WILD LOVE???? #13
Pagi menyapaku dengan sangat ramah, tampak sedikit sinar sang surya masuk ke dalam kamarku. Aku beranjak dari tempat tidurku dan kemudian bangkit, kudapati kepalaku penuh dengan perban yang di balutkan oleh tante malam tadi. Aku duduk di tepi ranjang, meliuk-liukkan tubuhku hingga berbunyi kretek kretek. Kusapu ruangan kamarku, pandanganku arah pada sebuah tumpukan kertas di meja komputerku.
“TA!... Bu Dian... bodoh bodoh bodoh!” teriak bathinku
Segera aku bangkit dan melepas celana panjangku dan kuganti dengan celana pendek. Aku turun ke lantai bawah, mencoba menemukan kehangatan akan senyum Ibu setelah semalam aku hanya mampu memandang seorang wanita yang menangisi kekasihnya. Wajahnya selalu terbayang di pikiranku saat ini. aku menuruni tangga kamar menuju lantai bawah.
“Mandi sayang...” ucap Ibu yang tampak terlihat kepalanya saja dengan senyuman manis di bibirnya yang kemudian masuk lagi
“Kok ndak ditutup?” ucapku ketika di depan pintu kamar mandi, kulihat tubuh telanjanng Ibu dari bagian belakang
“Ya Sudah Ibu tutup...” ucap Ibu sembari tanganya menarik daun pintu kamar mandi, tubuh telanjangnya sangat indah. Dengan cepat aku mencegahnya.
“he he he ndak usah Bu...” ucapku sambil tertawa cengengesan, Ibu kemudian tersenyum kepadaku dan membelakangiku lagi. Aku lepas kaos dan celana pendekkeku beserta celana dalamku. Aku kemudian masuk ke dalam dan langsung kupeluk Ibu. Ibu kemudian mematikan showernya.
“Kok Dimatikan?” ucapku
“Lukamu belum kering sayang”
“eh.. itu yang dibawah apa sich? Kok ndorong-ndorong pantat Ibu?” ucap Ibu. Aku tetap memeluk Ibu, kuletakan kepalaku di bahu kanannya. Terasa hangat dan aku terlupa akan semua rasa sakit yang aku rasakan.
“Mau mandi dulu atau...” ucap Ibu
“Ingin peluk Ibu...” ucapku pelan
“Hmmm... beneran Cuma peluk saja?” ucap Ibu
“He’em...” ucapku
Ibu kemudian menoleh kebelakang, tangan kanannya kemudian mendorong bagian belakang kepalaku dengan lembut. Kami berciuman dengan sangat lembut, tanganku semakin erat memeluknya. Tangan kiri Ibu kemudian mengarahkan tangan kiriku ke susu kiri Ibu. Lalu ke gerakan jari-jari dan telapak tanganku meremas susu kirinya itu.
“Jangan pikirkan dia, apa kamu tidak kasihan dengan Ibu?”
“kamu berpelukan dengan seorang wanita tapi pikiran kamu ke wanita lain” ucap Ibu
“Eh... maaf bu, kenapa Ibu bisa tahu?” ucapku
“Hi hi hi, aku Ibumu nak, aku tahu segalanya”
“Sekarang, Ibu dan kamu disini, dan tak boleh ada orang lain” ucap Ibu
“Iya hmmm slurpp....” ucapku kemudian melanjutkan kembali ciuman kami. Wajah Bu Dian kini semakin lama semakin menghilang, kehangatan dan kasih sayang Ibu membuatku kembali di masa aku tidak pernah mengenalnya. Tangan kananku mulai bergerak ke arah susu kananya dan memainkan puting susu Ibu. Tangan kanan Ibu masih di kepalaku dan tangan kirinya memegangi tangan kiriku dan kadang memberika isyarat untuk menekan lebih keras pada susu kirinya. Tangan kananku kemudian bergerak ke selangkangan ibu, kucari klitorisnya dan kumainkan secara perlahan.
“Ergghhhh... sayanghhh... owghh... terusshhhh shhhhh arghhhhh ahhhhh” desahnya. Kuciumi leher Ibu dengan dan kujilati dengan lembut. Remasan susu kirinya terus aku lakukan, ciumanku semakin turun dan semakin turun. Hingga pada bongkahan pantatnta kedua tanganku meremasnya.
“Ergghhhh... sayang... mau di apain?” ucap Ibu yang menoleh ke belakang. Ku arahkan tanganku dan sedikit aku tekan punggungnya, Ibu yang mengerti maksudku kemudian menungging dan bertumpu pada bak mandi. Aku membuka bongkahan pantat itu dan ku masukan lidahkuke dalam vagina Ibu. Kujilati dengan lembut dan terkadang kasar, klitorisnya menjadi sasaran lidahku.
“Arghhhh.. sayang.... Arya.... itil Ibu owghhh... rasanya enakhh orghhh....”
“terushhh sssshhhhh terushhhh jilati sedot sayangkuhhh owghhhh... mainkan itil Ibu owghhhhh” racaunya
Dengan memiringkan kepalaku aku menjilati klitorisnya dan jariku masuk dan mulai mengocok vagina Ibu. Vagina Ibu pertama terasa keset tapi lama kelamaan sedikit licin. Membuat jariku dapat keluar masuk dengan lebih mudah lagi.
“Aryaaaaaaaaaaaaaaaaaa.... arghhhhh... nakal kamuwhhh erghhhhh...aishhhh arghhh ofthhh...”
“Terussshhh nakkh buat Ibu keluarhhhh owghhhh... nikmath sayanghhh... erghhhh....”
“jilati itil ibu nakhhhh sedothh arghhhh lebiiiih erghhhh kencenghhhhh erghhhhh....”racaunya kembali. Aku semakin cepat mengocok dan jilatan serta sedotanku semakin liar. Tubuh Ibu bergoyang dan melengking bahkan kadang Ibu mengapit kan pahanya. Tapi dengan tangan kiriku aku bisa menahan paha Ibu agar tidak mengapit.
“Aryaaaa.... IBU KELUAAAAAAAAAR ARHHHHHHH” teriak Ibu. Kepalanya disandarkan pada tangannya, lututnya menjadi rapuh dan jatuh kelantai secara perlahan. Lalu aku beranjak di samping Ibu dan memluknya dari belakang. Kuciumi punggungnya dengan sangat lembut.
“Ayo sayang, kamu sudah kepengen kan? “ ucap Ibu
“He’em...” ucapku yang kemudian memposisikan diriku di belakang Ibu
Dengan posisi Ibu yang masih sama dengan sebelumnya, aku mencoba memasukan batang dede arya ke dalam vagina Ibu. Perlahan tapi pasti dengan bantuan sisa cairan yang masih berada di dalam vaginanya, dedek Arya bisa masuk dengan lancar. Kubenamkan sejenak dedek arya di dalam vagina Ibu.
“Erghhh... sayaaaangghhhh emmmmmmhhh... tambah besar ya sayang?” ucap Ibu
“Punyah Ibu ehmmmm yang tambah sempit” jawabku. Aku mulai menggoyang pinggulku perlahan, kunikmati setiap sensasi dari jepitan vagina dan dinding dalam vaginanya.
“emmmmh... pelan-pelan saja sayang... Ibu ingin lama sama kamuwhhh...”
“kangenhh... erghhhh... emmmmmhhhhh” ucap Ibu
“Arya juga pengeh lama sama Ibu, kangen Ibu banget...” ucapku kepada Ibu
Pelan aku menggoyang dengan kedua tangan ini memegang pada pinggang Ibu kadang kedua tanganku meremas bongkahan indah pantat Ibu. Aku terus menggoyangnya pelan tapi perasaan kalut dalam diriku membuat aku semakin bernafsu. Aku teringat akan semua kejadian itu, hatiku terasa sakit. Aku tidak ingin kehilangan wanita untuk kedua kalinya, aku tidak ingin kehilangan ibu.
“Ibu, aku menyayangimu arghhhh.... aku ingin selalu bermasamh Ibu owghhh.... aku ingin slalu bersamamu bu hiks hiks...” racauku dengan tersu menggoyang semakin cepat pinggulku, kupeluk Ibu dan denga erat dan terus menggoyang pinggulku
“Argh... nak... Ibu akan selaluh bersmamuwh owghh... emmmmmhhh.... luapkan emosimuwh...”
“Masukan lebih dalamhhh owghhh... kontol hebathhh erghhhh.... terusssshhhh...” racau Ibu
“Aku arghhhh aku mau Ibu... selalu bersamamuwh owgh.... aku suka ibu owghhhh... kontolkuwh enakhhh di dalam ahhh tempikh ibu owghhh...”
“arghhh... ibu aku ingin Ibu selaluwhhhhh arghhhhhhhhhh” racauku
“ahhhhhhhhhhhhhhhhh....” desah keras Ibu
Crooot crooot crooot crooot crooot crooot crooot crooot crooot
Kurasakan cairan hangat Ibu bersatu dengan cairan hangat dari dedek arya. Kupeluk manja Ibu dengan sangat erat. Air mataku melelh di pipiku. Ibu kemudian melepaskan diri dari pelukanku, membalikan badan dan duduk dihadapanku, dipeluknya aku sangat erat.
“Sudah, ndak perlu nangis gitu to” ucap Ibu
“hiks hiks hiks pokoknya Arya sama Ibu tersu saja...” ucapku
“Iya... iya, Ibu bersihkan dulu dedek arya kamu ini” ucap Ibu, kepalanya kemudian turun kebawah mengulum dan menjilati dedek arya dengan lembut. Terasa hangat dan lembut, mulut dan lidah Ibu.
“Bu,erghhhh... aku pengen peluk Ibu mmmmmhhh” ucapku. Ibu kemudian bangkit dan memandangku, membuka luas kedua tanganya. Kupeluk dengan lembut tubuhnya.
“Dengan Ibu aku tidak pernah merasakan pedih” ucapku
“Karena aku Ibumu”
“Sudah, kamu jangan khawatir dengan Ibu” ucapnya lembut
Ibu kemudian membasuh semua tubuhku, diguyurnya tubuhku dengan air. Aku dan Ibu mandi bersama, teringat masa kecilku ketika itu. Sentuhan-sentuhan halus dan hangat pada tubuhku menghilangkan dinginya air yang membasahi tubuhku. Selesai mandi aku kemudian makan bersama Ibu, benar-benar suasana romantis, terkadang aku sudah tidak dapat membedakan dia Ibuku atau pacarku.
Didepan televisi, setelah kami makan bersama, aku hanya termangu melihat layar hitam televisi yang tidak menampakan gambar. Ibu kemudian membawakan aku teh hangat dan duduk disebelahku. Disandarkannya kepala Ibu di bahu kiriku.
“semakin bertambah umur seseorang akan semakin tua dan semakin dewasa dirinya, pahit manisnya kehidupan akan berjalan seiring dengan bertambahnya umur”
“Semua yang kamu alami adalah sebuah awal pendewasaan kamu nak, tak ada cinta yang tidak membawa sakit hati, karena semua cinta pasti membawa sedikit benih rasa sakit agar kamu tahu makna cinta yang sebenarnya” ucap Ibu
“Apa harus sakit dahulu agar mengerti cinta?” ucapku
“orang yang pernah merasakan sakit pasti bisa lebih menata hatinya” ucap Ibu. Ibu kemudian bangkit dan memegang kepalaku dipandangnya kedua mataku
“Kamu mencintai Ibu dan Ibu juga mncintai kamu nak, tapi hubungan ini tidak dapat berlangsung lama, Ibu sudah pernah mengatakannya kepadamu dan kamu tahu bahwa ini harus berakhir” ucap Ibu
“Hmmm...” gumamku yang tak bisa melanjutkan kata-kata, kupandangi senyuman Ibu yang dilemparnya kearahku. Kusatukan keningku dengan kening Ibu.
“Kita akan kembali ke tatanan seharusnya bu, tapi bukan dalam waktu sekarang dan Arya harap Ibu tidak membahas ini lagi sebelum waktu itu semakin dekat”
“Ibu boleh memberiku nasehat tapi bukan yang berkaitan dengan kita berdua, Arya ingin semuanya sesuai dengan waktu yang akan datang tersebut” ucapku. Ibu memandangku dengan tatapan mata yang teduh
“nak, Ibu akan selalu mencintaimu, hingga ada waktu yang tepat untuk kembali menjadi seperti dulu lagi dan kamu harus berjanji untuk tetap melindungi Ibu” ucap Ibu
“Arya janji” ucapku. Kami kemudian berciuman mesra, saling melumat dan menyedot bibir masing-masing.
“Bu, Arya masih bisa bobo sama Ibu kan?” ucapku cengengesan
“ini anak iiiiiiiiiiiiiiih nakal amat, ntar malam kalau dia belum pulang” ucap Ibu dengan nada bercanda sambil mebetet hidungku
“Ibu tidak ingin kamu kehilangan masa mudamu seperti Ibu, maka Ibu akan tetap bersamamu sampai ada seorang wanita mau menggantikan posisi ibu...”
“As your lover” ucap Ibu lembut
“And i will let you go, till that girl come to you...”ucapku mengiyakan. Dalam hening kami berpelukan, kurasakan lembut wangi tubuhnya dalam dekapanku.
“Kamu ndak jenguk pak felix?” ucap Ibu. Selepas kami berpelukan.
“Ndak, males...” ucapku
“Dian ya?” ucap Ibu yang tahu alasan kenapa aku malas menjenguk pak felix
“tuh sudah tahu” ucap Ibu
“Ya ndak gitu to ya, katanya dulu pengen jadi ksatria pelindung, masa ksatria gampang sakit hati?” ucap Ibu
“Yang namanya ksatria, harus punya hati yang kuat dan lapang, okay?” ucap Ibu, aku hanya tersenyum aku kemudian bangkit dan ke kamar untuk berganti pakaian. Segera aku sambar perlengkapan tempurku. Segera aku turun dan pamit dengan Ibu.
“Ingat, wanita itu inginnya dimengerti kalau kamu tidak menginginkan wanita itu ya tidak usah kamu mengerti keinginannya, tapi kalau kamu menginginkan dia kamu harus mencoba mengerti keinginannya dan bersikaplah sewajarnya jangan terlalu dingin sama wanita, okay?” ucap Ibu sembari memberikan ciuman hangat pada bibirku kubalas ciumannya, lalu Ibu meberikan aku buah tangan untuk pak felix dan segera aku berangkat menuju rumah sakit.
Laju motor REVIA bergerak dengan sangat cepat, gas kutarikhingga maksimal. Saking cepatnya sebuah motor SATRIYA dapat menyalipku dengan sangat mudah bahkan motor TOSYA roda tiga pun dapat dengan mudah melewatiku. Dan sampailah aku di depan sebuah RS terkenal di daerahku. Aku berhenti untuk menunggu sebuah keajaiban seperti halnya motor yang didepanku tadi.
“Mas, cepetan! Woi panas ini! malah berhenti” ucap seseorang pengendara di belakangku
“Bentar pak, ini palangnya ndak mau naik” ucapku santai
“Lha goblok banget to mas, itu tombol ijo-nya dipencet mas, sampai kucing bertelur ndak bakalan mbuka mas kalau ndak dipencet!” teriak pengendara itu lagi
“Ndak tahu pak he he he, maklum wong ndeso” ucapku, segera ku pencet tombol hijau itu dan terbukalah palang pintu parkir. Segera aku parkir motorku di tempat yang teduh agar kulit recia tetap kinclong dan mempesona
“Mas!” ucap seseorang di belakangku sambil mennepuk bahuku, dan ternyata itu adalah pengendara yang tadi dibelakangku
“Ada apa ya pak?” ucapku
“Ini karcisnya tadi ndak kamu ambil, gimana to mas-nya itu, ndeso-ndeso mas tapi jangan malu-maluin” ucap bapaknya sambil menyerahkan karcis itu, akupun berterima kasih kepada bapaknya walau sedikit ada rasa malu
“Sialan! Untuk ndak ada orang coba kalau di sini banyak orang bisa-bisa jadi bahan tertawaan, itu juga mau masuk parkir saja ada mesin yang otomatis segala” ucapku, kalau diingat-ingat sewaktu aku ke gramedia dan bertemu budhe waktu itu ada tukang parkirnya di dalam box. Dasar aku-nya saja yang ndeso mungkin. Segera aku berjalan ke arah pintu masuk utama rumah sakit dan kutanyakan kepada bagian administrasi mengenai pasien bernama Felix yang masuk tadi malam.
“Ruang Hati nomor C-1-N-7-4” ucap mbaknya yang jaga
“kok aneh” bathinku
“Ini dimana ya mbak, ada petunjuknya” ucapku kepada mbaknya yang memakai kerudung putih dengan senyum yang manis
“Petunjuknya di hati saya mas, mas-nya ke hati saya saja bagaimana?” ucap mbaknya. Glodak, sial ternyata aku kena gombal
“Waduh...” ucapku sambil tepuk jidat mbaknya hanya tersenyum
“hi hi hi... ruang lavender mas nomor.... nomor mas berapa?” ucap mbaknya lagi
“nomor apa mbak? Kalau nomor pacar saya, saya punya mbak, gimana?” ucapku, seketika wajah mbaknya sedikit cemberut ke arahku. Walau secara de jure aku memang tidak mempunyai pacar tapi secara de facto aku punya pacar, Ibu.
“nomor 69 mas, tuh ada petunjuknya” ucap mbaknya jadi ketus. Langsung aku sodorkan tanganku ke arah mbaknya
“Arya, Arya Mahesa Wicaksono, maaf jika membuat mbak marah, hanya saja saya bukan tipe orang yang suka bohong, tapi saya suka ketika mempunyai banyak teman atau sahabat” ucapku dengan senyuman, disambutnya tanganku denga lembut
“Erlina, Erlina Eka Pangestuti, memang kelihatannya mas lebih cocok jadi sahabat daripada pacar ehem” ucapnya dengan senyum, ditariknya tanganku dan ditulisnya sebuah angka dan huruf di telapak tanganku
“Invite ya mas hi hi hi” ucapnya
“Mbak, aku invite tapi janji dulu...” ucapku
“janji apa mas?” tanyanya
“sahabat selamanya, okay? No Love” ucapku dengan santai
“Okay, bestfriend with no love” ucapnya. Aku kemudian beranjak dari tempat itu, sambil berjalan aku menginvite erlina di BBM-ku. Sial kenapa juga aku harus memperkenalkan diriku kepada erlin, arghhh masa bodoh yang penting aku sudah bilang sama dia kalau aku hanya ingin jadi sahabatnya. Tapi aneh juga ya kenapa dia tiba-tiba ngegombal ke aku? Ah masa bodoh! Ku ikuti petunjuk arah keruang lavender, mungkin karena ndesonya aku jadi aku tidak memanfaatkan lift yang tersedia, hanya mengikuti petunjuk ke kanan ke kiri naik tangga dan lain sebagainya. Terdengan sebuah bunyi pukulan pada sematponku, kubuka. Erlina. Sambil berjalan mengikuti petunjuk arah, aku memainkan sematponku.
Braaakkkkk.....
“Aaaa.....” teriak seorang wanita memakai jas putih yang hampir terjatuh. Dengan cepat aku raih punggungnya dengan tangan kananku, buah tangan dan sematpon sementara aku tidurn di lantai alias jatuh. Wajah nan Ayu rambut panjang terurai dengan kaca mata menghiasi wajah manisnya. Segera aku bangkitkan tubuhnya.
“Maaf... maaf mbak... maaf....” ucapku sambil membungkuk-bungkuk di hadapannya
“Masnya itu kalau jalan hati-hati kenapa?” ucap wanita tersebut. Aku hanya tersenyum memandangnya dengan senyum cengengesanku
“Ndak ada yang kurang kan mbak?” ucapku
“Kalau kurang memangnya mau ganti rugi?” ucap wanita tersebut
“Ya ndak juga mbak, saya minta maaf sebesar-besarnya jika pakaian mbak kotor atau apa saya siap menanggung resikonya” ucapku dengan tersenyum dengan sedikit cengengesan
“Okay, ganti rugi makan siang , bagaimana?” ucap mbaknya. Kulihat sepintas pakaiannya, jas lab putih dengan celana kain hitam panjang dihiasi sepatu hitam berhak tidaj terlalu tinggi.
“Waduh...”
“Masa, saya yang orang biasa seperti ini harus ganti rugi makan siang mbak, yang ada mbak dokter yang traktir saya” ucapku
“hi hi hi... sudah mas tenag saja”
“Emmm.... mas-nya itu tadi yang bikin gara-gara di pintu masuk parkir ya?” ucap mbaknya dokter, yang kemudian membuat suasana semakin akrab
“gara-gara ditempat parkir? Bukan mbak, mbaknya salah lihat mungkin” ucapku, mau garuk-garuk kepala juga susah masih ada perbannya.
“Lha tadi bikin antrian panjang, ya kan? yang ndak mencet tombol hij...” ucap mbaknya dokter terpotong. Langsung saja aku mendekat dan menyilangkan jariku di bibirnya, entah keberanian dari mana tapi itu hanya sekedar reflek
“Sssssttt... jangan keras-keras mbak ntar saya bisa jadi komedian disini” ucapku
“ini tangan ngapain sich nyampe sini” ucapnya
“eh... maaf maaf reflek mbak, mbaknya dokter sich keras-keras” ucapku
“mbaknya dokter-mbaknya dokter, apa ndak bisa baca name text-ku?” ucapnya
“AS-MA-RA ME-DI-TA”
“iya mbak asmara, maaf kalau saya lancang, maaf maaf” ucapku
“Panggil saja aku Ara, kamu mau kemana?” ucap Ara
“Mau ke ruang lavender nomor 69 mbak, mbak dokterkan disini? Pasti tahu dong” ucapnya
“Iya masih di lantai atas, kenapa kamu ndak naik lift saja dari bawah kan malah cepet” ucap mbak Asra
“Dikerjai sama mbaknya yang dibawah owk, jadi ya jalan kaki saja mbak biar sehat he he he” ucapku
“Pantes!” ucapnya
“Pantes kenapa mbak?” ucapku
“Pantes kalau kamu itu ndeso, ada lift kok ndak dipake, ada tombol kok ya ndak dipencet” ucap mbak Asra
“Sudah dech mbak jangan di ingatkan lagi, saya jadi malu, lagian mbak Ara kok tahu kalau saya tadi bikin huru-hara di tempat parkir?” ucapku
“Aku tadi yang membonceng bapaknya, yang neriaki kamu... eh ngomong-ngomong siapa nama kamu?” ucapmbaknya
“Arya mbak” ucapku sembari menyodorkan tanganku dan disambut olehnya
“ya sudah mbak kalau begitu, sebelumnya saya minta maaf, saya mau melanjutkan perjalanan dulu”
“tapi mbaknya ndak bohongkan kalau levender diruang atas?” ucapku
“kalau bohong cari aku, nanti aku akan traktir makan siang sepuasnya” ucapnya
“eh.. gimana cara nyari mbak?” ucapku lugu
“ni kartu namaku” ucapnya sembari menyodorkan kartu namanya, kenapa hari ini aku dapat kenalan cewek? Double lagi? Bodoh ah!
“wah kalau berobat sama mbak gratis ya he he he” ucapku
“iya dech, di awal ya tapi nanti kebelakangnya bayar dobel” ucapnya dengan senyum mengejekku
“sama aja mbak, mending aku berobat ke dokter lain” ucapku
“Hi hi hi kamu lucu juga, itu kenapa kepala pakai perban?” tanya mbak Ara
“Biasa mbak, cowok, ber... an... tem” ucapku semakin pelan dan mengeja karena mabak ara tiba-tiba dia mendekat dan membenarkan perban di atas kepalaku. Aroma wangi parfum semerbak masuk kehidungku
“Besok lagi ndak usah berkelahi lagi Ar” ucapnya
“Eh... iya mbak, terima kasih” ucapku
“Ya sudah, cepat sana ke lavender, kasihan yang nungguin kamu entar” ucapnya
“Oke, mbak, duluan ya mbak” ucapku, segera aku melangkah kembali menuju tangga padahal dan kemudian menaikinya, memang lebih enak menaiki tubuh wanita ketimbang menaiki tangga eh... kenapa aku punya pikiran kotor? He he he... sampailah aku pada ruang lavender no 69.
“bener-bener gila ini yang buat rumah sakit, luas banget, bikin pegel saja” bathinku berkeluh kesah. Kubuka kartu nama mbak ara, dan aku kemudian sms mbak ara.
Setelah bersms ria dengan mbak ara, segera aku membuka pintu kamar itu, tak ada seorang pun disitu kecuali pak felix yang berbaring dan sedang asyik main game di sematponya.
“Pak Felix...” ucapku
“Oh... Hai Ar, apa kabar? Bagaimana keadaanmu? Baik-baik saja?” ucap pak felix
“seharusnya yang tanya begitu kan saya pak, kan saya yang jenguk bapak” ucapku, sambil meletakan buah tangan dari Ibu
“Oh iya, ya beginilah Ar, ada beberapa tulangku yang patah sewaktu di injak-injak kemarin, kamu bagaiman? Makasih buat buah tanganya” ucap pak felix
“Sudah biasa pak, tenang saja. Iya pak sama-sama” ucap pak felix, tak kulihat Bu Dian disana, tampak sepi namun aku enggan menanyakan keberadaanya. Aku kemudian duduk di kursi di sebelah kiri pak felix, membelakangi pintu masuk. Lama kami bercakap mengenai kejadian semalam dan juga perkuliahan di semester depan. Canda dan gurau menghiasi pembicaraan kami berdua.
Bugh... pukulah ringan dibahuku
“Ngapain kamu disini Ar?” ucap seorang laki-laki di belakangku, aku menoleh
“Lho, Om Heri? Bukanya om heri ada di luar kota? ” ucapku kepada Om heri, adik tante asih
“Aku pindah dinas” ucap om heri
“Kata tante asih, di luar kota” ucapku
“Ya Tantemu itu belum tahu, Seharusnya bulan depan aku pindahnya tapi karena sudah kangen rumah, om mendesak pihak kedinasan untuk mempercepat kepindahanku, jadi tante asih kaget tadi waktu om her disini” ucap om heri
“Bagaimana keadaanmu Lix?” ucap Om Her ke pak felix
“Ya beginilah mas, kalau tidak ada Arya sama teman-temannya mungkin sudah lebih parah lagi mas” ucap pak felix
“Arya ini hadeeeeeh... kakak kelasnya saja sampe nangis-nangis dikerjai sama dia, nakal memang anak ini” ucap Om Heri
“Lho kalian sudah saling kenal?” ucapku
“Felix itu adik kelas SMA om her, jadi ya kenal”
“Dan jangan berkelahi lagi!” ucap om her sedikit membentak, aku hanya tersenyum cengengesan di hadapannya.
“Sudah mas, ndak papa, ponakanmu ini orang hebat mas” bela pak felix
“tuh denger kata pak felix om he he he” ucapku dengan sedikit sombong
Kami kemudian melanjutkan percakapan kami. Om her menceritakan mengenai rumah sakit luar kota dan betapa kangennya dirinya dengan rumah. Akhirnya dia pindah dinas agar bisa lebih dekat denhi gan Ayah Ibunya atau adik dari kakekku. Lama kami mengobrol akhirnya waktu menunjukan pukul 11:30. Aku kemudian keluar sebentar untuk menyulut rokok.
“Di atap gedung saja Ar, di sana smoking areanya” ucap Om Her, aku hanya mengangguk mengiyakan, aku keluar menuju tangga ke atap gedung. Baru beberapa langkah menuju tangga tersebut muncul wanita yang sudah tidak asing lagi dengannya, Tante Asih dan juga Dosen judes, Bu Dian yang membawa air mineral. Walau di awal perkuliahanku dia tampak judes, setelah banyak yang dilalui dan melibatkan aku dan dia pandangannya menjadi pandangan yang teduh kepadaku. Bodoh Ah!
“Tan... te.... he he he” ucapku ketika berhadapan dengan mereka berdua
“APA!” bentaknya
“ndak papa tante...” ucapku lirih
“Sekarang bersihkan lantai ini dan harus bersih!” ucap tante tiba-tiba menghukumku
“Lho tan, kan ada tukang bersih-bersih disini, dan mereka dibayar untuk itu, kenapa harus aku?” ucapku
“Membantah? Berani membantah sekarang?” ucap tante asih
“ndak tan, Arya ndak berani membantah tante” ucapku
“Hi hi hi...” Bu Dian mengejekku
“Iya Ar, kamu bersihkan , lagian tante kamu tadi sudah minta ijin ke Pak Dhe, kalau nanti Arya kesini suruh ngepel lantai, gitu” ucap lelaki yang berada dibelakang tante asih dan bu dian. Pak Dhe Anas, sahabat dari Pak Dhe Andi merupakan kepala rumah sakit ini atau bisa dibilang direktur utama rumah sakit.
“Pak Dhe Anas, memang beneran begitu pak dhe?” ucapku
“Iya...!” bentak tante asih
“Ya ndak juga, tapi kalau hukuman karena berkelahi diijinkan kok” ucap pak dhe Anas yang langsung berjalan meninggalkan kami bertiga. Jelaslah Pak Dhe Anas tahu kelakuanku, dia sahabat pakdhe andi sejak kecil dan tahu bagaimana kecilku hingga besarku.
“Argghhh... Hmmmm....” gerutuku
“Dah, mulai dibersihkan, Dian, kamu jaga Arya, kalau nanti dia tidak serius membersihkannya kasih tahu mbak, biar seluruh rumah sakit dia yang mengepel, aku akan periksa Felix dulu” ucap tante yang kemudian meninggalkan kami berdua.
“iya mbak” ucap Bu Dian. Di hadapanku berdiri seorang wanita yang pernah membuatku terbang tinggi walau akhirnya sayapku patah dan terjatuh dihadapanya.
“selamat siang bu...” ucapku
“siang Arya ehem...” ucapnya dengan senyuman lembut. Aku pamit melangkah menuju ruang tukang bersih-bersih atau lebih kerennya dipanggil OB. Setelah menjelaskan kepada OB-OB disana aku diambilkan alat pembersih. Aku kemudian kembali ke tempat Bu Dian berada, Bu Dian hanya duduk manis menatapku yang sedang membungkuk membersihkan lantai. Entah mimpi apa semalam aku hingga bisa menjadi seorang OB di rumah sakit. Tapi anehnya kenapa Bu Dian sekarang tampak dekat dengan tante asih?
“Yang itu belum Ar...” ucap Bu Dian sambil menunjuk lantai dibawah kursi
“iya Bu...” ucapku pelan dan datar
Aku segera memmbersihkan yang ditunjuk oleh Bu Dian, dengan cepat aku bersihkan. Tubuh yang masih terasa sakit tapi tak aku hiraukan dan tetap mebersihkan lantai hingga sudut-sudut sempit yang tidak terjangkau. Mungkin aku memang mempunyai keahlian tukang bersih-bersih. Saat aku membersihkan lantai, sedikit aku melirik ke arah bu dian. Dia sedang membuka air mineralnya kemudian dituangkan sedikit ke alas sepatunya. Di injakannya sepatu itu di depannya agak jauh, dan jelas akan terstempel sebuah tanda sesuai dengan bentuk alas kakinya.
“Ar... ini masih kotor...” ucap Bu Dian. Dengan diam aku membersihkan lantai di depannya, ketika sudah bersih aku kembali ke lantai lain yang belum dibersihkan.
“Ar, ini juga masih kotor...” ucap Bu Dian menunjukan sebuah stempel alas sepatunya lagi didepannya yang baru saja aku bersihkan dengan jarak yang lebih dekat dengan bu dian dari sebelumnya.
Aku tidak menjawab atau apapun aku kembali ke tempat itu, dan membersihkannya lagi. Aku kemudian mebersihkan lantai yang lainnya lagi. Tapi Bu Dian sekali lagi melakukan hal yang sama dengan stempel alas kakinya semakin dekat dengannya. Ketika aku memandangnya, dia membuang muka dan bergaya sambil bersiul-siul walau tidak ada bunyi yang keluar dari siulannya itu. Kejadian itu berulang hingga tujuh kali dan yang ketujuh, stempel alas kakinya itu berada tepat didepannya. Aku berdiri di depannya dan menatapnya, kini Bu Dian menatapku dengan lembut
“Ndak boleh marah lho Ar, nanti dimarahi sama tantemu” ucap Bu Dian santai. Aku sudah tidak dapat berbuat apa-apa lagi jika nama itu disebutkan. Aku bersihkan sebersih-bersihnya dan ketika aku berbalik ke tempat lain aku sedikit melirik ke arah Bu Dian, kulihat Bu Dian akan melakukan hal itu lagi. Dengan cepat aku bergerak mendekatinya dan mencegahnya. Ku sandarkan lap pel itu dan aku pegang kedua sepatunya itu dengan kedua tanganku. Hingga kedua tanganku terinjak kakinya, dengan segera aku lepas sepatu di kakinya.
“Kaki Ibu sakit ya? Arya pijat” ucapku dengan nada datar tanpa memandangnya sama sekali. Entah darimana ide ini muncul yang jelas aku tidak mau dikerjai terus-terusan. Aku kemudian memijat-mijat ringan pada kakinya yang sebenarnya tidak terluka ataupun sakit. Sedikit aku melirik ke atas, wajahnya tampak sekali sumringah dan tidak ada penolakan.
“Eh...” dia terkejut dengan pijatan-pijatan kecilku
“Mbak Diah beruntung ya punya pacar kamu, baik dan tidak gampang jengkel walau dikerjai habis-habisan” ucap Bu Dian tiba-tiba
“Iya...” ucapku datar
“Kalau boleh tahu, ketemu dimana?” ucap Bu Dian
“Di rumah” ucapku
“Deket rumah ya, wah asyik dong kalau ngapel ndak perlu jauh-jauh”
“Apa dia benar pacarmu Ar?” ucapnya dengan nada penasarannya
“Setiap hari saya bisa ngapel kok Bu”
“Seandainya iya, ada yang salah? Dan seandainya tidak, kenapa Bu?” ucapku
“Eh.. tidak apa-apa, hanya ingin tahu saja apa dia benar pacarmu atau tidak” ucapnya, kemudian tatapan kami beradu
“karena dia terlihat lebih tua darimu” ucap Bu Dian
“Kan Cinta tidak memandang usia” ucapku dengan santai, dan aku kembali memijit kakinya
“I... iya... 28 ya umurnya?” ucap Bu Dian, mencoba menebak umur Ibu
“Eh... muda banget ternyata Ibu dimata orang lain” bathinku
“Tidak tahu...” ucapku yang kemudian memasangkan sepatunya kembali pada kakinya lalu bangkit
“Sudah, kaki Ibu kalau sakit dipijitkan langsung saja tidak usah diinjak-injakan kelantai kasihan nanti yang membersihkan bu” ucapku sambil memandang wajahnya yang menengadah memandangku. Ku angkat kakiku dan melangkah mengambil lap pel.
“Apa dia benar pacarmu Ar?” ucap Bu Dian
“Apakah pada saat ujian skripsi nanti, ada pertanyaan seperti itu bu?”
“Seandainya dia bukan pacarku ataupun iya, itu juga tidak menguntungkan atau bahkan merugikan Ibu kan?” ucapku sambil membalikan badan dan tersenyum kepadanya
“eh... iya” ucapnya sambil menunduk dan aku berjalan ke arah ruang OB
“Tapi aku yakin dia bukan pacarmu... Ar” ucap Bu Dian. Membuatku sedikit kaget, tertegun dan berhenti lalu kembali melangkah menuju ruang OB. Aku masuk dan di dalam ruang OB tidak ada seorang pun. Aku bersandar kemudian pada pintu tersebut hingga tubuh ini melorot jatuh ke bawah hingga kedua siku tanganku bertumpu pada lututku
“Kenapa kamu sangat peduli padaku bu? Tapi setelah malam itu sikapmu memperlihatkan aku bukan orang yang pantas kamu pedulikan” bathinku
Aku kemudian bangkit dan keluar dari ruangan tak kulihat lagi Bu Dian di tempat duduk itu. Kuangkat kakiku menuju ke atap gedung. Kurogoh sakuku dan kupandangi pemandangan kota dari atas gedung. Tampak semua bangunan terlihat sangat kecil dan mungil.
“Kamu itu harusnya jujur pada dirimu sendiri, bukannya malah bersikap aneh seperti itu!” ucap tante asih dari belakangku, aku menoleh sebentar kemudian membuang pandanganku ke pemandangan itu lagi
“Tante tahu kamu sukakan sama Dian?” ucap Tante Asih
“Jujurlah Ar, tidak ada salahnya” ucap tante asih
“Tante, dia terlalu tua untukku dan tentunya tante masih ingat kejadian yang menimpa om heri?” ucapku
“Eh...”
“Iya aku masih ingat” ucap tante Asih
“Om heri sudah bertunangan dengan kekasihnya, dan tante tahu sendiri mereka harus berpisah karena ada lelaki lain yang menyatakan cintanya kepada kekasih om heri”
“Jika tante memaksaku, berarti tante senang dengan apa yang dialami oleh om heri” ucapku
“Beda, saaaaangat berbeda...”
“Kekasihnya bukan wanita baik-baik, dan tante sudah tahu itu, tante pernah mengingatkan om kamu namun dia tetap bersikeras, ketika itu semua terjadi, tante dan keluarga cukup senang walau kami semua tahu Om kamu merasakan patah hati yang mendalam. Tapi lihat sisi baiknya, dia kemudian tahu siapa kekasihnya dan mendapat istri yang lebih, lebih baik dari kekasihnya yang dulu”
“Dan perlu kamu ketahui, kekasihnya yang dulu itu pernah minta balikan lho, tapi om heri tidak mau karena istrinya lebih dari mantannya itu” ucap tante Asih
“Kasus Dian berbeda, di dalam hatinya...” ucap tante asih terpotong
“di dalam hatinya apa tante?” ucapku penasaran
“ehem...” tante tersenyum kepadaku
“di dalam hatinya ada cinta yang hanya bisa di temukan oleh orang yang benar-benar dia harapkan” ucap tante asih seakan-akan mengalihkan kata-katanya
“Semua juga tahu itu tante, dan orang itu adalah pak felix”
“Arya tidak perlu ikut campur urusan mereka merusak hubungan dengan orang lain adalah salah, titik, ” lanjutku
“Eh...” tante terkejut dengan ucapanku
“Terserah kamu Ar, tapi yang jelas, cinta itu tidak bisa dipaksakan dan harus jujur, cinta harus mencari wadah yang sesuai” ucap tante, aku hanya memandangnya dan kembali memandang pemandangan itu lagi
“Erghhh... Ibu? Ah kenapa aku teringat Ibu, cinta kita, wadah kita? Aaargghhhhhh... tidak sesuai tapi untuk saat ini aku tidak ingin pergi dari Ibu. Bu Dian? Bodoh Ah!” bathinku
“Bagaimana semalam? Apakah dian terlihat sangat cemburu ketika Ibu kamu mengaku pacar kamu” ucapnya
“Heeeh... ternyata itu taktik Ibu dan tante? Ndak tahu tan” ucapku
“Kalau dari penuturan Ibu kamu, Dian tampaknya sangat cemburu” ucapnya
“kenapa harus cemburu, lha wong dia sudah punya pak felix” ucapku santai
“AAAAAAAAAAAAAAAAUUUWWWWW!” teriakku karena mendapat cubitan dari ante
“DASAR LELAKI EGOIS! TIDAK PEKA!”
“tante mau turun lagi huh” ucap tante judes meninggalkan aku
“Eh tan. Kabar ilman, paijo dan lucas, gimana?” ucapku mengehntikan langkahnya. Tante kemudian berbalik memandangku
“Banyak tulang yang patah dan dapat dipastikan dia tidak akan bisa bergerak senormal mungkin seperti sekarang ini, polisi akan menahan mereka setelah keluar dari RS karena ada beberapa kasus kekerasan yang melibatkan mereka bertiga” ucap tante
“Lho memangnya mereka satu komplotan? Setahuku hanya ilman dan paijo yang saru hati” ucapku
“Dari penuturan polisi, mereka itu komplotan dan sudah melakukan beberapa kejahatan, lha kalian itu koplak masa ndak tahu mengenai ini?”ucap tante
“Yeee... kita kan udah berhenti ugal-ugalan didaerah, kan pada sibuk sama kesibukan masing-masing, ditambah lagi satpam dari rumah sakit selalu mengawasi kita semua he he he” ucapku
“ya iyalah, kalau kalian tidak tante awasi bisa-bisa kalian tambah urakan, ya sudah tante turun” ucap tante yang kini menghilang dari pandanganku
Ilman da paijo serta lucas, aku tidak pernah tahu mengenai sepak terjang mereka. Bu Dian? Memang benar apa kata tante mengenai wajah cemburu Bu Dian. Apalagi tadi selama kami mengobrol Bu Dian selalu menanyakan tentang pacarku yang tidak lain adalah Ibu. Memang aneh ketika seorang wanita yang sudah dilamar menanyakan hubungan lelaki lain dengan pacarnya. Apa aku memang kurang peka? Tapi aku tidak mungkin mengungkapkan apa yang seharusnya aku ungkapkan, bisa perang dunia ke 3, ditambah lagi pak felix kenal baik dengan Om Heri. Bodoh Ah! Pulang.
Ketika aku berada di tempat parkir, tepatnya di dalam tempat parkir. Aku berjalan seorang diri menju motorku. Aku sedikit terhenyak dan berdiam diri sejenak manakala di samping motorku, duduk dan bersandar seorang wanita, Bu Dian. Dia hanya tersenyum kepadaku, kedua tangannya memgang helm SNI. Kulanjutkan langkahku ke arah motorku, mau bagaimana lagi, seandainya aku menghindar pun juga tidak bisa. Ketika aku sudah berada tepat disampingh motorku.
“Kenapa?” ucap Bu Dian
“Kenapa Ibu disini?” ucapku
“Tadi aku minta ijin untuk pulang sama tante kamu, dia menyuruhku untuk minta tolong kamu mengantarkan aku, kalau bisa?” ucapnya kepadaku dengan sedikit senyuman
“Lha mobil Ibu?” ucapku
“Itu mobil Felix, jadi aku diantar kamu saja?” ucapnya berubah menjadi datar
“saya masih ada urusan Bu” ucapku
“Sebenarnya tadi aku mau pulang pakai mobil felix tapi kepalaku pusing belum tidur semalaman, ya sudah ndak papa kalau tidak boleh” ucapnya sambil beranjak dari motorku
“Hmmm... mungkin sebentar lagi aku akan di opname di Rumah sakit ini” ucapnya kembali membuat aku terhenyak. Bu Dian menakutiku jika ketika dia mengendarai mobil itu dia akan tertidur dan begitulah
“Kenapa ndak pakai taksi saja bu? Daripada nanti opname, aku punya kenalan taksi” ucapku. Bu Dian berbalik degan wajahnya berubah menjadi wajah jengkel karena aku selalu bisa membalik pernyataan-pernyataannya. Bu Dian memakai helmnya dan berjalan ke arahku, lalu langsung naik di jok belakang motorku. Aku yang malah jadi kebingungan karena sikapnya, kedua pipinya kemudian menggelembung seakan sangat jengkel kepadaku.
“Bu, bisa turun saya itu ada urusan” ucapku walau sebenarnya tidak ada. Bu Dian ya diam saja dan memandang ke arah depannya tanpa menghiarukanku. Arghhhh..... ini wanita bikin kesal saja. Aku kemudian menaiki si motok REVIA kesayanganku untuk ketiga kalinya bersama Bu Dian
Segera aku nyalakan mesin motor kesayanganku ini. aku mundurkan secara perlahan karena berat motorku menjadi bertambah dengan kehadiran Dosen Judesku ini. segera kutarik gas motorku, baru beberapa meter keluar dari tempat parkit dan hegh... pelukan erat dari Bu Dian mendekap tubuhku sangat erat. aku tak mempedulikannya karena jika aku membuat perkara di RS bisa-bisa jadi bahan makian orang-orang. Dalam perjalanan menuju tempat Bu Dian.
“Ndak usah cepat-cepat” ucap Bu Dian. Segera aku berhenti di pinggir jalan.
“Bu, tolong ndak usah peluk saya Bu, bagaimana kalau ketahuan sama pak felix?”ucapku
“Bagaimana kalau ketahuan sama mbak diah?” ucap Bu Dian
Erghhhhh.... ditanya malah kembali nanya, segera aku tancap gas kembali. Semakin aku meningkatkan laju REVIA semakin erat pula Bu Dian memelukku. Akhirnya aku mengalah, motorku pun melaju dengan kecepatan lambat kurang lebih 40Km/jam. Kurasakan pelukan Bu Dian tetap erat seperti sebelumnya, bibirnya digesek-gesekan pada bahu kananku.
“Bu... Sudah... jangan...” ucapku
“Aku ngantuk, aku mau tidur, jika tidak pegangan nanti kalau jatuh bagaimana?” ucap Bu Dian dengan seribu alasannya
“tinggal opname saja bu...” ucapku
“Kenapa ndak pukulin sekalian saja aku disini? Biar cepet opname dan kamu tidak perlu susah-susah mengantarkan aku” ucapnya
“Huft... iya iya, boleh peluk Bu Dosenku yang manis dan cantik, yang erat ya, biar ndak jatuh” ucapku
“nah, gitukan lebih baik” ucapnya
Entah mengapa pelukan Dosenku ini membuatku merasa nyaman, pelukan darinya berbeda dengan pelukan wanita lain. Dikecupnya bahu kananku dengan lembut membuatku semakin merasa nyaman, walau sebenarnya ada sebuah kegundahan dalam hatiku. Bagaimana dengan pak felix? Masa bodoh ah! Apa Bu Dian tidak sadar? Seandainya saja dia bersamaku pun belum tentu dia bisa menerima kenyataan yang sudah aku alami. Belum hilang kesemrawautan dalam pikiranku, tiba-tiba pelukannya menjadi melemah, kurasakan tubuhnya menjadi sedikit terdorong kebelakang. Kuhentikan laju REVIA, sejenak kutengok kebelakang.
“Dia benar-benar tertidur” ucapku pelan
Kujalankan REVIA sayang dengan lebih pelan, tangan kiriku kuposisikan ke belakang tubuhnya. Untuk berjaga-jaga seandainya dia terjengkang. Kedua tangannya sudah tidak bisa memelukku erat. Namun kembali kurasakan kedua tangannya memeluk tubuhku dengan eratnya
“Terima kasih...” ucapnya lembut
“Sama-sama...” balasku
“Dasar manja...” ucapku pelan yang ternyata di dengar olehku dan mencubit sedikit perutku
Selama perjalanan tak ada percakapan dari kami berdua. Hanya kekhawtiranku jika saja dia terjatuh. Semakin rasa khawatirku bertambah semakin Kupeluk tubuhnya dengan tangan kirku dengan eratnya. Perjalan masih sangat jauh, namun aku perasaan nayaman ini tidak membuatku lelah. Sesampainya di depan pintu gerbang Perumahan ELITE, seorang satpam mengacungkan jempolnya ke arahku entah apa maksudnya. Aku anggukan kepalaku dan hanya tersenyum kepada pak satpam,dengan tetap pada kecepatan yang sama sampailah aku di depan rumah Bu Dian. Belum aku mengatakan apa-apa, slah satu tanganya lepas dari pelukanku.
“Aku ngantuk” ucapnya sambil menengadahkan tangannya yang dengan kunci diatasnya
“Maksudnya?” ucapku
“Bukakan” ucapnya
“huft...iya Bu Dosen” ucapku kemudian men-standar-kan REVIA, mengambil kunci dan membukakan pintu gerbang. Bu Dian masih duduk di jok motorku dengan kepala di letakan diatas tumpukan tangannya yang bersandar pada kepala REVIA. Helmnya ditaruhnya di spion kanan REVIA.
“Sudah Bu” ucapku berjalan kearah Bu Dian sembari membawa kunci itu kembali, Bu Dian kemudian bangkit dan tetap duduk di jok REVIA
“Aku capek ndak bisa jalan” ucapnya santai
“terus?” ucapku
“capeeeek ndak kuaaaaaaaat jalan aryaaaaaa” ucapnya bernada sok manja. Iiih...
Aku hanya bisa jongkok di samping REVIA, bingung dengan sikap Bu Dian. Kenapa juga ini Dosen judes jadi manja di hadapanku? Bikin orang susah saja huft... daripada aku kelamaan di tempat ini mungkin aku harus segera mengambil tindakan, lagian aku sudah mulai kesal dengan sikapnya. Segera aku bangkit dan duduk di depannya, kulepas helmku, aku tarik kedua tangannya ke bahuku. Kemudian kedua tanganku meraih kedua pahanya dengan perlahan aku gendong Bu Dian di punggungku.
“Ughhh... berathhh...” ucapku
“aku ndak gendut-gendut amat kali hoaaam” ucapnya pelan
“Iya langsing...” ucapku sambil membopongnya menuju kursi depan pintu masuk rumahnya. Sesampainya di kursi tersebut, aku dudukan Bu Dian dan aku kemudian duduk sebentar di lantai tepat dibawahnya.
“Terima kasih Ar Hoaaaam...” ucapnya
“Sama-sama Bu” ucapku sambil menoleh kebelakang
“Ar...” ucapnya
“Iya Bu...” balasku
“Aku ingin kita jalan-jalan lagi” ucapnya
“Besok Bu Setelah PKL” jawabku sekenanya
“Janji ya?” ucapnya
“Ya... kalau ingat Bu” ucapku
“Aku akan mengingatkanmu Ar” ucapnya
“Iya Bu iya...” ucapku dengan nada jengkel
“Ar...” ucapnya
“Iya Ada apa lagi Bu?” ucapnya
“Aku yakin Mbak Diah bukan pacarmu” ucapnya
“Huft... kenapa dibahas lagi bu?” ucapku.
“Saya mau pulang dulu Bu sudah sore?” ucapku sembari aku berdiri sambil membalikan badanku ke arahnya untuk pamit kepadanya. Kan ndak enak masa pamit ke seseorang ndak menatap mukanya. Ketika posisiku sedang dalam posisi membungkuk. Cup... sebuah kecupan di pipi kananku membuatku sedikit bengong, namun langsung ku raih kesadaranku dan wajahku tetap aku buat datar.
“Seharusnya Bu Dian tahu posisi Bu Dian, Tolong pikirkan perasaan pak felix bu” ucapku
“Itu hanya ucapan terima kasih apa salah?” ucap Bu Dian santai menanggapi pernyataanku
“Eh... hmmm... saya pamit pulang dulu Bu” ucapku, seakan-akan tidak percaya dengan apa yang dikatakan oleh Bu Dian
“Hati-hati ya Ar” ucapnya
“Iya Bu...” ucapku, sambil meninggalkannya
Ku tunggangi motorku kembali menuju jalan pulang, kulihat Bu Dian berdiri dan Men-dadahi-ku dengan tangan kananya. Senyuman indah itu dilemparkannya untukku namun urung aku untuk menangkap senyuman itu. Aku hanya menganggukan kepalaku dan kemudian mempercepat laju motorku.
Sesampainya dirumah kudapati Ayahku sudah berada di rumah, bagiku ini adalah suasana yang suram. Ayah hanya menanyaiku mengenai perban dikepalaku, kujawab sekenanya dan dia tidak begitu menghiraukannya. Ayah kemudian menuju ke pekarangan rumah dengan memawa segelas minuman di tangan kirinya. Segera aku menghampiri Ibu di dapur dan aku sedikit bercerita kepadanya, dia hanya tersenyum mendengar ceritaku. Kukecup bibirnya dan aku kemudian berlari ke kamarku.
Hari-hari berikutnya aku isi dengan berangkat kekampus untuk mengurusi PKL. Membuat surat permohonan PKL ke industri yang terkait dengan jurusanku. Semua teman-temanku pun sama, setelah aku mendapatkan tempat PKL aku mengajukan DPL (Dosen Pembimbing Lapangan) untuk PKL-ku. Setiap mahasiswa yang mengajukan PKL tidak langsung mendapatkan DPL, ini semua tergantung pada perusahaan/ instansi memberikan jawaban. Ada yang berkelompok ada juga yang individu, dan aku memilih untuk individu karena kebanyakan teman-teman kelasku memilih untuk PKL sendiri. Ketika setiap mahasiswa sudah mendapatkan jawaban maka akan langsung diberikan DPL keesokan harinya.
Hari berikutnya aku ke kampus untuk mengetahui DPL-ku. Segera aku berlari dari tempat parkir menuju ke gedung jurusan untuk menemui Tata Usaha meminta surat pengantar dari jurusan yang nantinya aku serahkan ke perusahaan tempakku PKL. Pegawi TU kemudian memberikan dua buah amplop yang ditumpuk
“Mas, itu yang atas perusahaan dan yang bawah untuk DPL-nya ya” ucap pegawai TU
“Iya Bu” ucapku sembari meninggalkan TU, aku melangkah ke ruanng Dosen. Kulihat amplop yang berisi surat pengantar untuk perusahaan, tercantum nama sebuah PT dan tertluis benar. Ku balik dan ku baca nama DPL,
Yth. Dian Rahmawati
Selaku Dosen Pembimbin Lapangan
Arghhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhh.... Kenapa Nama itu lagi!
Di Gedung jurusanku tercinta, gedung dimana aku mengurus segala administrasi emngenai kuliahku. Aku terpaku dan jengkel dengan kenyataan yang tertulis di amplop kedua. Amplop yang berada di tanganku sekarang. Ingin rasanya aku berteriak, kenpa? Kenapa aku tidak bisa lepas dari nama wanita ini? Arghhhhh..... semuanya menjadi sangat kacau bagiku, pasti akan ada pertanyaan ini itu dan lain sebagainya. Aku benar-benar ingin lepas tapi tidak bisa. Segera aku berbalik ke bagian tata usaha jurusanku.
"Bu maaf, kenapa DPL saya sama dengan dosbing TA saya, apa ndak bisa ganti yang lain?" ucapku kepada pegawai TU
"Itu yang menentukan kan ketua jurusan (Kajur), ya tanya sama kajurnya saja mas" ucapnya
"Kalau ganti bisa ndak bu?" ucapku
"ndak bisa" ucap seorang wanita di belakangku, aku segera menoleh ke belakang. Ah sial, Bu Dian.
"Eh..." Aku terkejut dengan kehadiran Bu Dian
"Kenapa? Kan malah kamu lebih gampangkan? Selain mengurusi PKL, kamu juga bisa mengurusi TA kamu dan ndak perlu susah-susah nyari-nyari dosen" ucapnya judes dan langsung meninggalkan aku menuju ruangannya
"Benar tuh kata mbak Dian, kamu itu dikasih enak malah ndak mau" ucap pegawai TU. Dengan langkah gontai aku menuju ke ruangan
"Selamat siang Bu..." ucapku kepada Bu Dian
"Siang!" ucapnya sedikit keras
"Duduk!" ucapnya, aku kemudian duduk dihadapannya
"Bu, ini saya mau menyerahkan Surat Pengantar PKL saya" ucapnya
"Sudah tahu, kenapa kamu mau minta ganti segala? Kenapa?" ucapnya
"Ya itu kan... anu... bu... emmm" ucapku gelagapan. Kleeeeeeek... masuklah Bu Erna
"Eh, Arya, bimbingan TA Ar?" ucap Bu Erna
"Tidak, bu ini mau PKL, mau menyerahkan surat pengantar PKL ke DPL" ucapku
"Owh... asyik dong dapat Bu Dian lagi" ucapnya. Aku Cuma menunduk
"Kamu itu diajak bicara malah bicara sama orang lain!" ucap Bu Dian kepadaku
"Eh... itu... anu... ini.... " ucapku gelagapan
"Yan, jangan kasar-kasar sama arya kalau kamu ndak mau biar aku saja jadi DPL-nya hi hi hi, kamu mu ndak Ar?" ucapnya sambil meletakan tas dan menata buku-buku
"mau bu, mau" ucapku langsung menjawab pernyataan bu Erna
"Owh... gitu iya? Kenapa ndak ganti dosbing sekalian saja, kalau perlu ganti universitasnya sekalian" ucap Bu Dian judes sekali. Aku hanya menunduk tak bisa berkata-kata.
"Wah ar, ada yang ndak ikhlas, Bu erna takut ndak jadi aja ya hi hi hi , dah dian sayang" ucap Bu Erna meninggalkan ruangan tanpa digurbis oleh Bu Dian, ruangan menjadi hening sesaat
"Kenapa kamu mau ganti DPL?!" ucap Bu Dian
"Jawab!" ucap Bu Dian sedikit membentak, aku benar-benar mulai jengkel dengan Dosenku ini. kenapa masalah sepele seperti ini saja aku bisa kena marah?
"SSSShhhhh... Hufttttt...." kuhela nafas yang panjang
"Maaf Bu, jika saya membuat Bu Dian marah, hanya saja saya ingin mencari pengalaman baru dengan dosen yang lainnya, karena TA saya sudah bersama Bu Dian dan agar tidak terjadi kesalahpahaman yang berkelanjutan lagi"
"Di tambah saya merasa tidak enak sama pak felix, itu alasan saya bu, mohon maaf jika ada kata-kata yang salah" ucapku datar
"Eh..."dia terkejut, tatapan matanya memperlihatkan kekecewaan. Kupandangi sejenak mata itu dan kemudian aku menunduk
"Kamu dengan saya saja, nanti akan saya jenguk jika sudah ada surat turun dari jurusan. Sudah kamu langsung ke Perusahaan tempat kamu PKL saja. Agar kamu secepatnya bisa memulai PKL kamu" ucapnya datar tanpa memandangku dan membuka amplop dariku
"Sudah sana jangan malah duduk dihadapan saya" ucapnya
"DPL-nya ganti tidak bu?" ucapku
"Tidak" ucapnya sambil membaca surat itu.
"Saya pamit dulu bu" ucapku kemudian bangkit
"Hati-hati" ucapnya tanpa memandangku
"Iya bu" balasku yang kemudian meninggalkan ruangan dosen
Setiap hal yang aku rasakan ketika dekat dengannya adalah sesuatu yang berbeda kadang hangat kadang dingin. Mungkin memang salahku ketika aku harus bersikap masa bodoh terhadapnya, tapi mau bagaimana lagi? Aku juga tidak bisa terlalu jauh dalam berhubungan dengannya. Aku tahu posisiku, sekalipun aku pernah menyayanginya. setiap kali aku mencoba untuk jauh, setiap itu pula dia datang entah dari mana, mungkin dia makhluk dari planet lain yang bisa membaca pikiranku. Sebuah bunyi pukulan dari sematponku. Bu Dian.
Segra aku melangkah ke warung yang biasanya aku tongkrong bersama Rahman. Namun sekarang aku hanya sendiri. Apa aku harus benar-benar cari pacar saja ya? Biar bisa menjauhi Dosen Judesku ini? tapi kalaupun harus mencari pacar, kasihan itu cewek kalau hanya untuk mainan saja. Setelah makan, sebentar aku nongkrong lama di warung. Ku buka file-file dalam folder semprotku dan aku menonton dengan khitmad, tak kuhiraukan orang yang berlalu lalang dihadapanku. Toh mereka juga tidak tahu aku sedang menonton apa. Birahiku muali naik karena tak ada pelampiasan langsung saja aku pulang dan menuju tempat parkir. Baru saja aku menaiki REVIA kesayanganku dan memakai helm, Kulihat Bu Dian sedang berjalan dengan memakai kaos lengan panjang.
"itukan, kaosku" bathinku
Seketika itu pula Bu Dian memandangku dan melempar senyum kearahku, dia berdiri menghadap ke arahku. Tangannya men-dadahi-ku, aku hanya tersenyum sambil menganggukan kepalaku. Segera kutarik kebelakang motorku dan meninggalkan tempat parkir.ku arahkan REVIA menuju jalan pulang. Matahari yang bersinar seudah merasa sangat lelah hingga sinarnya terasa sangat berwarna kuning seperti halnya pagi hari tadi. Jalanan mulai ramai dengan para pekerja pabrik yang sudah mulai membawa keringatnya kembali kerumah. Para pedagang kaki lima pun mulai tampak mendirikan gubuk-gubuk kecil tempat beristirahat dan menunggu pelanggan setelah lelah mengelilingi kota. Aku melaju diantara mereka yang tampak memikul beban hidupnya. Ada yang tersenyum ada pulan yang mengrenyitkan dahinya karena keramaian jalanan daerah ini. Sampailah aku dirumah dengan sedikit lelah pada tubuhku. Kulangkahkan kakiku menuju ke dalam rumah, kutemukan Ayahku dengan secangkir minuman entah itu kopi atau teh. Kukecup tangannya dan dia kemudian meninggalkanku menuju pekarangan rumah dengan asap yang berterbangan dari mulutnya. Kuletakan tas di sofa ruang keluarga, Kuhampiri Ibu yang masih asyik dengan pekerjaan mencuci piringnya. Kupeluk Ibu dari belakang.
"Kenapa kangen ya?" Ucap Ibu
"Ibu tidak kangen sama Arya?" ucapku
"Ya Kangen to ya" ucap Ibu
"Bu..." ucapku dengan kedua tanganku hinggap di susunya, mungkin karena efek dari film yang baru aku tonton di warung tadi
"erghhh... Iya..." balasnya
"pengen..." ucapnya
"Pengan apa? Yang jelas" ucap Ibu
"Bu, pengen dikulum" ucapku
"Apanya?" ucap Ibu
"Kontol Arya, ya bu" ucapku dengan nada manja dan memohon. Ibu kemudian berbalik ke arahku dan mengecup bibirku.
"Sudah lama Ibu pengen denger kamu minta tanpa harus Ibu yang memulai sayang" ucap Ibu kemudian berjongkok di hadapanku. Ibu lalu membuka resleting celanaku dan menurunkannya sedikit bersama celana dalamku. Di elus-elusnya batang dedek arya dengan kedua tangannya
"DI kamar saja bu, nanti..." ucapku terpotong
"Ssssttt... " desis Ibu dengan menyilangkan jarinya di bibirnya.
Ibu kemudian mengulum dedek arya dengan lembutnya. Kuluman disertai permainan lidahnya membuatku semakin bernafsu, jari-jari manisnya bermain-main di bawah buah zakarku membuat ku semakin tegang dan meledak-ledak. Dan yang membuatku semakin menjadi-jadi adalah permainan lidahnya dilubang pipisku, membuat sensasi yang sangat berbeda.
"Argh... bu enak banget... ehmmmmm... terus bu...." desahku pelan
"mmmm... mmm... slurppp.... enak ya sayang... buat kamu Ibu kasih yang paling enak... mmm slurp...." desah pelan Ibu sambil mengulum dan menjilati lubang pipis dedek arya.
"Arghhh... Bu mau keluar, Arya mau keluarhhh... ssshhhh...." desahku pelan
"Keluarkan sayang mmmm.... slurp.... mmmm...." ucap Ibu sembari mengulum dedek arya
Crooot crooot crooot crooot crooot crooot crooot crooot crooot
Dan ditelannya spermaku tanpa bersisa, membuat pemandangan yang indah bagiku. Segera Ibu membersihkan sisa-sisa sperma yang masih tersisa dengan bibir indahnya.
"Nimaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaassss!" teriak Ayahku dari pekarangan rumah. Segera Ibu menyelesaikan kulumannya dan aku segera menarik kembali celanaku dan duduk di kursi meja makan. Ku dekatkan posisi dudukku hingga mepet dengan meja makan. Ibu kemudian berdiri dan berkumur di tempat cucian piring.
"Nimaaaaaasss" teriak Ayahku semakin dekat
"Ada apa kang mas? Kok teriak-teriak?" ucap Ibu lembut
"Buatkan aku teh lagi, dipanggil dari tadi tidak ada jawaban" ucap Ayahku
"Ya namanya juga lagi bersih-bersih, iya nanti nimas antarkan" ucap Ibu
"Kamu Arya, mandi dulu atau bantu Ibumu jangan Cuma malas-malasan di meja dapur" ucap Ayahku. Aku hanya menoleh sedikit dan tersenyum mengangguk ke arah Ayahku. Posisiku memanng tidak menguntungkan resleting celanaku belum aku tutup dan sedikit menjepit-jepit dedek arya, perihnya. Ayah kemudian kembali ke pekarangan rumah, beberapa menitk kemuadian disusul Ibu yang membawa teh hangat. Sekembalinya Ibu, Ibu kemudian berada di tempat seperti semula. Segera aku hampiri Ibu dengan posisi dedek arya tegang mengarah kearahnya. Segera aku peluk Ibu dan kucium lehernya, tangan kananku kemudian turun keselaangkangan Ibu.
"Sudah Basah ya bu" ucapku
"kamu erghhh tadi bikin ibu horni sayang emmmhhhh..." ucap Ibu. Aku tersenyum dan kusingkap rok selutut Ibu hingga pinggangnya. Kuturunkan celana dalam Ibu, kaki kananya diangkat sehingga sekarang celana dalam Ibu tersangkut di paha kirinya. Sedikit kuangkat kaki kirinya dan kumajukan bibirku, kubuka bibir vagina Ibuku dengan tangan kananku. Kujulurkan lidahku dan kumainkan di bibir vaginanya.
"Arghhh... sayang... emhhhh.... pelan sayang.... nikmat sekali... lidahmuhhh sangat lembut" ucap Ibuku
"slurrpp... untuk slurpp... ibu, akan kuberikan slurrpp yang paling nikmathh...." ucapku seraya menjilati vaginanya
Jilatan lembutku bermain dibibir vaginanya. Klitorisnya tak luput dari jilatan lidahku. Kadang lidahku bermain-main di klitorisnya, telunjuk jari kananku kumasukan perlahan dan sedikit aku tekuk. Aku maju mundurkan jari telunjukku dan membuat ibu mengelinjang nikmat.
"Pelan sayaang... kocokanmuhh terlaluhhh sssh keras.. nanti ayahmuh tahu ssssh" desah manja dan pelan Ibu. Namun tak kugubris dan aku terus menjilat dan mengcokan jari kananku di dalam vagina Ibuku.
"erghh,,,, mmmm shhhhh ibu hampi sampaihhh sssssshhhhh sayang emmmhhh...." desah Ibu
Tiba-tiba saja tubuh ibu mengejang beberapa kali, kedua tangannya tiba-tiba memegang kepalaku denga sangat erat. kedua tangannya menahan kepalaku agar tetap berada di vaginanya. Kurasakan cairan hangat mengalir di jari tanganku dan sedikit di bibirku. Setelah tubuh Ibu tidak mengejang, aku kemudian berdiri berhadapan dengan ibu. Kuangkat kaki kanannya, dengan sedikit membuka kedua kakiku aku arahkan dedek arya ke dalam vagina Ibu. Kedua tangan Ibu ditaruhnya dibahuku dan Ibu sedikit menjijitkan kedua kakinya. Bless... akhirnya masuk semua batangku dan aga sedikit linu dengan posisi berdiri ini. Aku mulai menggoyang...
"pelan sayanghhh... jangan sampai bunyinya terdengar oleh a....yah... muwh erghhhh..." desah pelan Ibuku. segera aku sumpal bibirnya dengan bibirku. Aku terus menggoyang dan menggoyang pinggulku.
"clek clek clek..." bunyi perpaduan alat kelamin kami berdua
"erghhh.. kontol arya masuk di tempik Ibu..." desah pelanku sembari melepas ciuman
"he'emmmmhhh... masuk dan penuh sekali sayanghhh... keras.... ouwhggghhhh... nikmat sayang terus..." ucap Ibu
"Sempith sekalih buwh... tempikmu enak sekali... arya ngenthu ibu owghh...." ucapku
"erghhh... sayang jorok ischhh... oufth... terushhh kenthu Ibu, goyang lebih kerashhh sayanghhh erghhhh..." racaunya dengan sangat pelan
"emmmhh... Ibu juga jorok arghh.... nikmat sekali Ibuku sayag..." ucapku pelan
Dengan posisi ini, dedek arya terasa sangat linu namun gesekan antara dinding vagina Ibu dnegan batang dedek arya tetap memberi kenikmatan bagiku. Begitupula Ibu, semakin memelukku dengan sangat eratnya. Bibirnya dijatuhkan ke bahu kiriku dan sedikit mengigit bahuku. Aku semakin keras meggoyang, entah aku tidak tahu ayah mendengarnya atau tidak. Karena dari yang aku dengar ayah berbicara di telepon dengan seseorang.
"Emmmhh... Ibu mau keluarhhh.... erghhh.... lebih cepat lagi sayanghh...." ucap Ibu
"Aku ju bu ufthhh.... emmmmhhh....." ucapku
Crooot crooot crooot crooot crooot crooot crooot crooot crooot
Seketika itu Ibu memelukkku dengan sangat erat. tubuhnya mengejang beberapa kali, kemudian pelukannya semakin erat. kaki kanannya aku turunkan, terdengar desaha lembut dari bibirnya. Kurasakan cairan hangat kami bertemu dan berkumpul bersama. Lama kami berpelukan dengan posisi kaki Ibu masih sedikit berjinjit dan dedek arya berada di dalamnya. Dan Plup... dedek arya keluar dengan sendirinya, kedua kaki Ibu tidak berjinjit lagi.
"Nakal kamu ya hssshh hssh hsshh..." ucap Ibu dengan senyuma manjanya
"Sekali-kali Bu.. he he he" ucapku
"berkali-kali juga ndak papa sayang cup muachh..." ucapnya sembari memeberikan ciuman kepadaku.
Ibu kemudian menyuruhku segera naik keatas, dan Ibu sendiri mandi. Selang beberapa saat Ibu menyuruhku mandi untuk membersihkan badan. Setelah mandi kini aku berada di kamar, terdengar Ibu berbicara dengan ayah meminta ijin untuk ke kamarku. Kleeek... Ibu kemudian masuk ke dalam kamarku dan duduk disampingku
"kelihatannya mereka akan melakukan pertemuan" ucap Ibu
"eh..."
"Kapan bu dengan siapa? Kok Ibu tahu?" ucapku
"ibu jagi nguping sayaaaaang" ucpanya sambil membetet hidungku
"kurang lebihnya akhir tahun nanti, tapi waktu tepatnya ibu tidak tahu hanya mereka berbicara 5-6 bulan kemudain" ucap Ibu
"berarti setelah aku KKN bu, tapi kalau KKN apa Ibu bisa jada diri? Arya takutnya ibu kenapa-napa" ucapku
"Itu bisa diatur sayang, Ibu bisa minta kakek untuk menemaninya selama kamu KKN, lagian Kakek juga sudah tahu kebusukan mereka tapi Ibu belum cerita mengenai temuan-temuanmu" ucap Ibu, aku hanya mengangguk.
"Bu, kiral-kira Ibu tahu tidak sebenarnya dia itu berkerja sama dengan siapa saja?" ucapku
"Yang jelas, yang termasuk pentolan dari mereka semua yang terlibat kelihatanya 4-5 orang. karena dari percakapan Ayah kamu, Ibu pernah mendengan kata-kata "kita berempat" dan juga "Kita berlima" sebenarnya mana yang benar Ibu tidak tahu nak" ucap
"sebentar bu, jika berempat kelihatanya tidak mungkin tapi kalau berlima bisa jadi benar bu, karena dari email yang aku baca ada tiga nama yang belum terpecahkan sampai sekarang"
"hufth... semakin rumit saja bu ini, apa mending sekarang aku bunuh saja dia ya?" lanjutku dengan nada kebingungan
"Jika dia mati dengan mudah maka orag yang berada disekelilingnya bisa selamat dan apa yang kau lakukan jadi percuma, dan akan lebih banyak lagi orang yang akan menderita nak" ucap Ibu
"buat Dia menderita, walau harus menunggu" ucap Ibu sembari mengecupku dan meninggalkanku di kamar. kujawab dengan senyum dan anggukanku
Jika dilihat dari beberapa email yang aku baca, mereka sebenarnya berlima tapi kenapa Ibu mendengar kata-kata berempat. Segera aku membuka sematpon KS tanpa mengaktifkan koneksi data dan kulihat nama-nama samaran disitu ada banyak sekali. Jika mereka berlima kenapa jumlah dalam group sangat banyak, dan jika mereka berempat juga tidak mungkin. Jika Ayah dan Om Nico membuat dua buah kelompok dalam perkumpulan mereka dengan Ayah dan Om Nico sebagai anggota tetap jumlah seharusnya yang ada di group paling tidak ada 7 orang. tetapi ini jumlahnya lebih banyak. Jika pada kelompok pertama dibuat lima anggota ada Ayah dan Om Nico, lalu kemlompok kedua dibuat 4 orang ada Ayah dan Om Nico tetap saja jumlahnya seharusnya 7 orang dengan Ayah dan Om Nico sebagai Pengadu Domba. Ku aktifkan data, muncul beberapa percakapan canda gurau dari mereka yang berada di group. Tak ada yang penting, hanya saja di group mereka Ayah tampak meminta ijin untu jalan
Mahesa
Eh geng, aku karo Nico 5 sasi ngkas meh refreshing sek yo
Acarane tahun ngarep
(Eh geng, aku sama nico 5 bulan lagi mau refreshing dulu ya, acaranya tahun depan)
Dari beberapa orang menanggapinya dengan guyonan dan santai, kelihatanya ini bukan sesuatu yang penting. Tapi dari penuturan Ibu, 5 bulan lagi dan ini sama persis dengan penuturan Ayah di Group. Kucoba cek email dari Om Nico, dan tak ada satupun email yang masuk. Segera aku menghubungi Anton.
"Halo Ar, ada apa?"
"Ton, ada perkembangan tidak?"
"Ndak ada Ar, aktifitas mereka sama seperti pekerja-pekerja yang lain"
"aku dapat informasi dari percakapan Ayahku, mengenai jumlah mereka, aku mendengar berlima dan berempat"
"Hm... Ar, pentolan dari komplotan mereka sebenarnya berlima Ar, aku belum tahu mengenai berempat karena rekan kerjaku belum bisa menemukan bukti baru lagi, email mereka mati semua ar"
"jelas emai mereka mati, karena mereka berganti email" bathinku
"Hm... bagaimana dengan percakapan BBM atau messenger yang lain?"
"Kalao messenger yang lain tidak ada Ar, karena mereka menggunakan BBM, sedangkan pada BBM proteksinya cukup bagus, sulit bagi kami menembus, harus minta ijin dulu sama pengelola utama BBM dan sedang diusahakan namun kelihatannya akan ditolak karena BBM mengutamakan pricasi pengguna" (ini hanya sekedar imajinasi saja, detail mengenai proteksinya nubie kurang begitu tahu hanya berdasarkan artikel yang nubie baca)
"Haduh susah juga ya nton"
"mangkanya bro, kamu kalau punya informasi langsung kasihkan ke aku, oke?"
"Oke, ton, dah dulu ya ton"
"Sip!"
Hufth... memang sesuatu yang sulit bagiku untuk mengatakan keseluruhan kepada Anton. Aku tidak ingin dia menyelesaikannya hanya dengan memenjarakan mereka saja. Aku ingin mereka menderita seperti halnya orang-orang yang telah dibuat menderita oleh mereka semua.
Malam semakin larut, dan aku kemudian bergabung dengan Ayah dan Ibuku, untuk makan malam. Perbincanngan antar kami semua berjalan dengan lancar, aku juga berusaha berusaha bercanda dengan Ayahku agar tidak timbul kecurigaan kepada diriku. Selesai makan aku kemudian kembali ke kamar untuk merebahkan lelahku selama satu hari ini.
Keesokan harinya aku hanya berangkat ke tempat PKL-ku untuk menyerahkan surat pengantar dari kampus. Ketika pertama kali ke Perusahaan ini aku hanya bertemu dengan bagian resepsionisnya saja, yang kemudian di pertemukan dengan humas perusahaan. Bahkan sampai sekarang aku belum tahu akan ditempatkan dimana. Hari ini hanya menyerahkan surat tugas dan perkenalan awal saja agar pada saat hari pertamaku PKL aku bisa langsung ditempatkan serta tidak perlu lagi berputar-putar untuk kesana-kesini, itu tujuanku tapi tidak tahu apa yang akan terjadi nanti setelah aku serahkan surat pengantar ini.
"Selamat siang, pak ini saya yang kemarin mau mengantarkan surat pengantar PKL saya pak" ucapku
"Owh mas-nya yang kemarin, langsung masuk saja mas, parkirnya di tempat parkir tamu tapi kalau besok sudah masuk PKL, parkirnya di tempat parkir karyawan ya mas" ucap Pak Satpam
"Iya pak, terima kasih" ucapku
Aku kemudian memarkir motorku sesuai dengan petunjuk pak satpam. Ku langkahkan kakiku menuju pintu masuk perusahaan, dan brrrr.... adeeeem dibandingkan diluar puanasnya minta ampun. Biasa di kawasan Industri semua terasa panas. Kutemui bagian resepsionis, setelah aku utarakan maksud dan tujuanku,aku disuruh menunggu sebentar untuk menunggu kedatangan pihak humas. Setelah lama menunggu akhirnya datang juga bapaknya yang kira-kira umurnya samalah dengan pak felix.
"Mas, ayo langsung saja tak perkenalkan sama yang punya kepentingan dengan study mas-nya" ucap bapaknya tanpa duduk terlebih dahulu langsung mengajakku
"Iya pak, oia pak ini surat pengantarnya" ucapku. Memang beruntung sekali aku kali ini langsung bisa diperkenalkan sama yang punya job yang akan saya tempati
"oia, saya terima"
"ya udag ayo sambil jalan mas, mas... siapa namanya?" ucap pak humas
"Arya pak" ucapku sambil mengikuti
"nanti mas-nya dibagian QC (Quality Control), jadi mas-nya yang sabar ya kalau disana, karena sampel yang masuk itu banyak, jadi orang-orang disana agak-agak tegang, ndak papa ya mas,ya buat pengalaman" ucap pak humas
"Iya pak, saya siap, PKL saya ini kan untuk mencari pengalaman kerja pak" ucapku. Kami kemudian mengobrol sedikit mengenai sejarah perusahaan ini. perusahaan yang berjalan dalam bidang makanan ini, produk utama dari perusahaan ini adalah mie instant, kecap, saos untuk produk lokal dan luar negeri dan juga sayur-sayuran kering berupa okra, ada juga wasabi yang nantinya akan di ekspor ke negara kelahiran nenekku.
Tok tok tok tok....
"Iya masuk" ucap seorang wanita dari balik pintu yang bertuliskan Manager Quality Control (QC)
Klek....
"Mbak, ini yang mau PKL katanya mau kenalan dulu sama yang punya Job disini" ucap pak humas
"Oia, silahkan masuk" ucap wanita tersebut yang berbalutkan kerudung hijau di kepalanya
"saya tinggal ya mbak" ucap pak humas kepada mbak manager
"oke, mas silahkan kenalan dulu dengan anak-anak QC juga sama managernya, kalau nanti sudah selesai bisa langsung pulang saja tidak usah mencari saya karena saya mau ada urusan keluar" ucap pak humas
"oia pak, siap!" ucapku dan pak humaspun keluar dari ruangan
"Silahkan duduk" ucap mbaknya manager, mbak? Karena masih kelihatan muda bagiku. Aku kemudian duduk di kursi yang lumayan menghilangkan rasa lelahku
"namanya siapa?" ucap mbak manager
"Arya, Arya Mahesa Wicaksono" ucapku
"Oke Arya, saya manager disini, nama saya Echa Alisia, biasa dipangglil Echa" ucapnya
"iya mbak, eh bu" ucapku
"sudah, panggil mbak saja saya juga baru 4 tahun lulus dari perguruan tinggi" ucapnya, aku hanya mengangguk dan tersenyum. Benar-benar hebat, baru 4 tahun sudah jadi manager.
"kamu mulai besok akan bekerja dengan QC lainnya di laboratorium selama 1 bulan penuh, jadi saya harap kamu bisa bekerja sama dengan mereka. Perusahaan ini masih tergolong baru karena baru 15 tahun berdiri dan semua QC yang akan ditemui merupakan lulusan sekolah kejuruan"
"untuk lulusan perguruan tinggi masih minim yang kita ambil, dikarenakan lulusan perguruan tinggi kurang berminat bekerja disini dan juga sekalipun ada yang bekerja disini akan ditempatkan di bagian yang lainnya dan besok ketika kamu akan bekerja disini kamu merupakan lulusan perguruan tinggi kedua yang akan di lab disana ada mbak Erni sebagai kepala laboratorium sekaligus supervisor QC, paham?" ucap mbak echa
"paham bu eh mbak" ucapku dengan tersenyum
"walaupun mereka semua lulusan SMK tapi mereka semua dapat beasiswa dari perusahaan untu melanjutkan ke peruguran tinggi dengan jurusan yang sesuai, mereka sekarang ikut kuliah jalur ekstensi, yang kuliahnya setelah mereka bekerja disini" ucapnya melanjutkan penjelasan
"Owh.. iya mbak saya tahu dan saya paham" ucapku
"Kamu dari tadi senyum-senyum terus ada apa? Padahal orang disekelilingku saja tidak ada yang berani senyum-senyum seperti kamu" ucapnya
"senyum tanda kebahagiaan mbak, saya bahagia bisa diterima PKKL disini" ucapku sekenanya
"ndak takut sama saya?" ucap mbak echa
"Eh... saya pikirkan nanti itu mbak" ucapku. Kemudian mbak echa melihatku dengan seksama dan memandangku seperti memandang alien
"Ada apa mbak?" ucapku
"ndak papa, kapan-kapan ajari aku untuk bisa tersenyum setiap hari" ucapnya sambil bangkit
"iya mbak saya usahakan dan kalau saya ingat" ucapku
"ya sudah ayo kita ke lab" ucapnya, aku kemudian membuntutinya dari belakang menuju ke lab. Sesampainya di lab mbak echa hanya memperkenalkan aku sebentar dan kemudian pergi lagi
"Ela, ini mahasiswa PKL dikenal-kenalkan dulu ya, saya tinggal lagi banyak laporan yang belum aku koreksi"
"Nanti kalau sudah selesai, kamu boleh langsung pulang, Ar, senin kamu bisa langsung menuju ke lab tanpa harus ke ruangan saya dulu, siapkan mental kamu mulai hari jumat ini" ucap mbak echa
"Iya mbak" ucapku. Setelah mbak echa pergi, kini hanya aku dengan Mbak Ela, perempuan yag paling 4 tahun diatasku. Dia kemudian mengambil telepon intraseluler menghubungi seseorang didalam telepon
"Duduk dulu mas" ucapnya
"Iya mbak" ucapku
Klek.. aku kemudian menoleh ke arah pintu, masuk dua orang yang aku kenal
"Lho mas Arya" ucap mereka berdua secara bersamaan
"Hei, Encus, Yanto, pa kabar?" ucapku
"baik mas, lha mas to yang PKL disini" ucap encus
"iya, wah hebat kalian sudah kerja ya, asyik dong" ucapku
"kalian sudah saling kenal?" ucap Mbak Ela
"iya mbak, dia itu kakak kelas waktu SMP,kita kepisah waktu mas arya di SMA dan aku di SMK dia bukan hanya kakak kelas tapi seperti kakak kandung buat kami berdua" ucap yanto
"lebay kamu yan" ucapku
"Ya sudah, gini ya Ar, aku perkenalkan diri dulu, aku Ela Kalab (kepala Lab) dan juga supervisor disini nanti job kamu akan saya jelaskan dan Encus serta yanto akan membimbing kamu selama PKL disini" ucap Mbak Ela
"Okay mbak siap!" ucapku
"Oia, saya tak keluar dulu mau ke ruang mbak echa ada keperluan, kalian ngobrol dulu saja mumpung ini sampel sedikit karena ini hari jumat" ucap Mbak Ela, yang kemudian meninggalkan kami
"Weh mas, seneng aku bisa ketemu mas Arya" ucap yanto
"Iya mas, kangen" ucap encus
"kalian itu ada-ada saja"
"Wah hebat ya kalian masih muda tapi dah kerja, bisa nyetak uang sendiri" ucapku
"ya ndak gitu mas, kan mas sendiri yang nyaranin kita untu masuk ke SMK kalau ndak mau melanjutkan kuliah" ucap Yanto yang kemudian memgingatkan aku tentang masa ketika mereka lulus dan bertemu aku di warung wongso
"Oia ya lupa aku, tapi kan dapat beasiswa kuliah, lumayan kan?"ucapku
"Iya mas, untuk kita waktu itu nurut sama mas, coba kalau ndak nurut bisa-bisa kita jadi pengangguran" ucap Encus. Kami kemudian sedikit bercanda untuk memncairkan suasana dan juga bernostalgi.
"Mas, gimana tadi waktu ketemu mbak echa?" ucap yanto
"ndak gimana-mana" ucapku
"galak lho mas, lha wong kita dulu pertama kali masuk langsung di semprot" ucap encus
"aku ndak kena semprot, kan masalahnya aku mahasiswa magang dan kalian karyawan jelas perlakuannya beda, aku disini Cuma sementara, ada ataupun tidak aku disini ndak akan mempengaruhi kerja pabrik, kalau kalian kan disini kerja jadi mungkin sikap mbak echa ke kalian itu untuk mendisiplinkan kalian dan juga membuat kalian lebih giat bekerja gitu" ucapku sekenanya
"Dah lama aku ndak dengar kata-kata bijakmu mas" ucap mereka berdua,
"yaelah... ha ha ha ha... bijak dari korea??? Ha ha ha ha" tawaku bersama mereka berdua. Selepas aku bercengkrama dengan mereka masuk mbak ela yag kemudian menjelaskan jobdes (uraian pekerjaan) kepadaku, ada juga QC lapangan yang bakal jarang aku temui selama aku berada di laboratorium tetapi ada kemungkinan bertemu ketika aku istirahat. Setelah semua sudah jelas kemudian aku ijin pamit kepada mbak ela, encus, dan yanto tidak lupa aku juga pamit kepada mbak echa dengan menghampirinya di ruanganya.
"mbak, maaf mengganggu, saya mau ijin pulang dulu dan terima kasih atas penjelasan dan sambutannya mbak" ucapku
"Oia, sama-sama, jangan lupa senin masuk jam setengah delapan, telat push-up" ucapnya sambil tersenyum kepadaku
"Oke mbak siap pokoknya saya itu" ucapku
"Ooia ndak usah terlalu formal dengan aku ya" lanjut mbak maya
"Owh oke oke siap mbak" ucapku sembari meninggalkan ruangan mbak maya.
Setelah semua perkenalan dengan QC laboratorium aku segera pulang, pamit kepada resepsionis dan juga bapak satpam yang mengarahkan aku sebelumnya. Aku segera berputar-putar daerahku menghabiskan waktuku hingga sore hari tapi sebelumnya aku sudah mita ijin dulu sama Ibu dan Ayahku. Walau tanggapan Ayahku biasa saja, yang terpenting adalah ijin dari Ibuku. Matahari tampak mengantuk dan ingin rasanya dia tidur selepas menemaniku sehari ini. aku arahkan REVIA menuju jalan pulang dan sekalian mampir ke kucingan (Nasi kucing) tempat biasa aku nongkrong. Sesampainya aku berada di kucingan.
"Mas Agus, kopi wait ya mas" ucapku kepada penjual nasi kucing langgananku mas Agustus. Aku kemudian duduk di tikar yang berada di sebelah warung nasi kucingnya tidak jauh dari REVIA
"Weh... kamu ar" ucapnya
"Yoi mas" ucapku sok kota, sambil mengeluarkan sematpon milikku
"Dek, mas Arya dibuatkan kopi wait ya ndak usah pakai gula, terus gelasnya kecil saja" ucap mas agus yang aku dengar ketika aku sibuk dengan game di sematponku. Sebentar aku menunggu.
"Mas, ini kopinya" ucap seorang wanita yang berada di sebelahku" ucapnya,nampak familiar suaranya. Aku kemudian menoleh ke arah wanita tersebut
"Iya mbak ter... mbak maya?!" ucapku kaget
"Sssst... pakai susu ndak?" ucap mbak maya
"Hadeeeeeeeh...." ucapku sambil tepuk jidat
"Kang mas, ini lho mas arya yang kemarin aku ceritain sampai di rumah bapak" ucap mbak maya kepada mas agus
"Oalah kamu to ar, pantesan dari cerita istriku itu aku kok sedikit mengenal ciri-cirinya ternyata kamu, ya sudah di temani dulu dek" ucap mas agus yang tampak sibuk meladeni pelanggan. Mbak maya kemudian duduk bersimpuh di depanku, kami kemudian mengobrol. Ada pertanyaan besar dari lubuk hatiku mengenaperutnya yang besar.
"Ndak nyangka ternyata mbak itu istrinya mas agus hadeeeeeh"
"Mbak, itu kok besar?" bisikku
"Hi hi hi... kan mas yang buat" bisik mbak maya
"HAH! Beneran mbak?" bisikku kaget
"ndak mas... tenang saja, kemarin bukan masa suburku" ucapnya
"Lha terus?" ucapku
"Bapak hi hi hi" ucapnya sambil tertawa terkekeh-kekeh
"Fyuuuuh... kok bisa kejadian lagi" ucapku
"Ya jelaslah, bapak itu ternyata mengintip, ya mbak ndak bisa nolak apalagi mas meninggalakan kenangan indah buat mbak yang membuat mbak selalu merasa kepengen terus" ucap mbak maya
"Lha mas Agus tahu?" tanyaku memburu
"Ya ndak to ya, beberapa hari setelah mas arya mbak kedatangan tamu bulanan, terus bapak minta tapi mbak nolak dulu nunggu mas agus pulang, setelah mas agus pulang baru dech sama bapak, eh malah jadi" ucapnya santai
"Mas Agus malah seneng kok, jadi ya mbak santai saja hi hi hi" ucapnya membuatku bertepuk jidat lagi
"Eh, mas kapan-kapan mampir ke kontrakan mas agus, kangen sama itu tuh" ucapnya sambil melirik selangkanganku
"Ah, mbak ndak enak, kalau ketahuan bisa jadi lauk dagangan mas agus" ucapku
"Eits kalau mas mau mampir, mbak atur dech dijamin ndak bakalan ketahuan"ucapnya membuatku sedikit ON FIRE! Tapi segerea pikiran itu aku buang
"Ya kapan-kapan dech mbak kalau ingat"
"Lha dagangan mbak maya? kok ditinggal?"ucapku
"Ibu yang ngurusi, kan lagi hamil, aku kesini ya kangen saja sama suamiku, kalau dirumah ndak ada yang melayaniku, bapak nyawah (ke sawah) Ibu dagang" jelasnya
Setelah itu kami mengobrol agak lama dan mas Agus nampak senang karena istrinya mempunyai teman ngobrol. Ketika suasana warung sedikit sepi, mas as ikut nimbrung bersama kami. menurut penuturannya, mas Agus juga tahu mengenai Kakek dan Nenekku dari Ayah. Mas Agus berdagang di dekat rumahku untuk memberikan informasi-informasi kepada Pak Wan tentang keseharianku. Akhirnya aku semakin merasa nyaman tentang keberadaan mereka di sekitarku, mungkin saja suatu saat nanti aku akan membutuhkan bantuan mereka. Kami bertiga mengobrol ngalor ngidul selama suasana warung sedikit lenggang, walaupun ramai mas agus tetap santai karena masih ada karyawannya yang membantu. Aku benar-benar salut dengan mas Agus, walau berdagang nasi kucing tapi sudah punya karyawan sendiri. Kadang dalam hati ada rasa bersalah juga, tapi mau bagaimana lagi aku juga tahu jeleknya mas agus yag suka kesana kemari jalan bareng cewek. Padahal kalau dilihat dari sudut pandang depan belakang samping, mbak maya sudah mumpuni tapi mungkin karena mas agus berada jauh dari istri ya. Setelah mengorbol, aku menyudahi nongkrongku di kucingan mas agus.
"Ya sudah mbak, mas, aku pamit dulu" ucapku kepada mbak maya
"Oia Ar, kapan-kapan nongkrong lagi sama geng kamu itu" ucap mas Agus
"Iya mas" ucapku. Kemudian mas agus kembali ke kesibukannya, aku ditemani mbak maya sampai ke tempat parkir REVIA
"Ssst mas, dedeknya pengen disiram, kapan-kapan mampir ya hi hi hi" ucap mbak maya
"Hadeeeeh mbak... mbak, masih sempet mikir kaya gitu" ucapku
"Ya sempetlah, apa lagi gede banget tuh, yang terpenting itu kuatnya sich bukan gedenya hi hi hi" ucap mbak maya,yang aku jawab dengan tepuk jidat.
Tak lama setelah itu aku pulang dengan kepala menggeleng-geleng. Dunia memang selebar daun kelor, baru saja aku pergi jauh eh... sudah ketemu lagi yang aku temui di daerah sebrang sana, di dekat rumahku lagi. Laju motor tidak begitu cepat dan kini aku sudah berada di rumah. Ibu membukakan pintu dengan wajah ngantuknya, Cuma jeweran kecil pada telingaku. Ayah sedang nonton TV, eh bukan tapi ditonton TV. Ibu kemudian melanjutkan tidurnya dan aku masuk ke kamarku.
Hari berlalu dengan cepat karen tidak ada pekerjaan atau kegiatan yang dapat aku lakukan kecuali main ke tempat wongso serta ketemu beberapa sahabat geng koplak. Bercanda dan bergurau, untuk melupakan sejenak kegelisahan hatiku mengenai Ayahku yang tidak ada kemajuan informasi sampai saat ini. Wongso pun sering bertemu dengan pak wan, tapi dari penuturan pak wan pun juga tidak ada informasi tambahan kecuali sering melihat Ayah dan Om Nico pergi ke perumahan SAE. Paling main sama tante war.
"Anton juga tidak informasi wong" ucapku
"Iya, sama saja, semua kelihatan berjalan datar" ucap wongso
"Kalau kata Anton, kita hanya bisa menunggu Ar" ucap Aris
Ya seperti itulah hari-hariku, yang penuh dengan ke-monotonan. Bu Dian? Aku sebenarnya tidak mau membahasnya. Beberapa kali aku melakukan komunikasi dengannya tapi hanya sebatas tanya jawab mengenai TA, PKL dan mbak Diah (pacarku). Itu terjadi ketika malam senin, sehari sebelum aku PKL, aku mendapat telepon dari Bu Dian.
"Halo, selamat malam bu"
"Selamat malam juga Ar, bagaimana kabarmu?"
"Baik, Ibu bagaimana?"
"Baik, juga"
"Ada apa ya Bu?"
"Tidak ada, Cuma mau mengingatkan saja besok PKL, kamu PKL-nya yang seirus ya, supaya nilai kamu bagus"
"Iya bu, pasti saya usahakan dan terima kasih untuk motivasinya Bu"
"Sama-sama, sekarang kamu istirahat ya agar besok kamu bisa lebih fit lagi"
"Iya bu, terima kasih, Ibu juga ya"
"Iya, met bobo"
"eh... met istirahat bu"
"Hmm..." tuuuuut
"Bobo? Memangnya aku pacarnya apa? Met bobo, iiih... kaya anak kecil saja. Tapi seneng juga ya he he he."bathinku
Sebelum aku tidur, seperti biasa, kelabilanku sebagai kawula muda muncul yaitu membuka status BBM dan melihat DP teman-temanku. Dan yang paling menyita perhatianku adalah Bu Dian.
"REMEMBER WHAT YOU PROMISE"
Huft... lagi-lagi masalah ketemuan ini pastinya. Bodoh ah! Aku kemudian tidak menjadi labil, aku tarik selimutku dan segera aku terlelap dalam tidurku. Centung... suara BBM masuk.
Segera aku terlelap.
Minggu ini adalah minggu pertamaku PKL. Aku mulai diperkenalkan menenai analisa-analisa yang dilakukan di laboratorium. Mulai analisa sederhana sampai dengan analisa-analisa menggunakan alat-alat canggih yang tidak aku temukan di laboratorium kampusku. Kira-kira empat hari setelah aku PKL aku menemukan keganjalan pada analisa kadar larutan yang digunakan untuk mencuci ayuran. Setelah aku telusuri, aku menemukan adanya kesalahan dalam penghitungan konsentrasi larutan yang digunakan untuk analisa bahan yang seharusnya menggunakan perhitungan Normalitas tetapi menggunakan perhitungan Molaritas. Memang pada prosedurnya dituliskan Normalitas tapi rumus yang digunakan adalah rumus molaritas, jadi kelihatan kesalahan yang terjadi. Ketika aku tanyakan kepada mbak ela, dia juga tidak begitu tahu mengenai itu. Ternyata mbak ela bukan merupakan lulusan dengan jurusan yang sesuai dengan jobdes di laboratorium. Dia adalah lulusan dari jurusan yang mengotak-atik bagian tubuh, hewan dan tumbuhan, sedangankan dua adik kelasku SMP ini kerjanya cuma main "tendang" saja.
"Mbak bukannya penghitungan konsentrasi ini harus dikalikan valensi?" ucapku
"Waduh dek, aku itu ndak pernah tahu yang penting kerjakan sesuai dengan SOP-nya saja ndak usah di ambil pusing dek, dah ada yang tanggung jawab"
"tapi kalau mau protes sama mbak echa saja" ucap mbak ela
"iya mas, garek mancal wae mas, penting di gaji saben wulan he he he (tinggal lakukan saja mas, yang penting di gaji setiap bulannya)" ucap Yanto
"iya mas, dibuat santai saja, kan dah ada yang nanggung" ucap encus
"Waduh... kok gitu, kan konsentrasi yang dihasilkan akan lebih besar dan akan berdampak pada produk?" ucapku
"Aku sebenarnya bukan jurusannya, tapi mungkin kamu benar dek, karena selama ini ada kita selalu dapat komplain mengenai kandungan larutan pembersih sayuran yang terlalu berlebihan"
"Ada baiknya kamu menghadap sama mbak echa" ucapnya
"ndak papa mbak?" ucapku
"ndak papa dek, lha wong mbak echa itu jurusannya sama denganku, aku kan adik tingkatnya dulu. dengan adanya kamu, mungkin bisa membuat sedikit perubahan, mbak echa itu pusing terus mikirin kandungan larutannya karena selalu berlebih terus" ucapnya
"lha ini dah berjalan berapa lama mbak?" ucapku
"Baru lima kali ekspor kalau sayuran bekunya, kalau yang lain dah lama, itukan produk baru kita"
"Setelah kita memulai ekspor ternyata dari pihak penerima komplain karena setelah di analisis kadar larutan pembersihnya yang masih menempel terlalu besar, walau sebenarnya tidak begitu masalah karena sayuran itu ketika mau dimakan harus dimasak dulu"
"Dah ke Mbak Echa saja, aku dukung dari belakang" ucap mbak ela
"Aku bantu mas" ucap yanto
"dengan doa he he he" ucap encus
"Sama saja itu, ya sudah aku tak coba ke mbak echa" ucapku. Kemudian aku melangka menuju ke ruang mbak echa.
Tok tok tok tok...
"Masuk" ucap mbak echa
"Mbak ini aku ini ada sedikit kesalahan yang mungkin bisa diperbaiki kalau saja boleh" ucapku
"Iya, yang mana ya?" ucap mbak echa
Aku kemudian menjelaskan mengenai Standard of procedure dari penghitungan konsentrasi larutan pembersih sayuran. Dimana disitu dituliskan normalitas namun pelaksanaan pada lapangan rumus yang digunakan adalah rumus molaritas. Mbak echa kemudian memintaku untuk membuktikan kebenarannya. Aku pun mulai menjelaskan prosedur penentuan konsentrasi dari awal larutan pekat datang hingga pengencerannya. Aku mencoba menjelaskan seperti yang aku dapatkan di kampusku. Mbak echa bisa menerimanya, tapi tetap saja belum bisa di aplikasikan pada hari itu juga. Butuh percobaan (trial and error) agar terbukti benar apa yang aku katakan.
"Oke Ar, aku terima masukanmu"
"Sekarang tugas kamu adalah membuat prosedur baru tentang penentuan konsentrasi larutan tersebut, yang nantinya akan kita gunakan untuk pencucian larutan. Aku akan bilang ke bagian produksi untuk menghentikan sementara proses, aku tunggu paling lambat senin ya Ar" ucap mbak Echa
"Okay mbak, aku siap membantu"
"Kalau begitu aku kembali ke lab dulu mbak" ucapku
"Iya, silahkan"
"Oia Ar, terima kasih ya, beruntung kita dapat mahasiswa PKL yang cerdas dan pemberani seperti kamu" ucap mbak echa
"Ah, ndak juga mbak he he he"
Setelah kejadian itu aku semakin dekat dengan mbak echa walau hanya sekedar bertegur sapa. Peringainya pun kata adik-adikku ini semakin berubah sejak ada aku, selama beberapa hari ini. Aku yang mendapat tugas dari mbak echa tidak menyia-nyiakannya, segera setelah aku pulang aku membuka-buka lagi buku kuliahku. Kucoba membuat sebuah prosedur analisa yang akan aku sampaikan di tempat PKL-ku. Ya, mungkin saja dengan prestasiku selama PKL, aku bisa langsung diterima di perusahaan tanpa tes. He he he ngarepdotcom.
Hingga pada hari sabtu, sebelum berangkat PKL. Ibu mengatakan kepadaku kalau Ibu akan menginap dirumah Kakek dan Nenek. Sedangkan Ayah, entah kemana yang penting alasan yang diungkapkan adalah DINAS. Biasa alasan yang paling mentereng sejagad koplak. Sabtu, aku jalani dengan semangat karena hari ini aku bekerja hanya setengah hari saja ditambah lagi Ibu dan Ayah sedang pergi. Jadi dalam bayanganku aku bisa nongkrong bareng wongso dan beberapa geng koplak.
Tepat jam 12:30, pekerjaan telah selesai. Mbak Echa tidak berada di kantornya karena mbak echa adalah manager jadi dia bekerja hanya 5 hari aktif selama satu minggu. Hanya aku, yanto, encus dan mbak ela. Ketika hendak pulang terlihat awan petang menyelimuti daerah kawasan industri ini. tak lama setelah itu, langit menangis tersedu-sedu. Yanto, encus dan mbak ela bisa langsung pulang karena mereka membawa jas hujan. Aku hanya bisa menunggu diruang resepsionis yang disitu ada sofa empuk untuk menunggu tangisan langit reda. Lama aku menunggu satu persatu dari mereka menghilang menuju rumah mereka, karyawan-karyawan perusahaan pun juga semakin sepi. Tinggal aku saja di druang tunggu tersebut, pak satpam yang awal mulanya menemani pun kembali ke pos. Tak sadart aku tertidur hingga sore hari.
Tepat pukul 16:30 aku terbangun, kulihat awan masih gelap namun tangisan sang langit sudah mereda, mungkin sudah dapat permen kali langitnya. Segera aku ambil motorku dan langsung pulang tak lupa aku pamit ke pak satpam yang baik hati tersebut. Ku pacu cepat laju REVIA melewati gang-gang kecil, atau lebih kerennya jalan alternatif. Jalan alternatif ini memang ramai dilewati oleh para karyawan kawasan industri, namun sekarang tampak sepi. Jalan alternatif ini hanya terbuat dari bebatuan kecil dan tanah, membuatku menjalankan motorku perlahan-lahan.
Awan petang semakin petang, dihadapanku terdapat pertigaan jalan yang dimana kalau kita berbelok kekiri adalah gang buntu. Gang buntu ini biasa digunakan para kawula muda untuk berpacaran sedangkan kalau berbelok ke kanan adalah jalan pulang. Ketika tepat di pertigaan itu aku mendengar suara teriakan seorang wanita.
"TOLOOOOOOONG!" teriak wanita tersebut. Aku menghentikan laju motorku dan segera aku arahkan motorku menuju teriakan.
"WOI! LEPASKAN DIA" teriakku, sambil turun dari motor dan melepaskan helm yang masih ditangan kiriku. Kulihat seorang perempuan berkerudung yang kepalanya tertutup oleh helm. Perempuan itu sedang dipegangi oleh dua orang laki-laki.
"SIALAN! NDAK USAH IKUT CAMPUR KAMU!" ucap salah seorang dari mereka
"MAU MATI KAMU?!" ucap seorag lagi
"LHA PO KOWE SING NENTOKE URIPE WONG SU! (Lha apa kamu yang menentukan hidupnya seseorang njing!)" ucapku
Salaha seorang dari mereka maju mencoba menghantamku, aku menghindarinya dan segera aku melancarkan tinju tepat pada wajahnya. Ku ayunkan heml di tangan kiriku tepat dikepalanya. Laki-laki tersebut jatuh ke samping kananku dan segera aku injakan kepalaku di kepalanya. Beberapa kali injakan pada kepalanya membuat dia meminta ampun. Tiba-tiba salah seorang lagi maju dan menendangku aku jatuh tersungkur ke belakang. Laki-laki melompat hendak menginjakku, aku segera menghindar dengan berguling. Ku raih sebuah batu lumayan besar, pas segenggaman tanganku dan segera aku berdiri. Ketika posisi tubuh berbalik, laki-laki tersebut mengayunkan tangannya ke arahku dan aku menghindarinya dengan merunduk. Secepat kilat aku hantamkan batu tersebut ke kepalanya. Langsung orang tersebut jatuh tak sadarkan diri.
"Ampun mas ampun" ucap laki-laki pertama yang melawanku
"Sudah sana pergi!" bentakku. Orang tersesbut langsung membopong temannya dan berjalan menjauhiku
"Awas kamu kalau ketemu lagi!' teriak orang itu
"Cari saja, namaku Arya, Arya Mahesa Wicaksono!" teriakku
"Heh, Arya?! Geng Koplak!" ucap laki-laki tersebut yang jaraknya sudah agak jauh dariku
"Ampun mas ampun ndak jadi mas" ucap laki-laki tersebut dan lari terbirit-birit. Segera aku menoleh ke arah belakangku dan ku dekati perempuan tersebut
"Mbak ndak kenapa-napa?" ucapku
"hiks hiks hiks Aryaaaaaa aku takuuuuuur beneran takuuuuut hiks hiks hiks" ucap tangisnya sembari memelukku
"eh eh eh mbak, mbak ini siapa, ditanya kok malah..." ucapku
"Ndak ingat sama aku hiks hiks hiks" ucap perempuan tersebut sambil membuka kaca helm hitamnya
"Mbak Erlin?!" ucapku
"untung ada kamu, coba kalau ndak ada kamu, sudah diperkosa sama mereka hiks hiks hiks" ucapnya
"Ya ndak papa yang penting dibiarin hidup mbak he he he" candaku
"kamu itu tega bnaget hiks hiks hiks" ucap mbak erlina
"Ya kan bercanda mbak, ya sudah cepet pulang" ucapku
"Anterin, kamu dibelakangku pokoknya!" paksanya
"Yaelah, penakut amat! Iya dech, tapi cepet ya aku dah laper mau cari makan he he he" ucapku
"Ntar aku bikini makan, pokoknya anter aku sampai kos" ucapnya
"iya, iya" ucapku
Akupun mengantar mbak erlina ke kosnya. Aku membuntutinya dari belakang layaknya body guard. Entah mimpi apa aku ini sampai bisa ketemu dengan mbak erlina. Sesampainya di kos, langit kemblai menangis seakan-akan tahu akan kesendirianku yang membutuhkan teman malam minggu.
"Kamu pulang nanti saja, atau nginep saja ndak papa" ucap mbak erlina
"Weiii??? Ntar di grebek sama bu kos" ucapku
"Ntar aku yang ngomong sama bu kos, lagian hujan kaya gini lama redanya, dah kamu masuk ke kamar kosku, aku tak menemui Ibu kos dulu"ucapnya. Aku kemudian masuk ke dalam kamar mbak erlina. Kamar kos yang luas dengan ukuran 4 x 5 meter dan lumayan mewah dengan kamar mandi dalam, ada TV LED-nya lagi. Selang beberapa saat Mbak erlin kemudian masuk ke dalam kamar.
"Kalau nanti reda kamu pulang ndak papa, kalau masih hujan nginep saja, tadi aku dah bilang sama bu Kos kalau kamu sepupuku, jadi nyantai saja"
"Aku tak mandi dulu" ucapnya
"Yeee asal ngeloyor saja, aku ntar pulang saja reda ndak reda, yang penting pinjami aku jas huja" ucapku
"Ndak makan dulu? Aku kan dah janji sama kamu" ucapnya
"Iya makan dulu dong, enak saja di pending" ucapku
"Iya dech aku buatin nasi goreng ya?" ucapnya. Sambil keluar dari kamar kosnya. Aku menunggu di dalam sambil rebahan di atas karpet bergambar hello kitty. Selang beberapa saat mbak Erlina masuk dengan membawa sepiring nasi goreng ukuran jumbo beserta teh hangat. Aku segera melahapnya dan mbak erlin kemudian mulai melepas kerudungnya. Dan Waaaah cantik juga mbak erlin ternyata dan seksi tentunya. Kini mbak erlin hanya mengenakan kaos lengan panjang agak ketak dan Rok panjang berumbainya
"Apa lihat-lihat?" ucapnya
"Iya iya ndak lihat" ucap aku kembali berkonsentrasi pada makananku
"Untung ada kamu, tadi tuh salah seorang dari mereka minta tolong diantarkan, aku pun mengiyakan eh ternyata ada seorang lagi menunggu di tengah jalan dan tiba-tiba laki-laki yang aku boncengin itu mengalungkan pisau dileherku, aku takut, aku diem saja. Seorang lagi membonceng dibelakang, terus aku disuruh ke gang tad itu ternyata mereka mau merampas motorku tapi seorang lagi mau memperkosa aku iiiiih takut untung ada kamu ar" ucapnya
"Siapa?"ucapku
"Kamu, Arya Mahesa Wicaksono" ucapnya
"Yang tanya maksudnya?" ucapku
"Ih sebel! Kamu itu ndak tahu persaanku tadi apa?" ucapnya
"Lagian mbak apa ndak lihat aku lagi makan?" ucapku
"iiihh kamu itu ya!"
"tapi bagaimana ya kalau tadi memang benar ndak ada kamu? Iiiiih serem"ucapnya
"paling mbak ketagihan"
"kenyaaang glek glek glek glek"ucapku
"Iya kalau diperkosa kamu" ucapnya judes
"Dasar cowok nyebelin! Dah ah aku mau mandi" ucapnya
"Emang aku nyebelin mbak he he he"
"Jangan mandi dulu mbak, aku kasihan mainan apa gitu biar ndak bosen nunggu mbak" ucapku
"Tuh mainan laptop, tapi awas jangan buka-buka file pribadiku, mainan game saja atau internetan" ucapnya kemudian masuk ke dalam kamar mandi
"Ngapain juga buka-buka file pribadi kamu, paling isinya cerita galau ha ha ha" teriakku
"DASAR NYEBELIN!" teriak mbak erlina dari dalam kamar mandi
Aku kemudan fokus pada laptopnya. Kunyalakan laptopnya dan kulihat beberapa game yag sangat membosankan. Kualihkan aktifitasku untung berselancar di dunia maya. Kucari artikel-artikel yang berkaitan dengan tugas dari mbak echa. Ku download puluhan artikel lalu dengan kabel data yabg selalu aku bawa kemana-mana. Aku pindahkan file tersebut ke sematponku. Karena jumalhnya yang lumayan banyak aku kemudian iseng membuka file-file milik mbak erlina. Mau bagaimana lagi paling juga kena marah, lagian cewek mandi lama banget. Kalau cowok mandinya lama mungkin ada aktifitas persabunan. Ku buka folder-folder gambar milik mbak erlina, mungkin saja ada gambar cowoknya. Penasaran juga sich lebih ganteng atau lebih jelek dari aku ya.
Ketika aku membuka folder gambar pada laptopnya. Kulihat deretan file gambar dengan tampilan thumbnail berjejer. Aku sekrol ke bawah, dan kulihat foto yang sudah tidak asing lagi. Foto seorag lelaki yang berdiri di samping mbak erlina ketika wisuda, juga ada beberapa foto tamasya dan foto keluarga bersama laki-laki tersebut. Ku klik, agar gambar itu telrihat lebih besar, dan itu adalah Kaiman Supraja atau KS.
"Maaf Ar, Aku sudah bilang sama kamu untuk tidak membuka file-file pribadiku" ucap mbak erlina tiba-tiba sudah berada di belakangku yang tak aku dengar suaranya ketika keluar dari kamar mandi.
"Eh..." ucapku terkjeut, terhenti dan tubuhku tak bisa bergerak. Kurasakan tangan kanan mbak erlina memgang sebuah cutter yang bagian tajam berada di depan leherku.
“TA!... Bu Dian... bodoh bodoh bodoh!” teriak bathinku
Segera aku bangkit dan melepas celana panjangku dan kuganti dengan celana pendek. Aku turun ke lantai bawah, mencoba menemukan kehangatan akan senyum Ibu setelah semalam aku hanya mampu memandang seorang wanita yang menangisi kekasihnya. Wajahnya selalu terbayang di pikiranku saat ini. aku menuruni tangga kamar menuju lantai bawah.
“Mandi sayang...” ucap Ibu yang tampak terlihat kepalanya saja dengan senyuman manis di bibirnya yang kemudian masuk lagi
“Kok ndak ditutup?” ucapku ketika di depan pintu kamar mandi, kulihat tubuh telanjanng Ibu dari bagian belakang
“Ya Sudah Ibu tutup...” ucap Ibu sembari tanganya menarik daun pintu kamar mandi, tubuh telanjangnya sangat indah. Dengan cepat aku mencegahnya.
“he he he ndak usah Bu...” ucapku sambil tertawa cengengesan, Ibu kemudian tersenyum kepadaku dan membelakangiku lagi. Aku lepas kaos dan celana pendekkeku beserta celana dalamku. Aku kemudian masuk ke dalam dan langsung kupeluk Ibu. Ibu kemudian mematikan showernya.
“Kok Dimatikan?” ucapku
“Lukamu belum kering sayang”
“eh.. itu yang dibawah apa sich? Kok ndorong-ndorong pantat Ibu?” ucap Ibu. Aku tetap memeluk Ibu, kuletakan kepalaku di bahu kanannya. Terasa hangat dan aku terlupa akan semua rasa sakit yang aku rasakan.
“Mau mandi dulu atau...” ucap Ibu
“Ingin peluk Ibu...” ucapku pelan
“Hmmm... beneran Cuma peluk saja?” ucap Ibu
“He’em...” ucapku
Ibu kemudian menoleh kebelakang, tangan kanannya kemudian mendorong bagian belakang kepalaku dengan lembut. Kami berciuman dengan sangat lembut, tanganku semakin erat memeluknya. Tangan kiri Ibu kemudian mengarahkan tangan kiriku ke susu kiri Ibu. Lalu ke gerakan jari-jari dan telapak tanganku meremas susu kirinya itu.
“Jangan pikirkan dia, apa kamu tidak kasihan dengan Ibu?”
“kamu berpelukan dengan seorang wanita tapi pikiran kamu ke wanita lain” ucap Ibu
“Eh... maaf bu, kenapa Ibu bisa tahu?” ucapku
“Hi hi hi, aku Ibumu nak, aku tahu segalanya”
“Sekarang, Ibu dan kamu disini, dan tak boleh ada orang lain” ucap Ibu
“Iya hmmm slurpp....” ucapku kemudian melanjutkan kembali ciuman kami. Wajah Bu Dian kini semakin lama semakin menghilang, kehangatan dan kasih sayang Ibu membuatku kembali di masa aku tidak pernah mengenalnya. Tangan kananku mulai bergerak ke arah susu kananya dan memainkan puting susu Ibu. Tangan kanan Ibu masih di kepalaku dan tangan kirinya memegangi tangan kiriku dan kadang memberika isyarat untuk menekan lebih keras pada susu kirinya. Tangan kananku kemudian bergerak ke selangkangan ibu, kucari klitorisnya dan kumainkan secara perlahan.
“Ergghhhh... sayanghhh... owghh... terusshhhh shhhhh arghhhhh ahhhhh” desahnya. Kuciumi leher Ibu dengan dan kujilati dengan lembut. Remasan susu kirinya terus aku lakukan, ciumanku semakin turun dan semakin turun. Hingga pada bongkahan pantatnta kedua tanganku meremasnya.
“Ergghhhh... sayang... mau di apain?” ucap Ibu yang menoleh ke belakang. Ku arahkan tanganku dan sedikit aku tekan punggungnya, Ibu yang mengerti maksudku kemudian menungging dan bertumpu pada bak mandi. Aku membuka bongkahan pantat itu dan ku masukan lidahkuke dalam vagina Ibu. Kujilati dengan lembut dan terkadang kasar, klitorisnya menjadi sasaran lidahku.
“Arghhhh.. sayang.... Arya.... itil Ibu owghhh... rasanya enakhh orghhh....”
“terushhh sssshhhhh terushhhh jilati sedot sayangkuhhh owghhhh... mainkan itil Ibu owghhhhh” racaunya
Dengan memiringkan kepalaku aku menjilati klitorisnya dan jariku masuk dan mulai mengocok vagina Ibu. Vagina Ibu pertama terasa keset tapi lama kelamaan sedikit licin. Membuat jariku dapat keluar masuk dengan lebih mudah lagi.
“Aryaaaaaaaaaaaaaaaaaa.... arghhhhh... nakal kamuwhhh erghhhhh...aishhhh arghhh ofthhh...”
“Terussshhh nakkh buat Ibu keluarhhhh owghhhh... nikmath sayanghhh... erghhhh....”
“jilati itil ibu nakhhhh sedothh arghhhh lebiiiih erghhhh kencenghhhhh erghhhhh....”racaunya kembali. Aku semakin cepat mengocok dan jilatan serta sedotanku semakin liar. Tubuh Ibu bergoyang dan melengking bahkan kadang Ibu mengapit kan pahanya. Tapi dengan tangan kiriku aku bisa menahan paha Ibu agar tidak mengapit.
“Aryaaaa.... IBU KELUAAAAAAAAAR ARHHHHHHH” teriak Ibu. Kepalanya disandarkan pada tangannya, lututnya menjadi rapuh dan jatuh kelantai secara perlahan. Lalu aku beranjak di samping Ibu dan memluknya dari belakang. Kuciumi punggungnya dengan sangat lembut.
“Ayo sayang, kamu sudah kepengen kan? “ ucap Ibu
“He’em...” ucapku yang kemudian memposisikan diriku di belakang Ibu
Dengan posisi Ibu yang masih sama dengan sebelumnya, aku mencoba memasukan batang dede arya ke dalam vagina Ibu. Perlahan tapi pasti dengan bantuan sisa cairan yang masih berada di dalam vaginanya, dedek Arya bisa masuk dengan lancar. Kubenamkan sejenak dedek arya di dalam vagina Ibu.
“Erghhh... sayaaaangghhhh emmmmmmhhh... tambah besar ya sayang?” ucap Ibu
“Punyah Ibu ehmmmm yang tambah sempit” jawabku. Aku mulai menggoyang pinggulku perlahan, kunikmati setiap sensasi dari jepitan vagina dan dinding dalam vaginanya.
“emmmmh... pelan-pelan saja sayang... Ibu ingin lama sama kamuwhhh...”
“kangenhh... erghhhh... emmmmmhhhhh” ucap Ibu
“Arya juga pengeh lama sama Ibu, kangen Ibu banget...” ucapku kepada Ibu
Pelan aku menggoyang dengan kedua tangan ini memegang pada pinggang Ibu kadang kedua tanganku meremas bongkahan indah pantat Ibu. Aku terus menggoyangnya pelan tapi perasaan kalut dalam diriku membuat aku semakin bernafsu. Aku teringat akan semua kejadian itu, hatiku terasa sakit. Aku tidak ingin kehilangan wanita untuk kedua kalinya, aku tidak ingin kehilangan ibu.
“Ibu, aku menyayangimu arghhhh.... aku ingin selalu bermasamh Ibu owghhh.... aku ingin slalu bersamamu bu hiks hiks...” racauku dengan tersu menggoyang semakin cepat pinggulku, kupeluk Ibu dan denga erat dan terus menggoyang pinggulku
“Argh... nak... Ibu akan selaluh bersmamuwh owghh... emmmmmhhh.... luapkan emosimuwh...”
“Masukan lebih dalamhhh owghhh... kontol hebathhh erghhhh.... terusssshhhh...” racau Ibu
“Aku arghhhh aku mau Ibu... selalu bersamamuwh owgh.... aku suka ibu owghhhh... kontolkuwh enakhhh di dalam ahhh tempikh ibu owghhh...”
“arghhh... ibu aku ingin Ibu selaluwhhhhh arghhhhhhhhhh” racauku
“ahhhhhhhhhhhhhhhhh....” desah keras Ibu
Crooot crooot crooot crooot crooot crooot crooot crooot crooot
Kurasakan cairan hangat Ibu bersatu dengan cairan hangat dari dedek arya. Kupeluk manja Ibu dengan sangat erat. Air mataku melelh di pipiku. Ibu kemudian melepaskan diri dari pelukanku, membalikan badan dan duduk dihadapanku, dipeluknya aku sangat erat.
“Sudah, ndak perlu nangis gitu to” ucap Ibu
“hiks hiks hiks pokoknya Arya sama Ibu tersu saja...” ucapku
“Iya... iya, Ibu bersihkan dulu dedek arya kamu ini” ucap Ibu, kepalanya kemudian turun kebawah mengulum dan menjilati dedek arya dengan lembut. Terasa hangat dan lembut, mulut dan lidah Ibu.
“Bu,erghhhh... aku pengen peluk Ibu mmmmmhhh” ucapku. Ibu kemudian bangkit dan memandangku, membuka luas kedua tanganya. Kupeluk dengan lembut tubuhnya.
“Dengan Ibu aku tidak pernah merasakan pedih” ucapku
“Karena aku Ibumu”
“Sudah, kamu jangan khawatir dengan Ibu” ucapnya lembut
Ibu kemudian membasuh semua tubuhku, diguyurnya tubuhku dengan air. Aku dan Ibu mandi bersama, teringat masa kecilku ketika itu. Sentuhan-sentuhan halus dan hangat pada tubuhku menghilangkan dinginya air yang membasahi tubuhku. Selesai mandi aku kemudian makan bersama Ibu, benar-benar suasana romantis, terkadang aku sudah tidak dapat membedakan dia Ibuku atau pacarku.
Didepan televisi, setelah kami makan bersama, aku hanya termangu melihat layar hitam televisi yang tidak menampakan gambar. Ibu kemudian membawakan aku teh hangat dan duduk disebelahku. Disandarkannya kepala Ibu di bahu kiriku.
“semakin bertambah umur seseorang akan semakin tua dan semakin dewasa dirinya, pahit manisnya kehidupan akan berjalan seiring dengan bertambahnya umur”
“Semua yang kamu alami adalah sebuah awal pendewasaan kamu nak, tak ada cinta yang tidak membawa sakit hati, karena semua cinta pasti membawa sedikit benih rasa sakit agar kamu tahu makna cinta yang sebenarnya” ucap Ibu
“Apa harus sakit dahulu agar mengerti cinta?” ucapku
“orang yang pernah merasakan sakit pasti bisa lebih menata hatinya” ucap Ibu. Ibu kemudian bangkit dan memegang kepalaku dipandangnya kedua mataku
“Kamu mencintai Ibu dan Ibu juga mncintai kamu nak, tapi hubungan ini tidak dapat berlangsung lama, Ibu sudah pernah mengatakannya kepadamu dan kamu tahu bahwa ini harus berakhir” ucap Ibu
“Hmmm...” gumamku yang tak bisa melanjutkan kata-kata, kupandangi senyuman Ibu yang dilemparnya kearahku. Kusatukan keningku dengan kening Ibu.
“Kita akan kembali ke tatanan seharusnya bu, tapi bukan dalam waktu sekarang dan Arya harap Ibu tidak membahas ini lagi sebelum waktu itu semakin dekat”
“Ibu boleh memberiku nasehat tapi bukan yang berkaitan dengan kita berdua, Arya ingin semuanya sesuai dengan waktu yang akan datang tersebut” ucapku. Ibu memandangku dengan tatapan mata yang teduh
“nak, Ibu akan selalu mencintaimu, hingga ada waktu yang tepat untuk kembali menjadi seperti dulu lagi dan kamu harus berjanji untuk tetap melindungi Ibu” ucap Ibu
“Arya janji” ucapku. Kami kemudian berciuman mesra, saling melumat dan menyedot bibir masing-masing.
“Bu, Arya masih bisa bobo sama Ibu kan?” ucapku cengengesan
“ini anak iiiiiiiiiiiiiiih nakal amat, ntar malam kalau dia belum pulang” ucap Ibu dengan nada bercanda sambil mebetet hidungku
“Ibu tidak ingin kamu kehilangan masa mudamu seperti Ibu, maka Ibu akan tetap bersamamu sampai ada seorang wanita mau menggantikan posisi ibu...”
“As your lover” ucap Ibu lembut
“And i will let you go, till that girl come to you...”ucapku mengiyakan. Dalam hening kami berpelukan, kurasakan lembut wangi tubuhnya dalam dekapanku.
“Kamu ndak jenguk pak felix?” ucap Ibu. Selepas kami berpelukan.
“Ndak, males...” ucapku
“Dian ya?” ucap Ibu yang tahu alasan kenapa aku malas menjenguk pak felix
“tuh sudah tahu” ucap Ibu
“Ya ndak gitu to ya, katanya dulu pengen jadi ksatria pelindung, masa ksatria gampang sakit hati?” ucap Ibu
“Yang namanya ksatria, harus punya hati yang kuat dan lapang, okay?” ucap Ibu, aku hanya tersenyum aku kemudian bangkit dan ke kamar untuk berganti pakaian. Segera aku sambar perlengkapan tempurku. Segera aku turun dan pamit dengan Ibu.
“Ingat, wanita itu inginnya dimengerti kalau kamu tidak menginginkan wanita itu ya tidak usah kamu mengerti keinginannya, tapi kalau kamu menginginkan dia kamu harus mencoba mengerti keinginannya dan bersikaplah sewajarnya jangan terlalu dingin sama wanita, okay?” ucap Ibu sembari memberikan ciuman hangat pada bibirku kubalas ciumannya, lalu Ibu meberikan aku buah tangan untuk pak felix dan segera aku berangkat menuju rumah sakit.
Laju motor REVIA bergerak dengan sangat cepat, gas kutarikhingga maksimal. Saking cepatnya sebuah motor SATRIYA dapat menyalipku dengan sangat mudah bahkan motor TOSYA roda tiga pun dapat dengan mudah melewatiku. Dan sampailah aku di depan sebuah RS terkenal di daerahku. Aku berhenti untuk menunggu sebuah keajaiban seperti halnya motor yang didepanku tadi.
“Mas, cepetan! Woi panas ini! malah berhenti” ucap seseorang pengendara di belakangku
“Bentar pak, ini palangnya ndak mau naik” ucapku santai
“Lha goblok banget to mas, itu tombol ijo-nya dipencet mas, sampai kucing bertelur ndak bakalan mbuka mas kalau ndak dipencet!” teriak pengendara itu lagi
“Ndak tahu pak he he he, maklum wong ndeso” ucapku, segera ku pencet tombol hijau itu dan terbukalah palang pintu parkir. Segera aku parkir motorku di tempat yang teduh agar kulit recia tetap kinclong dan mempesona
“Mas!” ucap seseorang di belakangku sambil mennepuk bahuku, dan ternyata itu adalah pengendara yang tadi dibelakangku
“Ada apa ya pak?” ucapku
“Ini karcisnya tadi ndak kamu ambil, gimana to mas-nya itu, ndeso-ndeso mas tapi jangan malu-maluin” ucap bapaknya sambil menyerahkan karcis itu, akupun berterima kasih kepada bapaknya walau sedikit ada rasa malu
“Sialan! Untuk ndak ada orang coba kalau di sini banyak orang bisa-bisa jadi bahan tertawaan, itu juga mau masuk parkir saja ada mesin yang otomatis segala” ucapku, kalau diingat-ingat sewaktu aku ke gramedia dan bertemu budhe waktu itu ada tukang parkirnya di dalam box. Dasar aku-nya saja yang ndeso mungkin. Segera aku berjalan ke arah pintu masuk utama rumah sakit dan kutanyakan kepada bagian administrasi mengenai pasien bernama Felix yang masuk tadi malam.
“Ruang Hati nomor C-1-N-7-4” ucap mbaknya yang jaga
“kok aneh” bathinku
“Ini dimana ya mbak, ada petunjuknya” ucapku kepada mbaknya yang memakai kerudung putih dengan senyum yang manis
“Petunjuknya di hati saya mas, mas-nya ke hati saya saja bagaimana?” ucap mbaknya. Glodak, sial ternyata aku kena gombal
“Waduh...” ucapku sambil tepuk jidat mbaknya hanya tersenyum
“hi hi hi... ruang lavender mas nomor.... nomor mas berapa?” ucap mbaknya lagi
“nomor apa mbak? Kalau nomor pacar saya, saya punya mbak, gimana?” ucapku, seketika wajah mbaknya sedikit cemberut ke arahku. Walau secara de jure aku memang tidak mempunyai pacar tapi secara de facto aku punya pacar, Ibu.
“nomor 69 mas, tuh ada petunjuknya” ucap mbaknya jadi ketus. Langsung aku sodorkan tanganku ke arah mbaknya
“Arya, Arya Mahesa Wicaksono, maaf jika membuat mbak marah, hanya saja saya bukan tipe orang yang suka bohong, tapi saya suka ketika mempunyai banyak teman atau sahabat” ucapku dengan senyuman, disambutnya tanganku denga lembut
“Erlina, Erlina Eka Pangestuti, memang kelihatannya mas lebih cocok jadi sahabat daripada pacar ehem” ucapnya dengan senyum, ditariknya tanganku dan ditulisnya sebuah angka dan huruf di telapak tanganku
“Invite ya mas hi hi hi” ucapnya
“Mbak, aku invite tapi janji dulu...” ucapku
“janji apa mas?” tanyanya
“sahabat selamanya, okay? No Love” ucapku dengan santai
“Okay, bestfriend with no love” ucapnya. Aku kemudian beranjak dari tempat itu, sambil berjalan aku menginvite erlina di BBM-ku. Sial kenapa juga aku harus memperkenalkan diriku kepada erlin, arghhh masa bodoh yang penting aku sudah bilang sama dia kalau aku hanya ingin jadi sahabatnya. Tapi aneh juga ya kenapa dia tiba-tiba ngegombal ke aku? Ah masa bodoh! Ku ikuti petunjuk arah keruang lavender, mungkin karena ndesonya aku jadi aku tidak memanfaatkan lift yang tersedia, hanya mengikuti petunjuk ke kanan ke kiri naik tangga dan lain sebagainya. Terdengan sebuah bunyi pukulan pada sematponku, kubuka. Erlina. Sambil berjalan mengikuti petunjuk arah, aku memainkan sematponku.
“Aaaa.....” teriak seorang wanita memakai jas putih yang hampir terjatuh. Dengan cepat aku raih punggungnya dengan tangan kananku, buah tangan dan sematpon sementara aku tidurn di lantai alias jatuh. Wajah nan Ayu rambut panjang terurai dengan kaca mata menghiasi wajah manisnya. Segera aku bangkitkan tubuhnya.
“Maaf... maaf mbak... maaf....” ucapku sambil membungkuk-bungkuk di hadapannya
“Masnya itu kalau jalan hati-hati kenapa?” ucap wanita tersebut. Aku hanya tersenyum memandangnya dengan senyum cengengesanku
“Ndak ada yang kurang kan mbak?” ucapku
“Kalau kurang memangnya mau ganti rugi?” ucap wanita tersebut
“Ya ndak juga mbak, saya minta maaf sebesar-besarnya jika pakaian mbak kotor atau apa saya siap menanggung resikonya” ucapku dengan tersenyum dengan sedikit cengengesan
“Okay, ganti rugi makan siang , bagaimana?” ucap mbaknya. Kulihat sepintas pakaiannya, jas lab putih dengan celana kain hitam panjang dihiasi sepatu hitam berhak tidaj terlalu tinggi.
“Waduh...”
“Masa, saya yang orang biasa seperti ini harus ganti rugi makan siang mbak, yang ada mbak dokter yang traktir saya” ucapku
“hi hi hi... sudah mas tenag saja”
“Emmm.... mas-nya itu tadi yang bikin gara-gara di pintu masuk parkir ya?” ucap mbaknya dokter, yang kemudian membuat suasana semakin akrab
“gara-gara ditempat parkir? Bukan mbak, mbaknya salah lihat mungkin” ucapku, mau garuk-garuk kepala juga susah masih ada perbannya.
“Lha tadi bikin antrian panjang, ya kan? yang ndak mencet tombol hij...” ucap mbaknya dokter terpotong. Langsung saja aku mendekat dan menyilangkan jariku di bibirnya, entah keberanian dari mana tapi itu hanya sekedar reflek
“Sssssttt... jangan keras-keras mbak ntar saya bisa jadi komedian disini” ucapku
“ini tangan ngapain sich nyampe sini” ucapnya
“eh... maaf maaf reflek mbak, mbaknya dokter sich keras-keras” ucapku
“mbaknya dokter-mbaknya dokter, apa ndak bisa baca name text-ku?” ucapnya
“AS-MA-RA ME-DI-TA”
“iya mbak asmara, maaf kalau saya lancang, maaf maaf” ucapku
“Panggil saja aku Ara, kamu mau kemana?” ucap Ara
“Mau ke ruang lavender nomor 69 mbak, mbak dokterkan disini? Pasti tahu dong” ucapnya
“Iya masih di lantai atas, kenapa kamu ndak naik lift saja dari bawah kan malah cepet” ucap mbak Asra
“Dikerjai sama mbaknya yang dibawah owk, jadi ya jalan kaki saja mbak biar sehat he he he” ucapku
“Pantes!” ucapnya
“Pantes kenapa mbak?” ucapku
“Pantes kalau kamu itu ndeso, ada lift kok ndak dipake, ada tombol kok ya ndak dipencet” ucap mbak Asra
“Sudah dech mbak jangan di ingatkan lagi, saya jadi malu, lagian mbak Ara kok tahu kalau saya tadi bikin huru-hara di tempat parkir?” ucapku
“Aku tadi yang membonceng bapaknya, yang neriaki kamu... eh ngomong-ngomong siapa nama kamu?” ucapmbaknya
“Arya mbak” ucapku sembari menyodorkan tanganku dan disambut olehnya
“ya sudah mbak kalau begitu, sebelumnya saya minta maaf, saya mau melanjutkan perjalanan dulu”
“tapi mbaknya ndak bohongkan kalau levender diruang atas?” ucapku
“kalau bohong cari aku, nanti aku akan traktir makan siang sepuasnya” ucapnya
“eh.. gimana cara nyari mbak?” ucapku lugu
“ni kartu namaku” ucapnya sembari menyodorkan kartu namanya, kenapa hari ini aku dapat kenalan cewek? Double lagi? Bodoh ah!
“wah kalau berobat sama mbak gratis ya he he he” ucapku
“iya dech, di awal ya tapi nanti kebelakangnya bayar dobel” ucapnya dengan senyum mengejekku
“sama aja mbak, mending aku berobat ke dokter lain” ucapku
“Hi hi hi kamu lucu juga, itu kenapa kepala pakai perban?” tanya mbak Ara
“Biasa mbak, cowok, ber... an... tem” ucapku semakin pelan dan mengeja karena mabak ara tiba-tiba dia mendekat dan membenarkan perban di atas kepalaku. Aroma wangi parfum semerbak masuk kehidungku
“Besok lagi ndak usah berkelahi lagi Ar” ucapnya
“Eh... iya mbak, terima kasih” ucapku
“Ya sudah, cepat sana ke lavender, kasihan yang nungguin kamu entar” ucapnya
“Oke, mbak, duluan ya mbak” ucapku, segera aku melangkah kembali menuju tangga padahal dan kemudian menaikinya, memang lebih enak menaiki tubuh wanita ketimbang menaiki tangga eh... kenapa aku punya pikiran kotor? He he he... sampailah aku pada ruang lavender no 69.
“bener-bener gila ini yang buat rumah sakit, luas banget, bikin pegel saja” bathinku berkeluh kesah. Kubuka kartu nama mbak ara, dan aku kemudian sms mbak ara.
“Pak Felix...” ucapku
“Oh... Hai Ar, apa kabar? Bagaimana keadaanmu? Baik-baik saja?” ucap pak felix
“seharusnya yang tanya begitu kan saya pak, kan saya yang jenguk bapak” ucapku, sambil meletakan buah tangan dari Ibu
“Oh iya, ya beginilah Ar, ada beberapa tulangku yang patah sewaktu di injak-injak kemarin, kamu bagaiman? Makasih buat buah tanganya” ucap pak felix
“Sudah biasa pak, tenang saja. Iya pak sama-sama” ucap pak felix, tak kulihat Bu Dian disana, tampak sepi namun aku enggan menanyakan keberadaanya. Aku kemudian duduk di kursi di sebelah kiri pak felix, membelakangi pintu masuk. Lama kami bercakap mengenai kejadian semalam dan juga perkuliahan di semester depan. Canda dan gurau menghiasi pembicaraan kami berdua.
Bugh... pukulah ringan dibahuku
“Ngapain kamu disini Ar?” ucap seorang laki-laki di belakangku, aku menoleh
“Lho, Om Heri? Bukanya om heri ada di luar kota? ” ucapku kepada Om heri, adik tante asih
“Aku pindah dinas” ucap om heri
“Kata tante asih, di luar kota” ucapku
“Ya Tantemu itu belum tahu, Seharusnya bulan depan aku pindahnya tapi karena sudah kangen rumah, om mendesak pihak kedinasan untuk mempercepat kepindahanku, jadi tante asih kaget tadi waktu om her disini” ucap om heri
“Bagaimana keadaanmu Lix?” ucap Om Her ke pak felix
“Ya beginilah mas, kalau tidak ada Arya sama teman-temannya mungkin sudah lebih parah lagi mas” ucap pak felix
“Arya ini hadeeeeeh... kakak kelasnya saja sampe nangis-nangis dikerjai sama dia, nakal memang anak ini” ucap Om Heri
“Lho kalian sudah saling kenal?” ucapku
“Felix itu adik kelas SMA om her, jadi ya kenal”
“Dan jangan berkelahi lagi!” ucap om her sedikit membentak, aku hanya tersenyum cengengesan di hadapannya.
“Sudah mas, ndak papa, ponakanmu ini orang hebat mas” bela pak felix
“tuh denger kata pak felix om he he he” ucapku dengan sedikit sombong
Kami kemudian melanjutkan percakapan kami. Om her menceritakan mengenai rumah sakit luar kota dan betapa kangennya dirinya dengan rumah. Akhirnya dia pindah dinas agar bisa lebih dekat denhi gan Ayah Ibunya atau adik dari kakekku. Lama kami mengobrol akhirnya waktu menunjukan pukul 11:30. Aku kemudian keluar sebentar untuk menyulut rokok.
“Di atap gedung saja Ar, di sana smoking areanya” ucap Om Her, aku hanya mengangguk mengiyakan, aku keluar menuju tangga ke atap gedung. Baru beberapa langkah menuju tangga tersebut muncul wanita yang sudah tidak asing lagi dengannya, Tante Asih dan juga Dosen judes, Bu Dian yang membawa air mineral. Walau di awal perkuliahanku dia tampak judes, setelah banyak yang dilalui dan melibatkan aku dan dia pandangannya menjadi pandangan yang teduh kepadaku. Bodoh Ah!
“Tan... te.... he he he” ucapku ketika berhadapan dengan mereka berdua
“APA!” bentaknya
“ndak papa tante...” ucapku lirih
“Sekarang bersihkan lantai ini dan harus bersih!” ucap tante tiba-tiba menghukumku
“Lho tan, kan ada tukang bersih-bersih disini, dan mereka dibayar untuk itu, kenapa harus aku?” ucapku
“Membantah? Berani membantah sekarang?” ucap tante asih
“ndak tan, Arya ndak berani membantah tante” ucapku
“Hi hi hi...” Bu Dian mengejekku
“Iya Ar, kamu bersihkan , lagian tante kamu tadi sudah minta ijin ke Pak Dhe, kalau nanti Arya kesini suruh ngepel lantai, gitu” ucap lelaki yang berada dibelakang tante asih dan bu dian. Pak Dhe Anas, sahabat dari Pak Dhe Andi merupakan kepala rumah sakit ini atau bisa dibilang direktur utama rumah sakit.
“Pak Dhe Anas, memang beneran begitu pak dhe?” ucapku
“Iya...!” bentak tante asih
“Ya ndak juga, tapi kalau hukuman karena berkelahi diijinkan kok” ucap pak dhe Anas yang langsung berjalan meninggalkan kami bertiga. Jelaslah Pak Dhe Anas tahu kelakuanku, dia sahabat pakdhe andi sejak kecil dan tahu bagaimana kecilku hingga besarku.
“Argghhh... Hmmmm....” gerutuku
“Dah, mulai dibersihkan, Dian, kamu jaga Arya, kalau nanti dia tidak serius membersihkannya kasih tahu mbak, biar seluruh rumah sakit dia yang mengepel, aku akan periksa Felix dulu” ucap tante yang kemudian meninggalkan kami berdua.
“iya mbak” ucap Bu Dian. Di hadapanku berdiri seorang wanita yang pernah membuatku terbang tinggi walau akhirnya sayapku patah dan terjatuh dihadapanya.
“selamat siang bu...” ucapku
“siang Arya ehem...” ucapnya dengan senyuman lembut. Aku pamit melangkah menuju ruang tukang bersih-bersih atau lebih kerennya dipanggil OB. Setelah menjelaskan kepada OB-OB disana aku diambilkan alat pembersih. Aku kemudian kembali ke tempat Bu Dian berada, Bu Dian hanya duduk manis menatapku yang sedang membungkuk membersihkan lantai. Entah mimpi apa semalam aku hingga bisa menjadi seorang OB di rumah sakit. Tapi anehnya kenapa Bu Dian sekarang tampak dekat dengan tante asih?
“Yang itu belum Ar...” ucap Bu Dian sambil menunjuk lantai dibawah kursi
“iya Bu...” ucapku pelan dan datar
Aku segera memmbersihkan yang ditunjuk oleh Bu Dian, dengan cepat aku bersihkan. Tubuh yang masih terasa sakit tapi tak aku hiraukan dan tetap mebersihkan lantai hingga sudut-sudut sempit yang tidak terjangkau. Mungkin aku memang mempunyai keahlian tukang bersih-bersih. Saat aku membersihkan lantai, sedikit aku melirik ke arah bu dian. Dia sedang membuka air mineralnya kemudian dituangkan sedikit ke alas sepatunya. Di injakannya sepatu itu di depannya agak jauh, dan jelas akan terstempel sebuah tanda sesuai dengan bentuk alas kakinya.
“Ar... ini masih kotor...” ucap Bu Dian. Dengan diam aku membersihkan lantai di depannya, ketika sudah bersih aku kembali ke lantai lain yang belum dibersihkan.
“Ar, ini juga masih kotor...” ucap Bu Dian menunjukan sebuah stempel alas sepatunya lagi didepannya yang baru saja aku bersihkan dengan jarak yang lebih dekat dengan bu dian dari sebelumnya.
Aku tidak menjawab atau apapun aku kembali ke tempat itu, dan membersihkannya lagi. Aku kemudian mebersihkan lantai yang lainnya lagi. Tapi Bu Dian sekali lagi melakukan hal yang sama dengan stempel alas kakinya semakin dekat dengannya. Ketika aku memandangnya, dia membuang muka dan bergaya sambil bersiul-siul walau tidak ada bunyi yang keluar dari siulannya itu. Kejadian itu berulang hingga tujuh kali dan yang ketujuh, stempel alas kakinya itu berada tepat didepannya. Aku berdiri di depannya dan menatapnya, kini Bu Dian menatapku dengan lembut
“Ndak boleh marah lho Ar, nanti dimarahi sama tantemu” ucap Bu Dian santai. Aku sudah tidak dapat berbuat apa-apa lagi jika nama itu disebutkan. Aku bersihkan sebersih-bersihnya dan ketika aku berbalik ke tempat lain aku sedikit melirik ke arah Bu Dian, kulihat Bu Dian akan melakukan hal itu lagi. Dengan cepat aku bergerak mendekatinya dan mencegahnya. Ku sandarkan lap pel itu dan aku pegang kedua sepatunya itu dengan kedua tanganku. Hingga kedua tanganku terinjak kakinya, dengan segera aku lepas sepatu di kakinya.
“Kaki Ibu sakit ya? Arya pijat” ucapku dengan nada datar tanpa memandangnya sama sekali. Entah darimana ide ini muncul yang jelas aku tidak mau dikerjai terus-terusan. Aku kemudian memijat-mijat ringan pada kakinya yang sebenarnya tidak terluka ataupun sakit. Sedikit aku melirik ke atas, wajahnya tampak sekali sumringah dan tidak ada penolakan.
“Eh...” dia terkejut dengan pijatan-pijatan kecilku
“Mbak Diah beruntung ya punya pacar kamu, baik dan tidak gampang jengkel walau dikerjai habis-habisan” ucap Bu Dian tiba-tiba
“Iya...” ucapku datar
“Kalau boleh tahu, ketemu dimana?” ucap Bu Dian
“Di rumah” ucapku
“Deket rumah ya, wah asyik dong kalau ngapel ndak perlu jauh-jauh”
“Apa dia benar pacarmu Ar?” ucapnya dengan nada penasarannya
“Setiap hari saya bisa ngapel kok Bu”
“Seandainya iya, ada yang salah? Dan seandainya tidak, kenapa Bu?” ucapku
“Eh.. tidak apa-apa, hanya ingin tahu saja apa dia benar pacarmu atau tidak” ucapnya, kemudian tatapan kami beradu
“karena dia terlihat lebih tua darimu” ucap Bu Dian
“Kan Cinta tidak memandang usia” ucapku dengan santai, dan aku kembali memijit kakinya
“I... iya... 28 ya umurnya?” ucap Bu Dian, mencoba menebak umur Ibu
“Eh... muda banget ternyata Ibu dimata orang lain” bathinku
“Tidak tahu...” ucapku yang kemudian memasangkan sepatunya kembali pada kakinya lalu bangkit
“Sudah, kaki Ibu kalau sakit dipijitkan langsung saja tidak usah diinjak-injakan kelantai kasihan nanti yang membersihkan bu” ucapku sambil memandang wajahnya yang menengadah memandangku. Ku angkat kakiku dan melangkah mengambil lap pel.
“Apa dia benar pacarmu Ar?” ucap Bu Dian
“Apakah pada saat ujian skripsi nanti, ada pertanyaan seperti itu bu?”
“Seandainya dia bukan pacarku ataupun iya, itu juga tidak menguntungkan atau bahkan merugikan Ibu kan?” ucapku sambil membalikan badan dan tersenyum kepadanya
“eh... iya” ucapnya sambil menunduk dan aku berjalan ke arah ruang OB
“Tapi aku yakin dia bukan pacarmu... Ar” ucap Bu Dian. Membuatku sedikit kaget, tertegun dan berhenti lalu kembali melangkah menuju ruang OB. Aku masuk dan di dalam ruang OB tidak ada seorang pun. Aku bersandar kemudian pada pintu tersebut hingga tubuh ini melorot jatuh ke bawah hingga kedua siku tanganku bertumpu pada lututku
“Kenapa kamu sangat peduli padaku bu? Tapi setelah malam itu sikapmu memperlihatkan aku bukan orang yang pantas kamu pedulikan” bathinku
Aku kemudian bangkit dan keluar dari ruangan tak kulihat lagi Bu Dian di tempat duduk itu. Kuangkat kakiku menuju ke atap gedung. Kurogoh sakuku dan kupandangi pemandangan kota dari atas gedung. Tampak semua bangunan terlihat sangat kecil dan mungil.
“Kamu itu harusnya jujur pada dirimu sendiri, bukannya malah bersikap aneh seperti itu!” ucap tante asih dari belakangku, aku menoleh sebentar kemudian membuang pandanganku ke pemandangan itu lagi
“Tante tahu kamu sukakan sama Dian?” ucap Tante Asih
“Jujurlah Ar, tidak ada salahnya” ucap tante asih
“Tante, dia terlalu tua untukku dan tentunya tante masih ingat kejadian yang menimpa om heri?” ucapku
“Eh...”
“Iya aku masih ingat” ucap tante Asih
“Om heri sudah bertunangan dengan kekasihnya, dan tante tahu sendiri mereka harus berpisah karena ada lelaki lain yang menyatakan cintanya kepada kekasih om heri”
“Jika tante memaksaku, berarti tante senang dengan apa yang dialami oleh om heri” ucapku
“Beda, saaaaangat berbeda...”
“Kekasihnya bukan wanita baik-baik, dan tante sudah tahu itu, tante pernah mengingatkan om kamu namun dia tetap bersikeras, ketika itu semua terjadi, tante dan keluarga cukup senang walau kami semua tahu Om kamu merasakan patah hati yang mendalam. Tapi lihat sisi baiknya, dia kemudian tahu siapa kekasihnya dan mendapat istri yang lebih, lebih baik dari kekasihnya yang dulu”
“Dan perlu kamu ketahui, kekasihnya yang dulu itu pernah minta balikan lho, tapi om heri tidak mau karena istrinya lebih dari mantannya itu” ucap tante Asih
“Kasus Dian berbeda, di dalam hatinya...” ucap tante asih terpotong
“di dalam hatinya apa tante?” ucapku penasaran
“ehem...” tante tersenyum kepadaku
“di dalam hatinya ada cinta yang hanya bisa di temukan oleh orang yang benar-benar dia harapkan” ucap tante asih seakan-akan mengalihkan kata-katanya
“Semua juga tahu itu tante, dan orang itu adalah pak felix”
“Arya tidak perlu ikut campur urusan mereka merusak hubungan dengan orang lain adalah salah, titik, ” lanjutku
“Eh...” tante terkejut dengan ucapanku
“Terserah kamu Ar, tapi yang jelas, cinta itu tidak bisa dipaksakan dan harus jujur, cinta harus mencari wadah yang sesuai” ucap tante, aku hanya memandangnya dan kembali memandang pemandangan itu lagi
“Erghhh... Ibu? Ah kenapa aku teringat Ibu, cinta kita, wadah kita? Aaargghhhhhh... tidak sesuai tapi untuk saat ini aku tidak ingin pergi dari Ibu. Bu Dian? Bodoh Ah!” bathinku
“Bagaimana semalam? Apakah dian terlihat sangat cemburu ketika Ibu kamu mengaku pacar kamu” ucapnya
“Heeeh... ternyata itu taktik Ibu dan tante? Ndak tahu tan” ucapku
“Kalau dari penuturan Ibu kamu, Dian tampaknya sangat cemburu” ucapnya
“kenapa harus cemburu, lha wong dia sudah punya pak felix” ucapku santai
“AAAAAAAAAAAAAAAAUUUWWWWW!” teriakku karena mendapat cubitan dari ante
“DASAR LELAKI EGOIS! TIDAK PEKA!”
“tante mau turun lagi huh” ucap tante judes meninggalkan aku
“Eh tan. Kabar ilman, paijo dan lucas, gimana?” ucapku mengehntikan langkahnya. Tante kemudian berbalik memandangku
“Banyak tulang yang patah dan dapat dipastikan dia tidak akan bisa bergerak senormal mungkin seperti sekarang ini, polisi akan menahan mereka setelah keluar dari RS karena ada beberapa kasus kekerasan yang melibatkan mereka bertiga” ucap tante
“Lho memangnya mereka satu komplotan? Setahuku hanya ilman dan paijo yang saru hati” ucapku
“Dari penuturan polisi, mereka itu komplotan dan sudah melakukan beberapa kejahatan, lha kalian itu koplak masa ndak tahu mengenai ini?”ucap tante
“Yeee... kita kan udah berhenti ugal-ugalan didaerah, kan pada sibuk sama kesibukan masing-masing, ditambah lagi satpam dari rumah sakit selalu mengawasi kita semua he he he” ucapku
“ya iyalah, kalau kalian tidak tante awasi bisa-bisa kalian tambah urakan, ya sudah tante turun” ucap tante yang kini menghilang dari pandanganku
Ilman da paijo serta lucas, aku tidak pernah tahu mengenai sepak terjang mereka. Bu Dian? Memang benar apa kata tante mengenai wajah cemburu Bu Dian. Apalagi tadi selama kami mengobrol Bu Dian selalu menanyakan tentang pacarku yang tidak lain adalah Ibu. Memang aneh ketika seorang wanita yang sudah dilamar menanyakan hubungan lelaki lain dengan pacarnya. Apa aku memang kurang peka? Tapi aku tidak mungkin mengungkapkan apa yang seharusnya aku ungkapkan, bisa perang dunia ke 3, ditambah lagi pak felix kenal baik dengan Om Heri. Bodoh Ah! Pulang.
Ketika aku berada di tempat parkir, tepatnya di dalam tempat parkir. Aku berjalan seorang diri menju motorku. Aku sedikit terhenyak dan berdiam diri sejenak manakala di samping motorku, duduk dan bersandar seorang wanita, Bu Dian. Dia hanya tersenyum kepadaku, kedua tangannya memgang helm SNI. Kulanjutkan langkahku ke arah motorku, mau bagaimana lagi, seandainya aku menghindar pun juga tidak bisa. Ketika aku sudah berada tepat disampingh motorku.
“Kenapa?” ucap Bu Dian
“Kenapa Ibu disini?” ucapku
“Tadi aku minta ijin untuk pulang sama tante kamu, dia menyuruhku untuk minta tolong kamu mengantarkan aku, kalau bisa?” ucapnya kepadaku dengan sedikit senyuman
“Lha mobil Ibu?” ucapku
“Itu mobil Felix, jadi aku diantar kamu saja?” ucapnya berubah menjadi datar
“saya masih ada urusan Bu” ucapku
“Sebenarnya tadi aku mau pulang pakai mobil felix tapi kepalaku pusing belum tidur semalaman, ya sudah ndak papa kalau tidak boleh” ucapnya sambil beranjak dari motorku
“Hmmm... mungkin sebentar lagi aku akan di opname di Rumah sakit ini” ucapnya kembali membuat aku terhenyak. Bu Dian menakutiku jika ketika dia mengendarai mobil itu dia akan tertidur dan begitulah
“Kenapa ndak pakai taksi saja bu? Daripada nanti opname, aku punya kenalan taksi” ucapku. Bu Dian berbalik degan wajahnya berubah menjadi wajah jengkel karena aku selalu bisa membalik pernyataan-pernyataannya. Bu Dian memakai helmnya dan berjalan ke arahku, lalu langsung naik di jok belakang motorku. Aku yang malah jadi kebingungan karena sikapnya, kedua pipinya kemudian menggelembung seakan sangat jengkel kepadaku.
“Bu, bisa turun saya itu ada urusan” ucapku walau sebenarnya tidak ada. Bu Dian ya diam saja dan memandang ke arah depannya tanpa menghiarukanku. Arghhhh..... ini wanita bikin kesal saja. Aku kemudian menaiki si motok REVIA kesayanganku untuk ketiga kalinya bersama Bu Dian
Segera aku nyalakan mesin motor kesayanganku ini. aku mundurkan secara perlahan karena berat motorku menjadi bertambah dengan kehadiran Dosen Judesku ini. segera kutarik gas motorku, baru beberapa meter keluar dari tempat parkit dan hegh... pelukan erat dari Bu Dian mendekap tubuhku sangat erat. aku tak mempedulikannya karena jika aku membuat perkara di RS bisa-bisa jadi bahan makian orang-orang. Dalam perjalanan menuju tempat Bu Dian.
“Ndak usah cepat-cepat” ucap Bu Dian. Segera aku berhenti di pinggir jalan.
“Bu, tolong ndak usah peluk saya Bu, bagaimana kalau ketahuan sama pak felix?”ucapku
“Bagaimana kalau ketahuan sama mbak diah?” ucap Bu Dian
Erghhhhh.... ditanya malah kembali nanya, segera aku tancap gas kembali. Semakin aku meningkatkan laju REVIA semakin erat pula Bu Dian memelukku. Akhirnya aku mengalah, motorku pun melaju dengan kecepatan lambat kurang lebih 40Km/jam. Kurasakan pelukan Bu Dian tetap erat seperti sebelumnya, bibirnya digesek-gesekan pada bahu kananku.
“Bu... Sudah... jangan...” ucapku
“Aku ngantuk, aku mau tidur, jika tidak pegangan nanti kalau jatuh bagaimana?” ucap Bu Dian dengan seribu alasannya
“tinggal opname saja bu...” ucapku
“Kenapa ndak pukulin sekalian saja aku disini? Biar cepet opname dan kamu tidak perlu susah-susah mengantarkan aku” ucapnya
“Huft... iya iya, boleh peluk Bu Dosenku yang manis dan cantik, yang erat ya, biar ndak jatuh” ucapku
“nah, gitukan lebih baik” ucapnya
Entah mengapa pelukan Dosenku ini membuatku merasa nyaman, pelukan darinya berbeda dengan pelukan wanita lain. Dikecupnya bahu kananku dengan lembut membuatku semakin merasa nyaman, walau sebenarnya ada sebuah kegundahan dalam hatiku. Bagaimana dengan pak felix? Masa bodoh ah! Apa Bu Dian tidak sadar? Seandainya saja dia bersamaku pun belum tentu dia bisa menerima kenyataan yang sudah aku alami. Belum hilang kesemrawautan dalam pikiranku, tiba-tiba pelukannya menjadi melemah, kurasakan tubuhnya menjadi sedikit terdorong kebelakang. Kuhentikan laju REVIA, sejenak kutengok kebelakang.
“Dia benar-benar tertidur” ucapku pelan
Kujalankan REVIA sayang dengan lebih pelan, tangan kiriku kuposisikan ke belakang tubuhnya. Untuk berjaga-jaga seandainya dia terjengkang. Kedua tangannya sudah tidak bisa memelukku erat. Namun kembali kurasakan kedua tangannya memeluk tubuhku dengan eratnya
“Terima kasih...” ucapnya lembut
“Sama-sama...” balasku
“Dasar manja...” ucapku pelan yang ternyata di dengar olehku dan mencubit sedikit perutku
Selama perjalanan tak ada percakapan dari kami berdua. Hanya kekhawtiranku jika saja dia terjatuh. Semakin rasa khawatirku bertambah semakin Kupeluk tubuhnya dengan tangan kirku dengan eratnya. Perjalan masih sangat jauh, namun aku perasaan nayaman ini tidak membuatku lelah. Sesampainya di depan pintu gerbang Perumahan ELITE, seorang satpam mengacungkan jempolnya ke arahku entah apa maksudnya. Aku anggukan kepalaku dan hanya tersenyum kepada pak satpam,dengan tetap pada kecepatan yang sama sampailah aku di depan rumah Bu Dian. Belum aku mengatakan apa-apa, slah satu tanganya lepas dari pelukanku.
“Aku ngantuk” ucapnya sambil menengadahkan tangannya yang dengan kunci diatasnya
“Maksudnya?” ucapku
“Bukakan” ucapnya
“huft...iya Bu Dosen” ucapku kemudian men-standar-kan REVIA, mengambil kunci dan membukakan pintu gerbang. Bu Dian masih duduk di jok motorku dengan kepala di letakan diatas tumpukan tangannya yang bersandar pada kepala REVIA. Helmnya ditaruhnya di spion kanan REVIA.
“Sudah Bu” ucapku berjalan kearah Bu Dian sembari membawa kunci itu kembali, Bu Dian kemudian bangkit dan tetap duduk di jok REVIA
“Aku capek ndak bisa jalan” ucapnya santai
“terus?” ucapku
“capeeeek ndak kuaaaaaaaat jalan aryaaaaaa” ucapnya bernada sok manja. Iiih...
Aku hanya bisa jongkok di samping REVIA, bingung dengan sikap Bu Dian. Kenapa juga ini Dosen judes jadi manja di hadapanku? Bikin orang susah saja huft... daripada aku kelamaan di tempat ini mungkin aku harus segera mengambil tindakan, lagian aku sudah mulai kesal dengan sikapnya. Segera aku bangkit dan duduk di depannya, kulepas helmku, aku tarik kedua tangannya ke bahuku. Kemudian kedua tanganku meraih kedua pahanya dengan perlahan aku gendong Bu Dian di punggungku.
“Ughhh... berathhh...” ucapku
“aku ndak gendut-gendut amat kali hoaaam” ucapnya pelan
“Iya langsing...” ucapku sambil membopongnya menuju kursi depan pintu masuk rumahnya. Sesampainya di kursi tersebut, aku dudukan Bu Dian dan aku kemudian duduk sebentar di lantai tepat dibawahnya.
“Terima kasih Ar Hoaaaam...” ucapnya
“Sama-sama Bu” ucapku sambil menoleh kebelakang
“Ar...” ucapnya
“Iya Bu...” balasku
“Aku ingin kita jalan-jalan lagi” ucapnya
“Besok Bu Setelah PKL” jawabku sekenanya
“Janji ya?” ucapnya
“Ya... kalau ingat Bu” ucapku
“Aku akan mengingatkanmu Ar” ucapnya
“Iya Bu iya...” ucapku dengan nada jengkel
“Ar...” ucapnya
“Iya Ada apa lagi Bu?” ucapnya
“Aku yakin Mbak Diah bukan pacarmu” ucapnya
“Huft... kenapa dibahas lagi bu?” ucapku.
“Saya mau pulang dulu Bu sudah sore?” ucapku sembari aku berdiri sambil membalikan badanku ke arahnya untuk pamit kepadanya. Kan ndak enak masa pamit ke seseorang ndak menatap mukanya. Ketika posisiku sedang dalam posisi membungkuk. Cup... sebuah kecupan di pipi kananku membuatku sedikit bengong, namun langsung ku raih kesadaranku dan wajahku tetap aku buat datar.
“Seharusnya Bu Dian tahu posisi Bu Dian, Tolong pikirkan perasaan pak felix bu” ucapku
“Itu hanya ucapan terima kasih apa salah?” ucap Bu Dian santai menanggapi pernyataanku
“Eh... hmmm... saya pamit pulang dulu Bu” ucapku, seakan-akan tidak percaya dengan apa yang dikatakan oleh Bu Dian
“Hati-hati ya Ar” ucapnya
“Iya Bu...” ucapku, sambil meninggalkannya
Ku tunggangi motorku kembali menuju jalan pulang, kulihat Bu Dian berdiri dan Men-dadahi-ku dengan tangan kananya. Senyuman indah itu dilemparkannya untukku namun urung aku untuk menangkap senyuman itu. Aku hanya menganggukan kepalaku dan kemudian mempercepat laju motorku.
Sesampainya dirumah kudapati Ayahku sudah berada di rumah, bagiku ini adalah suasana yang suram. Ayah hanya menanyaiku mengenai perban dikepalaku, kujawab sekenanya dan dia tidak begitu menghiraukannya. Ayah kemudian menuju ke pekarangan rumah dengan memawa segelas minuman di tangan kirinya. Segera aku menghampiri Ibu di dapur dan aku sedikit bercerita kepadanya, dia hanya tersenyum mendengar ceritaku. Kukecup bibirnya dan aku kemudian berlari ke kamarku.
Hari-hari berikutnya aku isi dengan berangkat kekampus untuk mengurusi PKL. Membuat surat permohonan PKL ke industri yang terkait dengan jurusanku. Semua teman-temanku pun sama, setelah aku mendapatkan tempat PKL aku mengajukan DPL (Dosen Pembimbing Lapangan) untuk PKL-ku. Setiap mahasiswa yang mengajukan PKL tidak langsung mendapatkan DPL, ini semua tergantung pada perusahaan/ instansi memberikan jawaban. Ada yang berkelompok ada juga yang individu, dan aku memilih untuk individu karena kebanyakan teman-teman kelasku memilih untuk PKL sendiri. Ketika setiap mahasiswa sudah mendapatkan jawaban maka akan langsung diberikan DPL keesokan harinya.
Hari berikutnya aku ke kampus untuk mengetahui DPL-ku. Segera aku berlari dari tempat parkir menuju ke gedung jurusan untuk menemui Tata Usaha meminta surat pengantar dari jurusan yang nantinya aku serahkan ke perusahaan tempakku PKL. Pegawi TU kemudian memberikan dua buah amplop yang ditumpuk
“Mas, itu yang atas perusahaan dan yang bawah untuk DPL-nya ya” ucap pegawai TU
“Iya Bu” ucapku sembari meninggalkan TU, aku melangkah ke ruanng Dosen. Kulihat amplop yang berisi surat pengantar untuk perusahaan, tercantum nama sebuah PT dan tertluis benar. Ku balik dan ku baca nama DPL,
Yth. Dian Rahmawati
Selaku Dosen Pembimbin Lapangan
Arghhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhh.... Kenapa Nama itu lagi!
Di Gedung jurusanku tercinta, gedung dimana aku mengurus segala administrasi emngenai kuliahku. Aku terpaku dan jengkel dengan kenyataan yang tertulis di amplop kedua. Amplop yang berada di tanganku sekarang. Ingin rasanya aku berteriak, kenpa? Kenapa aku tidak bisa lepas dari nama wanita ini? Arghhhhh..... semuanya menjadi sangat kacau bagiku, pasti akan ada pertanyaan ini itu dan lain sebagainya. Aku benar-benar ingin lepas tapi tidak bisa. Segera aku berbalik ke bagian tata usaha jurusanku.
"Bu maaf, kenapa DPL saya sama dengan dosbing TA saya, apa ndak bisa ganti yang lain?" ucapku kepada pegawai TU
"Itu yang menentukan kan ketua jurusan (Kajur), ya tanya sama kajurnya saja mas" ucapnya
"Kalau ganti bisa ndak bu?" ucapku
"ndak bisa" ucap seorang wanita di belakangku, aku segera menoleh ke belakang. Ah sial, Bu Dian.
"Eh..." Aku terkejut dengan kehadiran Bu Dian
"Kenapa? Kan malah kamu lebih gampangkan? Selain mengurusi PKL, kamu juga bisa mengurusi TA kamu dan ndak perlu susah-susah nyari-nyari dosen" ucapnya judes dan langsung meninggalkan aku menuju ruangannya
"Benar tuh kata mbak Dian, kamu itu dikasih enak malah ndak mau" ucap pegawai TU. Dengan langkah gontai aku menuju ke ruangan
"Selamat siang Bu..." ucapku kepada Bu Dian
"Siang!" ucapnya sedikit keras
"Duduk!" ucapnya, aku kemudian duduk dihadapannya
"Bu, ini saya mau menyerahkan Surat Pengantar PKL saya" ucapnya
"Sudah tahu, kenapa kamu mau minta ganti segala? Kenapa?" ucapnya
"Ya itu kan... anu... bu... emmm" ucapku gelagapan. Kleeeeeeek... masuklah Bu Erna
"Eh, Arya, bimbingan TA Ar?" ucap Bu Erna
"Tidak, bu ini mau PKL, mau menyerahkan surat pengantar PKL ke DPL" ucapku
"Owh... asyik dong dapat Bu Dian lagi" ucapnya. Aku Cuma menunduk
"Kamu itu diajak bicara malah bicara sama orang lain!" ucap Bu Dian kepadaku
"Eh... itu... anu... ini.... " ucapku gelagapan
"Yan, jangan kasar-kasar sama arya kalau kamu ndak mau biar aku saja jadi DPL-nya hi hi hi, kamu mu ndak Ar?" ucapnya sambil meletakan tas dan menata buku-buku
"mau bu, mau" ucapku langsung menjawab pernyataan bu Erna
"Owh... gitu iya? Kenapa ndak ganti dosbing sekalian saja, kalau perlu ganti universitasnya sekalian" ucap Bu Dian judes sekali. Aku hanya menunduk tak bisa berkata-kata.
"Wah ar, ada yang ndak ikhlas, Bu erna takut ndak jadi aja ya hi hi hi , dah dian sayang" ucap Bu Erna meninggalkan ruangan tanpa digurbis oleh Bu Dian, ruangan menjadi hening sesaat
"Kenapa kamu mau ganti DPL?!" ucap Bu Dian
"Jawab!" ucap Bu Dian sedikit membentak, aku benar-benar mulai jengkel dengan Dosenku ini. kenapa masalah sepele seperti ini saja aku bisa kena marah?
"SSSShhhhh... Hufttttt...." kuhela nafas yang panjang
"Maaf Bu, jika saya membuat Bu Dian marah, hanya saja saya ingin mencari pengalaman baru dengan dosen yang lainnya, karena TA saya sudah bersama Bu Dian dan agar tidak terjadi kesalahpahaman yang berkelanjutan lagi"
"Di tambah saya merasa tidak enak sama pak felix, itu alasan saya bu, mohon maaf jika ada kata-kata yang salah" ucapku datar
"Eh..."dia terkejut, tatapan matanya memperlihatkan kekecewaan. Kupandangi sejenak mata itu dan kemudian aku menunduk
"Kamu dengan saya saja, nanti akan saya jenguk jika sudah ada surat turun dari jurusan. Sudah kamu langsung ke Perusahaan tempat kamu PKL saja. Agar kamu secepatnya bisa memulai PKL kamu" ucapnya datar tanpa memandangku dan membuka amplop dariku
"Sudah sana jangan malah duduk dihadapan saya" ucapnya
"DPL-nya ganti tidak bu?" ucapku
"Tidak" ucapnya sambil membaca surat itu.
"Saya pamit dulu bu" ucapku kemudian bangkit
"Hati-hati" ucapnya tanpa memandangku
"Iya bu" balasku yang kemudian meninggalkan ruangan dosen
Setiap hal yang aku rasakan ketika dekat dengannya adalah sesuatu yang berbeda kadang hangat kadang dingin. Mungkin memang salahku ketika aku harus bersikap masa bodoh terhadapnya, tapi mau bagaimana lagi? Aku juga tidak bisa terlalu jauh dalam berhubungan dengannya. Aku tahu posisiku, sekalipun aku pernah menyayanginya. setiap kali aku mencoba untuk jauh, setiap itu pula dia datang entah dari mana, mungkin dia makhluk dari planet lain yang bisa membaca pikiranku. Sebuah bunyi pukulan dari sematponku. Bu Dian.
"itukan, kaosku" bathinku
Seketika itu pula Bu Dian memandangku dan melempar senyum kearahku, dia berdiri menghadap ke arahku. Tangannya men-dadahi-ku, aku hanya tersenyum sambil menganggukan kepalaku. Segera kutarik kebelakang motorku dan meninggalkan tempat parkir.ku arahkan REVIA menuju jalan pulang. Matahari yang bersinar seudah merasa sangat lelah hingga sinarnya terasa sangat berwarna kuning seperti halnya pagi hari tadi. Jalanan mulai ramai dengan para pekerja pabrik yang sudah mulai membawa keringatnya kembali kerumah. Para pedagang kaki lima pun mulai tampak mendirikan gubuk-gubuk kecil tempat beristirahat dan menunggu pelanggan setelah lelah mengelilingi kota. Aku melaju diantara mereka yang tampak memikul beban hidupnya. Ada yang tersenyum ada pulan yang mengrenyitkan dahinya karena keramaian jalanan daerah ini. Sampailah aku dirumah dengan sedikit lelah pada tubuhku. Kulangkahkan kakiku menuju ke dalam rumah, kutemukan Ayahku dengan secangkir minuman entah itu kopi atau teh. Kukecup tangannya dan dia kemudian meninggalkanku menuju pekarangan rumah dengan asap yang berterbangan dari mulutnya. Kuletakan tas di sofa ruang keluarga, Kuhampiri Ibu yang masih asyik dengan pekerjaan mencuci piringnya. Kupeluk Ibu dari belakang.
"Kenapa kangen ya?" Ucap Ibu
"Ibu tidak kangen sama Arya?" ucapku
"Ya Kangen to ya" ucap Ibu
"Bu..." ucapku dengan kedua tanganku hinggap di susunya, mungkin karena efek dari film yang baru aku tonton di warung tadi
"erghhh... Iya..." balasnya
"pengen..." ucapnya
"Pengan apa? Yang jelas" ucap Ibu
"Bu, pengen dikulum" ucapku
"Apanya?" ucap Ibu
"Kontol Arya, ya bu" ucapku dengan nada manja dan memohon. Ibu kemudian berbalik ke arahku dan mengecup bibirku.
"Sudah lama Ibu pengen denger kamu minta tanpa harus Ibu yang memulai sayang" ucap Ibu kemudian berjongkok di hadapanku. Ibu lalu membuka resleting celanaku dan menurunkannya sedikit bersama celana dalamku. Di elus-elusnya batang dedek arya dengan kedua tangannya
"DI kamar saja bu, nanti..." ucapku terpotong
"Ssssttt... " desis Ibu dengan menyilangkan jarinya di bibirnya.
Ibu kemudian mengulum dedek arya dengan lembutnya. Kuluman disertai permainan lidahnya membuatku semakin bernafsu, jari-jari manisnya bermain-main di bawah buah zakarku membuat ku semakin tegang dan meledak-ledak. Dan yang membuatku semakin menjadi-jadi adalah permainan lidahnya dilubang pipisku, membuat sensasi yang sangat berbeda.
"Argh... bu enak banget... ehmmmmm... terus bu...." desahku pelan
"mmmm... mmm... slurppp.... enak ya sayang... buat kamu Ibu kasih yang paling enak... mmm slurp...." desah pelan Ibu sambil mengulum dan menjilati lubang pipis dedek arya.
"Arghhh... Bu mau keluar, Arya mau keluarhhh... ssshhhh...." desahku pelan
"Keluarkan sayang mmmm.... slurp.... mmmm...." ucap Ibu sembari mengulum dedek arya
Crooot crooot crooot crooot crooot crooot crooot crooot crooot
Dan ditelannya spermaku tanpa bersisa, membuat pemandangan yang indah bagiku. Segera Ibu membersihkan sisa-sisa sperma yang masih tersisa dengan bibir indahnya.
"Nimaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaassss!" teriak Ayahku dari pekarangan rumah. Segera Ibu menyelesaikan kulumannya dan aku segera menarik kembali celanaku dan duduk di kursi meja makan. Ku dekatkan posisi dudukku hingga mepet dengan meja makan. Ibu kemudian berdiri dan berkumur di tempat cucian piring.
"Nimaaaaaasss" teriak Ayahku semakin dekat
"Ada apa kang mas? Kok teriak-teriak?" ucap Ibu lembut
"Buatkan aku teh lagi, dipanggil dari tadi tidak ada jawaban" ucap Ayahku
"Ya namanya juga lagi bersih-bersih, iya nanti nimas antarkan" ucap Ibu
"Kamu Arya, mandi dulu atau bantu Ibumu jangan Cuma malas-malasan di meja dapur" ucap Ayahku. Aku hanya menoleh sedikit dan tersenyum mengangguk ke arah Ayahku. Posisiku memanng tidak menguntungkan resleting celanaku belum aku tutup dan sedikit menjepit-jepit dedek arya, perihnya. Ayah kemudian kembali ke pekarangan rumah, beberapa menitk kemuadian disusul Ibu yang membawa teh hangat. Sekembalinya Ibu, Ibu kemudian berada di tempat seperti semula. Segera aku hampiri Ibu dengan posisi dedek arya tegang mengarah kearahnya. Segera aku peluk Ibu dan kucium lehernya, tangan kananku kemudian turun keselaangkangan Ibu.
"Sudah Basah ya bu" ucapku
"kamu erghhh tadi bikin ibu horni sayang emmmhhhh..." ucap Ibu. Aku tersenyum dan kusingkap rok selutut Ibu hingga pinggangnya. Kuturunkan celana dalam Ibu, kaki kananya diangkat sehingga sekarang celana dalam Ibu tersangkut di paha kirinya. Sedikit kuangkat kaki kirinya dan kumajukan bibirku, kubuka bibir vagina Ibuku dengan tangan kananku. Kujulurkan lidahku dan kumainkan di bibir vaginanya.
"Arghhh... sayang... emhhhh.... pelan sayang.... nikmat sekali... lidahmuhhh sangat lembut" ucap Ibuku
"slurrpp... untuk slurpp... ibu, akan kuberikan slurrpp yang paling nikmathh...." ucapku seraya menjilati vaginanya
Jilatan lembutku bermain dibibir vaginanya. Klitorisnya tak luput dari jilatan lidahku. Kadang lidahku bermain-main di klitorisnya, telunjuk jari kananku kumasukan perlahan dan sedikit aku tekuk. Aku maju mundurkan jari telunjukku dan membuat ibu mengelinjang nikmat.
"Pelan sayaang... kocokanmuhh terlaluhhh sssh keras.. nanti ayahmuh tahu ssssh" desah manja dan pelan Ibu. Namun tak kugubris dan aku terus menjilat dan mengcokan jari kananku di dalam vagina Ibuku.
"erghh,,,, mmmm shhhhh ibu hampi sampaihhh sssssshhhhh sayang emmmhhh...." desah Ibu
Tiba-tiba saja tubuh ibu mengejang beberapa kali, kedua tangannya tiba-tiba memegang kepalaku denga sangat erat. kedua tangannya menahan kepalaku agar tetap berada di vaginanya. Kurasakan cairan hangat mengalir di jari tanganku dan sedikit di bibirku. Setelah tubuh Ibu tidak mengejang, aku kemudian berdiri berhadapan dengan ibu. Kuangkat kaki kanannya, dengan sedikit membuka kedua kakiku aku arahkan dedek arya ke dalam vagina Ibu. Kedua tangan Ibu ditaruhnya dibahuku dan Ibu sedikit menjijitkan kedua kakinya. Bless... akhirnya masuk semua batangku dan aga sedikit linu dengan posisi berdiri ini. Aku mulai menggoyang...
"pelan sayanghhh... jangan sampai bunyinya terdengar oleh a....yah... muwh erghhhh..." desah pelan Ibuku. segera aku sumpal bibirnya dengan bibirku. Aku terus menggoyang dan menggoyang pinggulku.
"clek clek clek..." bunyi perpaduan alat kelamin kami berdua
"erghhh.. kontol arya masuk di tempik Ibu..." desah pelanku sembari melepas ciuman
"he'emmmmhhh... masuk dan penuh sekali sayanghhh... keras.... ouwhggghhhh... nikmat sayang terus..." ucap Ibu
"Sempith sekalih buwh... tempikmu enak sekali... arya ngenthu ibu owghh...." ucapku
"erghhh... sayang jorok ischhh... oufth... terushhh kenthu Ibu, goyang lebih kerashhh sayanghhh erghhhh..." racaunya dengan sangat pelan
"emmmhh... Ibu juga jorok arghh.... nikmat sekali Ibuku sayag..." ucapku pelan
Dengan posisi ini, dedek arya terasa sangat linu namun gesekan antara dinding vagina Ibu dnegan batang dedek arya tetap memberi kenikmatan bagiku. Begitupula Ibu, semakin memelukku dengan sangat eratnya. Bibirnya dijatuhkan ke bahu kiriku dan sedikit mengigit bahuku. Aku semakin keras meggoyang, entah aku tidak tahu ayah mendengarnya atau tidak. Karena dari yang aku dengar ayah berbicara di telepon dengan seseorang.
"Emmmhh... Ibu mau keluarhhh.... erghhh.... lebih cepat lagi sayanghh...." ucap Ibu
"Aku ju bu ufthhh.... emmmmhhh....." ucapku
Crooot crooot crooot crooot crooot crooot crooot crooot crooot
Seketika itu Ibu memelukkku dengan sangat erat. tubuhnya mengejang beberapa kali, kemudian pelukannya semakin erat. kaki kanannya aku turunkan, terdengar desaha lembut dari bibirnya. Kurasakan cairan hangat kami bertemu dan berkumpul bersama. Lama kami berpelukan dengan posisi kaki Ibu masih sedikit berjinjit dan dedek arya berada di dalamnya. Dan Plup... dedek arya keluar dengan sendirinya, kedua kaki Ibu tidak berjinjit lagi.
"Nakal kamu ya hssshh hssh hsshh..." ucap Ibu dengan senyuma manjanya
"Sekali-kali Bu.. he he he" ucapku
"berkali-kali juga ndak papa sayang cup muachh..." ucapnya sembari memeberikan ciuman kepadaku.
Ibu kemudian menyuruhku segera naik keatas, dan Ibu sendiri mandi. Selang beberapa saat Ibu menyuruhku mandi untuk membersihkan badan. Setelah mandi kini aku berada di kamar, terdengar Ibu berbicara dengan ayah meminta ijin untuk ke kamarku. Kleeek... Ibu kemudian masuk ke dalam kamarku dan duduk disampingku
"kelihatannya mereka akan melakukan pertemuan" ucap Ibu
"eh..."
"Kapan bu dengan siapa? Kok Ibu tahu?" ucapku
"ibu jagi nguping sayaaaaang" ucpanya sambil membetet hidungku
"kurang lebihnya akhir tahun nanti, tapi waktu tepatnya ibu tidak tahu hanya mereka berbicara 5-6 bulan kemudain" ucap Ibu
"berarti setelah aku KKN bu, tapi kalau KKN apa Ibu bisa jada diri? Arya takutnya ibu kenapa-napa" ucapku
"Itu bisa diatur sayang, Ibu bisa minta kakek untuk menemaninya selama kamu KKN, lagian Kakek juga sudah tahu kebusukan mereka tapi Ibu belum cerita mengenai temuan-temuanmu" ucap Ibu, aku hanya mengangguk.
"Bu, kiral-kira Ibu tahu tidak sebenarnya dia itu berkerja sama dengan siapa saja?" ucapku
"Yang jelas, yang termasuk pentolan dari mereka semua yang terlibat kelihatanya 4-5 orang. karena dari percakapan Ayah kamu, Ibu pernah mendengan kata-kata "kita berempat" dan juga "Kita berlima" sebenarnya mana yang benar Ibu tidak tahu nak" ucap
"sebentar bu, jika berempat kelihatanya tidak mungkin tapi kalau berlima bisa jadi benar bu, karena dari email yang aku baca ada tiga nama yang belum terpecahkan sampai sekarang"
"hufth... semakin rumit saja bu ini, apa mending sekarang aku bunuh saja dia ya?" lanjutku dengan nada kebingungan
"Jika dia mati dengan mudah maka orag yang berada disekelilingnya bisa selamat dan apa yang kau lakukan jadi percuma, dan akan lebih banyak lagi orang yang akan menderita nak" ucap Ibu
"buat Dia menderita, walau harus menunggu" ucap Ibu sembari mengecupku dan meninggalkanku di kamar. kujawab dengan senyum dan anggukanku
Jika dilihat dari beberapa email yang aku baca, mereka sebenarnya berlima tapi kenapa Ibu mendengar kata-kata berempat. Segera aku membuka sematpon KS tanpa mengaktifkan koneksi data dan kulihat nama-nama samaran disitu ada banyak sekali. Jika mereka berlima kenapa jumlah dalam group sangat banyak, dan jika mereka berempat juga tidak mungkin. Jika Ayah dan Om Nico membuat dua buah kelompok dalam perkumpulan mereka dengan Ayah dan Om Nico sebagai anggota tetap jumlah seharusnya yang ada di group paling tidak ada 7 orang. tetapi ini jumlahnya lebih banyak. Jika pada kelompok pertama dibuat lima anggota ada Ayah dan Om Nico, lalu kemlompok kedua dibuat 4 orang ada Ayah dan Om Nico tetap saja jumlahnya seharusnya 7 orang dengan Ayah dan Om Nico sebagai Pengadu Domba. Ku aktifkan data, muncul beberapa percakapan canda gurau dari mereka yang berada di group. Tak ada yang penting, hanya saja di group mereka Ayah tampak meminta ijin untu jalan
Mahesa
Eh geng, aku karo Nico 5 sasi ngkas meh refreshing sek yo
Acarane tahun ngarep
(Eh geng, aku sama nico 5 bulan lagi mau refreshing dulu ya, acaranya tahun depan)
Dari beberapa orang menanggapinya dengan guyonan dan santai, kelihatanya ini bukan sesuatu yang penting. Tapi dari penuturan Ibu, 5 bulan lagi dan ini sama persis dengan penuturan Ayah di Group. Kucoba cek email dari Om Nico, dan tak ada satupun email yang masuk. Segera aku menghubungi Anton.
"Halo Ar, ada apa?"
"Ton, ada perkembangan tidak?"
"Ndak ada Ar, aktifitas mereka sama seperti pekerja-pekerja yang lain"
"aku dapat informasi dari percakapan Ayahku, mengenai jumlah mereka, aku mendengar berlima dan berempat"
"Hm... Ar, pentolan dari komplotan mereka sebenarnya berlima Ar, aku belum tahu mengenai berempat karena rekan kerjaku belum bisa menemukan bukti baru lagi, email mereka mati semua ar"
"jelas emai mereka mati, karena mereka berganti email" bathinku
"Hm... bagaimana dengan percakapan BBM atau messenger yang lain?"
"Kalao messenger yang lain tidak ada Ar, karena mereka menggunakan BBM, sedangkan pada BBM proteksinya cukup bagus, sulit bagi kami menembus, harus minta ijin dulu sama pengelola utama BBM dan sedang diusahakan namun kelihatannya akan ditolak karena BBM mengutamakan pricasi pengguna" (ini hanya sekedar imajinasi saja, detail mengenai proteksinya nubie kurang begitu tahu hanya berdasarkan artikel yang nubie baca)
"Haduh susah juga ya nton"
"mangkanya bro, kamu kalau punya informasi langsung kasihkan ke aku, oke?"
"Oke, ton, dah dulu ya ton"
"Sip!"
Hufth... memang sesuatu yang sulit bagiku untuk mengatakan keseluruhan kepada Anton. Aku tidak ingin dia menyelesaikannya hanya dengan memenjarakan mereka saja. Aku ingin mereka menderita seperti halnya orang-orang yang telah dibuat menderita oleh mereka semua.
Malam semakin larut, dan aku kemudian bergabung dengan Ayah dan Ibuku, untuk makan malam. Perbincanngan antar kami semua berjalan dengan lancar, aku juga berusaha berusaha bercanda dengan Ayahku agar tidak timbul kecurigaan kepada diriku. Selesai makan aku kemudian kembali ke kamar untuk merebahkan lelahku selama satu hari ini.
Keesokan harinya aku hanya berangkat ke tempat PKL-ku untuk menyerahkan surat pengantar dari kampus. Ketika pertama kali ke Perusahaan ini aku hanya bertemu dengan bagian resepsionisnya saja, yang kemudian di pertemukan dengan humas perusahaan. Bahkan sampai sekarang aku belum tahu akan ditempatkan dimana. Hari ini hanya menyerahkan surat tugas dan perkenalan awal saja agar pada saat hari pertamaku PKL aku bisa langsung ditempatkan serta tidak perlu lagi berputar-putar untuk kesana-kesini, itu tujuanku tapi tidak tahu apa yang akan terjadi nanti setelah aku serahkan surat pengantar ini.
"Selamat siang, pak ini saya yang kemarin mau mengantarkan surat pengantar PKL saya pak" ucapku
"Owh mas-nya yang kemarin, langsung masuk saja mas, parkirnya di tempat parkir tamu tapi kalau besok sudah masuk PKL, parkirnya di tempat parkir karyawan ya mas" ucap Pak Satpam
"Iya pak, terima kasih" ucapku
Aku kemudian memarkir motorku sesuai dengan petunjuk pak satpam. Ku langkahkan kakiku menuju pintu masuk perusahaan, dan brrrr.... adeeeem dibandingkan diluar puanasnya minta ampun. Biasa di kawasan Industri semua terasa panas. Kutemui bagian resepsionis, setelah aku utarakan maksud dan tujuanku,aku disuruh menunggu sebentar untuk menunggu kedatangan pihak humas. Setelah lama menunggu akhirnya datang juga bapaknya yang kira-kira umurnya samalah dengan pak felix.
"Mas, ayo langsung saja tak perkenalkan sama yang punya kepentingan dengan study mas-nya" ucap bapaknya tanpa duduk terlebih dahulu langsung mengajakku
"Iya pak, oia pak ini surat pengantarnya" ucapku. Memang beruntung sekali aku kali ini langsung bisa diperkenalkan sama yang punya job yang akan saya tempati
"oia, saya terima"
"ya udag ayo sambil jalan mas, mas... siapa namanya?" ucap pak humas
"Arya pak" ucapku sambil mengikuti
"nanti mas-nya dibagian QC (Quality Control), jadi mas-nya yang sabar ya kalau disana, karena sampel yang masuk itu banyak, jadi orang-orang disana agak-agak tegang, ndak papa ya mas,ya buat pengalaman" ucap pak humas
"Iya pak, saya siap, PKL saya ini kan untuk mencari pengalaman kerja pak" ucapku. Kami kemudian mengobrol sedikit mengenai sejarah perusahaan ini. perusahaan yang berjalan dalam bidang makanan ini, produk utama dari perusahaan ini adalah mie instant, kecap, saos untuk produk lokal dan luar negeri dan juga sayur-sayuran kering berupa okra, ada juga wasabi yang nantinya akan di ekspor ke negara kelahiran nenekku.
Tok tok tok tok....
"Iya masuk" ucap seorang wanita dari balik pintu yang bertuliskan Manager Quality Control (QC)
Klek....
"Mbak, ini yang mau PKL katanya mau kenalan dulu sama yang punya Job disini" ucap pak humas
"Oia, silahkan masuk" ucap wanita tersebut yang berbalutkan kerudung hijau di kepalanya
"saya tinggal ya mbak" ucap pak humas kepada mbak manager
"oke, mas silahkan kenalan dulu dengan anak-anak QC juga sama managernya, kalau nanti sudah selesai bisa langsung pulang saja tidak usah mencari saya karena saya mau ada urusan keluar" ucap pak humas
"oia pak, siap!" ucapku dan pak humaspun keluar dari ruangan
"Silahkan duduk" ucap mbaknya manager, mbak? Karena masih kelihatan muda bagiku. Aku kemudian duduk di kursi yang lumayan menghilangkan rasa lelahku
"namanya siapa?" ucap mbak manager
"Arya, Arya Mahesa Wicaksono" ucapku
"Oke Arya, saya manager disini, nama saya Echa Alisia, biasa dipangglil Echa" ucapnya
"iya mbak, eh bu" ucapku
"sudah, panggil mbak saja saya juga baru 4 tahun lulus dari perguruan tinggi" ucapnya, aku hanya mengangguk dan tersenyum. Benar-benar hebat, baru 4 tahun sudah jadi manager.
"kamu mulai besok akan bekerja dengan QC lainnya di laboratorium selama 1 bulan penuh, jadi saya harap kamu bisa bekerja sama dengan mereka. Perusahaan ini masih tergolong baru karena baru 15 tahun berdiri dan semua QC yang akan ditemui merupakan lulusan sekolah kejuruan"
"untuk lulusan perguruan tinggi masih minim yang kita ambil, dikarenakan lulusan perguruan tinggi kurang berminat bekerja disini dan juga sekalipun ada yang bekerja disini akan ditempatkan di bagian yang lainnya dan besok ketika kamu akan bekerja disini kamu merupakan lulusan perguruan tinggi kedua yang akan di lab disana ada mbak Erni sebagai kepala laboratorium sekaligus supervisor QC, paham?" ucap mbak echa
"paham bu eh mbak" ucapku dengan tersenyum
"walaupun mereka semua lulusan SMK tapi mereka semua dapat beasiswa dari perusahaan untu melanjutkan ke peruguran tinggi dengan jurusan yang sesuai, mereka sekarang ikut kuliah jalur ekstensi, yang kuliahnya setelah mereka bekerja disini" ucapnya melanjutkan penjelasan
"Owh.. iya mbak saya tahu dan saya paham" ucapku
"Kamu dari tadi senyum-senyum terus ada apa? Padahal orang disekelilingku saja tidak ada yang berani senyum-senyum seperti kamu" ucapnya
"senyum tanda kebahagiaan mbak, saya bahagia bisa diterima PKKL disini" ucapku sekenanya
"ndak takut sama saya?" ucap mbak echa
"Eh... saya pikirkan nanti itu mbak" ucapku. Kemudian mbak echa melihatku dengan seksama dan memandangku seperti memandang alien
"Ada apa mbak?" ucapku
"ndak papa, kapan-kapan ajari aku untuk bisa tersenyum setiap hari" ucapnya sambil bangkit
"iya mbak saya usahakan dan kalau saya ingat" ucapku
"ya sudah ayo kita ke lab" ucapnya, aku kemudian membuntutinya dari belakang menuju ke lab. Sesampainya di lab mbak echa hanya memperkenalkan aku sebentar dan kemudian pergi lagi
"Ela, ini mahasiswa PKL dikenal-kenalkan dulu ya, saya tinggal lagi banyak laporan yang belum aku koreksi"
"Nanti kalau sudah selesai, kamu boleh langsung pulang, Ar, senin kamu bisa langsung menuju ke lab tanpa harus ke ruangan saya dulu, siapkan mental kamu mulai hari jumat ini" ucap mbak echa
"Iya mbak" ucapku. Setelah mbak echa pergi, kini hanya aku dengan Mbak Ela, perempuan yag paling 4 tahun diatasku. Dia kemudian mengambil telepon intraseluler menghubungi seseorang didalam telepon
"Duduk dulu mas" ucapnya
"Iya mbak" ucapku
Klek.. aku kemudian menoleh ke arah pintu, masuk dua orang yang aku kenal
"Lho mas Arya" ucap mereka berdua secara bersamaan
"Hei, Encus, Yanto, pa kabar?" ucapku
"baik mas, lha mas to yang PKL disini" ucap encus
"iya, wah hebat kalian sudah kerja ya, asyik dong" ucapku
"kalian sudah saling kenal?" ucap Mbak Ela
"iya mbak, dia itu kakak kelas waktu SMP,kita kepisah waktu mas arya di SMA dan aku di SMK dia bukan hanya kakak kelas tapi seperti kakak kandung buat kami berdua" ucap yanto
"lebay kamu yan" ucapku
"Ya sudah, gini ya Ar, aku perkenalkan diri dulu, aku Ela Kalab (kepala Lab) dan juga supervisor disini nanti job kamu akan saya jelaskan dan Encus serta yanto akan membimbing kamu selama PKL disini" ucap Mbak Ela
"Okay mbak siap!" ucapku
"Oia, saya tak keluar dulu mau ke ruang mbak echa ada keperluan, kalian ngobrol dulu saja mumpung ini sampel sedikit karena ini hari jumat" ucap Mbak Ela, yang kemudian meninggalkan kami
"Weh mas, seneng aku bisa ketemu mas Arya" ucap yanto
"Iya mas, kangen" ucap encus
"kalian itu ada-ada saja"
"Wah hebat ya kalian masih muda tapi dah kerja, bisa nyetak uang sendiri" ucapku
"ya ndak gitu mas, kan mas sendiri yang nyaranin kita untu masuk ke SMK kalau ndak mau melanjutkan kuliah" ucap Yanto yang kemudian memgingatkan aku tentang masa ketika mereka lulus dan bertemu aku di warung wongso
"Oia ya lupa aku, tapi kan dapat beasiswa kuliah, lumayan kan?"ucapku
"Iya mas, untuk kita waktu itu nurut sama mas, coba kalau ndak nurut bisa-bisa kita jadi pengangguran" ucap Encus. Kami kemudian sedikit bercanda untuk memncairkan suasana dan juga bernostalgi.
"Mas, gimana tadi waktu ketemu mbak echa?" ucap yanto
"ndak gimana-mana" ucapku
"galak lho mas, lha wong kita dulu pertama kali masuk langsung di semprot" ucap encus
"aku ndak kena semprot, kan masalahnya aku mahasiswa magang dan kalian karyawan jelas perlakuannya beda, aku disini Cuma sementara, ada ataupun tidak aku disini ndak akan mempengaruhi kerja pabrik, kalau kalian kan disini kerja jadi mungkin sikap mbak echa ke kalian itu untuk mendisiplinkan kalian dan juga membuat kalian lebih giat bekerja gitu" ucapku sekenanya
"Dah lama aku ndak dengar kata-kata bijakmu mas" ucap mereka berdua,
"yaelah... ha ha ha ha... bijak dari korea??? Ha ha ha ha" tawaku bersama mereka berdua. Selepas aku bercengkrama dengan mereka masuk mbak ela yag kemudian menjelaskan jobdes (uraian pekerjaan) kepadaku, ada juga QC lapangan yang bakal jarang aku temui selama aku berada di laboratorium tetapi ada kemungkinan bertemu ketika aku istirahat. Setelah semua sudah jelas kemudian aku ijin pamit kepada mbak ela, encus, dan yanto tidak lupa aku juga pamit kepada mbak echa dengan menghampirinya di ruanganya.
"mbak, maaf mengganggu, saya mau ijin pulang dulu dan terima kasih atas penjelasan dan sambutannya mbak" ucapku
"Oia, sama-sama, jangan lupa senin masuk jam setengah delapan, telat push-up" ucapnya sambil tersenyum kepadaku
"Oke mbak siap pokoknya saya itu" ucapku
"Ooia ndak usah terlalu formal dengan aku ya" lanjut mbak maya
"Owh oke oke siap mbak" ucapku sembari meninggalkan ruangan mbak maya.
Setelah semua perkenalan dengan QC laboratorium aku segera pulang, pamit kepada resepsionis dan juga bapak satpam yang mengarahkan aku sebelumnya. Aku segera berputar-putar daerahku menghabiskan waktuku hingga sore hari tapi sebelumnya aku sudah mita ijin dulu sama Ibu dan Ayahku. Walau tanggapan Ayahku biasa saja, yang terpenting adalah ijin dari Ibuku. Matahari tampak mengantuk dan ingin rasanya dia tidur selepas menemaniku sehari ini. aku arahkan REVIA menuju jalan pulang dan sekalian mampir ke kucingan (Nasi kucing) tempat biasa aku nongkrong. Sesampainya aku berada di kucingan.
"Mas Agus, kopi wait ya mas" ucapku kepada penjual nasi kucing langgananku mas Agustus. Aku kemudian duduk di tikar yang berada di sebelah warung nasi kucingnya tidak jauh dari REVIA
"Weh... kamu ar" ucapnya
"Yoi mas" ucapku sok kota, sambil mengeluarkan sematpon milikku
"Dek, mas Arya dibuatkan kopi wait ya ndak usah pakai gula, terus gelasnya kecil saja" ucap mas agus yang aku dengar ketika aku sibuk dengan game di sematponku. Sebentar aku menunggu.
"Mas, ini kopinya" ucap seorang wanita yang berada di sebelahku" ucapnya,nampak familiar suaranya. Aku kemudian menoleh ke arah wanita tersebut
"Iya mbak ter... mbak maya?!" ucapku kaget
"Sssst... pakai susu ndak?" ucap mbak maya
"Hadeeeeeeeh...." ucapku sambil tepuk jidat
"Kang mas, ini lho mas arya yang kemarin aku ceritain sampai di rumah bapak" ucap mbak maya kepada mas agus
"Oalah kamu to ar, pantesan dari cerita istriku itu aku kok sedikit mengenal ciri-cirinya ternyata kamu, ya sudah di temani dulu dek" ucap mas agus yang tampak sibuk meladeni pelanggan. Mbak maya kemudian duduk bersimpuh di depanku, kami kemudian mengobrol. Ada pertanyaan besar dari lubuk hatiku mengenaperutnya yang besar.
"Ndak nyangka ternyata mbak itu istrinya mas agus hadeeeeeh"
"Mbak, itu kok besar?" bisikku
"Hi hi hi... kan mas yang buat" bisik mbak maya
"HAH! Beneran mbak?" bisikku kaget
"ndak mas... tenang saja, kemarin bukan masa suburku" ucapnya
"Lha terus?" ucapku
"Bapak hi hi hi" ucapnya sambil tertawa terkekeh-kekeh
"Fyuuuuh... kok bisa kejadian lagi" ucapku
"Ya jelaslah, bapak itu ternyata mengintip, ya mbak ndak bisa nolak apalagi mas meninggalakan kenangan indah buat mbak yang membuat mbak selalu merasa kepengen terus" ucap mbak maya
"Lha mas Agus tahu?" tanyaku memburu
"Ya ndak to ya, beberapa hari setelah mas arya mbak kedatangan tamu bulanan, terus bapak minta tapi mbak nolak dulu nunggu mas agus pulang, setelah mas agus pulang baru dech sama bapak, eh malah jadi" ucapnya santai
"Mas Agus malah seneng kok, jadi ya mbak santai saja hi hi hi" ucapnya membuatku bertepuk jidat lagi
"Eh, mas kapan-kapan mampir ke kontrakan mas agus, kangen sama itu tuh" ucapnya sambil melirik selangkanganku
"Ah, mbak ndak enak, kalau ketahuan bisa jadi lauk dagangan mas agus" ucapku
"Eits kalau mas mau mampir, mbak atur dech dijamin ndak bakalan ketahuan"ucapnya membuatku sedikit ON FIRE! Tapi segerea pikiran itu aku buang
"Ya kapan-kapan dech mbak kalau ingat"
"Lha dagangan mbak maya? kok ditinggal?"ucapku
"Ibu yang ngurusi, kan lagi hamil, aku kesini ya kangen saja sama suamiku, kalau dirumah ndak ada yang melayaniku, bapak nyawah (ke sawah) Ibu dagang" jelasnya
Setelah itu kami mengobrol agak lama dan mas Agus nampak senang karena istrinya mempunyai teman ngobrol. Ketika suasana warung sedikit sepi, mas as ikut nimbrung bersama kami. menurut penuturannya, mas Agus juga tahu mengenai Kakek dan Nenekku dari Ayah. Mas Agus berdagang di dekat rumahku untuk memberikan informasi-informasi kepada Pak Wan tentang keseharianku. Akhirnya aku semakin merasa nyaman tentang keberadaan mereka di sekitarku, mungkin saja suatu saat nanti aku akan membutuhkan bantuan mereka. Kami bertiga mengobrol ngalor ngidul selama suasana warung sedikit lenggang, walaupun ramai mas agus tetap santai karena masih ada karyawannya yang membantu. Aku benar-benar salut dengan mas Agus, walau berdagang nasi kucing tapi sudah punya karyawan sendiri. Kadang dalam hati ada rasa bersalah juga, tapi mau bagaimana lagi aku juga tahu jeleknya mas agus yag suka kesana kemari jalan bareng cewek. Padahal kalau dilihat dari sudut pandang depan belakang samping, mbak maya sudah mumpuni tapi mungkin karena mas agus berada jauh dari istri ya. Setelah mengorbol, aku menyudahi nongkrongku di kucingan mas agus.
"Ya sudah mbak, mas, aku pamit dulu" ucapku kepada mbak maya
"Oia Ar, kapan-kapan nongkrong lagi sama geng kamu itu" ucap mas Agus
"Iya mas" ucapku. Kemudian mas agus kembali ke kesibukannya, aku ditemani mbak maya sampai ke tempat parkir REVIA
"Ssst mas, dedeknya pengen disiram, kapan-kapan mampir ya hi hi hi" ucap mbak maya
"Hadeeeeh mbak... mbak, masih sempet mikir kaya gitu" ucapku
"Ya sempetlah, apa lagi gede banget tuh, yang terpenting itu kuatnya sich bukan gedenya hi hi hi" ucap mbak maya,yang aku jawab dengan tepuk jidat.
Tak lama setelah itu aku pulang dengan kepala menggeleng-geleng. Dunia memang selebar daun kelor, baru saja aku pergi jauh eh... sudah ketemu lagi yang aku temui di daerah sebrang sana, di dekat rumahku lagi. Laju motor tidak begitu cepat dan kini aku sudah berada di rumah. Ibu membukakan pintu dengan wajah ngantuknya, Cuma jeweran kecil pada telingaku. Ayah sedang nonton TV, eh bukan tapi ditonton TV. Ibu kemudian melanjutkan tidurnya dan aku masuk ke kamarku.
Hari berlalu dengan cepat karen tidak ada pekerjaan atau kegiatan yang dapat aku lakukan kecuali main ke tempat wongso serta ketemu beberapa sahabat geng koplak. Bercanda dan bergurau, untuk melupakan sejenak kegelisahan hatiku mengenai Ayahku yang tidak ada kemajuan informasi sampai saat ini. Wongso pun sering bertemu dengan pak wan, tapi dari penuturan pak wan pun juga tidak ada informasi tambahan kecuali sering melihat Ayah dan Om Nico pergi ke perumahan SAE. Paling main sama tante war.
"Anton juga tidak informasi wong" ucapku
"Iya, sama saja, semua kelihatan berjalan datar" ucap wongso
"Kalau kata Anton, kita hanya bisa menunggu Ar" ucap Aris
Ya seperti itulah hari-hariku, yang penuh dengan ke-monotonan. Bu Dian? Aku sebenarnya tidak mau membahasnya. Beberapa kali aku melakukan komunikasi dengannya tapi hanya sebatas tanya jawab mengenai TA, PKL dan mbak Diah (pacarku). Itu terjadi ketika malam senin, sehari sebelum aku PKL, aku mendapat telepon dari Bu Dian.
"Halo, selamat malam bu"
"Selamat malam juga Ar, bagaimana kabarmu?"
"Baik, Ibu bagaimana?"
"Baik, juga"
"Ada apa ya Bu?"
"Tidak ada, Cuma mau mengingatkan saja besok PKL, kamu PKL-nya yang seirus ya, supaya nilai kamu bagus"
"Iya bu, pasti saya usahakan dan terima kasih untuk motivasinya Bu"
"Sama-sama, sekarang kamu istirahat ya agar besok kamu bisa lebih fit lagi"
"Iya bu, terima kasih, Ibu juga ya"
"Iya, met bobo"
"eh... met istirahat bu"
"Hmm..." tuuuuut
"Bobo? Memangnya aku pacarnya apa? Met bobo, iiih... kaya anak kecil saja. Tapi seneng juga ya he he he."bathinku
Sebelum aku tidur, seperti biasa, kelabilanku sebagai kawula muda muncul yaitu membuka status BBM dan melihat DP teman-temanku. Dan yang paling menyita perhatianku adalah Bu Dian.
"REMEMBER WHAT YOU PROMISE"
Huft... lagi-lagi masalah ketemuan ini pastinya. Bodoh ah! Aku kemudian tidak menjadi labil, aku tarik selimutku dan segera aku terlelap dalam tidurku. Centung... suara BBM masuk.
Minggu ini adalah minggu pertamaku PKL. Aku mulai diperkenalkan menenai analisa-analisa yang dilakukan di laboratorium. Mulai analisa sederhana sampai dengan analisa-analisa menggunakan alat-alat canggih yang tidak aku temukan di laboratorium kampusku. Kira-kira empat hari setelah aku PKL aku menemukan keganjalan pada analisa kadar larutan yang digunakan untuk mencuci ayuran. Setelah aku telusuri, aku menemukan adanya kesalahan dalam penghitungan konsentrasi larutan yang digunakan untuk analisa bahan yang seharusnya menggunakan perhitungan Normalitas tetapi menggunakan perhitungan Molaritas. Memang pada prosedurnya dituliskan Normalitas tapi rumus yang digunakan adalah rumus molaritas, jadi kelihatan kesalahan yang terjadi. Ketika aku tanyakan kepada mbak ela, dia juga tidak begitu tahu mengenai itu. Ternyata mbak ela bukan merupakan lulusan dengan jurusan yang sesuai dengan jobdes di laboratorium. Dia adalah lulusan dari jurusan yang mengotak-atik bagian tubuh, hewan dan tumbuhan, sedangankan dua adik kelasku SMP ini kerjanya cuma main "tendang" saja.
"Mbak bukannya penghitungan konsentrasi ini harus dikalikan valensi?" ucapku
"Waduh dek, aku itu ndak pernah tahu yang penting kerjakan sesuai dengan SOP-nya saja ndak usah di ambil pusing dek, dah ada yang tanggung jawab"
"tapi kalau mau protes sama mbak echa saja" ucap mbak ela
"iya mas, garek mancal wae mas, penting di gaji saben wulan he he he (tinggal lakukan saja mas, yang penting di gaji setiap bulannya)" ucap Yanto
"iya mas, dibuat santai saja, kan dah ada yang nanggung" ucap encus
"Waduh... kok gitu, kan konsentrasi yang dihasilkan akan lebih besar dan akan berdampak pada produk?" ucapku
"Aku sebenarnya bukan jurusannya, tapi mungkin kamu benar dek, karena selama ini ada kita selalu dapat komplain mengenai kandungan larutan pembersih sayuran yang terlalu berlebihan"
"Ada baiknya kamu menghadap sama mbak echa" ucapnya
"ndak papa mbak?" ucapku
"ndak papa dek, lha wong mbak echa itu jurusannya sama denganku, aku kan adik tingkatnya dulu. dengan adanya kamu, mungkin bisa membuat sedikit perubahan, mbak echa itu pusing terus mikirin kandungan larutannya karena selalu berlebih terus" ucapnya
"lha ini dah berjalan berapa lama mbak?" ucapku
"Baru lima kali ekspor kalau sayuran bekunya, kalau yang lain dah lama, itukan produk baru kita"
"Setelah kita memulai ekspor ternyata dari pihak penerima komplain karena setelah di analisis kadar larutan pembersihnya yang masih menempel terlalu besar, walau sebenarnya tidak begitu masalah karena sayuran itu ketika mau dimakan harus dimasak dulu"
"Dah ke Mbak Echa saja, aku dukung dari belakang" ucap mbak ela
"Aku bantu mas" ucap yanto
"dengan doa he he he" ucap encus
"Sama saja itu, ya sudah aku tak coba ke mbak echa" ucapku. Kemudian aku melangka menuju ke ruang mbak echa.
Tok tok tok tok...
"Masuk" ucap mbak echa
"Mbak ini aku ini ada sedikit kesalahan yang mungkin bisa diperbaiki kalau saja boleh" ucapku
"Iya, yang mana ya?" ucap mbak echa
Aku kemudian menjelaskan mengenai Standard of procedure dari penghitungan konsentrasi larutan pembersih sayuran. Dimana disitu dituliskan normalitas namun pelaksanaan pada lapangan rumus yang digunakan adalah rumus molaritas. Mbak echa kemudian memintaku untuk membuktikan kebenarannya. Aku pun mulai menjelaskan prosedur penentuan konsentrasi dari awal larutan pekat datang hingga pengencerannya. Aku mencoba menjelaskan seperti yang aku dapatkan di kampusku. Mbak echa bisa menerimanya, tapi tetap saja belum bisa di aplikasikan pada hari itu juga. Butuh percobaan (trial and error) agar terbukti benar apa yang aku katakan.
"Oke Ar, aku terima masukanmu"
"Sekarang tugas kamu adalah membuat prosedur baru tentang penentuan konsentrasi larutan tersebut, yang nantinya akan kita gunakan untuk pencucian larutan. Aku akan bilang ke bagian produksi untuk menghentikan sementara proses, aku tunggu paling lambat senin ya Ar" ucap mbak Echa
"Okay mbak, aku siap membantu"
"Kalau begitu aku kembali ke lab dulu mbak" ucapku
"Iya, silahkan"
"Oia Ar, terima kasih ya, beruntung kita dapat mahasiswa PKL yang cerdas dan pemberani seperti kamu" ucap mbak echa
"Ah, ndak juga mbak he he he"
Setelah kejadian itu aku semakin dekat dengan mbak echa walau hanya sekedar bertegur sapa. Peringainya pun kata adik-adikku ini semakin berubah sejak ada aku, selama beberapa hari ini. Aku yang mendapat tugas dari mbak echa tidak menyia-nyiakannya, segera setelah aku pulang aku membuka-buka lagi buku kuliahku. Kucoba membuat sebuah prosedur analisa yang akan aku sampaikan di tempat PKL-ku. Ya, mungkin saja dengan prestasiku selama PKL, aku bisa langsung diterima di perusahaan tanpa tes. He he he ngarepdotcom.
Hingga pada hari sabtu, sebelum berangkat PKL. Ibu mengatakan kepadaku kalau Ibu akan menginap dirumah Kakek dan Nenek. Sedangkan Ayah, entah kemana yang penting alasan yang diungkapkan adalah DINAS. Biasa alasan yang paling mentereng sejagad koplak. Sabtu, aku jalani dengan semangat karena hari ini aku bekerja hanya setengah hari saja ditambah lagi Ibu dan Ayah sedang pergi. Jadi dalam bayanganku aku bisa nongkrong bareng wongso dan beberapa geng koplak.
Tepat jam 12:30, pekerjaan telah selesai. Mbak Echa tidak berada di kantornya karena mbak echa adalah manager jadi dia bekerja hanya 5 hari aktif selama satu minggu. Hanya aku, yanto, encus dan mbak ela. Ketika hendak pulang terlihat awan petang menyelimuti daerah kawasan industri ini. tak lama setelah itu, langit menangis tersedu-sedu. Yanto, encus dan mbak ela bisa langsung pulang karena mereka membawa jas hujan. Aku hanya bisa menunggu diruang resepsionis yang disitu ada sofa empuk untuk menunggu tangisan langit reda. Lama aku menunggu satu persatu dari mereka menghilang menuju rumah mereka, karyawan-karyawan perusahaan pun juga semakin sepi. Tinggal aku saja di druang tunggu tersebut, pak satpam yang awal mulanya menemani pun kembali ke pos. Tak sadart aku tertidur hingga sore hari.
Tepat pukul 16:30 aku terbangun, kulihat awan masih gelap namun tangisan sang langit sudah mereda, mungkin sudah dapat permen kali langitnya. Segera aku ambil motorku dan langsung pulang tak lupa aku pamit ke pak satpam yang baik hati tersebut. Ku pacu cepat laju REVIA melewati gang-gang kecil, atau lebih kerennya jalan alternatif. Jalan alternatif ini memang ramai dilewati oleh para karyawan kawasan industri, namun sekarang tampak sepi. Jalan alternatif ini hanya terbuat dari bebatuan kecil dan tanah, membuatku menjalankan motorku perlahan-lahan.
Awan petang semakin petang, dihadapanku terdapat pertigaan jalan yang dimana kalau kita berbelok kekiri adalah gang buntu. Gang buntu ini biasa digunakan para kawula muda untuk berpacaran sedangkan kalau berbelok ke kanan adalah jalan pulang. Ketika tepat di pertigaan itu aku mendengar suara teriakan seorang wanita.
"TOLOOOOOOONG!" teriak wanita tersebut. Aku menghentikan laju motorku dan segera aku arahkan motorku menuju teriakan.
"WOI! LEPASKAN DIA" teriakku, sambil turun dari motor dan melepaskan helm yang masih ditangan kiriku. Kulihat seorang perempuan berkerudung yang kepalanya tertutup oleh helm. Perempuan itu sedang dipegangi oleh dua orang laki-laki.
"SIALAN! NDAK USAH IKUT CAMPUR KAMU!" ucap salah seorang dari mereka
"MAU MATI KAMU?!" ucap seorag lagi
"LHA PO KOWE SING NENTOKE URIPE WONG SU! (Lha apa kamu yang menentukan hidupnya seseorang njing!)" ucapku
Salaha seorang dari mereka maju mencoba menghantamku, aku menghindarinya dan segera aku melancarkan tinju tepat pada wajahnya. Ku ayunkan heml di tangan kiriku tepat dikepalanya. Laki-laki tersebut jatuh ke samping kananku dan segera aku injakan kepalaku di kepalanya. Beberapa kali injakan pada kepalanya membuat dia meminta ampun. Tiba-tiba salah seorang lagi maju dan menendangku aku jatuh tersungkur ke belakang. Laki-laki melompat hendak menginjakku, aku segera menghindar dengan berguling. Ku raih sebuah batu lumayan besar, pas segenggaman tanganku dan segera aku berdiri. Ketika posisi tubuh berbalik, laki-laki tersebut mengayunkan tangannya ke arahku dan aku menghindarinya dengan merunduk. Secepat kilat aku hantamkan batu tersebut ke kepalanya. Langsung orang tersebut jatuh tak sadarkan diri.
"Ampun mas ampun" ucap laki-laki pertama yang melawanku
"Sudah sana pergi!" bentakku. Orang tersesbut langsung membopong temannya dan berjalan menjauhiku
"Awas kamu kalau ketemu lagi!' teriak orang itu
"Cari saja, namaku Arya, Arya Mahesa Wicaksono!" teriakku
"Heh, Arya?! Geng Koplak!" ucap laki-laki tersebut yang jaraknya sudah agak jauh dariku
"Ampun mas ampun ndak jadi mas" ucap laki-laki tersebut dan lari terbirit-birit. Segera aku menoleh ke arah belakangku dan ku dekati perempuan tersebut
"Mbak ndak kenapa-napa?" ucapku
"hiks hiks hiks Aryaaaaaa aku takuuuuuur beneran takuuuuut hiks hiks hiks" ucap tangisnya sembari memelukku
"eh eh eh mbak, mbak ini siapa, ditanya kok malah..." ucapku
"Ndak ingat sama aku hiks hiks hiks" ucap perempuan tersebut sambil membuka kaca helm hitamnya
"Mbak Erlin?!" ucapku
"untung ada kamu, coba kalau ndak ada kamu, sudah diperkosa sama mereka hiks hiks hiks" ucapnya
"Ya ndak papa yang penting dibiarin hidup mbak he he he" candaku
"kamu itu tega bnaget hiks hiks hiks" ucap mbak erlina
"Ya kan bercanda mbak, ya sudah cepet pulang" ucapku
"Anterin, kamu dibelakangku pokoknya!" paksanya
"Yaelah, penakut amat! Iya dech, tapi cepet ya aku dah laper mau cari makan he he he" ucapku
"Ntar aku bikini makan, pokoknya anter aku sampai kos" ucapnya
"iya, iya" ucapku
Akupun mengantar mbak erlina ke kosnya. Aku membuntutinya dari belakang layaknya body guard. Entah mimpi apa aku ini sampai bisa ketemu dengan mbak erlina. Sesampainya di kos, langit kemblai menangis seakan-akan tahu akan kesendirianku yang membutuhkan teman malam minggu.
"Kamu pulang nanti saja, atau nginep saja ndak papa" ucap mbak erlina
"Weiii??? Ntar di grebek sama bu kos" ucapku
"Ntar aku yang ngomong sama bu kos, lagian hujan kaya gini lama redanya, dah kamu masuk ke kamar kosku, aku tak menemui Ibu kos dulu"ucapnya. Aku kemudian masuk ke dalam kamar mbak erlina. Kamar kos yang luas dengan ukuran 4 x 5 meter dan lumayan mewah dengan kamar mandi dalam, ada TV LED-nya lagi. Selang beberapa saat Mbak erlin kemudian masuk ke dalam kamar.
"Kalau nanti reda kamu pulang ndak papa, kalau masih hujan nginep saja, tadi aku dah bilang sama bu Kos kalau kamu sepupuku, jadi nyantai saja"
"Aku tak mandi dulu" ucapnya
"Yeee asal ngeloyor saja, aku ntar pulang saja reda ndak reda, yang penting pinjami aku jas huja" ucapku
"Ndak makan dulu? Aku kan dah janji sama kamu" ucapnya
"Iya makan dulu dong, enak saja di pending" ucapku
"Iya dech aku buatin nasi goreng ya?" ucapnya. Sambil keluar dari kamar kosnya. Aku menunggu di dalam sambil rebahan di atas karpet bergambar hello kitty. Selang beberapa saat mbak Erlina masuk dengan membawa sepiring nasi goreng ukuran jumbo beserta teh hangat. Aku segera melahapnya dan mbak erlin kemudian mulai melepas kerudungnya. Dan Waaaah cantik juga mbak erlin ternyata dan seksi tentunya. Kini mbak erlin hanya mengenakan kaos lengan panjang agak ketak dan Rok panjang berumbainya
"Apa lihat-lihat?" ucapnya
"Iya iya ndak lihat" ucap aku kembali berkonsentrasi pada makananku
"Untung ada kamu, tadi tuh salah seorang dari mereka minta tolong diantarkan, aku pun mengiyakan eh ternyata ada seorang lagi menunggu di tengah jalan dan tiba-tiba laki-laki yang aku boncengin itu mengalungkan pisau dileherku, aku takut, aku diem saja. Seorang lagi membonceng dibelakang, terus aku disuruh ke gang tad itu ternyata mereka mau merampas motorku tapi seorang lagi mau memperkosa aku iiiiih takut untung ada kamu ar" ucapnya
"Siapa?"ucapku
"Kamu, Arya Mahesa Wicaksono" ucapnya
"Yang tanya maksudnya?" ucapku
"Ih sebel! Kamu itu ndak tahu persaanku tadi apa?" ucapnya
"Lagian mbak apa ndak lihat aku lagi makan?" ucapku
"iiihh kamu itu ya!"
"tapi bagaimana ya kalau tadi memang benar ndak ada kamu? Iiiiih serem"ucapnya
"paling mbak ketagihan"
"kenyaaang glek glek glek glek"ucapku
"Iya kalau diperkosa kamu" ucapnya judes
"Dasar cowok nyebelin! Dah ah aku mau mandi" ucapnya
"Emang aku nyebelin mbak he he he"
"Jangan mandi dulu mbak, aku kasihan mainan apa gitu biar ndak bosen nunggu mbak" ucapku
"Tuh mainan laptop, tapi awas jangan buka-buka file pribadiku, mainan game saja atau internetan" ucapnya kemudian masuk ke dalam kamar mandi
"Ngapain juga buka-buka file pribadi kamu, paling isinya cerita galau ha ha ha" teriakku
"DASAR NYEBELIN!" teriak mbak erlina dari dalam kamar mandi
Aku kemudan fokus pada laptopnya. Kunyalakan laptopnya dan kulihat beberapa game yag sangat membosankan. Kualihkan aktifitasku untung berselancar di dunia maya. Kucari artikel-artikel yang berkaitan dengan tugas dari mbak echa. Ku download puluhan artikel lalu dengan kabel data yabg selalu aku bawa kemana-mana. Aku pindahkan file tersebut ke sematponku. Karena jumalhnya yang lumayan banyak aku kemudian iseng membuka file-file milik mbak erlina. Mau bagaimana lagi paling juga kena marah, lagian cewek mandi lama banget. Kalau cowok mandinya lama mungkin ada aktifitas persabunan. Ku buka folder-folder gambar milik mbak erlina, mungkin saja ada gambar cowoknya. Penasaran juga sich lebih ganteng atau lebih jelek dari aku ya.
Ketika aku membuka folder gambar pada laptopnya. Kulihat deretan file gambar dengan tampilan thumbnail berjejer. Aku sekrol ke bawah, dan kulihat foto yang sudah tidak asing lagi. Foto seorag lelaki yang berdiri di samping mbak erlina ketika wisuda, juga ada beberapa foto tamasya dan foto keluarga bersama laki-laki tersebut. Ku klik, agar gambar itu telrihat lebih besar, dan itu adalah Kaiman Supraja atau KS.
"Maaf Ar, Aku sudah bilang sama kamu untuk tidak membuka file-file pribadiku" ucap mbak erlina tiba-tiba sudah berada di belakangku yang tak aku dengar suaranya ketika keluar dari kamar mandi.
"Eh..." ucapku terkjeut, terhenti dan tubuhku tak bisa bergerak. Kurasakan tangan kanan mbak erlina memgang sebuah cutter yang bagian tajam berada di depan leherku.
0 komentar: