAAAAAAAAAK... PRAAAAAAAAAAAAAAAAAAANG!
BRAAAAAAAAAAAAAK.... GLODAAAAAAAAAAAAAAAAK
BUGH BUGH BUGH!
Dari posisiku aku dapat melihat sebuah kayu besar dan panjang jatuh di hadapanku, entah siapa yang melemparnya. Beberapa orang dari mereka nampak mundur karena adanya seseorang yang memukul mundur mereka.
“SIAPA KALIAN BERANI SEKALI MENGANGGU URUSAN ORANG!” Bentak seorang laki-laki suruhan Lucas
“BUKAN URUSAN KITA??? HA HA HA HA” ucap lelaku dihadapanku yang membelakangiku
“Perkenalken, nama saya WONGSO ALIAS WONG DOYAN MENUNGSO (Orang yang doyan manusia)“ Ucap lelaki dihadapanku, wongso. Bersyukurnya aku mereka datang tepat waktu, ternyata ini bukan hari terakhirku
“Aku ANTON ALIAS AWAN KINTON” ucap seseorang yang kemudian berdiri di samping kiri wongso dengan lagaknya yang sama sejak SMA, selalu menggoyangkan kedua bahunya, Anton.
“WOI AKU ARIS AHLI KERIS HO HO HO”
“Tangi cat, malah turu wae, makane nek meh geger ngejak-ngejak ojo dewean (Bangun cat, malah tidur saja, makanya kalau mau geger ajak-ajak jangan sendirian)” Ucap seseorang yang memapah tubuhku dengan gayanya yang sok artis, Aris
“DEWO Gede Lan Dowo (Besar dan panjang)” ucap seseorang yang tingginya melebihi tinggiku dengan gagah dia berdiri di samping kanan wongso, dia satu-satunya sahabatku yang dari SMA memiliki tinggi lebih dariku
“Aku... Sudira Suka Jadi Waria emmmuaaaaaaaaaach...” ucap seseorang yang memapahku lembut dan menggrepe-grepe tubuhku, Sudira, sahabat SMA yang doyan sekali memake-up dirinya menjadi wanita
“Woi Ingat Ndes! Ini itu sobat sendiri jangan di embat juga kali!” bentak Aris yang mencegah tangan dira
“Iiiiiih mumpung ada kesempatan hi hi h hi” ucap dira khas dengan suara wanitanya
Aku kemudian berdiri di belakang ketiga orang yang sudah sedari tadi berdiri dihadapanku. Aku tersenyum bahagia karena mereka datang tepat waktu. Kelima orang ini adalah sahabatku sejak SMA, sahabat yang membentuk Geng Koplak yang sampai sekarang tidak pernah pudar tali persahabatan kami. kulihat Bu Dian nampak menangis, air matanya mengalir di pipi indahnya, ingin sekali aku mengusapnya tapi aku harus menyelesaikan ini dulu.
“WOI KO! AWAS KALAU TELEPON POLISI! TAK POTONG-POTONG KONTOLMU!” Teriak Dira dengan nada laki-lakinya. Aku menoleh ke dalam cafe tampak seorang lelaki tua berkulit putih sedikit ketakutan dengan teriakan dira.
“Ndak papa kamu cat?” tanya Anton dan wongso bersamaan dengan masih menatap ke depan
“Biasa saja, kaya tidak pernah tahu aku saja Bro” jawabku santai
“HAH! DASAR ORANG KOPLAK! HAJAR MEREKA!” Teriak Lucas
“Yaelah, memang kita ini Geng Koplak, ya jelas Koplak, Majuuuuuuuuuuuuu!” teriak Dewo. Dengan senyum sumringah di bibirku aku kemudian ikut maju dan bertempur dengan mereka berlima. Memang kami kalah jumlah 5 : 10 dan itu selalu terjadi di setiap perkelahian kami.
Wongso ahli beladiri taekwondo, Anton Ahli Judo, Dewo ahli karate, Aris ahli Wushu dan Aku masuk dalam kategori Karate bersama Dewo. Sudira? Jangan tanya ke dia, dia adalah satu-satunya sahabatku dengan teknik beladiri tingkat atas, bahkan bisa dikatakan dialah yang terkuat diantara kami semua tapi karena sifatnya yang kewanita-wanitaan membuat dia dianggap lemah oleh musuh. Eitss.. tapi kalau sudah marah, Rumah bisa dia robohkan. Masih ada beberapa sahabatku yang tidak hadir disini mungkin mereka akan marah-marah ke aku karena tidak mengajak mereka berpesta!
Wongso tampak dengan santai menghajar 2 orang dari mereka tendangannya, 2 orang itu jatuh tersungkur. Anton membanting orang dengan teknik Judonya membuat dua orang kelabakan menghadapi Anton, Dewo memegang kepala dua orang dari mereka dan dibenturkan ke satu sama lain. Aris dengan lihai menghajar 2 orang secara bersamaan. Dira bermain-main dengan seorang dari mereka, di kuncinya tubuh orang itu dan diremas-remasnya kontol orang itu oleh Dira. Aku hanya kebagian satu orang, ku majukan tendanganku ke arah perut membuat orang itu membungkuk dengan cepat kuraih kepalanya dengan kedua tanganku. Kulayangkan dengkul manisku kewajah orang itu.
Perkelahian berlangsung cukup lama, walau sebenarnya kami menikmatinya sebagai permainan masa SMA kami. satu persatu wajah mereka babak belur dan terjatuh di lantai bagaikan kayu bakar yang baru saja diambil dari hutan. Wongso berdiri diatas 2 tubuh lelaki, Dewo berjongkok dengan kedua kakinya beralaskan dua kepala lelaki suruhan Lucas. Aris dan Anton menumpuk 4 orang dan didudukinya mereka, sedangkan Dira mengunci seorang lelaki yang sudah tidak berdaya dan meremas-remas selangkangan lelaki tersebut. Aku berdiri di atas tubuh seorang lelaki.
Aku melihat Bu Dian meronta dan melepaskan genggaman Lucas, yang terbelalak terkejut dengan aksi kami. 10 orang suruhan dia hancur di hadapan kami. Bu Dian berlari ke arahku sambil menangis dia memegang kedua pipiku.
“Kamu ndak papa kan Ar?” ucap bu Dian
“Ndak papa bu, sudah biasa” ucapku, kulihat Bu Dian akan memelukku tapi terkejut dengan teriakan Lucas
“wah kontole mas’e cilik owk bro, ora doyan aku (Wah kontol mas-nya kecil, aku tidak doyan bro)” ucap Dira yang tiba-tiba menghajar mainan itu lagi hingga tersungkur dilantai parkir
“Dian, kembali kesini atau mereka semua aku tembak!” teriak lucas yang menodongkan pistol, membuat kami sedikit terkejut. Bu Dian nampak terkejut pula menyaksikan Lucas menodongkan pistol kearah kami
Ciiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiit.....
2 motor berhenti di depan cafe diluar tempat parkir. 4 orang turun dari motor itu berjalan ke arah kami, ya mereka adalah Karyo alias Kekar tidak Loyo, joko alias Ojo kondo-kondo nek aku joko (jangan bilang-bilang kalau aku perjaka), Parjo alias Paringino Kejo (Berikanlah kerja), Tugiyo alias Untu gingsul marake loyo (gigi gingsul membuat loyo, ada kaitanya sama ML). Pandangan kami semua tertuju pada mereka.
“Pelurumu itu hanya berisi 6 peluru, jika kamu bisa membunuh 6 orang diantara kami, masih tersisa 4 orang. Dan 4 orang inilah yang akan menyiksamu dengan mencabuti semua kukumu, memotong kemaluanmu, mencukil matamu, dan tak akan kami biarkan kamu mati dengan mudah. Kami akan menyekapmu hingga kamu kelaparan dan akan aku buat kamu gila dan seterusya dan seterusyaaaaaaaa capek kalau aku ngomong” ucap seseorang dengan tubuh gemuknya merupakan atlit Gulat kelas 120 Kg, Ya dia Karyo yang berdiri jauh di samping Lucas. Lucas tampak kebingungan menodongkan pistolnya, didepannya ada yang siap menghajarnya jika dia lengah, disampingnya ada 4 orang sahabat kami yang siap menghajarnya pula.
“Maafnya Bro, yang tiga lagi sibuk bantu mama-mamanya jualan” ucap seorang laki-laki paling pendek diantara kami dengan tinggi 155 cm, tugiyo, seorang atlit gulat kelas 60Kg. Kulihat Joko dan Parjo yang sama-sama ahli pencak sila dari satuperguruan ini mengacungkan jari tengahnya kearah kami, dibalasnya dengan acungan jempol dijepit oleh Dewo.
BUGH...DAGH....
“ARGGGGGGGGGHHHH...” teriak lucas tiba-tiba. Ternyata Dira mengendap-endap dari samping untuk melumpuhkan lucas yang sedang dalam kondisi kebingungan. Lucas jatuh meringkuk, pistolnya kemudian diambil oleh Dira.
“Walah ini sich mainan” ucap Dira yang menendang kepala Lucas, kami semua hanya melongo atas aksi Dira. Dira lalu berjalan berlenggak-lenggok menuju ke arah karyo, Tugiyo, Parjo dan Joko.
“halo karyo sayang-sayangku, muachhh...” ucap dira kepada 4 orang yang baru datang
“Hueeeeeeeeeeek....” jawaban mereka serentak
“Ampuni aku... tolong ampuni aku...” ucap lucas yang tiba-tiba bersujud memohon ampun kepada kami. Kami hanya melongo atas tingkah laku laki-laki ini, yang semula sangar menjadi melempem kaya krupuk nyemplung di kali.
Dengan lagak sok jagonya, kami menendangi suruhan-suruhan Lucas untuk pergi dari tempat ini. Ya, Kami akhirnya melepaskan mereka semua, terlihat mereka berlari dengan memegang perut, wajah, tangan dan bagian-bagian tubuh lainnya yang babak belur. 10 orang itu kemudian lari tunggang langgang dengan menggunakan mobil, beberapa dari mereka ada yang menggunakan motor. Tertinggal lucas dihadapan kami, aku papah dia untuk berdiri. Dengan tenang aku memberikan senyum pada Lucas, Sahabat-sahabatku berada dibelakangku dengan wajah garangnya. Bu Dian namapak dibelakangku dan memegang lengan kananku
“Perkenalkan nama saya Arya, saya tidak ada maksud apa-apa dengan Bu Dian, saya hanya mendapatkan hadiah sebagai hasil kerja keras saya selama membantu Bu Dian. Mohon maaf jika makan malam saya dengan Bu Dian mengganggu perasaan Bapak Lu Lu... Lucas ya?” ucapku dihadapanya yang tingginya hampir sama denganku tapi lebih pendek sedikit, dia hanya diam saja dan menunduk tanpa memandangku
“Cuih... aku tidak percaya, kamu perusak hubungan orang, beraninya main keroyok”ucap lucas, namun aku masih bisa mengontorl emosiku
“Woi ASU YA KOWE! SING NGROYOK KAN KOWE SEK TO SU! (Wo Anjing ya kamu! Yang Mengeroyok kan kamu dulu to Njing!)” Teriak Parjo dibelakangku, aku kemudian menoleh kebelakang dan membuat gerakan tanganku naik turun untuk menenangkannya
“Sudah Ar, Kamu jangan dengarkan dia, dia hanya temanku saja, bukan pacarku” ucap Bu Dian dibelakangku
“Saya mohon maaf pak atas perkataan sahabat-sahabat saya, hanya saja semua ini pasti bisa dibicarakan” ucapku tenang kepada Lucas
“DIAN! Kamu seharusnya membela aku bukan mereka” ucap lucas yang menatap Bu Dian di belakangku
“Kamu yang memulai dan kamu juga yang membuat keramaian disini, lebih baik kamu pergi dari sini, kamu laki-laki kasar!” bentak Bu Dian dari belakangku. Aku menoleh kebelakang dan kusilangkan jariku di bibirku agar bu Dian tidak lagi membentak-bentak
“Maaf pak, jika memang saya sudah mengganggu hubungan bapak, saya bersedia menemani bapak untuk mengantar Bu Dian sampai kerumah, bukan apa-apa pak hanya saja saya tadi yan gmenjemputnya” ucapku tenang
“Aku ndak mau, suruh Lucas pulang!” bentak bu Dian dari belakangku
“Cuiiiih... kamu pasti akan menyesal Dian, karena telah mencampakan aku!” ucap Lucas yang kemudian berjalan ke arah mobilnya dan dengan cepat dia pergi.
Kini aku dihadapan mereka semua,Sahabat sejatiku. Kulihat kembali mereka setelah kesibukan-kesibukan yang kami alami. Lama kami tidak pernah berjumpa kecuali Wongso yang satu Universitas denganku. Beberapa dari mereka ada yang kuliah diluar daerah yang tidak begitu karena mencari ingin pengalaman Baru. Sebenarnya kami bisa saja selalu berkumpul setiap saat namun karena lelahnya perjalanan yang mereka jalani, hanya istirahat yang mereka butuhkan ketika di rumah. Sebuah Geng yang terbentuk karena keegoisan masing-masing dari kami, merasa masing-masing paling hebat dengan keahlian beladirinya. Namun semua perbedaan itu sirna setelah pertempuran melawan Geng Tato, sebuah geng dari gabungan beberapa sekolah yang selalu mengintimidasi SMA kami. Kami akhirnya bersatu dan terbentuklah GENG KOPLAK, yang dengan cepat menghantam dan menguasai daerah tempat tinggalku. 13 orang pentolan Geng Koplak, masih ada 3 yang belum hadir.
“Edan kamu itu Ar, Berkelahi ndak ngajak-ngajak!” ucap keras Wongso
“Lha kalau aku tahu mau berkelahi, kalian tak calling bro” ucapkku
“Wah, pasti gara-gara mbaknya ya, tumben arya nggandeng cewek” ucap Dewo
“Iya ya, dari SMA sampai sekarang ndak pernah lho aku lihat arya bawa cewek” ucap Tugiyo
“Berarti dah normal dia bro ha ha ha ha” ucap karyo yang diikuti gelak tawa semua sahabatku ini
“Oh ya, kenalkan ini Bu Dian Do...” ucapku terpotong
“Teman dekatnya Arya, lebih dekat dari teman” ucap Bu Dian yang berada dibelakangku dan hanya memperlihatkan kepalanya seperti orang mengintip
“Eh... Arya sudah laku, uuuuuhhh... Arya jahaaaaaaaaaaaaat” ucap Dira sambil kakinya menghentak-hentakan ke bawah, kemudian bersedekap dan membuang muka
“Diem kamu Dir” ucap aris
“Dasar jeruk suka jeruk” ucap Aris, Joko, Parjo secara bersamaan diikuti gelak tawa kami semua
“Eeehhh... enak saja, aku cewek ya, nih coba diraba dah gak ada batangnya ya” ucap Dira membela, yang kemudian diraba oleh Parjo yang ada didekatnya
“Wah iya, dah ndak punya batang” teriak karyo yang membuat kami terkejut
“HAAAAAAAAAH!” keterkejutan kami serentak
“Aku dah operasi kali, aku kan sudah punya pacar, tinggal besok operasi susu aja, biar montok kaya mbaknya” ucap dira santai yang kemudian berlenggak-lenggok ke arah cafe menghampiri Orang Tua yang tadi dia bentak. Kami semua hanya melongo dengan tingkah laku Dira.
“Koko maafin dira ya tadi membentak koko, koko jangan marah, nanti dira bobo ditempat koko deh...” ucap dira sambil memeluk lelaki tua itu
“Iya Dira sayang, nanti rumah koko ya muach...” ucap koko yang mendaratkan ciuman di keningnya
Semua penghuni nampaknya tidak terkejut dengan hal itu, tapi kami sahabat-sahabatnya sangat terkejut dengan apa yang terjadi dihadapan kami. Memang dira sejak SMA suka berdandan ala cewek, kami mengira itu hanya sebuah hal biasa tapi ternyata kenyataannya dia benar-benar jadi Waria.
“EDAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAN!” teriak kami secara bersamaan, dira dengan santai hanya melempar senyum kearah kami yang Cuma bisa geleng-geleng kepala. Ada sebuah pertemuan ada sebuah perpisahan, akhirnya kami berpisah dengan sedikit bercakap-cakap menunggu bu Dian membayar makanan di cafe beserta ganti rugi yang tidak mau di terima oleh si eko (lelaki setengah baya pacar Dian). Bu Dian kembali dan berjalan dibelakangku dengan menggenggam erat tangan kiriku menuju motor kami semua parkir. Hanya dira yang ditinggal di cafe tersebut katanya mau bobo sama pacarnya itu.
“Oh ya, kalian kok bisa tahu kalau aku ada disini?” ucapku sambil mengenakan helam dan naik ke REVIA
“Dari Udin” ucap Dewo yang sudah berada di atas motornya
“Tadi dia telepon aku, katanya tadi ada pria putih yang membeli rokok dikiosnya, sedang telepon ke seseorang, pria itu beteriak, Pokoknya kalian semua ke cafe itu, biar aku nanti yan menyeret lelaki itu, kumpulkan orang-oranngmu, begitu” ucap wongso yang membonceng Dewo
“kok udin bisa tahu kalau itu aku?” tanyaku
“Ya jelas saja udin tahu, kata udin pria itu menyebut motor Revo plus plat nomernya, kamu tahu sendiri siapa yang sering make motor kamu dan sering kena tilang? Kan udin, jelas dia hafal motor kamu” ucap wongso, aku hanya tersenyum dan menggeleng-gelengkan kepala melihat bagaimana sahabat-sahabatku mengenalku dengan teliti.
CIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIT....
4 motor yang secara bersamaan berhenti, semuanya 8 perempuan. Dan turun dengan wajah garangnya.
“MAAAAAAAAAAAAAAAASSSSS!” teriak mereka secara bersamaan sambil menuju ke arah masing-masing sahabatku
“Pasti habis berkelahi lagi iya?! Berkelahi terus saja sana! Iiiih iiiiiiiiiiiih iiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiih” ucap seorang wanita yang aku tahu namanya asmi, pacar wongso. Kulihat semua perempuan-perempuan itu mencubiti pacar-pacar mereka, aku tertawa geli melihat mereka semua. Preman takut istri, ya begitulah mereka walau garang tapi kalau sudah dihadapan pacarnya selalu mencoba untuk hormat ke pacar-pacarnya. Ku sapa mereka satu persatu dan sedikitnya mereka juga menghujamiku dengan cubitan, gelan canda dan tawa kami tak terelakan.
Akhirnya pertemuan yang tidak sengaja itu kami akhiri, masing-masing dari kami pulang dengan pasangan masing-masing. Aku pulang bersama Bu Dian yang dari tadi hanya tersenyum dan geli melihat tingkah kami semua. Ku antar Bu Dian kembali kerumahnya, selama perjalanan setelah berpisah dengan semua sahabt-sahabatku.
“Aduuuuuuuuuuuuuuuh... sakit Bu” teriakku yang dicubit keras oleh Bu Dian
“Besok jangan berkelahi lagi” ucap Bu Dian lembut
“Eh...” kagetku, kenapa Bu Dian malah mencubitku ya? Adakah sesuatu didalam pikirannya dan hatinya. Tiba-tiba tangan hangat melingkar di perutku, kepalanya berada di bahu kananku
“pelan-pelan saja bawa motornya, 20 KM saja kalau bisa” ucap bu dian lembut
“Kalau begitu sampai rumah Bu Dian besok pagi bu” ucapku
“Ndak papa...” ucap Bu Dian yang selalu memberikan pelukan erat kepadaku setiap kali selesai berbicara. Laju Revia pun melambat seiring dengan pelukan erat Bu Dian.
“Bu, Lucas itu siapa?” tanyaku
“Dian atau mbak saja tidak usah pakai Bu kalau diluar...” ucapnya
“maaf belum terbiasa” ucapku
“Mbak, Lucas itu siapa?”
“Dia temanku kuliah di Jerman tapi berbeda jurusan, Dia mengejarku tapi aku tidak mau” jawabnya singkat
“Eh... Berarti Ibu eh mbak Dian benar-benar tidak punya pacar?” ucapku
“Tidak akan pernah punya, sebelum...” ucapnya tercekat
“Sebelum apa Bu?” tanyaku
“Lupakan saja, nanti kamu pasti akan mengetahui kalima selanjutnya” ucapnya. Kurasakan bibir indahnya menciumi bahuku
Dalam perjalanan pulang itu, percakapan kami kembali kepada sahabat-sahabtku yang selalu kompak. Bu Dian merasa iri karena aku memiliki mereka semua. Kadang kami juga membicarakan kekonyolan-kekonyolan Dira yang memang terlihat benar-benar akan mengubah dirinya menjadi seorang wanita. Gelak tawa, canda dan gurau menemani laju Revia menuju Rumah Bu Dian. Hingga sampailah aku dirumah Bu Dian, di depan pintu gerbang rumahnya. Bu dian kemudian turun dan berdiri di depan gerbang rumahnya dengan menenteng helm di tangan kanannya. Dengan sedikit salam akhirnya aku pamit, sewaktu memutar motorku didepan pintu rumahnya.
“Arya, bisa bantu aku, kuncinya susah dibuka” ucap Bu Dian yang kemudian menoleh kearahku dengan helm yang diletakan di kananya. Aku lepas helmku dan turun dari Revia menuju motorku, segera aku membantu Bu Dian membuka pintu gerbangnya. Klek... Ngiiiiiiiiiiiik akhirnya terbuka.
“Bu Sudah Bis.... hegghhhh...” ucapku terpotong. Sebuah pelukan dari Bu Dian yang sangat lembut dan hangat. Kedua tangannya merengkuh tubuhku dari sela-sela tubuh dan tanganku. Pelukan erat dan hangat.
“Terima kasih untuk malam ini...” ucapnya sembi mendaratkan ciuman di pipi kananku. Aku hanya bisa melongo, menatapnya kemudian mengalihkan pandanganku ke depan. Pelukan hangat dan erat itu kemudian terlepas, dan tubuhku masih kaku. Lama aku berdiri hingga suara lembutnya menyadarkan aku.
“Kamu mau berdiri di situ terus? ndak pulang?” ucapnya
“oh i... i... iya bu...eh em embak.. pu... pu... pulang... pulang mbak, saya pu pu pulang du dulu mbak” ucapku bingung sambil kepalaku mengangguk-angguk dan melangkah pulang
“Aryaaaaaaaaaa....” panggil Bu Dian
“Motornya mau ditinggal di sini? Aku Jual Lho” ucap Bu Dian, tanpa sadar aku berjalan pulang tanpa megendarai motorku
“eh i.. i... ya bu eh mbak, motor iya motor he he he” ucapku kemudian berjalan ke arah motor dan menaikinya dan kutuntun dengan kedua kakiku, Helm pun masih menggantung di spion kanan
“Mau didorong terus? Apa ndak capek Ar?” ucap Bu Dian santa dengan senyuman khas
“oh iya dinyalakan mbak he he he”
“Kunci.. kunci dimana kunci” ucapku gelagapan mencari kunci
“itu masih menggantung hi hi hi...” ucap Bu Dian
“Oh iya, menggantung” ucapku segera aku nyalakan motorku
“Helmnya ndak dipakai arya?” ucap Bu Dian, benar-benar gila aku, cara naik motor saja bisa sampai lupa. Bu Dian melangkah ke arahku
“Oh iya helm iya heleeeeeeemmmmm” ucapku terngangah. Helmku diambil oleh Bu Dian dan Dipakaikan di kepalaku. Sebelum Helm itu dipakaian sebuah kecupan di pipi kiriku kudapatkan dari bibir bu Dian.
“Dah, pulangnya hati-hati ya ehmmmmm” ucapnya sambil tersenyum
Aku pulang dengan hati layaknya taman bunga, sebelum aku membelok aku selalu memperhatikan spion kiriku. Kulihat bu dian masih berdiri di depan gerbangnya memperhatikan lajuku. Hingga akhirnya aku keluar dari perumahan ELITE. Indah benar-benar indah malam ini, inikah yang dirasakan kawula muda? Rasanya ingin momen yang baru saja terjadi terulang kembali. Aku mengingat momen indah bersama Bu Dian, teringat pula momen indah bersama Ibu. Kedua wanita itu memberikan momen yang benar-benar indah kepadaku. Dua wanita yang umurnya berbeda jauh namun bisa memberikan kebahagiaan kepadaku seorang lelaki yang masih muda yang tidak pernah laku sejak SMA, SMP?SD? sama saja belum laku. Perjalanan pulang aku nikmati, ku arahkan motorku mengelilingi Rektorat Universitasku agar aku bisa lebih lama lagi menikmati kebahagiaan ini.
“Lho itu kan motor Rahman?” bathinku dalam hati.
Aku melihat sebuah motor yang sudah tidak asing lagi di dekat sebuah taman di rektorat universitasku. Aku kemudian berhenti tepat disampingnya, layaknya maling aku celingukan kesana kesini mencari Rahman. Perhatianku kemudian tertuju kesuatu tempat yang rimbun oleh pagar tanamannya. Suara desah tertahann seorang wanita aku dengar dari tempat itu. Dengan mengendap-endap aku mengintip. Aku terkejut melihat peristiwa itu, Rahman sedang mendoggie style seorang perempuan entah siapa dia tidak jelas. Dikarenakan pandanganku terhalang oleh daun-daun dari tempatku mengintip. Kulihat Rahman sedang mendoggie dengan memegang Sematpon di tangan kirinya dan tangan kanannya memegang pinggul perempuan tersebut. Pemandangan tersebut membuat aku horny, tapi dapat kutahan. Kutinggalkan dia bersama wanita tersebut dan merokok di atas REVIA. Sedang asyik-asyiknya merokok kulihat satpam kampus sedang patroli. Segera aku menelepon rahman karena aku yakin dia pasti akan mengangkatnya.
“Halo Ar, adahh apahhh?”
“Kamu merunduk dulu Kang, ada satpam patroli”
“He? Kamu tahu aku sedang”
“Iya cepetan daripada ketahuan” tuuuuuuut...
Satpam itu menghampiriku dan kemudian menerangi tempat-tempat gelap itu dengan menggunakan senternya. Aku sedikit mengobrol dengan mereka, hingga akhirnya mereka pergi semua. Sms masuk kulihat Ibu menyuruhku untuk segera pulang, segera kutelepon rahman kembali bahwa suasana sudah aman dan aku akan pulang terlebih dahulu. Kami berpisah walau tidak bertatap muka.
Aku pulang dengan segera dengan kecepatan maksimum aku pacu laju Revia. Sampailah aku di ruhku dan dibukakan pintu oleh Ibu. Kupeluk Ibu dengan sangat erat, ibu hanya tersenyum melihat tingkahku ini. Mungkin Ibu tahu apa yang aku alami malam ini, sebuah kebahagiaan. Ibu kemudian menyuruhku segera beristirahat karena besok adalah hari pertama aku kulaih di semester 6. Sebelum aku tidur aku membuat sebuah status di BBM-ku.
Kubuka pada update status kontak BBM-ku, Bu Dian pun ternyata membuat sebuah status.
Me too? Apakah dia membalas statusku? Ah Ke-GeEr-ran aku. Kubuat sebuah status kembali.
Status bu Dian Berubah
Aku tertegun dengan status bu Dian yang berubah setiap kali aku mengubah statusku
Status Bu Dian berubah
“Bu Diaaaaaaaaaaaaan... I Love You” teriak hatiku, ku ubah statusku
Tak ada perubahan status Bu Dian, ku tarik selimut malamku, kurebahkan kepalaku di bantal empuk ini. Ah, kenapa juga aku harus ke-GeEr-ran dengan status bu Dian, mungkin saja itu untuk seseorang yang lain lagi. Aku harus bisa jaga perasaanku. Centung...
“eh? Kapan ibu punya PIN BB-ku? Kapan pula Ibu beli sematpon?” bathinku
Aku turuti kemauan Ibu dan mulai tertidur dalam lelapnya malam. Kunyalakan radio kuno pemberian Ibu ketika aku masih SMP. Sebuah stasiun radio memutar sebuah lagu, dengan iringan sebuah lagu itu mengantarkanku dalam tidur lelapku..
Ya, kamu memilikiku sejak pertama kali kita berjumpa, Dian rahmawati...
Kami kemudian duduk bersebelahan, wanita itu kemudian merebahkan tubuhnya didadaku sambil memelukku. Kupeluk pundaknya denga tangan kiriku dan tangan kananku memluk pinggangnya. Tubuhku ku geser semakin rapat hingga aku bisa mencium rambut wanginya. Tangan kananku memgang dagunya dan kudaratkan ciuman dibibirnya yang berlipstik tipis dengan warna merah jambu. Ciuman kami berbalas, saling menghisap dan melumat satu sama lain. Kuakhiri ciuman itu dengan mencium keningnya, dia kemudian berdiri memandang ke arah luasnya pemandangan itu. Aku kemudian berdiri dan memeluknya dari belakang. Disandarkannya tubuhnya ke tubuhku dan kepalanya bersandar di pundak kananku
"Indah ya... rembulan itu" ucap Ibu
"Iya, Indah..." ucapku membalasnya, aku semakin memeluknya erat dan tak ingin aku lepaskan dan kukecup pipinya
"Kenapa ingin jalan-jalan?" ucapku
"Karena kamu terlalu sering keluar tanpa mengajakku, dan besok Mahesa pulang" ucap Ibu
"Maaf..." ucapku
Ibu maju ke depan lalu berbalik kearahku denga tersenyum, kedua tangannya terbuka sangat lebar. Aku melangkah maju dan memeluknya, dipeluknya leherku dengan kedua tangannya dan kupeluk tubuhnya erat.
"Bagaimana jika aku benar-benar tak ingin melepaskan Ibu?" ucapku lirih
"For Now, i won't but someday you must..." ucap Ibu.
"But... If i cannot let you go..." balasku
"You can, because someday we will be mother and son again not a lover..." ucap Ibu
"Don't make me cry dear..." ucapku
"Kamu akan menangis jika kamu terlalu sering jauh dari Ibu, Ibu ingin kamu selalu disamping Ibu apapun yang terjadi hingga kamu menemukan cintamu"
"before you find you love, please be my lover and i..." ucap Ibu terpotong
"And I will always loving you as lover..." ucapku. Terasa kebahagiaan dihatinya dengan pelukan erat pada tubuhku.
Kupeluk erat tubuhnya, hingga tubuhnya terangkat ke atas dan kuayun-ayunkan. Kadanng aku cium bibirnya sambil aku mengangkatnya. Kurubah posisinya menjadi tertidur di kedua tanganku, tanganya memluk leherku. Aku lalu berlari kesana kemari dengan menggendongnya. Dengan tawa dan candaku serta rasa ketakutan Ibu jika terjatuh aku terus berlari menggendongnya di depan.
"Arya, nanti jatuh nak hati-hati aaaa...." ucap ibu sembari berteriak ketakutan
"Ha ha ha ha tidak... aku ingin menikmati masa sekarang ini" ucapku sambil terus berlari, hingga di sebuah taman yang berumput aku menjatuhkan diriku dan langsung memeluknya. Kuangkat wajahku dan kupandagi wajah cantik nan manis itu, senyumku pun dibalas dengan senyumannya. Kudaratkan ciuman di bibirnya dan dibalasnya. Kami berguling-guling tanpa mempedulikan sekitar kami. Ibu berada di atasku dan memandangku dengan penuh senyuman. Direbahkannya kepalanya didadaku. Lama kami berpelukan hingga gerak Ibu membuyarkan keheningan ini.
"Terima kasih..." ucap Ibu, dipandanginya wajahku dengan tatapan manisnya
"Apa aku sudah tidak menarik lagi?" ucap Ibu dan aku emnegerti maksdunya
"Apa harus disini? Dirumah saja, lebih aman" ucapku kemudian mengencup bibirnya
Kemudian kupeluk tubuhnya erat hingga aku hampir saja terlelap karena lamanya pelukan. Ibu kemudian bangkit dan menarik tanganku. Aku bangkit, kami berdiri berhadapan dan saling berpandangan. Satu sama lain melempar senyum, diariknya tangan kiriku dan kami mulai berjalan bergandengan. Aku kemudian memeluk pinggangnya dan sedikit aku rebahkan kepalanya didadaku, dan kami berjalan menuju sepeda motor yang menjadi saksi bisu perjalanan kami.
Akhirnya kami pulang dengan kebahagiaan kami, kupelankan laju motor agar perjalanan ini menjadi lebih lama. Dipeluknya aku sangat erat, bibir manisnya menciumi bahu kananku. Kekenyalan aku rasakan di bagian punggungku, mungkin jika terlalu lama perjalanan ini punggungku akan berlubang he he he. Dalam perjalanan nan indah ini tak ada seorangpun mengetahui jika kami adalah Ibu dan Anak. Canda tawa dan gurauan saling kami lempar untuk menghangatkan suasana diantara kami berdua.
"Bagaimana dengan Ajeng? Ibu kok tidak kamu kasih tahu" ucap Ibu dari belakang
"Eeee... itu...." ucapku sedikit kebingungan dalam memilih kata-kata
"Hayooo...." ucap Ibu
Akhirnya aku lebih melambatkan motorku dan mulai menceritakan kejadian demi kejadian. Dari awal aku melihat ayah berada dalam mobil BMW hingga rumah tante wardani dan apa yang mereka lakukan terhadap tante wardani selama ini. bahkan sampai kejadian dalam almari dan yang aku lihat beserta pemerkosaan terhadapku.
"Ha ha ha ha ha... Itu benar? Sayang ndak bohongkan sama Ibu? Atau malah sebenarnya yang kamu yang memperkosa?" tawa Ibu pecah dengan pertanyaan memberondong bagai peluru AK-47
"Beneran..." ucapku dengan wajah sedikit bersungut-sunggut
"Iya, iya percaya sama sayang, hi hi hi"
"Tapi lucu juga ya hi hi hi" ucap Ibu. Begitulah Ibu selalu meledekku dalam perjalanan pulang ini. Tak henti-hentinya Ibu mengatakan "Tuan.. Tuan.. tolong saya" hanya untuk meledekku. Mungkin Ibu tahu aku sedikit merasa bersalah kepadanya sehingga dia tidak ingin aku larut didalamnya. Dia terus menghiburku, kadag mencium-ciumi bahuku. Hingga sebuah pelukan sangat erat mendekapku, sangat erat. Motorku pun semakin aku perlambat.
"Please... keep with me until that time arrives hiks"
"Love me..."
"protect me..."
"hold me tight and save me..." ucap Ibuku lirih membuat aku menghentikan motorku
"Of course... and I promise ..."
"until that time comes ... "
"Love..." ucap ku membalas
Dengan tangan kiriku menggenggam tangannya yang memelukku, aku melanjutkan perjalanan hingga sampa dirumah. Ku suruh Ibu tetap diatas motor selama aku memasukan motor hingga sampai pada garasi. Setelah semua aku kunci dengan rapat, Kulepas jaketku dan aku langsung membopong Ibu ke dalam kamarku. Satu persatu sandal Ibu berjatuhan, dengan ciuman hangatnya aku membopong hingga dia rebah di atas tempat tidurku. Aku tindih tubuhnya dengan tubuhku, hanya ada suara tautan bibir kami. Ibu kemudian membalik posisinya, aku dibawah ditindih oleh tubuh Ibu. Perlahan ciuman Ibu semakin turun keleherku, tangannya mengangkat kaosku hingga putingkku terlihat, dijilatinya dan dimainkannya jarinya di masing-masing putingku. Kegelian dan membuat darahku semakin mendidih.
Lidah itu turun sampau pada perutku dan bermain-main disana, menunggu kedua tangannya melepas celana jeans dan celana dalamku. Toeeeng.....! "Nah yang ini aku mau kakak, oh Vaginawatiku, aku kangen kamulah yang terhebat vaginawatiku" begitulah kata dedek arya. Mengeras dan menjulang tinggi bagai mocong tank yang siap untu digunakan menembak.
"hemm... boleh sayang?" ucap Ibuku, aku hanya mengangguk disertai senyum pada bibirku.
"Argghhh... ouwhh.... ehmmmmmm... nikmaaaaaaaathhh bu...." rintihku
Dihjilatinya setiap batang dedek arya dengan sapuan lidah hangatnya. Tampak sekali tubuh kami berdua sedang terbakar dan tak bisa dipadamkan hanya menggunakan air. Lidahnya mulai bermain-main diujung penisku, di lubang pipis dedek arya membuat aku semakin kelojotan merasakan hal ini. Baru aku merasakan nikmat akan sapuan dan permainan lidahnya, tiba-tiba saja dedek arya mulai masuk kedalam lubang hangat. Kuangkat kepalaku untuk menyaksikannya. Kuluman itu semakin membuat tubuhku menjadi sangat panas. Kepalanya maju mundur memompa dan menikmati setiap nano meter batang dedek arya.
"terussshhhh bu... enak sekali kulumanhhh Ibuhhh... ouwhhhh...."
"Arya suka dikulum Ibuhhh... arghhh enakkkkh yahhhh begituhh...." rintihku keenakan
Aku merasakan nafsu membara dari Ibu, begitu semangatnya dia mengulum batang dedek arya. Tampak sekali dedek arya kesulitan untuk bernafas. Pertahananku semakin goyah, kuangkat tubuhku dan duduk sambil mengelus-elus kepalanya. Kutarik kepala Ibu dan langsung kuangkat, kudaratkan ciuman di bibirnya.
"ehmmm.... scluppp.... slurpppp... ehmmm...." desahan kami bercampur menjadi satu. Perlahan tanganku memnarik kaos yang dikenakan oleh Ibu.
"Bu, bolehkah arya membukanya..." ucapku lirih
"Iya..." balas Ibu
"Ehmmm...." Desah Ibu
"Kenapa Bu?" ucapku yang baru saja akan mengangkat kaos yang dipakainya
"Tidak tahu, ketika kamu bilang mau membuka membuat Ibu semakin merasakan kehangatanmu..." ucap Ibu, aku hanya tersenyu kepadanya. Kembali kami berciuman dan ku buka kaosnya hingga terlepas. Perlahan aku buka BH yang menutupi susu itu dan pluup terlepaslah susu itu dari sarangnya. Dengan masih berciuman aku remas-remas susu besar itu dengan kedua tanganku. Jari pada kedua tangankupun tak luput untuk memainkan puting susunya.
"Arrgghhh.... Arya.... kamu janganhhh erghhhh mainanhh terussss" rintih Ibu sambil melepaskan ciumannya
Aku langsung saja menurunkan kepalaku ke arah susunya. Kujilati satu persatu puting susu Ibu, tak lupa pula aku menjilati setia bagian dari susunya. Doronganku ke susu ibu, membuat Ibu duduk bersandar pada ujung ranjang dengan satu tangannya memelukku dan satu tangannya mengelus-elus dan menekan kepalaku agar semakin bergreliya di susunya. Dengan bibir yang masih mengulum puting susunya itu, aku berusaha untuk melepas celana dan celana dalam Ibu. Dengan bantuan Ibu yang sedikit mengangkat pinggulnya akhirnya terlepas semua pakaiannya. "Oh Vaginawati apa kabarmu disana? Sebentar lagi aku akan masuk sayangku" sapa dedek arya pada kekasihnya. Kukangkankan kedua kakinya dan kuturunkan kepalaku ke arah vagina Ibu tapi ditahannya.
"arggghhh.... Ibu sedang ingin dimasuki bukan dipermainkan itunya" ucap Ibu dengan senyum. Kuraih bantal dan aku letakan dibelakang tubuhnya. Dengan posisi siap menembak, dipegangnya batang dedek arya dengan tangannya. Kudaratkan ciumanku di bibir manisnya dan blesss.... masuklah dedel arya di dalam vaginanya. Kugoyang dengan perlahan dan kucoba menikmatinya.
"Arghhh... pelan nakk akittt... ufthhhh... besarr sekalliiihhhh arghhhh..." ucap Ibu. Tanpa mempedulikan rintihanya aku angkat tubuhnya untuk duduk dipahaku. Kupeluk tubuhnya, susunya menempel pada sebagian dada dan leherku. Ciuman didaratkannya di bibirku. Ibu kemudian menaik turunkan tubuhnya memompa dedek arya, tampak rasa sakit dirasakannya.
"Terussshhh bu... Ibu senangghhhh kanhhh arghhhh..." ucapku, sambil ikut menggoyangkan pinggul walau aku kesulitan
"senaghhh se...ka...lih ouwghhhh....masuk sam... pai kerahim Ibu arghhhh... tempik Ibu penuhhhh arhhhhh semua owghhhhh kontolhhhhmuhhhhh aishhhhh....a arghhhhh"
"terus digoyaghhh sayangghhh enakkkkkhhhh tempik ibu keenakannhhhh arghhhhh...." ucap Ibu sambil menengadahkan kepalanya keatas
"Terus nakhhh bu...wathhhh argghhh temhhpikhhh Ibu keenaakkhhkannn orghhhhh..." rintihnya
"Iya buhh... ehmmm... terasa sempithh owhhh buuuhhhh.... hmmmm... Arya keenakan arghhh... tempikh Ibu njepith kontol aryahh... tubuh Ibu hangathhh arghhh... aryah sukaahhh..." ucapku sambil mencoba menggoyang pinggulku
"Iya nakhh Ehmmm... nikmathh sekali kontolmu nakhh ibuhh ibuhh arghhh sukaaahh..." racaunya
Lama kami memacu dalam birahi ciumanku semakin menjelajah diseluruh tubuhnya. Membuat Ibu menggelinjang geli dan kenikmatan. Usapan-usapan pada punggungnya membuat keadaan ini semakin panas.
"Aaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaarghhhh....."
Tubuh Ibu ambruk dan bersandar pada tubuhku, cairan hangat mengalir di batang dedek arya yang masih gagah berani di dalam sana. Kuangkat tubuhnya yang penuh dengan kerungat, wajahnyapun tak luput dari aliran deras keringat itu. Kudaratkan ciuman pada bibir manisnya. Beberapa menit setelahnya Ibu kemudian bangkit dan menungging disampingku.
"Ayo sayang, ini kan kesukaanmu" ucap Ibu
"Ibuku sayang tahu saja" ucapku sambil tersenyum
"Cepetan, Ibu sudah tidak tahan susu Ibu mau jatuh ini lho" ucap Ibu sedikit bercanda. Tanpa berlama-lama bercakap aku langsung memposisikan tubuhku dibelakang tubuhnya. Kulepas kaos yang masih aku kenakan dan kupegang pinggul Ibu. Diarahkannya dedek arya oleh tangan Ibu ke vaginanya. Dan perlahan masuk akhirnya blesss....
"Ayo sayanghhh kuwhhh puaskan dirimuhhh argggh puaskanhh Ibuuhhh jugaahhhhhh..."
"kontolmuwh argghh dalam sekali nakkhh tempik Ibu jadi arghhh keenakan owghh lebih dalam nakhhh arghhh lebih kuat lagihh goyangnya... Ibu sukahhh setubuhi rahimm ibuh nakkhh aisshhhh arghhhh"rintih ibu
"tentu saja, akan arya berika kenikmatan padamu bu" ucap Ibu. Aku mulai menggoyang dan menggoyang pinggulku. Diawali dengan goyangan yang lambat, kemudian aku percepat sedikit demi sedikit.
"Aryaaaaaaaaaahhhh.... tempik Ibu keenakan sayaaanggkuwhhhh.... ehmmmmm aishhhhh aftthhhhhh terus sayangkuh terussshhh erghhhhh goyang lebih kerassshhh ibu mau kamu siram rahim ibu nakhhhh arghhhhhhh" racau Ibu
"Iya bu, arya juga keenakanhhh arghhh... nikmat sekali bu... milik Ibu enak... sempithhh... ufthhh" rintihku
Gesekan antara dinding vaginaya dan batang dedek arya semakin intens. Kutarik kedua tangan Ibu kebelakang agar bisa menambah penetrasi dedek arya ke dalam vaginanya.
"Arrghhh ehmmmm... terussshhhh masukan lebih dalam lagi... Ibu menyukainyaaahhhh arghhhh... lebih dalam lagi tanamkanhhhh kontolmu di tempikh ibu ya arghhh begituu arghhhh"
"ibu sukaahhh aishhh... arghhhh... terusshhh sayang ehmmmm aarghhhhh....." desahan dan rintihan keluar dari mulutnya. Aku semakin bersemangat menggoyang pingguulku dengan kedua tanganku masih memegang kedua tangan Ibu kebelakang dan..
"aaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaa.... " ucap Ibu yang kemudian ambruk tersungkur kedepan. Aku kemudian memeluknya dan kedua tanganku tepat meremas susunya.
"Hash hash hash hash hash hash...." suara nafas Ibu
"kamu hash hash belum keluar hash hash sayang hash hash..." ucap ibu
"Pengen keluar dipelukan hash hash Ibu..." ucapku membalas ucapan Ibu
Ibu yang tahu maksudku kemudian membalikan tubuhnya dan terlepaslah dedek arya dari vagina Ibu. Dikangkan kedua kaki Ibu dihadapanku dan kuletakan di pinggulku. Perlahan aku memajukan dedek arya yang masih tegang dan tegang.
"erggghhhh...pelaaannnnn ufthhhh...." rintih Ibu yang mengrenyitkan dahinya
"iya sayangku..." ucapku yang kemudian memeluknya dan mencium bibir indahnya.
"AKU TENGGELAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAM" teriak dedek arya
Perlahan aku mulai menggoyang pinggulku, kurasakan dekapan kaki Ibu pada pinggulku sedikit erat. Aku kemudian bangkit dan ku letakan kedua tanganku di pinggulnya. Kedua tangan Ibu aku posisikan menyilang diperutnya sehingga susunya tampak sekali menyembul. Aku mulai menggoyang secara perlahan dan perlahan semakin cepat dan cepat. Gesekan dinding vagina dan kulit dedek arya semakin terasa kuat dan mantap. Susu Ibu tampak bergoyang naik turun menambah sensasi tersendiri bagiku.
"Argghh arya... janganhhh...arghhh jangan aishhhhh arghhhh owghhh berhenti... teruss sayang terushhh... kontol ka...mu bu...wat... tempik Ibu enaaaakkkkhhh arghhhhh... terussshhhh sayang...."
"Hentakan lebih kerashhhh arghhhh owhhhhhhh ehmmmm.... Ibu suka... Ibu kangenhhh kamuhhh... aryaku sayanghhhh..." rintih Ibu sambil kedua matanya terpejam
"Iya bu... tempik Ibu enakhhhh hash hash buat kontol arya keenakanhhh arya juga kangenhhh ibuhhh... owghhh... Ibu arya suka sekali tempik Ibu arghhhh....." racauku
Aku kemuian menjatuhkan tubuhku dan memeluk Ibu, kuletakan wajahku di samping kepalanya. Jepitan kedua kakinya semakin erat dan pelukan tangan ibu pada tubuhku juga semakin erat. Goyanganku semakin liar dan semakin membuat aku merasakan gesekan-gesekan itu seperti mengamplas dedek arya.
"terusssh sayangkuh... arghhhhh sirami vagina ibu dengan cairanmuwhh owhhhh nak ibu... suka... ibu cinta kamu nakkhhh arghhhh..." ucap Ibu. aku mengangkat kepalaku dan hanya mampu memandangnya, terukir senyum kebahagiaan dari kami berdua.
"Ibu ingin kamu sirami, ibu ingin merasakn kehangatan pejumu nakkk arghhhh ibu cinta kamuwhhh owghhh..." ucap Ibu
"Iya bu akan ku... siramih... vagina Ibu dengan pejukuh owghhh... arya mau kelaurhh bu..." racauku
"Keluarkan... keluarkan di dalam vaginah Ibu.... Ibu juga hampir sampai aryaahhhhh...." racaunya
"Aku keluaaaaaaaaaaaaaaaaaaaarr buu..... cintakuuuuuuuwhhhhhhh" teriakku dan langsung dipeluknya erat tubuhku, kedua kakinya mengapit erat pinggulku. Terasa cairan hangat dari vagina Ibu menyatu dengan cairanku.
Lama kami beristirahat dan Tak ada percakapan diantara kami berdua. Aku kemudian bangkit dan mengambil selimut untuk menutupi tubuh kami berdua. Aku peluk tubuh Ibuku yang masuk dalam dekapanku. Aku peluk tubuhnya dan kudaratkan ciuman hangat pada keningnya.
"so warm..." ucap Ibu lirih
"for you...." jawabku
Akhirnya kami tertidur dan terlelap dalam mimpi. Terasa hangat tubuhnya dalam dekapan tubuhku. Jam berdetak menjadi saksi bisu persetubuhan kami. Malam pun mulai lelah dan menjabat tangan pagi untuk menggantikannya. Dua insan manusia masih berada di dalam sini, lelah dengan peluh kenikmatan.
Aku bangun dan tak kudapati Ibu di sampingku, Kulihat jam dinding di kamarku berdetak kencang. Jam dinding itu mengingatkan aku agar segera bangkit dan mengambil kesempatan untuk berkarya pagi itu. Aku kemudian turun hanya menggunakan celana kolor dengan dada tanpa penutup. Kuambil handuk dan segera kekamar mandi, ketika aku sampai dibawah aku terkejut dengan penampilan Ibu. Telanjang dan hanya menggunakan celemek yang menutupi bagian depannya saja.
"sudah mandi dulu sana" ucap Ibu
"Ehh... kalau Ayah tahu bagaimana?" ucapku
"Diakan pulangnya nanti sore..." jawab Ibu
"MANDI!" ucap Ibu seakan-akan tahu isi pikiranku, langkah kaki yang semula menuju kearahnya kemudan berbelok menuju kamar mandi. Di dalam kamar mandi aku kemudian mulai membersihkan tubuhku yang penuh dengan keringat ini dan bau dari asam asetat ini.
Tok tok tok... ketukan pintuk kamar mandi aku langsung membukanya
"Mau Ibu mandikan?" tanya Ibu yang tersenyum dengan tubuh telanjangnya. Aku terkejut tapi langsung sadar dan mengangguk sekencang-kencangnya dengan senyum lebar. Ibu kemudian masuk lalu menyalakan shower dan berdiri dibelakangku. Aku sedikit mundur agar tidak terkena ir dari shower. Disabuninya punggungku dengan kedua tanganya, ketika usapan sampai pada pinggulku tangan Ibu kemudian bergerak maju mengelus dan mengocok dedek arya dengan lembut. Terasa kehangatan susunya menempel pada punggungku.
"Arghhhmmmm... enak sekali bu... ehmmmm" ucapku yang berdiri tegap didepan Ibu sambil merasakan nikmat elusan dan gesekan susunya pada punggungku
"hmmm... ternyata enakan tangan ya daripada empik Ibu?" ucapnya
"argghh... ya enggak gitu bu, enak semua, malah empik Ibu yang paling enak arhhhmm..." ucapku dengan mata terpejam menikmat sensasi mandi sabun ini
Didorongnya maju tubuhku hingga terguyur oleh air shower, dipeluknya tubuhku deng usapan-usapan pada dadaku. Ku arahkan kedua tanganku ke belakang dan memeluknya. Aku akhirnya berbalik dan diusapnya seluruh tubuhku hingga tak ada sabun lagi yang tersisa. Ibu kemudian turun dan semakin turun, diciumnya ujung dedek arya dengan bibir manis yang dihiasi oleh senyumanya. Dijilatinya ujung dedek arya hingga ke pangkal dedek arya, dikulum-kulumnya zakar dedek arya. Aku semakin tidak tahan dengan permainan Ibu, kuangkat tubuhnya dan ku posisikan menungging dengan kedua tangannya bertumpu pada pinggir bak mandi. Kuarahkan dengan tepat dedek arya dan sleebbb masuklah dedek arya ke dalam vaginanya. Aku mulai menggoyang pinggulku secara perlahan.
"Pelan-pelan saja sayang erghhh sabuni tubuh Ibu sekalian arghhh" ucap Ibu, segera kuraih sabun mandi cair dan kutumpahkan kepunggungnya sambil masih menggoyang pelan pinggul.
"Tubuh Ibu bagus... jagan dikasihkan ayah lagi ya bu" ucapku sambil mengusap-usap punggungnya, kemudian tubuhku sedikit membungkuk dan kedua tanganku mengusap serta meremas susu Ibu.
"Kamu suka susu Ibu ya?" ucapnya sambil kepalanya menoleh mencoba melihatku yang ada dibelakangnya
"Iya bu, besar dan kencang" ucapku sambil memainkan puting susunya
"besok istri kamu, Ibu kasih ramuannya biar kamu betah dirumah" ucapnya
"Jangan bilang masalah istri dulu bu, sekarang aku dan Ibu" ucapku tampak senyuman diwajahnya, senyum bahagia atas ucapanku. Setelah semua tubuh Ibu aku sabuni aku arahkan tubuhnya untuk bertumpu pada tembok dibawa shower. Rambut yang di kucir sanggulpun akhirnya terurai. Pemandangan yang jarang sekali aku lihat, karena selama ini rambutnya selalu dalam keadaan digelung kebelakang. Kupegang pinggang Ibu dan aku mulai menggoyang dengan cepat.
"Arrghhh... Ibu aku ingin melihat rambut panjang Ibu, aku suka bu... catikhhh arghhhhh... bu tempik Ibu nyepit arya" ucapku
"iyah nakh erhmmmm... terus goyang nakkhhhh arghhh... buat Ibu keluar nakhhh"
"Buat ibu keluar dengan kontolhh arghhh kamuhhh...aishhhhhh arghhhhh ah ah ah ah ah" racaunya
Akupun semakin mempercepat goyanganku dengan memgang pinggulnya. Ku percepat laju dedek arya dalam vaginanya hingga tubuh ibu melengking bergoyang tak tentu arah. Aku semakin menikmati sensasi ini kubungkukan tubuhku dan kuremas susunya yang menggantung itu.
"Owgghhh bu, aku ingin menyetubuhi ibu selalu arghhhh enakkhhh sekali bu... aku ingin begini terusssh arhhhhh aku ingin keluar dirahim ibu arghhhh... cumahhh Ibu yang bisahhh bikinhh aryah cepathh keluarhhhh arghhhhhh" racauku
"Keluarkanhh keluarkan nakhhh owgh buat ibu juga keluar sirami rahim Ibu dengan pejumu nakhhh owghhh...."
"kontolmuwhh... Ibu suka kontolmuwhhh aaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaahhhhh"
Crooot crooot crooot crooot crooot crooot crooot crooot crooot crooot
Bersamaan dengan keluarnya cairan hangat ibu keluar pula cairan hangatku dan bersatu. Segera ibu melepaskan dedek arya di dalam vaginanya dan berbalik ke arahku. Dipeluknya aku, wajahnya menengadah keatas, bibirnya terbuka mengharap sebuah ciuman hangat dari bibirku. Kuhempaskan bibirku di bibirnya hingga lidah kami bertautan. Pelukan hangatnya membuat dinginnya air yang berjatuhan dari shower tak terasa. Akhirnya kami saling memandikan tubuh kami dan mengakhiri permainan kami. Kamar mandi ini menjadi saksi bisu permainan kami.
Aku duduk termenung di pinggir kamarku, pandanganku menyapu seluruh ruang kamarku. Memikirkan tentang semua yang terjadi, hingga kudengar sura yang sudah tak asing lagi membuyarkan lamunanku, Ayah. Aku kemudian turun menyambut kedatangannya, melempar senyum yang tak terbalas olehnya. Ayah langsung berganti pakaian dan duduk santai dipekarangan, kudengar percakapan-percakapanya di sematponnya, tak ada yang menarik. Ibu menyuruhku naik keatas agar tidak kena marah jika saja nanti secara tiba-tiba ayah marah-marah lagi. Aku kemudian melangkah ke atas, Ibu hanya duduk bersantai di depan TV, dilemparnya cium jauhnya kepadaku dan aku langsung menangkapnya.
Berada di dalam kamar, kukunci pintu kamarku. Segera aku menyalakan komputerku, kuhubungkan sematponku dan Flashdiskku. Kupindahkan semua file dokumen-dokumen yang telah aku salin dari laptop om nico. Ku lihat satu persatu dokumen-dokumen hasil pemindaian (scanning) ini, semua mengenai bukti transfer dan beberapa dokumen yang menunjukan penggelapan uang pemerintah. Dari semua dokumen yang aku lihat ternyata semua instansi pemerintah ikut di dalamnya. Dilihat dari tahun dokumen-dokumen ini, sudah sangat lama sejak aku berumur dua tahun. Kemudian aku cocokan dengan tahun dimana kakek warno (kakek Ibuku) menjabat kepala daerah. Dan ternyata semua dokumen-dokumen ini paling lama adalah ketika 3 tahun sebelum kakek pensiun dari kepala daerah. Yang berarti 3 tahun sebelum kakek warno berhenti dari jabatanya, Ayah dan Om nico berserta kroni-kroninya sudah mulai mengambil sesuatu yang bukan haknya. Yang menjadi pertanyaanku, Apakah kakek warno juga terlibat dengan kejadian ini? atau adakah sesuatu yang lainnya?
Kuambil dan Kunyalakan sematpon temuanku milik KS. Beberapa pesan BBM masuk dan beberapa ada yang berasal dari Ayahku. Tapi hanya berupa ancaman-ancaman saja yang tidak aku gubris sama sekali. Aku kemudian membuka grup yang diikuti oleh KS yang sebelumnya belum pernah aku buka. Grup Wonge Dewe, beberapa pesan aku baca dengan seksama, semuanya hanya berisi banyolan dan gurauan dari mereka. Beberapa dari nama anggota grup menggunakan nama samaran. Pesan-pesan itu adalah pesan yang baru, dimuali dari bulan kedua, mungkin mereka sudah membicarakan ini semua sehingga mereka sudah mulai berkomunikasi via BBM lagi. Kuamati beberapa foto yang ada di kontak grup tersebut, tampak begitu familiar. Aku kembali lagi pada komputerku dan ku browsing dan mencari tahu siapa saja kepala instansi didaerahku. Dan setelah semua aku temukan dan kusamakan dengan foto yang berada di grup, sama. Jadi semua kepala instansi pemerintah disini adalah PK (Pelaku Korupsi).
Jantungku berdegup sangat kencang, keringat berkucuran menyaksikan semua foto yang tertampang di komputerku adalah sama dengan foto pada Display Picture anggota gru tersebut. Bagaimana ini? mana mungkin aku bisa menjatuhkan mereka semua? Menjatuhkan dua orang yang sangat dekat denganku saja aku kesulitan. Walaupun ada Pak Wan dan beberapa abdi kakek yang dikota ini, ditambah dengan ucapan wongso saat itu, mustahil bisa menghancurkan kepala-kepala instansi ini. sedikit iseng aku buka file video yang ikut tersalin itu, hadeeeeeh video anjing dan tuan lagi, dan langsung aku tutup.
Aku kemudian membuka email, om nico yang aku ketahui sebelumnya dari permainan seks dengan tante ima. Ku buka satu persatu email yang masuk, dimulai dari bulan kesatu, kemungkinan ini adalah waktu setelah surat Ayah sampai pada om nico. Beberapa email lama tidak ada yang menarik hanya percakapan akan ketakutan mereka mengenai semoatpon KS yang ditemukan oleh seseorang. Hingga pada terbaru, yang baru saja terkirim ada sebuah pesan yang penuh dengan teka-teki.
Ada kabar gembira untuk kita semua, kulit durian sekarang ada ekstraknya... bunyi ringtone sms sematponku. Ajeng
Deg... ajeng? Kenapa dia sms aku? Padahal aku yang ingin menemuinya? Ada apa sebenarnya? Apakah dia sudah mengetahui aku sedang dalam misi?
"Masih ingat tempat ini Ar?" ucap perempuan itu, Ajeng
Perempuan berparas cantik ini menoleh kearahku yang berada di kanannya dengan senyum yang menawan. Matanya yang tampak sipit itu dihiasi dengan ukiran dari kontak lens yang berwarna biru muda. Langkahku terhenti dan tak dapat aku berkata melihat sesosok perempuan dengan rok berumbai selutut dengan dress tanpa lengan berwarna putih bersih semua selaras dengan kulitnya. Tas kecil seukuran sematpon berukuran 5 inch itu digantungkannya pada bahu kananya. Perempuan itu kemudian menoleh kembali ke arah laut luas.
“Masih ingat tidak Ar?” tanyanya yang kembali membuyarkan lamunanku
“Masih...” ucapku
“Tempat apa ini?” tanyanya kembali
“Haaaaah... Tempat pertama kali aku mengajakmu jalan-jalan untuk menunjukan keindahan daerah tempatku tinggal. Ya kan karena kamu bukan orang asli sini he he he...” ucapku
“terima kasih sudah mengingatkan, tapi bagiku... sssssh aaaaaaaaahhh” ucapnya diakhiri helaan nafas panjang
“ini adalah tempat paling indah bagiku, paling romantis yang pernah aku datangi” ucapnya, Aku hanya diam sambil bersandar pada dinding pembatas pantai itu.
“Dua minggu lagi aku akan menikah Ar dan aku akan cuti selama satu tahun, hanya itu yang ingin aku katakan kepadamu” lanjutnya dengan senyum yang tersungginng di bibirnya, sebuah kenyataan yang membuat aku lebih tambah terkejut
“tapi jika kamu menikah bagaimana dengan Rahman?” ucapku
“Rahman? aku sudah tidak mempedulikannya” ucapnya seketika itu membuatku terbakar emosi
”Apa maksudmu berkata seperti itu?” Tanyaku
“Apa kurang jelas? aku tidak mempedulikannya dan aku tidak akan pernah peduli lagi dengannya” ucapnya santai
“bagaimana mungkin kamu bisa berkata seperti itu?” ucapku
“karena aku tidak pernah memiliki perasaan kepada dia” ucapnya dengan santai
“BAGAIMANA MUNGKIN KAMU MENJALIN HUBUNGAN DENGAN RAHMAN SEJAK SEMESTER 2 HINGGA SEKARANG DAN KAMU TINGGALKAN BEGITU SAJA? SETELAH SEMUA DIBERIKAN RAHMAN KEPADAMU DAN KAMU MENGHIANATINYA DENGAN SEPERTI INI!” bentakku sambil merubah posisi tubuhku ke arahnya
“Aku menghianatinya? Dia yang sudah menghianatiku selama ini, tapi aku tetap diam! Kamu! Kamuu yag selama ini tidak pernah mengerti perasaanku selama bersama dia!” bentaknya yang sekarang menghadapku
“OH YA, AKU TIDAK MENGERTI??? HA HA HA BAGAIMANA KAMU MENJELASKAN TENTANG MEMATA-MATAI DIA DAN MENJADI PESEURUH AYAHNYA, DAN MENGERUK SEMUA KEUNTUNGAN, APAKAH ITU SUATU KEJUJURAN DALAM SEBUAH HUBUNGAN!” bentakku lagi
“Kamu tidak pernah bisa tahu dan mengerti! Aku selama ini yang menyaksikannya bermain dengan teman-teman kosku, aku melihatnya sendiri Ar hiks hiks hiks dia bermain cinta dengan teman-teman kosku hiks hiks” ucapnya dengan tersengal-sengal, nada suaranya semakin menurun, aku tertegun
“Aku bukan hiks hiks hiks pesuruh ayahnya, om nico hanya memintaku untuk mengetahui jumlah tabungannya hanya itu saja tidak lebih, dan aku baru berkomunikasi dengannya juga baru satu kali saja tidak lebih ar hiks hiks hiks aku tidak pernah meminta sepeser pun dari rahman aryaaaa hiks hiks hiks” jelasnya, sebuah pernyataan yang menusuk di dalam hatiku. Perkiraanku selama ini salah kaprah, tidak ada yang benar, ajeng bukan salah satu anggota dari kumpulan ayah dan om nico.
“Ta... ta... tapi kamu juga ikut bermain kan? Rahman selalu cerita seperti itu kepadaku” ucapku tertatih-tatih
“Aku bukan wanita murahan seperti yang kamu kira Ar! Aku masih punya harga diri, dan aku masih punya cinta untuk seseorang yang selama ini hanya mampu aku pandang tanpa bisa aku genggam hiks hiks hiks” ucapnya sedikit membentakku. Aku bingung, semua cerita rahman mengenai dia sudah bermain cinta dengan ajeng adalah kebohongan, ajeng pesuruh om nico juga salah.
“Aku tidak mencintainya sama sekali, dia terlalu sering menyakitiku! Bermain cinta dengan teman kosku! Aku memutuskan menikah karena dia tidak pernah serius menjalin hubungan denganku!” bentaknya
“Ta... ta... pi kan bisaaaa dibicarakan ter..lebih dahulu jeng?” ucapku yang masih kebingungan
“AKU TIDAK PERNAH MENCINTAINYA AR, AKU TIDAK PERNAH, SAMA SEKALI TAK ADA CINTA UNTUKNYA, DAN AKU TIDAK PERNAH MENGGUNAKAN UANGNYA SEPSERPUN, AKU BUKAN PEREMPUAN MATERIALISTIS!” bentaknya kepadaku. Aku semakin terkejut dengan pernyataan-pernytaannya membuatku semakinmarah karena dia telah membohongi rahman, walau rahman juga membohongiku
“Ta... ta... ta... pi Kenapa kamu menjalin hubungan dengannya? PADA AKHIRNYA KAMU MENINGGALKANNYA, AKU YAKIN RAHMAN BISA BERUBAH!” ucapku kemudian menjadi sebuah bentakan
“Karena aku hiks hiks hiks hiks ingin selalu memandangmu dan dekat denganmu hiks hiks hiks... Aku...” ucapnya tersengal dengan kedua tangan menggenggam dan lurus degan tubuhnya,
“Aku... Aku... Aku mencintaimu ar, aku mencintaimu, AKU MENCINTAIMU ARYA!” teriaknya keras.
Tubuh ini serasa lemas mendengar teriakan itu, bagai gempuran ombak yang menghantam benteng pasir hingga roboh. Bagai sebuah anak panah yang menembus jantungku. Suara deburan ombak dan hembusan angin tak lagi terdengar ditelingaku, seakan-akan semua menjadi bisu dan membisu. Tak ada suara lagi yang aku dengar hanya sebuah tangisan dari seorang perempuan yang selama ini aku nilai keburukannya saja.
“aku menerima rahman karena kamu selama ini tidak pernah peka terhadap perhatianku hiks hiks hiks, kita berbeda jurusan membuat aku semakin rindu bertemu denganmu hiks hiks hiks, aku mencoba dan selalu mencoba untuk main ke kampus kamu hanya untuk melihatmu dan menyapamu tapi tanggapanmu biasa-biasa saja hiks hiks hiks” jelasnya
“Itu karena rahman mengatakan kepadaku dia suka kepadamu, ma...ka...nya a...ku mun...dur” ucapku semakin lama nada suaraku semakin turun dan mengecil
“Alasanku, agar aku bisa melihatmu, sebatas melihatmu saja AKU SUDAH BAHAGIA!” ucapnya diakhiri sebuah bentakan kepadaku, jarakku dan dia masih jauh walau kami berhadap-hadapan satu sama lain
“Maaf...” ucapku lirih
“Maaf Ar? Hanya itu Ar yang kamu ucapkan kepadaku?!” bentaknya
“Ajeng! Seandainya saja kamu menolak rahman mungkin...” lidahku mulai kelu untuk mengucapkan kata-kata berikutnya, kepalaku kembali tertunduk menyesali semua yang telah terjadi
“Mungkin apa? Aku tahu kamu Ar, aku tahu segalanya tentang kamu! Kamu tidak akan pernah tega terhadap sahabatmu! Jika aku menolaknya sekalipun kamu tetap akan diam dan diam! Dan itu... hiks hiks hiks yang akan membuatku semakin jauh darimu, aku tidak ingin jauh darimu aryaaaa hiks hiks hiks hisk” ucapnya dengan tangis yang menjadi-jadi dia kemudian duduk dengan kaki dilipat didepan dadanya membelakangi pantai. Tangannya memeluk kedua kakinya itu, hembusan angin dari pantai membuat rambut panjangnya menutupi sebagian wajahnya. Ku beranikan diriku untuk memandangnya.
“Kenapa kamu bisa mencintaiku seperti ini?” ucapku lirih
“Karena kamu ksatriaku... ksatria yang melindungiku ketika pertama kali aku melihatmu dengan tatapan yang selalu melindungi yang lemah, ketika...“ ucapnya lirih yang kemudian menginngatkanku kepada sebuah kejadian dimasa Orientasi Mahasiswa
......................
“mungkin kamu sudah tidak ingat lagi” ucap ajeng
“Aku masih ingat jeng, dan masih tersimpan dalam memori ingatanku” ucapku sambil melangkah dan duduk disampingnya. Disandarkannya kepalanya pada pundakku
“Maaf... jika selama ini aku tidak bisa melihat itu semua” ucapku
“hiks hiks hiks, ndak papa ar, semua sudah terjadi dan tidak bisa diulangi lagi” ucap ajeng yang kemudian memeluk tubuhku dari samping, aku pun merangkulkan tangan kiriku di pundaknya kaki kananku selonjor kedepan.
“Aku sangat mencintaimu Ar...” ucapnya
“Apakah kamu mempunyai perasaan yang sama kepadaku Ar?” tanyanya
“Ya, tapi dulu jeng, maaf sekarang aku sayang kepadamu sebagai seorang sahabat” ucapku
“Terima kasih, itu sudah membuatku bahagia Ar, sangat bahagia walaupun perasaan itu sudah berlalu” ucapnya sedikit tersengal
“Kamu tahu, Ar, hal inilah yan ingin aku lakukan selama ini, memelukmu dengan sangat erat” ucapnya sembari memelukku erat
Aku tidak tahu apa yang akan terjadi selama ini, kenyataan demi kenyataan pahit hadir didepan kedua mataku. Membuat aku terjebak didalamnya, bagaimana mungkin aku bisa keluar dari semua ini jika semua yang aku prediksikan selalu meleset. Rasanya ingin sekali aku menyuruh Down hill menghentikan cerita ini, dasar penulis cerita selalu menempatkan tokohnya di tengah-tengah kegelisahan ini.
“Ar...” ucap Ajeng
“ya...” balasku
“aku punya satu permintaan terakhir, aku berharap kamu mau memenuhinya...” ucap ajeng
“jika memang bisa, aku akan memenuhi semua permintaanmu” ucapku dengan tegas, dia tersenyum kepadaku
“Aku ingin...” ucapnya terpotong
“ya...” jawabku santai
“Aku ingin, kamulah yang menyentuh tubuhku untuk pertama kalinya dan bukan yang akan menjadi suamiku” ucap ajeng membuatku melongo dan bertingkah amburadul ketika mendengar itu tapi pelukan ajeng tak bisa membuatku lepas darinya. Aku mencoba menenangkan diriku lagi.
“Jeng, kamu sudah menjaganya selama ini. dan aku berharap kamu memberikan mahkotamu kepada suamimu” ucapku mencoba bijaksana dan berwibawa
“Aku sudah mengatakan kepada calonku jika aku sudah tidak perawan lagi, dan dia mau menerimanya” ucap ajeng santai sambil meletakan kepalanya didadaku dan memelukku erat semakin erat
“Aku tidak bisa jeng” ucapku lirih, tiba-tiba saja ajeng melepaskan pelukankku. Wajahnya penuh dengan kekecewaan. Kupeluk tubuh erat sembari aku daratkan kecupan pada keningnya.
“Jeng, walau ada cinta diantara kita bukan berarti kamu harus menyerahkannya kepadaku, biarkan dia yang akan menjadi penjagamu yang mendapatkannya, dialah yang akan bersamamu hingga akhir hayatmu, bukan aku”
“Perjalanan hidupmu masih panjang, pastinya dia juga akan memberikan kebahagiaan untukmu bahkan lebih bisa membuatmu bahagia daripada aku yang ada disini sekarang, kebahagiaanya adalah ketika kamu memberikan mahkotamu dan setelahnya dia juga akan memberikan kebahagiaan kepadamu, walau terkadang dalam perjalanan hidup ada manis dan pahit”
“Jangan kamu berpikir hanya denganku kamu bisa bahagia, Dia disana juga memiliki rencana tersendiri untuk kebahagiaanmu, jika dia adalah nadimu maka dihari pernikahanmu hingga matimu dia akan bersamamu, jika bukan, pasti akan ada sebuah kebenaran yang ditunjukan kepadamu”ucapku
“Begitulah kamu Ar...”
“Selalu saja bisa membuat pikiran seseorang berubah-ubah, kamu bisa membuat keyakinan menjadi keraguan dan membuat semua keraguan menjadi sebuah keyakinan” ucapnya kemudian Ajeng melepas pelukanku dan berdiri
“AAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAA....” teriaknya sambil menghadap ke pantai
“Arya... Arya... Hmmmm... terima kasih”
“terima kasih sudah mengingatkan aku...” ucapnya kemudian aku berdiri disampingnya
Aku kemudian berdiri dan kupeluk ajeng dengan sangat erat, balasan pelukan pun aku dapatkan darinya. Memang terpancar dari wajahnya sebuah kekecewaan namun senyuman dari biibrnya menghapus itu semua. Harapaku kepadanya adalah agar dia tidak melakukan tindakan gila atau apapun itu. Akhirnya matahari terbenam, malam telah menggeser sinar mentari. Aku dan ajeng kemudian berpisah dengan sebuah perpisahan yang penuh dengan haru dan senyuman. Aku berpesan kepada ajeng agar tidak memberitahukan kepada Rahman. Kucoba menghubungi Rahman pada saat itu, dia sedang berlibur menenangkan pikirannya. Entah ada apa dengan dia. Aku arahkan motorku ke arah rumahku dan pulang dengan perasaan gelisah.
Akhirnya aku sampai di rumahku, kulihat Ayah sedang bercengkrama dengan telepon genggamnya didepan rumah. Aku salim kepada Ayahku dan masuk ke dalam rumah. Terlihat Ibu yang sedang asyik menonton acara televisi. Kulihat senyumannya tapi tetap saja tidak membuat hatiku kembali bergembira. Ibu seakan tahu perasaanku dan menepuk sofa disampingnya. Aku duduk disamping Ibu, dipeluknya kepalaku di dadanya dan dielus-elus. Ibu kemudian memintaku bercerita mengenai apa yang terjadi. Dan kuceritakan secara detail semua yang terjadi di pantai itu, dan semua tentang penilaianku yang salah.
“Berarti dia orang baik”
“Hmmm... kalau yang terakhir itu kelihatannya Ibu harus cemburu dech hi hi hi” ucap Ibu ku menggodaku
“Tidak tahu bu” ucapku sembari memasukan kepalaku dalam pelukannya
“Laki-laki harus bertanggung jawab” ucap Ibu
“Aku seperti seorang penjahat bu, ndak ada bedanya dengan yang didepan” ucapku
“Beda, sangat berbeda.. kamu dan dia bagai bumi dan langit, dia pemaksa dan rakus, sedangkan kamu dipaksa dan kalem, baik lagi hi hi hi” ucap Ibu
“Bu..” ucapku
“ingatlah jangan pernah kamu membuat sakit hati seorang perempuan karena itu berarti kamu juga membuat sakit hati Ibu,”
“Sudah sana istirahat dulu” ucap Ibu, aku kemudian bangkit dan menuju kamarku
“beberapa hari kedepan puasa dulu ya sayang hi hi hi” ucap Ibu menggodaku, sambil menunjuk kearah depan dimana Ayahku berada. Aku hanya mengangguk dengan senyuman dan kembali melangkah menuju kamarku.
Aku hempaskan tubuhku di kasur, tempat tidurku. Melayang pandanganku, menyapu semua sudut langit kamarku. Aku linlung dan bimbang dengan semua keadaan ini, belum lagi misteri dari email itu belum juga terpecahkan. Apakah aku harus menyerah sampai disini?
Tak gendong kemana-mana tak gendong kemana-mana... bunyi ringtone sematponku. Bu Dian.
“Halo, selamat malam bu dian”
“Haloooooo, apa kabar arya?”
“B... Ba... Baik bu, Apa kabar bu? Kok kelihatanya gembira sekali bu? Ada yang bisa saya bantu”
Tiba-tiba Ibu masuk dan duduk disebelah kiriku dan menempelkan telinganya di sematpon yang aku tempelkan ditelingaku
“Kabar baik dan tentunya bahagia dong, kan KTI yang kita buat juara satu, oh ya sesuai janjiku aku ajak kamu makan-makan, mau tidak?”
“Eeeee... apa tidak merepotkan?”
Tiba-tiba ibu, dengan gerak bibirnya dan pukulan dikepalakku menyuruhku untuk meng-iyakanya
“Tidak merepotkan, tapi kamu harus memberi saya hadiah dulu, baru nanti saya traktir bagaimana?”
“wah kok begitu bu, kan yang dapat juara Bu Dian, ya seharusnya bu dian yang beri saya hadiah dong”
“Ya tidak bisa, saya maunya ucapan selamat kamu berupa hadiah, gitu ya? Besok minggu kamu kerumah saya nanti kita keluar makan bersama”
“Eh... iya bu iya, tapi apa sebaiknya kita langsung ketemu di tempat makan saja gitu bu, takutnya nanti pacar Ibu tahu terus marah”
“saya tidak punya pacar, saya tunggu kamu besok minggu beserta hadiahnya titik, dah dulu ya ini taksinya sudah sampai rumah. Daaaaaaaaaaaaaagghhhh” tuuuuuuuuut
Aku memandang telepon cerdasku seakan tidak percaya dengan apa yang terjadi baru saja. Setiap kata-kata dari Bu dian mulai aku cerna, baru saja ada kegelisahan ini malah ditambah lagi kegelisahan lain. Banyak pertanyaan belum terjawab eh dapat pertanyaan lagi. Beberapa saat aku sadar bahwa Ibu tiba-tiba melangkah keluar, aku takut jika ibu marah kepadaku. Tapi selang beberapa saat Ibu masuk kedalam membawa sebuah kotak.
“Ini buat Bu Dian, sebuah gelang terbuat dari campuran emas kuning dan platina, ini pemberian Nenek Mahesawati”
“Berikan pada dia, dan katakan ini pemberian dari Ibu karena kamu lagi kanker alias kantong kering hi hi hi” ucap Ibu
“Eh... apa tidak sayang bu? Kan ini milik Ibu” ucapku
“Ibu suka sama itu siapa?Dian ya, Ibu mau kamu sama dia walaupun itu mustahul siiiich....”
“tapi ingat sebelum kamu sama dia kamu harus selesaikan dulu masalah kamu, okay? Are you understand honey?” ucap Ibu
“I’m Understand Mom, but...” ucapku
“Tidak ada tapi-tapian... Ibu tidak akan cemburu, karena kamu kalau dirumah milik Ibu hi hi hi”
“Sudah tidur sana, bobo cantik cintaku cup...” ucap Ibu sambil mendaratkan kecupan di keningku
Ibu kemudian meninggalkan kamarku, Aku lepas semua pakaianku dan berganti dengan kaos dan celana pendek. Aku pun merebahkan tubuh dan kutarik selimut menutupi tubuhku. Tubuh yang selama ini tenggelam ke dalam dekapan beberapa wanita.
Pelangi pelangi alangkah indahmu merah kuning hijau dilangit yang biru... ringtone sms. Budhe
Aku pun akhirnya terlelap dalam tidurku hingga pagi menjelang. Tak ada yang istimewa selama aku berada dirumah dengan kehadiran Ayahku disini. Aku pun berakting layaknya anak yang baik baginya, setiap pembicaraanya ditelepon selalu aku mencoba untuk menguping. Tetapi semuanya sia-sia tak pernah ada percakapan penting yang aku dengan darinya. Hingga hari minggu pun tiba, tepat pukul 17:00 aku pamit kepada kedua orang tuaku untuk keluar main. Ayah Ibuku mengijinkan aku untu kkeluar. Kukendarai REVIA dengan laju kencang sekencang angin hingga sampailah aku di tempat dimana seorang bidadari tinggal, Rumah bu Dian. Kupencet bel dan keluarlah seorang wanita cantik dengan meneteng Helm dari dalam rumahnya. Menggunakan kaos ketat seperti tank-top dan di lengkapi dengan jaket kain yang menutupi lenganya, belahan dada pada kaos ketatnya pun tidak rendah, menutupi semua bagian dadanya. Celana kain longgar menutupi kaki jenjangnya yang dihiasi sandal berhak 3 cm, mungkin. Dia kemudian keluar dari gerbang rumah dan berdiri dihadapanku. Aku terkesima dengan kecantikan wanita ini, ah seandainya saja dia pacarku.
“Okay, I’m ready but...mmmm”
“My gift?” ucap bu Dian, aku kemudian mengeluarkan kotak yang sudah aku bungkus kado dan langsung dibukanya
“Oh ya saya lupa, ini bu” ucapku seraya memberikan hadiah pemberian Ibu. Bu Dian langsung membukanya dan takjub dengan gelang itu.
“Hmm... bagus juga, mahal ya ini? padahal saya kan Cuma bercanda hi hi hi” ucap bu dian
“itu pemberian Ibu buat Bu Dian” ucapku santai
“Eh...” bu dian tampak kaget dengan kata-kataku
“Beneran dari Ibu kamu? Apa tidak sayang?” ucap Bu Dian
“Lha Bu Dian mau tidak? Kalau tidak akan saya ganti” ucapku
“Mau kok” ucapnya dengan wajah memerah, entah kenapa dia merasa malu
“Terima kasih ya” ucapnya dengan senyuman
Akhirnya kami berboncengan menuju jalan sebuah cafe sederhana di daerah ini. Dalam perjalanan tiba-tiba saja kedua tangan Bu Dian memeluk perutku, aku hanya mendiamkannya. Namun semakin lama tubuh Bu Dian semakin melekat pada tubuhku dan pelukannya semakin erat. Aku sebenarnya agak sedikit frogi dengan perlakuan Bu Dian kali ini. Kurang lebih setengah jam perjalanan kita sampai pada tujuan. Kami duduk berhadapan satu sama lain di tempat yang lumayan romantis, karena tempat makan kami terletak di dekat taman yang berada di dalam cafe tersebut. Akhirnya kami memesan makanan, dan yang kami pesan adalah sama.
“Kamu tidak apa-apakan aku ajak makan kesini?” ucap Bu Dian
“Tidak Bu, memangnya kenapa?” tanyaku
“Mungkin saja cewek kamu marah begitu” ucap Bu Dian
“Saya belum punya Bu, ya mungkin saja Pacarnya Bu Dian yang marah” ucapku
“Saya juga sama belum ada...” ucapnya penuh senyuman manis
“Ya ini sebagai tanda terima kasihku karena kamu telah membantuku selama in”
“Oia kalau diluar panggil nama saja ndak papa, lagian palingan jarak umur kita tidak begitu jauh” ucap Bu Dian
“Wah ndak terbiasa bu he he he”
“Kalau mbak saja bagaimana Bu?” ucapku
“Okay, ndak masalah, tapi usahakan untuk memanggil namaku ketika diluar ya, kalau bisa” ucap Bu Dian
Akhirnya makanan datang, kami pun segera melahap makanan yang sudah ada di meja. Aku yang berada didepannya selalu mencuri-curi pandang wajah manis Bu Dian. Walau terkadang aku juga merasa diamati oleh Bu Dian sendiri. Ditengan-tengah acara makan malam ini kami pun sedikit berbincang-bincang mengenai keseharian masing-masing.
Braaaak.... tiba-tiba seorang lelaki menggebrak meja makan kami
Cepraaaaaaaaaat... minumanku di siramkannya di wajahku
Di sebuah cafe yang terletak lumayan jauh dari perumahan ELITE, perumahan dimana Wanita cantik yang bersamaku ini tinggal. Aku diajak oleh wanita ini untuk makan malam bersama, kami mengobrol banyak mengenai beberapa hal yang bisa kami bicarakan untuk mencairkan suasana. Tatapan matanya ketika berbicara kadang sangat tajam menuju kearah bola mata ini. Tatapan mata yang tajam dan penuh arti yang tak bisa aku terjemahkan dalam kalimat. Suatu pemandangan aneh memang ketika seorang wanita cantik dengan gelar pendidikan yang tinggi serta kesehariannya mengajarku sekarang mengajakku untuk makan malam. Terbesit dalam pikiranku kalau wanita di depanku saat ini adalah seorang wanita yang sedang jatuh cinta kepadaku, tapi pikiran itu selalu aku buang jauh-jauh dan hanya aku gantung sebagai sebuah angan yang tak mungkin aku raih.
Setiap kumpulan makanan yang berada di alat makanku kadang aku diamkan sejenak ketika aku angkat hanya untuk mencoba melihat wajah cantik dan manisnya itu hanya untuk meluhatnya walau sebentar saja. Senyumannya kadang membuatku semakin gugup, kadang membuatku terbang ke awang-awang, kadang pula aku sedikit tidak percaya dengan apa yang terjadi di malam ini, apakah aku sedang bermimpi? Itulah pertanyaan yang tepat di malam ini. Namun kebahagiaan itu dalam sekejap berubah menjadi sebuah tempat gelap nan kelam bagiku.
Braaaak.... tiba-tiba seorang lelaki menggebrak meja makan kami, sempat aku melihat seorang lelaki dengan postur tubuh tinggi dan berkulit putih. Memakai HEM dan di lengkapi oleh jas berwarna abu-abu serta celana berwarna hitam.
Cepraaaaaaaaaat... minumanku di siramkannya di wajahku, aku tekejut dan kelabakan. Ada beberapa molekul-molekul dalam minuman itu masuk ke dalam mataku. Pedih rasanya mata ini, tanganku yang semula memgang alat makan langsung kulepas. Kedua tanganku mengucek-ucek kedua mata ini walau terasa semakin perih.
“DASAR LAKI-LAKI TIDAK TAHU MALU, BERANINYA MENGAJAK JALAN CEWEK ORANG!” bentak laki-laki tersebut yang tak bisa aku lihat ekspresi wajahnya karena perihnya mata ini
“Lucas, Apa-apaan kamu ini? Jangan sembarangan!” bentak bu Dian
“Lucas, siapa lucas? Kenapa dia marah kepadaku? Pedih sekali mataku, Sial! Tisu, aku butuh tisu dan air” bathinku
Kulepaskan kucekan pada mata kiriku, tangan kiriku mencoba meraih tisu makan yang ada di meja. Pandanganku sedikit buram, semua nge-blur, walau buram aku masih dapat melihat Bu Dian yang nampak berdiri, kedua tangannya memegang tangan kanan Lucas. Kudengar pertengkaran antara mereka berdua, dimana bu Dian mencoba untuk menarik Lucas dan Lucas mencoba untu kmemberiku sebuah “Hadiah”. Kualihkan pandanganku ke tisu makan walau sedikit buram aku masih bisa melihatnya. Kusentuh bagian ujung tisu makan yang ada di meja itu dan BUGHH! Sebuah hantaman keras mengenai pipi kiriku dengan posisiku yang tidak siap menerima pukulan keras. Aku terjatuh kelantai disebelah kananku, tangan kananku mencoba untuk menahan laju tubuhku tetapi karena pukulan itu datang tiba-tiba aku terjatuh ditambah lagi kaki kananku sedikit terpeleset cairan mungkin itu adalah minumanku tadi. Kini aku jatuh dengan posisi tubuh miring, segera aku rubah posisiku menjad duduk dilantai. Kuraih kaosku sendiri dan kulap pada wajahku.
“ARYAAAAAAA! LUCAS HENTIKAN!” Teriak Bu Dian
Masih sedikit perih memang, kupaksa mata ini membuka dan sudah mampu untuk melihat lagi. Pandanganku sedikit kabur, kulihat Bu Dian mendorong lucas dan bergerak ke arahku tetapi dengan sigap lucas memgang tangan kiri Bu Dian dan menariknya kebelakang. Bu Dian tertarik kebelakang, secara tiba-tiba lucas meraih kaosku dan di tariknya aku. Aku yang semula berada di posisi duduk sekarang bagaikan seekor anjing ditarik, kucoba untuk berdiri walau ditarik oleh lelaki yang bernama Lucas ini.
“Lucas hentikan! Apa-apaan kamu ini!” Teriak Bu Dian di hadapan lucas, yang mencoba menghalangi jalan Lucas
“Apa-apaan? Kamu yang apa-apaan! Beraninya jalan dengan cowok lain!” bentak Lucas
“Kamu tidak berhak melarangku, karena kamu bukan siapa-siapaku!” balas Bu Dian, dan aku masih mencoba membersihkan wajahku dan menyeka mataku dengan lengan kaos di bahuku. Mataku kini sudah tidak begitu pedih, kulirik ke kanan dan kiriku tampak semua orang mengamati kami semua.
“Oh ya! Lalu selama ini aku kamu anggap apa!” bentak lucas yang masih memegang kaosku
“Kamu itu temanku,tidak lebih!” bentak Bu Dian
“Oooo jadi karena laki-laki ini sekarang kamu mau meninggalkan aku, begitu!”
“Kalau begitu laki-laki ini harus diberi pelajaran agar tahu bagaimana caranya menghormati hubungan seseorang” bentak lucas yang menarikku. Kini aku berdiri di belakang lucas yang masih memegang kaosku, kutatap mereka berdua. Aku tidak memberikan perlawanan apapun dan hatikupun sedikit setelah mendengar apa yang lucas katakan pada Bu Dian.
“Hubungan? Ahh... memang benar apa yang dikatakan Lucas, aku selalu hadir di tengah-tengah hubungan seseorang, arghhhh sial kenapa pedih lagi mataku” Bathinku
“Dia tidak ada hubungannya dengan ini semua! Lepaskan dia!” Bentak Bu Dian
“HAAAAAAAAH! Masa Bodoh, minggir!” bentak lucas sedikit mendorong tubuh bu dian, bu dian hampir saja jatuh tapi dia mampu menahan tubuhnya dengan berpegangan kepada sebuah meja.
Ditariknya tubuhku dengan kedua mataku yang sedikit pedih. Lelaki ini, Lucas, menarikku dan berteriak-teriak meminta semua orang yang berada di dalam cafe untuk menyingkir. Hingga di tempat parkir yang berada di depan cafe aku dilempar hingga jatuh tersungkur. Masih dalam posisi mengucek mataku, aku mencoba berdiri.
“HAJAR DIA! BERI DIA PELAJARAN!” Teriak lucas
Bugh... ku rasakan sebuah pukulan pada punggungku membuat aku jatuh tersungkur. Sempat kulihat dalam jatuhku orang-orang suruhan Lucas jumlahnya cukup banyak. Aku terjatuh miring, segera aku meringkuk, kedua kakiku kutarik kedalam dan kupeluk dengan kedua tangaku, wajahku kumasukan ke dalam pelukan tanganku itu. Tendangan keras dan injakan pada sekujur tubuhku dapat aku rasakan sangat kejam.
“HAJAR! JANGAN BERI AMPUN! JANGAN BERI AMPUN! DASAR PERUSAK HUBUNGAN ORANG!” Teriak lucas yang suaranya mulai aku kenali
“Lucas hentikan! Atau aku laporkan kamu ke polisi” teriak Bu Dian, ya suara itu adalah suara Bu Dian
“Mau lapor? Lapor saja, dan kamu akan mendapatkan mayat dia ha ha ha” balas lucas dengan tawanya yang keras. Tiba-tiba tangan halus kurasakan pada tubuhku, Mataku ku buka seidikit dan dapat kulihat Bu Dian yang mencoba mendorong dan menjauhkan para lelaki-lelaki itu dariku. Aku kini dapat melihat air matanya yang keluar mengalir di pipinya. Tapi itu tidak berlangsung lama, tubuh Bu Dian kemudian ditarik oleh Lucas menjauh dariku.
“Kamu tidak usah ikut campur! Ini urusan laki-laki” bentak lucas dengan kasarnya
“Kamu jangan Lucas! Lepaskan!” ucap bu Dian kepada Lucas, yang kemudian mengalihkan pandanganya ke arahku
“Hentikan hiks hiks hentikaaaaaaaaaaaan, Aryaaaaa” teriak Bu Dian yang mencoba melepaskan genggaman Lucas pada lengan tangan kanannya. Ah Sial, kenapa juga ini orang memukuliku. Aku kemudian menendang salah seorang dari mereka, mereka tampak terkejut. Aku kemudian mencoba bangkit, segera aku mendorong salah seorang dari mereka lagi. Bughhh... hantaman keras di punggungku membuat aku jatuh tersungkur kembali. Aku mencoba bangkit kembali, dari sudut pandang sempitku kulihat orang yang aku tendang sedang menenteng kursi dari dalam cafe. Aku yang mencoba mebalikan badanku, dalam posisi setengah miring menghadap ke laki-laki itu aku terkejut.
“MATI KAU!” teriak laki-laki itu sambil mengangkat sebuah kursi di atas kepalanya dan siap di hantamkan padaku yang sedang dalam posisi benar-benar tidak siap sama sekali.
“ARYAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAA!” teriak seorang wanita, Bu Dian yang sedang meronta-ronta mencoba melepaskan tangannya dari genggaman lucas
Jika kursi itu mengenai kepalaku, mungkin ini malam terakhir down hill update, eh salah mungkin ini malam terakhirku melihat Bu Dian. Ibu, bagaimana dengan Ibu? Ibu Bisa saja dipermainkan oleh Ayah jika tidak ada aku. Kakek, Nenek, Pakdhe, Budhe, Om, Tante dan adik-adikku. Selamat tingg....
CIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIT......
BUGH... BUGH.... BUGH....
PRAAAAAAAAAAAAAK... PRAAAAAAAAAAAAAAAAAAANG!
BRAAAAAAAAAAAAAK.... GLODAAAAAAAAAAAAAAAAK
BUGH BUGH BUGH!
Dari posisiku aku dapat melihat sebuah kayu besar dan panjang jatuh di hadapanku, entah siapa yang melemparnya. Beberapa orang dari mereka nampak mundur karena adanya seseorang yang memukul mundur mereka.
“SIAPA KALIAN BERANI SEKALI MENGANGGU URUSAN ORANG!” Bentak seorang laki-laki suruhan Lucas
“BUKAN URUSAN KITA??? HA HA HA HA” ucap lelaku dihadapanku yang membelakangiku
“Perkenalken, nama saya WONGSO ALIAS WONG DOYAN MENUNGSO (Orang yang doyan manusia)“ Ucap lelaki dihadapanku, wongso. Bersyukurnya aku mereka datang tepat waktu, ternyata ini bukan hari terakhirku
“Aku ANTON ALIAS AWAN KINTON” ucap seseorang yang kemudian berdiri di samping kiri wongso dengan lagaknya yang sama sejak SMA, selalu menggoyangkan kedua bahunya, Anton.
“WOI AKU ARIS AHLI KERIS HO HO HO”
“Tangi cat, malah turu wae, makane nek meh geger ngejak-ngejak ojo dewean (Bangun cat, malah tidur saja, makanya kalau mau geger ajak-ajak jangan sendirian)” Ucap seseorang yang memapah tubuhku dengan gayanya yang sok artis, Aris
“DEWO Gede Lan Dowo (Besar dan panjang)” ucap seseorang yang tingginya melebihi tinggiku dengan gagah dia berdiri di samping kanan wongso, dia satu-satunya sahabatku yang dari SMA memiliki tinggi lebih dariku
“Aku... Sudira Suka Jadi Waria emmmuaaaaaaaaaach...” ucap seseorang yang memapahku lembut dan menggrepe-grepe tubuhku, Sudira, sahabat SMA yang doyan sekali memake-up dirinya menjadi wanita
“Woi Ingat Ndes! Ini itu sobat sendiri jangan di embat juga kali!” bentak Aris yang mencegah tangan dira
“Iiiiiih mumpung ada kesempatan hi hi h hi” ucap dira khas dengan suara wanitanya
Aku kemudian berdiri di belakang ketiga orang yang sudah sedari tadi berdiri dihadapanku. Aku tersenyum bahagia karena mereka datang tepat waktu. Kelima orang ini adalah sahabatku sejak SMA, sahabat yang membentuk Geng Koplak yang sampai sekarang tidak pernah pudar tali persahabatan kami. kulihat Bu Dian nampak menangis, air matanya mengalir di pipi indahnya, ingin sekali aku mengusapnya tapi aku harus menyelesaikan ini dulu.
“WOI KO! AWAS KALAU TELEPON POLISI! TAK POTONG-POTONG KONTOLMU!” Teriak Dira dengan nada laki-lakinya. Aku menoleh ke dalam cafe tampak seorang lelaki tua berkulit putih sedikit ketakutan dengan teriakan dira.
“Ndak papa kamu cat?” tanya Anton dan wongso bersamaan dengan masih menatap ke depan
“Biasa saja, kaya tidak pernah tahu aku saja Bro” jawabku santai
“HAH! DASAR ORANG KOPLAK! HAJAR MEREKA!” Teriak Lucas
“Yaelah, memang kita ini Geng Koplak, ya jelas Koplak, Majuuuuuuuuuuuuu!” teriak Dewo. Dengan senyum sumringah di bibirku aku kemudian ikut maju dan bertempur dengan mereka berlima. Memang kami kalah jumlah 5 : 10 dan itu selalu terjadi di setiap perkelahian kami.
Wongso ahli beladiri taekwondo, Anton Ahli Judo, Dewo ahli karate, Aris ahli Wushu dan Aku masuk dalam kategori Karate bersama Dewo. Sudira? Jangan tanya ke dia, dia adalah satu-satunya sahabatku dengan teknik beladiri tingkat atas, bahkan bisa dikatakan dialah yang terkuat diantara kami semua tapi karena sifatnya yang kewanita-wanitaan membuat dia dianggap lemah oleh musuh. Eitss.. tapi kalau sudah marah, Rumah bisa dia robohkan. Masih ada beberapa sahabatku yang tidak hadir disini mungkin mereka akan marah-marah ke aku karena tidak mengajak mereka berpesta!
Wongso tampak dengan santai menghajar 2 orang dari mereka tendangannya, 2 orang itu jatuh tersungkur. Anton membanting orang dengan teknik Judonya membuat dua orang kelabakan menghadapi Anton, Dewo memegang kepala dua orang dari mereka dan dibenturkan ke satu sama lain. Aris dengan lihai menghajar 2 orang secara bersamaan. Dira bermain-main dengan seorang dari mereka, di kuncinya tubuh orang itu dan diremas-remasnya kontol orang itu oleh Dira. Aku hanya kebagian satu orang, ku majukan tendanganku ke arah perut membuat orang itu membungkuk dengan cepat kuraih kepalanya dengan kedua tanganku. Kulayangkan dengkul manisku kewajah orang itu.
Perkelahian berlangsung cukup lama, walau sebenarnya kami menikmatinya sebagai permainan masa SMA kami. satu persatu wajah mereka babak belur dan terjatuh di lantai bagaikan kayu bakar yang baru saja diambil dari hutan. Wongso berdiri diatas 2 tubuh lelaki, Dewo berjongkok dengan kedua kakinya beralaskan dua kepala lelaki suruhan Lucas. Aris dan Anton menumpuk 4 orang dan didudukinya mereka, sedangkan Dira mengunci seorang lelaki yang sudah tidak berdaya dan meremas-remas selangkangan lelaki tersebut. Aku berdiri di atas tubuh seorang lelaki.
Aku melihat Bu Dian meronta dan melepaskan genggaman Lucas, yang terbelalak terkejut dengan aksi kami. 10 orang suruhan dia hancur di hadapan kami. Bu Dian berlari ke arahku sambil menangis dia memegang kedua pipiku.
“Kamu ndak papa kan Ar?” ucap bu Dian
“Ndak papa bu, sudah biasa” ucapku, kulihat Bu Dian akan memelukku tapi terkejut dengan teriakan Lucas
“wah kontole mas’e cilik owk bro, ora doyan aku (Wah kontol mas-nya kecil, aku tidak doyan bro)” ucap Dira yang tiba-tiba menghajar mainan itu lagi hingga tersungkur dilantai parkir
“Dian, kembali kesini atau mereka semua aku tembak!” teriak lucas yang menodongkan pistol, membuat kami sedikit terkejut. Bu Dian nampak terkejut pula menyaksikan Lucas menodongkan pistol kearah kami
Ciiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiit.....
2 motor berhenti di depan cafe diluar tempat parkir. 4 orang turun dari motor itu berjalan ke arah kami, ya mereka adalah Karyo alias Kekar tidak Loyo, joko alias Ojo kondo-kondo nek aku joko (jangan bilang-bilang kalau aku perjaka), Parjo alias Paringino Kejo (Berikanlah kerja), Tugiyo alias Untu gingsul marake loyo (gigi gingsul membuat loyo, ada kaitanya sama ML). Pandangan kami semua tertuju pada mereka.
“Pelurumu itu hanya berisi 6 peluru, jika kamu bisa membunuh 6 orang diantara kami, masih tersisa 4 orang. Dan 4 orang inilah yang akan menyiksamu dengan mencabuti semua kukumu, memotong kemaluanmu, mencukil matamu, dan tak akan kami biarkan kamu mati dengan mudah. Kami akan menyekapmu hingga kamu kelaparan dan akan aku buat kamu gila dan seterusya dan seterusyaaaaaaaa capek kalau aku ngomong” ucap seseorang dengan tubuh gemuknya merupakan atlit Gulat kelas 120 Kg, Ya dia Karyo yang berdiri jauh di samping Lucas. Lucas tampak kebingungan menodongkan pistolnya, didepannya ada yang siap menghajarnya jika dia lengah, disampingnya ada 4 orang sahabat kami yang siap menghajarnya pula.
“Maafnya Bro, yang tiga lagi sibuk bantu mama-mamanya jualan” ucap seorang laki-laki paling pendek diantara kami dengan tinggi 155 cm, tugiyo, seorang atlit gulat kelas 60Kg. Kulihat Joko dan Parjo yang sama-sama ahli pencak sila dari satuperguruan ini mengacungkan jari tengahnya kearah kami, dibalasnya dengan acungan jempol dijepit oleh Dewo.
BUGH...DAGH....
“ARGGGGGGGGGHHHH...” teriak lucas tiba-tiba. Ternyata Dira mengendap-endap dari samping untuk melumpuhkan lucas yang sedang dalam kondisi kebingungan. Lucas jatuh meringkuk, pistolnya kemudian diambil oleh Dira.
“Walah ini sich mainan” ucap Dira yang menendang kepala Lucas, kami semua hanya melongo atas aksi Dira. Dira lalu berjalan berlenggak-lenggok menuju ke arah karyo, Tugiyo, Parjo dan Joko.
“halo karyo sayang-sayangku, muachhh...” ucap dira kepada 4 orang yang baru datang
“Hueeeeeeeeeeek....” jawaban mereka serentak
“Ampuni aku... tolong ampuni aku...” ucap lucas yang tiba-tiba bersujud memohon ampun kepada kami. Kami hanya melongo atas tingkah laku laki-laki ini, yang semula sangar menjadi melempem kaya krupuk nyemplung di kali.
Dengan lagak sok jagonya, kami menendangi suruhan-suruhan Lucas untuk pergi dari tempat ini. Ya, Kami akhirnya melepaskan mereka semua, terlihat mereka berlari dengan memegang perut, wajah, tangan dan bagian-bagian tubuh lainnya yang babak belur. 10 orang itu kemudian lari tunggang langgang dengan menggunakan mobil, beberapa dari mereka ada yang menggunakan motor. Tertinggal lucas dihadapan kami, aku papah dia untuk berdiri. Dengan tenang aku memberikan senyum pada Lucas, Sahabat-sahabatku berada dibelakangku dengan wajah garangnya. Bu Dian namapak dibelakangku dan memegang lengan kananku
“Perkenalkan nama saya Arya, saya tidak ada maksud apa-apa dengan Bu Dian, saya hanya mendapatkan hadiah sebagai hasil kerja keras saya selama membantu Bu Dian. Mohon maaf jika makan malam saya dengan Bu Dian mengganggu perasaan Bapak Lu Lu... Lucas ya?” ucapku dihadapanya yang tingginya hampir sama denganku tapi lebih pendek sedikit, dia hanya diam saja dan menunduk tanpa memandangku
“Cuih... aku tidak percaya, kamu perusak hubungan orang, beraninya main keroyok”ucap lucas, namun aku masih bisa mengontorl emosiku
“Woi ASU YA KOWE! SING NGROYOK KAN KOWE SEK TO SU! (Wo Anjing ya kamu! Yang Mengeroyok kan kamu dulu to Njing!)” Teriak Parjo dibelakangku, aku kemudian menoleh kebelakang dan membuat gerakan tanganku naik turun untuk menenangkannya
“Sudah Ar, Kamu jangan dengarkan dia, dia hanya temanku saja, bukan pacarku” ucap Bu Dian dibelakangku
“Saya mohon maaf pak atas perkataan sahabat-sahabat saya, hanya saja semua ini pasti bisa dibicarakan” ucapku tenang kepada Lucas
“DIAN! Kamu seharusnya membela aku bukan mereka” ucap lucas yang menatap Bu Dian di belakangku
“Kamu yang memulai dan kamu juga yang membuat keramaian disini, lebih baik kamu pergi dari sini, kamu laki-laki kasar!” bentak Bu Dian dari belakangku. Aku menoleh kebelakang dan kusilangkan jariku di bibirku agar bu Dian tidak lagi membentak-bentak
“Maaf pak, jika memang saya sudah mengganggu hubungan bapak, saya bersedia menemani bapak untuk mengantar Bu Dian sampai kerumah, bukan apa-apa pak hanya saja saya tadi yan gmenjemputnya” ucapku tenang
“Aku ndak mau, suruh Lucas pulang!” bentak bu Dian dari belakangku
“Cuiiiih... kamu pasti akan menyesal Dian, karena telah mencampakan aku!” ucap Lucas yang kemudian berjalan ke arah mobilnya dan dengan cepat dia pergi.
Kini aku dihadapan mereka semua,Sahabat sejatiku. Kulihat kembali mereka setelah kesibukan-kesibukan yang kami alami. Lama kami tidak pernah berjumpa kecuali Wongso yang satu Universitas denganku. Beberapa dari mereka ada yang kuliah diluar daerah yang tidak begitu karena mencari ingin pengalaman Baru. Sebenarnya kami bisa saja selalu berkumpul setiap saat namun karena lelahnya perjalanan yang mereka jalani, hanya istirahat yang mereka butuhkan ketika di rumah. Sebuah Geng yang terbentuk karena keegoisan masing-masing dari kami, merasa masing-masing paling hebat dengan keahlian beladirinya. Namun semua perbedaan itu sirna setelah pertempuran melawan Geng Tato, sebuah geng dari gabungan beberapa sekolah yang selalu mengintimidasi SMA kami. Kami akhirnya bersatu dan terbentuklah GENG KOPLAK, yang dengan cepat menghantam dan menguasai daerah tempat tinggalku. 13 orang pentolan Geng Koplak, masih ada 3 yang belum hadir.
“Edan kamu itu Ar, Berkelahi ndak ngajak-ngajak!” ucap keras Wongso
“Lha kalau aku tahu mau berkelahi, kalian tak calling bro” ucapkku
“Wah, pasti gara-gara mbaknya ya, tumben arya nggandeng cewek” ucap Dewo
“Iya ya, dari SMA sampai sekarang ndak pernah lho aku lihat arya bawa cewek” ucap Tugiyo
“Berarti dah normal dia bro ha ha ha ha” ucap karyo yang diikuti gelak tawa semua sahabatku ini
“Oh ya, kenalkan ini Bu Dian Do...” ucapku terpotong
“Teman dekatnya Arya, lebih dekat dari teman” ucap Bu Dian yang berada dibelakangku dan hanya memperlihatkan kepalanya seperti orang mengintip
“Eh... Arya sudah laku, uuuuuhhh... Arya jahaaaaaaaaaaaaat” ucap Dira sambil kakinya menghentak-hentakan ke bawah, kemudian bersedekap dan membuang muka
“Diem kamu Dir” ucap aris
“Dasar jeruk suka jeruk” ucap Aris, Joko, Parjo secara bersamaan diikuti gelak tawa kami semua
“Eeehhh... enak saja, aku cewek ya, nih coba diraba dah gak ada batangnya ya” ucap Dira membela, yang kemudian diraba oleh Parjo yang ada didekatnya
“Wah iya, dah ndak punya batang” teriak karyo yang membuat kami terkejut
“HAAAAAAAAAH!” keterkejutan kami serentak
“Aku dah operasi kali, aku kan sudah punya pacar, tinggal besok operasi susu aja, biar montok kaya mbaknya” ucap dira santai yang kemudian berlenggak-lenggok ke arah cafe menghampiri Orang Tua yang tadi dia bentak. Kami semua hanya melongo dengan tingkah laku Dira.
“Koko maafin dira ya tadi membentak koko, koko jangan marah, nanti dira bobo ditempat koko deh...” ucap dira sambil memeluk lelaki tua itu
“Iya Dira sayang, nanti rumah koko ya muach...” ucap koko yang mendaratkan ciuman di keningnya
Semua penghuni nampaknya tidak terkejut dengan hal itu, tapi kami sahabat-sahabatnya sangat terkejut dengan apa yang terjadi dihadapan kami. Memang dira sejak SMA suka berdandan ala cewek, kami mengira itu hanya sebuah hal biasa tapi ternyata kenyataannya dia benar-benar jadi Waria.
“EDAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAN!” teriak kami secara bersamaan, dira dengan santai hanya melempar senyum kearah kami yang Cuma bisa geleng-geleng kepala. Ada sebuah pertemuan ada sebuah perpisahan, akhirnya kami berpisah dengan sedikit bercakap-cakap menunggu bu Dian membayar makanan di cafe beserta ganti rugi yang tidak mau di terima oleh si eko (lelaki setengah baya pacar Dian). Bu Dian kembali dan berjalan dibelakangku dengan menggenggam erat tangan kiriku menuju motor kami semua parkir. Hanya dira yang ditinggal di cafe tersebut katanya mau bobo sama pacarnya itu.
“Oh ya, kalian kok bisa tahu kalau aku ada disini?” ucapku sambil mengenakan helam dan naik ke REVIA
“Dari Udin” ucap Dewo yang sudah berada di atas motornya
“Tadi dia telepon aku, katanya tadi ada pria putih yang membeli rokok dikiosnya, sedang telepon ke seseorang, pria itu beteriak, Pokoknya kalian semua ke cafe itu, biar aku nanti yan menyeret lelaki itu, kumpulkan orang-oranngmu, begitu” ucap wongso yang membonceng Dewo
“kok udin bisa tahu kalau itu aku?” tanyaku
“Ya jelas saja udin tahu, kata udin pria itu menyebut motor Revo plus plat nomernya, kamu tahu sendiri siapa yang sering make motor kamu dan sering kena tilang? Kan udin, jelas dia hafal motor kamu” ucap wongso, aku hanya tersenyum dan menggeleng-gelengkan kepala melihat bagaimana sahabat-sahabatku mengenalku dengan teliti.
CIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIT....
4 motor yang secara bersamaan berhenti, semuanya 8 perempuan. Dan turun dengan wajah garangnya.
“MAAAAAAAAAAAAAAAASSSSS!” teriak mereka secara bersamaan sambil menuju ke arah masing-masing sahabatku
“Pasti habis berkelahi lagi iya?! Berkelahi terus saja sana! Iiiih iiiiiiiiiiiih iiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiih” ucap seorang wanita yang aku tahu namanya asmi, pacar wongso. Kulihat semua perempuan-perempuan itu mencubiti pacar-pacar mereka, aku tertawa geli melihat mereka semua. Preman takut istri, ya begitulah mereka walau garang tapi kalau sudah dihadapan pacarnya selalu mencoba untuk hormat ke pacar-pacarnya. Ku sapa mereka satu persatu dan sedikitnya mereka juga menghujamiku dengan cubitan, gelan canda dan tawa kami tak terelakan.
Akhirnya pertemuan yang tidak sengaja itu kami akhiri, masing-masing dari kami pulang dengan pasangan masing-masing. Aku pulang bersama Bu Dian yang dari tadi hanya tersenyum dan geli melihat tingkah kami semua. Ku antar Bu Dian kembali kerumahnya, selama perjalanan setelah berpisah dengan semua sahabt-sahabatku.
“Aduuuuuuuuuuuuuuuh... sakit Bu” teriakku yang dicubit keras oleh Bu Dian
“Besok jangan berkelahi lagi” ucap Bu Dian lembut
“Eh...” kagetku, kenapa Bu Dian malah mencubitku ya? Adakah sesuatu didalam pikirannya dan hatinya. Tiba-tiba tangan hangat melingkar di perutku, kepalanya berada di bahu kananku
“pelan-pelan saja bawa motornya, 20 KM saja kalau bisa” ucap bu dian lembut
“Kalau begitu sampai rumah Bu Dian besok pagi bu” ucapku
“Ndak papa...” ucap Bu Dian yang selalu memberikan pelukan erat kepadaku setiap kali selesai berbicara. Laju Revia pun melambat seiring dengan pelukan erat Bu Dian.
“Bu, Lucas itu siapa?” tanyaku
“Dian atau mbak saja tidak usah pakai Bu kalau diluar...” ucapnya
“maaf belum terbiasa” ucapku
“Mbak, Lucas itu siapa?”
“Dia temanku kuliah di Jerman tapi berbeda jurusan, Dia mengejarku tapi aku tidak mau” jawabnya singkat
“Eh... Berarti Ibu eh mbak Dian benar-benar tidak punya pacar?” ucapku
“Tidak akan pernah punya, sebelum...” ucapnya tercekat
“Sebelum apa Bu?” tanyaku
“Lupakan saja, nanti kamu pasti akan mengetahui kalima selanjutnya” ucapnya. Kurasakan bibir indahnya menciumi bahuku
Dalam perjalanan pulang itu, percakapan kami kembali kepada sahabat-sahabtku yang selalu kompak. Bu Dian merasa iri karena aku memiliki mereka semua. Kadang kami juga membicarakan kekonyolan-kekonyolan Dira yang memang terlihat benar-benar akan mengubah dirinya menjadi seorang wanita. Gelak tawa, canda dan gurau menemani laju Revia menuju Rumah Bu Dian. Hingga sampailah aku dirumah Bu Dian, di depan pintu gerbang rumahnya. Bu dian kemudian turun dan berdiri di depan gerbang rumahnya dengan menenteng helm di tangan kanannya. Dengan sedikit salam akhirnya aku pamit, sewaktu memutar motorku didepan pintu rumahnya.
“Arya, bisa bantu aku, kuncinya susah dibuka” ucap Bu Dian yang kemudian menoleh kearahku dengan helm yang diletakan di kananya. Aku lepas helmku dan turun dari Revia menuju motorku, segera aku membantu Bu Dian membuka pintu gerbangnya. Klek... Ngiiiiiiiiiiiik akhirnya terbuka.
“Bu Sudah Bis.... hegghhhh...” ucapku terpotong. Sebuah pelukan dari Bu Dian yang sangat lembut dan hangat. Kedua tangannya merengkuh tubuhku dari sela-sela tubuh dan tanganku. Pelukan erat dan hangat.
“Terima kasih untuk malam ini...” ucapnya sembi mendaratkan ciuman di pipi kananku. Aku hanya bisa melongo, menatapnya kemudian mengalihkan pandanganku ke depan. Pelukan hangat dan erat itu kemudian terlepas, dan tubuhku masih kaku. Lama aku berdiri hingga suara lembutnya menyadarkan aku.
“Kamu mau berdiri di situ terus? ndak pulang?” ucapnya
“oh i... i... iya bu...eh em embak.. pu... pu... pulang... pulang mbak, saya pu pu pulang du dulu mbak” ucapku bingung sambil kepalaku mengangguk-angguk dan melangkah pulang
“Aryaaaaaaaaaa....” panggil Bu Dian
“Motornya mau ditinggal di sini? Aku Jual Lho” ucap Bu Dian, tanpa sadar aku berjalan pulang tanpa megendarai motorku
“eh i.. i... ya bu eh mbak, motor iya motor he he he” ucapku kemudian berjalan ke arah motor dan menaikinya dan kutuntun dengan kedua kakiku, Helm pun masih menggantung di spion kanan
“Mau didorong terus? Apa ndak capek Ar?” ucap Bu Dian santa dengan senyuman khas
“oh iya dinyalakan mbak he he he”
“Kunci.. kunci dimana kunci” ucapku gelagapan mencari kunci
“itu masih menggantung hi hi hi...” ucap Bu Dian
“Oh iya, menggantung” ucapku segera aku nyalakan motorku
“Helmnya ndak dipakai arya?” ucap Bu Dian, benar-benar gila aku, cara naik motor saja bisa sampai lupa. Bu Dian melangkah ke arahku
“Oh iya helm iya heleeeeeeemmmmm” ucapku terngangah. Helmku diambil oleh Bu Dian dan Dipakaikan di kepalaku. Sebelum Helm itu dipakaian sebuah kecupan di pipi kiriku kudapatkan dari bibir bu Dian.
“Dah, pulangnya hati-hati ya ehmmmmm” ucapnya sambil tersenyum
Aku pulang dengan hati layaknya taman bunga, sebelum aku membelok aku selalu memperhatikan spion kiriku. Kulihat bu dian masih berdiri di depan gerbangnya memperhatikan lajuku. Hingga akhirnya aku keluar dari perumahan ELITE. Indah benar-benar indah malam ini, inikah yang dirasakan kawula muda? Rasanya ingin momen yang baru saja terjadi terulang kembali. Aku mengingat momen indah bersama Bu Dian, teringat pula momen indah bersama Ibu. Kedua wanita itu memberikan momen yang benar-benar indah kepadaku. Dua wanita yang umurnya berbeda jauh namun bisa memberikan kebahagiaan kepadaku seorang lelaki yang masih muda yang tidak pernah laku sejak SMA, SMP?SD? sama saja belum laku. Perjalanan pulang aku nikmati, ku arahkan motorku mengelilingi Rektorat Universitasku agar aku bisa lebih lama lagi menikmati kebahagiaan ini.
“Lho itu kan motor Rahman?” bathinku dalam hati.
Aku melihat sebuah motor yang sudah tidak asing lagi di dekat sebuah taman di rektorat universitasku. Aku kemudian berhenti tepat disampingnya, layaknya maling aku celingukan kesana kesini mencari Rahman. Perhatianku kemudian tertuju kesuatu tempat yang rimbun oleh pagar tanamannya. Suara desah tertahann seorang wanita aku dengar dari tempat itu. Dengan mengendap-endap aku mengintip. Aku terkejut melihat peristiwa itu, Rahman sedang mendoggie style seorang perempuan entah siapa dia tidak jelas. Dikarenakan pandanganku terhalang oleh daun-daun dari tempatku mengintip. Kulihat Rahman sedang mendoggie dengan memegang Sematpon di tangan kirinya dan tangan kanannya memegang pinggul perempuan tersebut. Pemandangan tersebut membuat aku horny, tapi dapat kutahan. Kutinggalkan dia bersama wanita tersebut dan merokok di atas REVIA. Sedang asyik-asyiknya merokok kulihat satpam kampus sedang patroli. Segera aku menelepon rahman karena aku yakin dia pasti akan mengangkatnya.
“Halo Ar, adahh apahhh?”
“Kamu merunduk dulu Kang, ada satpam patroli”
“He? Kamu tahu aku sedang”
“Iya cepetan daripada ketahuan” tuuuuuuut...
Satpam itu menghampiriku dan kemudian menerangi tempat-tempat gelap itu dengan menggunakan senternya. Aku sedikit mengobrol dengan mereka, hingga akhirnya mereka pergi semua. Sms masuk kulihat Ibu menyuruhku untuk segera pulang, segera kutelepon rahman kembali bahwa suasana sudah aman dan aku akan pulang terlebih dahulu. Kami berpisah walau tidak bertatap muka.
Aku pulang dengan segera dengan kecepatan maksimum aku pacu laju Revia. Sampailah aku di ruhku dan dibukakan pintu oleh Ibu. Kupeluk Ibu dengan sangat erat, ibu hanya tersenyum melihat tingkahku ini. Mungkin Ibu tahu apa yang aku alami malam ini, sebuah kebahagiaan. Ibu kemudian menyuruhku segera beristirahat karena besok adalah hari pertama aku kulaih di semester 6. Sebelum aku tidur aku membuat sebuah status di BBM-ku.
At the mirror you fix your hair
And put your makeup on
You're insecure about what clothes to wear
I can't see nothing wrong
To me, you look so beautiful
When you can't make up your mind
It's half past eight, it's getting late
It's okay, take your time
Standing here, my hands in my pockets
Like I have a thousand times
Thinking back, it took one breath
One word to change my life
The first time I saw you, it felt like coming home
If I never told you, I just want you to know
You had me from hello
When we walk into a crowded room
It's like we're all alone
Everybody tries to kidnap your attention
You just smile and steal the show
You come to me and take my hand
We start dancin' slow
You put your lips up to my ear
And whisper way down low
From the first time I saw you, it felt like coming home
If I never told you, I just want you to know
You had me from hello
And when you're laying down beside me
I feel your heartbeat to remind me
The first time I saw you, it felt like coming home
If I never told you, I just want you to know
You had me from hello
From hello
And put your makeup on
You're insecure about what clothes to wear
I can't see nothing wrong
To me, you look so beautiful
When you can't make up your mind
It's half past eight, it's getting late
It's okay, take your time
Standing here, my hands in my pockets
Like I have a thousand times
Thinking back, it took one breath
One word to change my life
The first time I saw you, it felt like coming home
If I never told you, I just want you to know
You had me from hello
When we walk into a crowded room
It's like we're all alone
Everybody tries to kidnap your attention
You just smile and steal the show
You come to me and take my hand
We start dancin' slow
You put your lips up to my ear
And whisper way down low
From the first time I saw you, it felt like coming home
If I never told you, I just want you to know
You had me from hello
And when you're laying down beside me
I feel your heartbeat to remind me
The first time I saw you, it felt like coming home
If I never told you, I just want you to know
You had me from hello
From hello
Ya, kamu memilikiku sejak pertama kali kita berjumpa, Dian rahmawati...
0 komentar: