WILD LOVE????​ #14

Di dalam sebuah kamar kos berukuran 4x5 meter ini aku sedang terdiam di depan laptop milik teman perempuanku. Tubuhku kaku dan tak bisa bergerak. Sebuah cutter menyilang di leherku yang dipegang oleh teman perempuanku ini. sebuah kesalahan telah aku perbuat karena membuka folder pribadinya. Entah mengapa setelah aku membuka folder pribadinya dia begitu marah.

“Maaf Ar, Aku sudah bilang sama kamu untuk tidak membuka file-file pribadiku” ucap mbak erlina tiba-tiba sudah berada di belakangku yang tak aku dengar suaranya ketika keluar dari kamar mandi.

“Eh...” ucapku terkjeut, terhenti dan tubuhku tak bisa bergerak. Kurasakan tangan kanan mbak erlina memgang sebuah cutter yang bagian tajam berada di depan leherku. 

“Mbak, ada apa ini? ergh...” ucapku terhenti karena bagian tajam cutter itu semakin menekan ke leherku

“Maaf Ar, sebenarnya aku tidak tega karena kamu telah menolongku tapi dengan tindakanmu kali ini aku tidak bisa membiarkan hidup karena bisa membahayakan keberadaanku” ucapnya

“Sebentar-sebentar mbak, aku tidak tahu maksud dari perkataan mbak” ucapku sedikit memundurkan leherku, namun seketika itu pula cutter itu ikut mendekati leherku kembali

“Kamu pasti tahu kan siapa lelaki di foto itu?” ucapnya, aku hanya bisa mengangguk, bahkan untuk menelan ludah saja aku merasakan takut

“Kamu sudah tahu segalanya Ar, kamu harus mati hari ini, maafkan aku” ucapnya

“Kalau mati, aduh aku belum siap, aku baru merokok separo batang dunhill dan sisanya aku masukan ke dalam bungkusnya lagi, sayang sekali... Ibu?! ” bathinku

“Mbak...” ucapku sambil menarik kebelakang leherku hingga bagian belakang kepalaku menyentuh bahu kanan mbak erlina

“Aku punya satu permintaan terakhir” lanjutku yang seketika itu aku teringat Ibuku

“Baiklah... Aku kabulkan permintaan terakhirmu tapi tetap diam disini” ucapnya

“Iya mbak, tolong jaga Ibuku, sampaikan padanya jika aku menyayanginya, aku tidak ingin Ayahku menyakitinya. Dan tolong sampaikan kepada sahabat-sahabatku mereka biasa kumpul di warung milik seorang sahabatku bernama wongso di jalan kencang, nama warungnya warung MUREK (Murah Enak). Katakan Aku sangat menyayangi mereka dan salam koplak, hanya itu saja.” ucapku. Suasana menjadi hening sesaat tak ada kata-kata dari mbak erlina keluar dari mulutnya, nampaknya dia sedang memikirkan sesuatu. 

“Kenapa kamu sangat peduli dengan Ibumu, sahabatmu, Ayahmu saja tidak pernah peduli dengan orang lain” ucapnya tiba-tiba

“Aku bukan Ayahku, aku sangat menyayangi Ibuku dan sahabat-sahabatku” ucapku

“Cuuih... jangan berlagak kamu, mana ada anak pembunuh bisa mengatakan sayang” ucapnya

“Pembunuh?...”

“He he he... Mbak, sekarang aku tahu kamu pasti punya hubungan dengan KS, iya kan?” ucapku, tak ada jawaban dari mbak erlina, Dia hanya diam

“Entah apa hubunganmu dengan KS, tapi yang jelas jika kamu mengatakan Ayahku seorang pembunuh kamu pasti tahu sesuatu tentang Ayahku dan aku tidak tahu mengapa kamu bisa tahu jika aku adalah anak dari Ayahku”

“Dan yang jelas, aku bukan Ayahku sekalipun aku anaknya” ucapku

“Sebelum kamu benar-benar membunuhku maukah kau berjanji menyampaikan permintaanku tadi dan jika bisa bawa Ibuku pergi sejauh-jauhnya dari Ayahku” lanjutku

“Aku tidak peduli dengan Ibumu maupun sahabtmu” ucap mbak erlina

“Eh...” aku terkejut dengan perkataannya

“Mungkin aku akan bertemu dengan Ibu di kehidupan kedua” bathinku ketika mendengar kata-kata mbak erlina

“hessssssssh ssssssssh sssssssssssh....” kudengar desah nafas mbak erlina

“aku tahu kamu, ketika aku mencari sematpon milik KS, aku melihatmu menemukannya di kolam ikan tersebut walau tubuhmu tertutup dengan pakaian dan helm. Aku terus membuntutimu dan mencari tahu siapa kamu. Hingga akhirnya aku membuntutimu sampai di kampus dan aku bisa melihatmu secara keseluruhan dan mendapatkan identitasmu” ucapnya

“siapa?” ucapku

“Ya jelas aku yang mencari tahu tentang kamu siapa lagi?!” ucapnya sedikit membentak

“yang tanya?” ucapku dengan santai

“Kamu mau mati saja nyebelin banget ya!” ucapnya

“Segera bunuh aku, tak usah kamu menceritakan detail mengenai kegiatan ddetektif kamu itu. Percuma aku tahu karena setelahnya aku mati. Dan satu hal lagi jika kamu memang tidak peduli dengan Ibuku tolong setelah kamu membunuhnya, kuburkan aku dekat dengan Ibuku dan tentang sahabatku tak perlu kamu menemuinya” ucaku santai

“Segera bunuh aku, agar kamu tidak kehabisan tenaga hanya untuk menjelaskan sesuatu hal yang tidak penting bagiku” lanjutku. Sejenak kemudian mbak erlina mengendorkan tangannya yang memegang cutter. Dengan santai aku mengambil rokok dari saku celanaku.

“Kamu mau apa?” ucap mbak erlina kembali mengalungkan cutter itu kembali

“tenang mbak aku tidak akan melawan, aku hanya mau menghabiskan rokokku tadi, sayang masih separo mbak, biar aku tidak mati penasaran sama rokok” ucapku. Kuhisap separo batang dunhill mild sisa tadi pagi hingga habis, walau masih ada beberapa batang panjang di bungkus rokokku.

“sudah mbak aku sudah siap!” ucapku sambil memajamkan mataku

“kamu ini hiks hiks hiks”

“KENAPA KAMU PEDULI DENGAN ORANG LAIN? KENAPA KAMU PEDULI DENGAN IBUMU?SAHABATMU? KAMU ITU MAU MATI TAPI LAGAKMU ITU! Hiks hiks hiks” ucap mbak erlina tiba-tiba melepaskan cutter dan memukul punggungku

“Aku peduli karena Ibuku mengajariku kasih sayang, cinta dan kepedulian terhadap orang lain, aku peduli dengan sahabatku karena mereka megajariku tentang indahnya perbedaan. Dan aku tenang karena aku tahu kamu akan menguburkan jasadku berdekatan dengan Ibuku” ucapku santai sambil mengambil sebatang dunhill dann kusulut lagi. Kurasakan kedua tangan mbak erlina mngepal dan dijatuhkannya dipungguku. Kepala mbak erlina pun rebah di punggungku. Hanya tangisan yang aku dengar dari mbak erlina yang berada di belakangku

“mbak...” ucapku

“APA! Hiks hiks hiks” jawabnya membentak di iringi tangisan

“Jadi bunuh aku tidak?” ucapku

“Bodoh! Dasar orang nyebelin kamu!” ucapnya membentakku

“Yah, ndak jadi mati...” ucapku kemudian membalikan tubuhku kebelakang dan hegh... mbak erlina langsung memelukku. Wanita berambut panjang yang selama ini selalu tertutup oleh kerudungnya, wajahnya cantik dan putih bersih. Tampak dia mengenakan kaos merah lengan pendek yang ketat memperlihatkan tonjolan payudaranya dan celana training putih

“Aku benci kamu! Hiks hiks hiks” ucapnya sambil terisak

“Yaelah, tadi mau membunuh sekarang malah mengungkapkan perasaan, ini bukan termehek-mehek mbak” ucapku santai

PLAK PLAK PLAK PLAK PLAK... tamparan di pipi kanan dan kiriku berkali-kali aku dapatkan. Seperti adonan martabak yang dibanting berkali-kali di meja adonan

“DASAR NYEBELIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIN!” teriaknya di depan wajahku sambil menjauhkan tubuhnya dan duduk dihadapanku. 

“Sssssssh hhaaaaaaahhhh....” kepulan asap rokok

“Jujur mbak aku tahu lelaki di foto itu, lelaki itu adalah Kaiman Supraja. Lelaki yang dibunuh di perumahan SAE. Aku memang menemukan sematpon di kolam ikan. Awalnya aku tidak tahu mengenai sematpon itu tapi setelahnya aku tahu itu milik siapa”

“Ayahku terlibat dalam pembunuhan itu dan aku bermaksud mengakhiri karirnya tapi tidak dengan serta merta membunuhnya, karena itu terlalu mudah bagiku. Aku ingin dia menderita seperti Ayah dan Ibunya yang dia terlantarkan, seperti penjaga Losmen yang diperalatnya. Aku bisa melakukannya dengan sangat mudah namun jika hanya dia yang aku hancurkan, orang-orang disekelilingnya pasti masih berkeliaran. Aku ingin mereka semua ikut menderita” jelasku dengan asap rokok yang semakin pekat di kamar ini. Mbak Erlina kemudian berdiri dan membuka jendela kamarnya dan duduk di pinggir jendela.

“Kenapa malah kesitu, ntar kesusahan bunuh aku lho mbak?” ucapku dengan santai

“Asap rokok kamu itu, ndak sehat!” ucapnya sedikit membentak dengan sedikit masih tersengal

“Ndak jadi bunuh aku mbak” ucapku

“Kenapa kamu yakin aku tidak akan membunuhmu?” ucapnya

“Sekalipun mbak mampu tapi hati mbak terlalu lemah” ucapku

“Sok tahu!” ucapnya

Suasana menjadi hening sesaat. Kepulan asap dunhill semakin menghilang keluar dari jendela yang dibuka oleh mbak erlina. Aku hanya duduk dan memandangnya, butiran air mata mulai mengering di pipinya. Pandanganya jauh keluar jendela walau sebenarnya pemandangannya hanya taman di depan kosnya. Tampak sekali matanya mencoba mengulang sebuah rekaman memori yang indah. Kumatikan dunhill di piring nasi gorengku dan kini aku hanya berdiam diri di kamar itu.

“Aku adalah anak KS, Kaiman Supraja” ucapnya membuatku sedikit terkejut karena dugaanku pertama, mbak erlina adlaah wanita simpanan KS

“Aku anak dari istri pertamanya, yang sudah meninggal 15 tahun yang lalu. Ayahku kemudian menikah lagi dan mempunyai anak dari istri keduanya. Sekalipun Ayah menikah lagi, kasih sayangnya terhadapaku tidak pernah luntur, Ibu tiriku pun sangat menyayangiku. Setelah Ayah menikah lagi aku tinggal bersama kakek dan nenekku” Jelasnya. Kemudian dia memandangku dan mellihatku tajam

“Apakah aku bisa mempercayaimu jika kamu memang ingin menyingkirkan Ayahmu?” ucapnya

“Aku tidak tahu mbak, yang jelas semua itu tergantung mbak erlina, mau percaya atau tidak” ucapku

Sesaat hening kembali bercanda di sekelilingi kami berdua. Tatapan matanya sangat tajam bak busur panah yang siap menghujamku kapan saja. Ditutupnya jendela itu dan kemudian dudu disebelahku. Kepalanya bersandar di bahu kiriku.

“Ayahmu....”

“Bajingan...” ucapnya

“Aku tahu mbak” jawabku

“Dia memperalat Ayahku sebagai kurir untuk menyerahkan uang hasil korupsinya kepada geng-nya. Ketika keuangan instansinya diaudit, dia meng-kambing hitam-kan adik Ayahku. Ayahku tidak terima dan mau membocorkan kebusukan mereka namun dia dibunuh dengan cara yang keji. Aku tahu itu d dari berita di TV ketika aku berada di rumah kakekku” ucapnya

“Bagaimana mbak tahu jika KS atau Ayah mbak diperalat? Dan bagaimana mbak tahu jika Ayah mbak adalah seorang kurir?” ucapku

“Ketika itu Ayahku dijebak, Ayahku diajak oleh Bajingan itu berpesta hingga dia mabuk berat. Entah apa yang terjadi, di dalam ruang pesta itu tiba-tiba saja Ayahku dituduh telah membunuh rekan kerja si bajingan itu. Ada sebuah video yang ditunjukan kepada Ayahku bahwa dialah yang membunuh rekan kerjanya, namun video itu tampak janggal karena hanya merekam ketika Ayahku memegang pisau yang sudah tertancap di tubuh rekan kerja si bajingan itu. Mayat dibuang kesungai dan tidak ada satupun yang tahu keberadaanya sampai sekarang, bahkan keluarga korban saja tidak tahu dengan siapa korban bertemu”

“Bajingan itu hiks hiks mengancam Ayahku, jika tidak menuruti kemauannya dia akan dilaporkan. Dan kejadian itu terjadi ketika aku masih SMP” jelas mbak erlina yang membuat aku tercekat

“Masalah kurir itu?” tanyaku

“Pernah suatu malam setelah Ayahku menjemputku, aku diajaknya ke sebuah tempat di gedung tua disana sudah menunggu beberapa orang, kelihatanya mereka adalah pejabat penting. Aku bersembunyi di jok belakang, ketika Ayahku menyerahkan uang itu aku merekamnya dari dalam mobil tapi tidak jelas siapa mereka” ucapnya membalikan badan kearahnya dan memgang kedua bahunya

“Mana Videonya mbak, tunjukan kepadaku, aku harus tahu siapa mereka semua” ucapku. Dengan sedikit tersenyum di dekatinya laptopnya, kemudian diubahnysettingan hidden folder menjadi dapat terlihat.

“Ini, lihatlah...” ucapnya. Aku kemudian mengklik video tersebut

------
Kresek... kresekkk... sssh....heh heh heh heh...

“Akhirnya datang juga makan malam kita” ucap seseorang dengan suara yang samar-samar. Tak jelas bentuk dan rupanya karena Suasana dalam gedung tua itu gelap hanya cahaya mobil yang menjadi penerang

“Ini Pak” ucap seseorang yang membelakangi kamera video, suaranya pun juga tidak begitu jelas namun sangat kecil volumenya namun bisa dengar

“Bagus, bagus” ucap seseorang tadi

“Woi tukang, ada makan malam ni, kita bisa pesta” ucap seseorang yang memanggil nama tukang dengan suara khasnya

“Wah wah... asyik juga ya, Woi aspal dihitung dulu berapa isinya?” ucap seseorang yang dipanggil dengan nama tukang dengan suara khasnya. View video yang selalu bergoyang dan terhalang membuat suara kresek-kresek. Selang beberapa saat setelahnya.

“Pas nih, nggak nyangka Si Kebo dan si Gareng itu jago juga” ucap seseorang yang dipanggil dengan nama aspal

“Bilang sama Bos kamu, kita akan pesta dua minggu lagi dan katakan pada mereka, tendernya akan kita kasihkan ke “benderanya”, dan jangan lupa, jangan sekali-kali kamu bertindak bodoh atau kamu tahu sendiri akibatnya he he he” ucap seseorang yang dipanggil Aspal

“Ayo pal, kita pergi” ucap seorang yang di panggil tukang. Selang beberapa saat kemudian, dua mobil itu pergi dan kamera bergerak-gerak denga sendirinya.

“Ayah, kenapa Ayah tidak melaporkannya saja atau Ayah bisa pergi sejauh mungkin dari sini?” ucap seorang perempuan yang tidak lain adalah mbak erlina. Tak ada gambar di video itu hanya hitam dan hitam alias BF (Black Film)

“Ayah, tidak bisa apa-apa nak, jika Ayah pergi atau membocorkan ini semua, bagaimana nasib Ibumu? Bagaimana nasib adik-adikmu? Kakekmu dan nenekmu?” ucap laki-laki tersebut

“Tapi Ayah...” ucap mbak erlina

“Sudahlah nak, mereka sudah tahu mengenai semua keluarga kita, Kakek, nenek, Pak Dhe, Om, Ibu, Adik-adikmu. Mereka bisa dibunuh jika Ayah membocorkan rahasia mereka. Kamu, kamu sebaiknya setelah lulus pergi dari tempat ini, mereka tidak tahu siapa kamu” ucap lelaki tersebut. Sssssstttt.... prttt... pet

----

“Kemana? Kemana si Buku, kenapa tidak ada di video itu? Di email om nico ada kata-kata si buku” bathinku. Aku mengrenyitkan dahiku, memegang kepalaku dengan tangan kananku. Kucoba klik video satunya lagi tentang rekan kerja Ayahku (Mahesa) yang dibuat seolah-olah dibunuh oleh KS, memang terlihat sangat janggal.

“Ar...” ucap pelan mbak erlina mengagetkan aku

“Eh... i... iya mbak” ucapku

“Ada apa dengan kamu?” ucapnya

“tidak mbak, hanya saja seharusnya mereka lima orang tetapi kenapa dalam video itu hanya ada dua orang, seharusnya masih ada satu orang lagi mbak” ucapku

“Aku tidak tahu Ar” ucapnya hanya merunduk dan meneteskan air mata

“Aku masih beruntung Ar, karena ayah tidak mencantumkan aku sebagai anak di identitasnya apalagi di kartu keluarganya karena setelah Ibu meninggal, namaku digantinya semua mengenai aku dihapuskan dari informasi mengenai Ayahku. Aku dibuatkan identitas baru dan KK baru sebagai anak Yatim Piatu, karena Ayah takut jika suatu hari nanti terjadi sesuatu yang membahayakan paling tidak aku masih bisa selamat. Bajingan-bajingan itu tidak pernah tahu mengenai Aku dan hanya tahu tentang Ibuku yang dibuat oleh Ayah seolah-olah Ibuku tidak bisa memberikan anak kepadanya”

“Sejak.. hufthh... Om di fitnah melakukan korpusi dan masuk penjara, dan Ayah di ancam dibunuh hiks hiks hiks Ayah mengungsikan semua keluarga Ayah ke luar pulau semua dan aku menolaknya hiks hiks hiks. KAMU TAHU AR?! AYAH... AYAH... DIBUNUH LAYAKNYA ANJING! Hiks hiks hiks” jelasnya dengan isak tangis, di benamkannya wajahnya ke dadaku dan kupeluk kepalanya dengan lembut

“Ba... Bagaimana mbak bisa tahu?” ucapku pelan

“Jasad Ayah hiks hiks di hiks hiks dimasukan di rumah sakit tempat aku bekerja.slurrrpp aaahhhh. Lebih dari 21 tusukan pada tubuhnya, tembakan pada kaki kanannya, dan luka gores pada kepalanya seperti luka terseret hiks hiks hiks aku hanya mampu menangis dikamar mandi RS ketika melihatnya,hiks hiks karena aku takut jika ada yang mengetahui identitasku” ucapnya pelan dengan posisi masih dalam pelukanku

“AKU BENCI MEREKA AR, BENCI BENCI MEREKA JAHAT Huaaaa hiks hiks hiks hiks” teriaknya menangis sejadi-jadinya sambil memandangku

“BUNUH MEREKA AR...”

“BUNUH MEREKA hiks hiks hiks” teriaknya dengan kepalan tanganya memukul-mukul dadaku. Aku kemudian berusaha menenangkannya dengan memegang kedua tangannya

“tenang mbak tenanglah...” ucapku mencoba menenangkannya

“hiks hiks hiks berjanjiiah kepadaku bahwa kamu akan membuat mereka menderita”

“BERJANJILAH PADAKU AR....”

“Aku mohon hiks hiks hiks...” ucapnya disertai isak tangis

“Aku janji mbak... aku pasti membuat mereka menderita...” ucapku dengan tatapan mata yang tajam kearahnya. Lebih tajam dari elang yang siap menyambar mangsa yang sedang berlari dibawahnya. Lebih tajam dari tatapan harimau yang siap menerkam mangsanya.

“terima kasih ar, aku sangat berharap kepadamu hiks hiks hiks...” ucapnya. Tanganya kemudian melemah, aku pun melemahkan peganganku. Diusapnya air matanya dengan kedua tangannya

“Mbak, aku memang tidak bisa berjanji dalam waktu dekat namun aku pastikan mereka akan menderita” ucapku serius kemudian tersenyum kepadanya

“Jangan menangis lagi, Pak Kaiman pasti sedih jika tahu mbak menangisinya. Beliau telah berusaha sebaik mungkin untuk menjaga keluarga mbak” tenangku kepada mbak erlina

“Aku kelihatan cengeng ya Ar hiks hiks hiks...” ucapnya

“Wajar itu mbak, ketika kita tahu orang yang kita sayangi pergi dengan cara tidak wajar. Namun, aku berharap mbak bisa diajak berkerja sama, dan aku akan berusaha membalaskan perlakuan yang telah dilakukan bajingan itu terhadap keluarga mbak” tenangku

“terima kasih... Ar...”

“Aku sangat mempercayaimu” ucapnya dengan senyuman

“Mbak bisa mempercaiyai...kummm....” ucapku terhenti. Tiba-tiba kecupan bibirnya jatuh di bibirkku

“mmmm... mbak sudah.... mmmm... aku sudah pernah mmm bilang mmmhhhh kan... no love” ucapku dengan mulut tersumbat mencoba menghindari ciumannya yang terus memburu bibirku

“This is no love, but this gift for your promise”

“Karena aku yakin kamu pasti menepati janjimu” ucapnya yang kemudian menubrukku hingga ku jatuh terlentang 

“Mbak... mmm... tidak ... mmm.... perlu... seperti ihnih... mmm...”ucapku 

“Ambilah Ar, aku memohon...” ucapnya dengan tatapan yang sendu

“Mbak, sudahlah kita tidak perlu... erghhh.....” ucapku terhenti mataku terpejam tidak bisa menolak kenikmatan ini. aku tak berdaya manakala ujung-ujung jari mbak erlina mengelus selangkanganku walau masih terbungkus celana jeans. Terasa sangat nikmat, aku sudah tidak bisa berpikir jernih lagi. Tak ada kucing yang tidak mau ikan goreng.

“Ar...” bisik pelan mbak erlina

“Erghhh...” desahanku dan kubuka mataku. Tak lagi ada Arya yang bisa mengontrol logikanya. Kuraih kepalanya dan kudaratkan ciuman pada bibirnya

“Hesh hesh maaf mbak, aku tidak bisa menahannya lagi” ucapku dengan nafas layaknya harimau yang berlari memburu mangsanya

“ehemmm...” senyumnya kepadaku

Segera aku membalikan tubuhku, kini aku berada di atasnya dengan bibirku yang sudah menempel pada bibirnya. Kedua tangannya meranngkul leherku, menekan erat leherku. Ciuman kami beradu, saling menjilat, saling mengecup, saling menyedot. Kuarahkan ciumanku ke pipinya dan turun ke lehernya.

“ahhhh... Aryaaaahhhh.... ehmmmmm” desah lembutnya

Darahku semakin ternakar, ciumanku kemudian semakin turun ke susunya yang masih terbungkus oleh pakaiannya. Kedua tanganku meremas kedua susunya. Ciuman-ciuman aku daratkan di kedua susunya. Kedua tangan mbak erlina memeluk kepalaku dengan erat, kulirik wajahnya tampak kedua matanya terpejam menikmati perlakuan yang aku berikan. Tangan kananku kemudian turun kebawah, kuselipkan dibalk bajunya dan merayap ke atas menuju gunung indah yang lebih indah dari Mount Everest. Remasan-remasan kecil pada susu kanannya membuat desahan mbak erlina semakin menjadi-jadi. Segera aku singkap kaosnya ke atas dan tersembulah sebuah gunung kembar nan indah. Segera aku tarik kaosnya hingga terlepas. Payudaranya tidak terlalu besar dan tidak terlalu kecil, sangat pas dan masih sekal. Payudara yang dihiasi dengan puting kecil ditengah-tengahnya. Kecil? Kenapa kecil kok berbeda dengan punya yang sebelum-sebelumnya aku mainkan? Bodoh Ah!

“Arghhh... Arya... emhhh....” desahnya yang hanya mampu memanggil namaku. 

Matanya masih terpejam, kuciumi sekitar puting susu kirinyanya dengan tangan kananku membelai lembut susu kanannya. Ciuman memutar mendekati puting susunya dan hap, kulumat habis dan ku jilati puting susunya dengan pnuh nafus. Tangan kananku pun memainkan puting susu kanan mbak erlina.

“Ergh... Ar, kamu sudah pernah yah... emmmhhh” desahnya pelan

“Slurp slurp... iya mbak slurp slurp...” jawabku

“Ar, dikasur saja punggungku sakit” ucapnya kemudian aku bangkit dan memandang wajahnya. Mbak erlina kemudian menciumku, tanpa dikomando aku membopongnya dan aku dudukan di pinggir kasur dengan ranjang berkaki pendek. Ciumanku saling beradu dengannya, tangan kanan mbak erlina membelai lembut selangkanganku yang masih terbungkus oleh celana jeansku. Dengan kedua tangannya, mbak erlina membuka celana jeans beserta celana dalamku.Toeeeenng...

“Aku bebas... hmmmm ssssshhhhhh aaaaaahhh.... baunya sangat berbeda kakak” ucap dedek arya

Di kocoknya lembut dedek arya dengan tangan kanannya. Tak ada komentar apapun tentang dedek arya dari mbak erlina, aneh memang beberapa perempuan yang bermain denganku selalu memberikan komentarnya tentang dedek arya. Kususupkan tangan kiriku kedalam celanan training mbak erlina hingga menyentuh bagian kewanitaannya.

“Ahhh... pelan ar... slurpp....” desahnya mulutnya yang kemudian tersumpal kembali oleh mulutku

Dengan segera aku menarik celana trainingnya hingga terlepas, kini mbak erlina telanjang tanpa sehelai benang. Kumainkan jariku di klitorisnya, kadang aku kocok pelan jari-jariku di vagina mbak erlina. 

“Argghhh... Ar... pelan Ar... emmmmhhh... aishhhh ashhhh aahhhh....” desahnya melepaskan ciumanku dengan kedua tanganya berpegang pada kedua bahuku

“Enak mbak...” ucapku

“He’....em.... Ar erghhhhhh.....” desah mbak erlina

Kumasukan jariku lebih kedalam lagi tampak becek dan sempit. Tapi baru masuk pada kedalaman sekian centimeter, mbak erlina menahan tanganku.

“Masukan Ar, aku sudah tidak tahan lagi...” ucapnya dengan wajah sayu-nya. Tanpa berkata-kata aku kemudian merebahkan tubuh telanjang mbak erlina di kasurnya. Sejenak aku pandangi tubuh indah berbelut kulit yang putih kekuningan ini. wajahnya Ayu nan eksotis, payudaranya tampak sangat kencangn dan menjulang tinggi keatas dengan hiasan puting kecilnya. Segera aku posisikan tubuhku ditengah-tengah selangkangan mbak erlina

“Mbak yakin?” ucapku, dia hanya menjawab dengan anggukanku

“Maaf ya mbak, aku benar-benar sudah tidak tahan” ucapku. Segera aku arahkan dedek arya ke dalam vaginanya

“Arghhhh... PELAAAAN AR... SAKIIIIITTT.... hiks hiks” desah tangisnya, aku sedikit heran kenapa mbak erlina kesakitan, mungkin ukuranku terlalu besar baginya. Aku berhenti sejenak dan kemudian aku coba dorong lagi.

“Arghhh... Aryaaaaa... pelaaaaaaan... sakiiiit sekali hiks hiks hiks” ucapnya mengiba. aku tak tega melihatnya kemudian menarik mundur dedek arya dari vaginanya. Namun kedua tangan mbak erlina meraih tubuhku untuk tidak menghentikan tindakanku

“Mbak...” ucapku

“Sudah, tekan tapi pelan-pelan saja Ar...” ucapnya dengan kening mengrenyit dan raut wajah kesakitan

Aku tekan perlahan, kepala mbak erlina mendongak keatas menahan sakit. Kupeluk tubuhnya dan kucium leher jenjangnya itu. Dengan perlahan aku tekan lagi, namun ada sesuatu yang menghalangi pergerakan ujung dedek arya. Setiap aku mencoba menekannya, mbak erlina mengaduh keras, sangat keras membuat tubuhnya terangkat namun tetap aku tahan dengan pelukanku. Aku tidak habis pikir kenapa mbak erlina sangat kesakitan, sudah kepalang tanggung aku bangkit dan aku bertumpu pada kedua tanganku. Ku hentakan sangat keras untuk menerobos penghalang itu. Dan...

“Arghhhhh.... Sakiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiit hiks hiks hiks hiks” teriak mbak erlina denga tubuh melengking keatas bertumpu pada kedua siku tangannya. Spontan, aku langsung memeluknya, kuraih kepalanya dengan tangan kananku dan ku cium bibirnya.

“Sakit banget ar... hiks hiks hiks” ucapnya terisak

“Kita hentikan saja mbak, mbak kelihatan kesakitan “ ucapku

“Pelan-pelan saja Ar... hiks hiks” ucapnya

Ku maju mundurkan pinggulku perlahan, rintihan sakit dari mbak erlina semakin menjadi-jadi. Namun selang beberapa lama, setiap gerakan pinggulku membuatnya merasakan kenikmatan. Mulutnya membentuk huruf O dan kedua tangannya memegag kedua lenganku. Vaginanya terasa sangat menjepit dedek arya, setiap gesekan dengan dinding vaginanya sangat terasa sekali.

“Erhmmm... terus ar, aku sudah bisa menikmatinya owhhh.... lebih keras sedikit ar...”

“Lebih dalam lagi Ar, arghhh... asssshhhh... penismu menyentuh rahimku...” desahnya lembut

“Iya mbak...” ucapku

Aku menaikan tempo goyangan pinggulku secara perlahan. Semakin lama semakin cepat goyangan pinggulku. Tampak kenikmatan mulai didapatkannya, tubuhnya bergoyang ke kanan dan ke kiri. Kepalanya menggeleng-geleng, wajahnya tampak sekali kepuasan. Suasana redup dalam kamar membuatku semakin cepat menggoyang pinggulku. Semakin cepat aku menggoyang semakin sensitif dedek arya. Benar-benar perasaan yanng berbeda dari sebelum-sebelumnya. Vaginanya walau sangat becek tetap bisa mencengkram dedek arya.

“Ar... aku mau pipis.. ergghhhh....”

“Terus ar... erghhhh erghhhh erghhhh....” ucapnya

“Aku juga mbak, vagina mbak sangat nikmat, sempit sekalihhh owhhhhhhhh...” desahku

Aku semakin cepar menggoyang pinggulku, kurasakan spermaku sudah berada di ujung dedek arya. Payudara mbak erlina nampak bergoyang tapi tidak seperti payudara sebelum-sebelumnya yang dapat bergoyang naik turun. Payudaranya bergoyang namun tetap tegak menjulang. 

“mba, aku hamupir keluar... “

“Aku keluar mbak, arghhhhhhhhhhhhhhhhhhhhh” teriakku

“Aku juga Aryaaaaaaaaaaaaa..... aku pipissssss.....” teriaknya

Croot croot croot croot croot croot croot croot croot croot croot

Tubuhnya melengking keatas, dan langsung aku tangkap dengan pelukanku. Cairan hangat mengalir di batang dedek arya. Kupelu tubuhnya dan aku ciumi seluruh wajahnya. Matanya terpejam menikmati sensasi yang baru saja dia nikmati.

“Ash ash ash ash ash....” desah nafas mbak erlina

“emmmm.....” desahku yang membenamkan wajahku di susunya

Setelah nafasnya teratur aku kemudian mengankat kepalaku dan kudaratkan ciuman di bibirnya. Dibalasnya ciumanku dengan sambutan hangat. Kami berpelukan dan berciuman sangat lama. Hingga akhirnya dia merasa lelah dan tertidur. Aku posisikan tubuhku di sampingnya dan kupeluk tubuhnya. Ku ambil selimut yang masih terlipat dibawah kakiku dan kututupi tubuhku dan tubuhnya. Jujur saja aku ingin menambah lagi tapi dengan melihatnya sangat kelelahan aku tak tega. Akhirnya aku ikut tertidur disampingnya. Plup... dedek arya keluar dari sarang barunya.

Malam sekitar pukul 02.00 aku terbangun dari tidurku. Aku kemudian duduk disamping mbak erlina yang masih terlelap dalam kelelahannya. Kupandangi wajahnya dan kukecup keningnya. Aku kemudian bangkit dan mengenakan celana jeansku dan kaosku, ku ambil minuman teh sisa dari makan nasi gorengku tadi. Aku kemudian keluar dari kamar dan duduk bersama sematponku, kusulut dunhil mild. Centung... BBM. Mbak erlina.

Kleeek... mbak erlina mengeluarkan kepalanya tampak hanya mengenakan kaos ketat tanpa bra.

“Masuk saja, ngrokok didalam, jendelanya dibuka...” ucap mbak erlina

“Disini saja mbak lebih rileks” jawabku

“MA... SUK...” ucapnya dengan wajah garangnya. Aku kemudian masuk kututp pintu, kulihat mbak erlina berjalan dihadapanku dengan sedikit kesulitan melangkah. Dilepaskannya selimut yang menutupi bagian bawahnya. Ahhh... ternyata dia tidak mengenakan apa-apa.

“Kalau ngrokoknya sudah, tidur sama aku lagi, aku ingin dipeluk” ucapnya

“Yah mbak, sebentar lah, ini rokoknya kan sayang...” ucapku sambil membuka jendela

“iya... iya.. erghhh....” ucapnya sambil kesakitan ketika hendak duduk.

“Ada apa mbak?” ucapku

“sakit tahu!” ucapnya dengan wajah meringis

“Eh...” aku terkejut

“Kenapa sakit? Ada apa dengan vagina mbak erlina? Apakah ukuranku terlalu besar untuk vaginanya?”bathinku

“Sakit kenapa mbak?” ucapku

“Heh! Sini... lihat!” ucap mbak erlina sambil menujuk pada sprei berwarna putihnya. Aku bangkit dan menuju ke arah mbak erlina

“kok ada darah mbak?” ucapku polos

“pura-pura bodoh lagi” ucapnya

“beneran aku ndak tahu mbak” ucapku

“Duduk sini” ucapnya, aku kemudian duduk disampingnya dan di merebahkan kepalanya di dadaku

“kamu pernah melakukannya?” ucap mbak erlina

“pernah” ucapku

“sama siapa?” ucapnya

“ya ada deh” ucapku

“pernah lihat seperti itu erghhh... aduh...” ucapnya ketika mencoba menyilangkan kakinya

“ndak pernah mbak” ucapku. Kemudian mbak erlina bangkit dan memandangku

“memangnya kamu mainnya sama siapa sich Ar?” ucapnya

“ada pokoknya, mbak” ucapku

“jujur sama mbak, kamu pasti main sama cewek-cewek yang sudah pernah begituan kan?” ucapnya dan aku hanya mengangguk

“pantes...” ucapnya sambil merebahkan kepalanya lagi

“pantes kenapa mbak?” ucapku polos

“Pantes kamu ndak pernah lihat darah!” ucapnya

“Kan kalau gituan ndak perlu ada darah mbak, di film-film juga ndak ada mbak” ucapku

“Ya jelas di film ndak ada, apalagi cewek yang main sama kamu sebelumnya”

“karena mereka sudah ndak perawan lagi aryaaaaa” ucapnya

“Eh... perawan?” ucapku

“itu darah perawan, kamu itu nyebelin banget, udah ngambil perawanku masih pura-pura bodoh lagi, iiiiiiiiiiiiih...” ucapnya sambil membetet hidungku. Dia kemudian berbaring lagi.

“Lepas baju sama celanamu kalau mau tidur” lanjutnya. Kulepas pakaianku, seperti kerbau yang dicocok hidungnya aku menuruti kemauannya. Aku tidur disampingnya dan kupeluk tubuhnya, kedua tangannya dan juga tubuhnya tenggelam dalam dekapanku

“jika seorang wanita belum pernah melakukan hubungan seks, pasti akan keluar darah ar. Contohnya aku” ucapnya dengan mata terpejam

“berarti mbak masih perawan dan aku yang memerawani mbak” ucapku

“iya arya sayanng, itu hadiah buat kamu, jangan kecewakan aku ar...”

“tepati janjimu padaku...” lanjutnya. Aku tak mampu menjawab pernyataannya, aku hanya memeluknya

“Ah benar-benar gila, pengalaman pertamaku dengan yang tidak perawan ada dan pengalamanku dengan yang perawan ada. Sungguh berbeda” bathinku

“mbak...” ucapku

“Hmm...” jawabnya

“Boleh lagi ndak?” ucapku

“Ndak, besok lagi, masih sakit tahu!” ucapnya sambil menggigit kulit dadaku

“bobo..” lanjutnya

“iya mbak he he he” balasku. Mau bagaimana lagi, jujur saja sensasinya sangat berbeda ketika dengan mbak erlina. Aku peluk tubuhnya yang hangat itu dan aku ikut terlelap dalam gelapnya malam.

Pagi menjelang tak kudapati mbak erlina di sampingku. Ketika aku duduk pintu kamar mandi terbuka, munculah sesosok perempuan cantik berbalut handuk. Dia berjalan ke arahku dan mengecup keningku.

“mandi sana” ucapnya. Aku kemudian beranjak dari tempat tidur, kuambil pakianku dan segera mandi. Setelahnya aku keluar nampak mbak elrina sedang mengeringkan rambutnya dengan pengering rambut dan masih berbalut. Aku duduk di jendela yang aku buka sambil menyulut dunhill mild. Dengan santai mbak erlina membuka lilitan handuknya dan berganti dihadapanku, sungguh tubuh yang sangat istimewa.

“mbak, mbok ganti di dalam kamar mandi napa?” ucapku

“Kenapa? Kamu sudah llihat kenapa aku harus menutupinya lagi” ucapnya

“Oh iya ya he he he...”

“Mbak, apa benar-benar sangat sakit tadi malam? Aku minta maaf mbak, seandainya aku tahu mbak masih perawan mungkin aku masih bisa mengontrol diriku” ucapku

“Seandainya aku mengatakannya kepadamu, kamu pasti tidak akan mau melakukannya” ucap mbak erlina santai yang masih mengenakan BH, celana dalam kemudian kaos lengan panjangnya.

“Maaf mbak...” ucapku

“Kamu itu aneh ya, laki-laki paling aneh, banyak cowok yang mencari perawan, kamu dapet malah menyesal” ucapnya sambil mengenakan celana pensilnya

“bukannya menyesal mbak, tapi aku tidak enak jika pacar kamu mengetahuinya” ucapku

“Ar...” ucapnya

“Iya...” balasku

“selama kamu belum menuntaskan janjimu, kamu adalah milikku dan kamu setiap minggu harus ke kosku tanpa terkecuali” ucapnya sambil mengenakan kerudung putihnya dengan model masa kini

“tapi mbak kita kan...” ucapku

“iya aku tahu, No Love, tapi sebelum kamu melunasi hutangmu aku tidak akan melepaskanmu. Dan jika kamu lari dariku, kamu akan menemukan jasadku dan akan kutuliskan namamu di sekiar jasadku. Agar kamu menjadi tersangka dan mendekam di penjara” ucapnya

“Haduuuuuh...” ucapku pelan sambil memandangnya dengan senyum

“Dapet perawan tapi resikonya lebih gede ternyata” ucapku

“Ya begitulah... hi hi hi dan aku tidak main-main dengan hal itu” 

“Lagian semalam kamu mau nambahkan? Apa ndak penasaran?”ucapnya

“Penasaran.. penasaran mbak, tapi brrrr menakutkan...” ucapku. dia kemudian duduk di bawahku dan menyandarkan kepalanya di kakiku

“Makanya kamu jangan bohong dan harus menepati janjimu, aku sangat bergantung padamu” ucapnya

“Mbak...” ucapku

“hm...” balasnya

“Believe me... and thank you for your guft... i’ll keep my promise” ucapku

“I Believe in you” ucapnya


Aku berada dikosnya hingga makan siang, kini aku benar-benar merasakan kehadiran seorang yang lan. Entah pacar atau kekasih, sekalipun aku bersama Ibuku namun dengan mbak erlina sangat berbeda. Seakan-akan ini pertama kalinya aku memiliki pacar, dia melayaniku dengan sangat riang. Menyiapkan aku makan, minum, kadang memijit-mijit pundakku. Kebersamaanku dengan mbak erlina akhirnya berakhir pada pukul 14:00, aku pulang kerumah dan tidak kudapati Ibu ataupun Ayah. Aku telepon Ibu, katanya Kakek dan nenek masih membutuhkannya di rumah karena pembantu dirumah kakek dan nenek sedang ada keperluan keluarga. ku telepon Wongso.

“Woi cat... dapa?” 
“Aku dapat informasi baru”

Aku kemudian menceritakan mengenai mbak erlina. Wongso hanya mengiyakan setiap penjelasanku.

“Minggu depan ke warung cat, nanti aku hubungi anton”
“Ya, oke, oh ya, nanti aku telepon anton” 

“Oke”
Selang beberapa saat aku kemudian menelpon anton mengenai perihal mbak erlina. Anton mengiyakan untuk bertemu. Dia menyarankan untuk mengajak mbak erlia juga dalam pertemuan itu, agar IN dapat memberikan perlindungan kepadanya. Aku mengiyakan namun dengan syarat, hanya anton yang mengetahui mengenai mbak erlina tanpa memberitahukan kepada pimpinannya. Karena semakin banyak yang tahu akan semakin berbahaya. Anton mengiyakan dan siap menyamarkan nama mbak erlina dalam laporannya.

Keesokan harinya aku PKL seperti biasa, aku menghadap ke mbak echa untuk memberikan standar analisa yang lebih baku ketimbang yang digunakan oleh perusahaan. Dengan sangat gembira mbak echa menerimanya bahkan mbak echa langsung menawariku pekerjaan di perusahaannya jika lulus nanti. Aku sangat bersyukur karena sudah ada satu pandangan dimana aku akan bekerja nanti. Di dalam laboratorium aku juga dapat beradaptasi dengan baik, ide dan saranku diterima dengan baik pula oleh Yanto, Encus dan juga mbak ela. 

Seminggu berlalu Ibu masih di rumah Kakek dan Ayah entah kemana, di hari sabtu ini aku ke kos mbak erlina. Tepat pukul 13:00 aku sampai dikos mbak erlina. Kusampaikan niatku kepada mbak erlina, beberapa saat mbak erlina berpikir. Di awal memang dia tampak sedikit ragu namun akhirnya dia mau untuk bertemu dengan sahabat-sahabatku. Namun kemudian dia mau.

“Emm... Ar...” ucapnya yang masih mengenakan kerudung putihnya

“Iya mbak” ucapku

“Ndak nambah lagi? Hi hi hi” ucapnya

“hadeeeeh... ntar kelamaan mbak, ndak usah saja, pokoknya mbak bisa percaya sama aku” ucapku

“Tapi... kan aku sudah janji sama kamiu ar” 

“Beneran ndak mau Ar? Ya sudah aku tak siap-siap saja...”ucapnya sambil bangkit dan berjalan membelakangiku menuju ke tempat tidurnya. Dia kemudian mengambil sematponnya yang berada di kasur dengan posisi berlutut kemudian menungging. Seagian tubuhnya berada di tempat tidurnya. Sebuah pemandangan yang tak pernah aku lihat, wanita berkerudung menggodaku dan kini posisinya juga sangat menggodaku. Entah kenapa akal sehatku selalu hilang ketika bersama mbak erlina, apa mungkin karena dia memiliki penampilan yang berbeda dengan yang lain? Aku bangki tan segera berlutut di belakang pantatnya yang masih terbungkus dengan rok panjangnya yang berumbai

“Mbak...” ucapku. Dia hanya menoleh ke belakang tanpa mengubah posisinya, lalu tersenyum kepadaku. Aku singkap rok panjangnya hingga pinggangnya, terlihat celana dalam tipis dan berpenampilan hamir seperti G-String. Segera aku lorotkan celana dalamnya hingga setengah pahanya

“Katanya ndak mau ahhhhhh.....” ucapnya tercekat, karena ulahku yang langsung tanpa aba-aba menjilati setiap nanometer vaginanya. Lidahku bermain-main di klitorisnya, membuat mbak erlin bergelinjang nikmat. 

“Arya... pelan erghhhh... aduh itu itilku kamu apakan ufthhhh enak ar....sssshhh” desahnya

Kujilati vagina bagian bawah dekat dengan anusnya, dan Jari kananku bermain hingga ke dalam vaginanya. Kutekuk jariku dan aku kocok dengan perlahan. Dengan tempo sesingkat-singkatnya aku percepat kocokannku menyentuh bagian atas dinding vaginanya. Kocokanku semakin cepat, kulihat kedua tangannya terbuka lebar mencengkram sprei tempat tidurnya.

“erghhh... ariiiya... essttthhhhh.... ehmmmm.... aku mau pipis...”

“”Arya... oufthhh... aryaa.... aryaaaaaaaaaaaaaaemmmmmmhhh.....” racaunya

Tubuhnya menggelinjang berkali-kali, kurasakan cairan hangat keluar dari vaginanya. Segera aku lepaskan celana jeansku dan toeeeeng... dedek arya bangki, siap masuk! Setelah tubuhnya terdiam aku lesakan dedek arya ke dalam vaginanya. Sangat basah namun sensasi kesempitan dari vaginanya tetap sama seperti ketika keperawanannya hilang di batang dedek arya. Kumasukan perlahan hingga terbenam semua dedek arya di dalam vaginanya, kudiamkan sejenak.

“Pelaaan ar.... masih terasahhh sakithhh oufthhhh....” 

“Kalau mau keluar, nanti di keluarkan penis kamu itu essh esh esh” ucapnya kepadaku

“Terserah mbak erlin” ucapku yang kemudian perlahan menggoyang pinggulku. Dengan tempo dan irama yang pas, aku kemudian mempercepat goyangan pinggulku. Aku peluk tubuhnya dan kuremas dua buah payudaranya yang masih terbungkus itu dengan kedua tanganku.

“Owghh... ar... rasanya nikmat sekali owhhh... terus ar... aku suka erghhhh permainanmu...” racaunya

“Aku juga sukahhh has has has vaginamu mbak sempit oufth....” balasku

Aku kemudian memgang pinggulnya dan Goyangan pinggulku semakin cepat membuat mbak erlina hanya bisa mendesah. Tubuhnya setengah berbalik ke belakang dengan tangan kanannya sedikit menahan pundakku.

“Enak mbak erghhh... erghhh erghhh...” ucappku

“He’em...mmmhhh... mhhh...” jawabnya. 

Aku semakin cepat menggoyang pinggulku. Gesekan dinding vaginanya yang masih sempit itu membuat kulit dedek arya semakin sensitif. Mbak erlina mulai bergerak tidak kaaruan. Tubuhnya tiba-tiba melengking dan menggelinjang berkali-kali. kurasakan otot-otot vaginanya mencengkram erat dedek arya. Aku diam sejenak, kemudian aku lanjutkan lagi menggoyang tanpa komando dari mbak erlin. Kugoyang pinggulku semakin cepat.

“Mbak, aku mau keluar...” ucapku

“Cabut ar... cabuthhh erghhh....” ucapnya. Aku kemudian menuruti perkataan mbak erlin, kucabut batang dedek arya dan bergerak sedikit kebelakang. Dengan gerak cepat mbak erlin merubah posisinya berbalik dan langsung melahap batang dedek arya dan mengulumnya. Disedot-sedotnya sangat kuat batang dedek arya.

“Mbak aku keluaaaaaarrrr....” ucapku

Crooot Crooot Crooot Crooot Crooot Crooot Crooot 

Sperma keluar di mulut mbak erlina, ketika baru beberapa crootan. Mbak erlina melepaskan kulumannya sehingga spermaku muncrat di wajah mbak erlina. Sebuah pemandangan yang memberikan sensasi tersendiri bagiku.

“Banyak banget Ar has has hash...” ucapnya. Dilapnya spermaku dan dengan ujung kerudungnya lalu dia tersenyum kepadaku

“mbak, enak banget, yakin mbak...” ucapku

“hi hi hi... enakkan? Hi hi hi” ucapnya sembari berjalan ke kamar mandi dan kudengar suara gemercik air menandakan dia mandi. Selang beberapa saat dia menyuruhku mandi juga.

Setelah kami berdua bersih, aku sedikit mengobrol dengan mbak erlin. Aku menanyakan kepadanya mengenai perihal kulumannya yang seakan-akan sudah menjadi kebiasaannya. Jika dia baru pertama kali melakukannya biasanya akan terasa sakit. Dia hanya menjawab, dia sudah sering melakukannya dengan pacarnya yang berada di luar kota. Paling tidak setiap satu bulan sekali selama 3 hari pacarnya akan menginap dikosnya dan mbak erlin memberikan servis kuluman kepadanya. Perihal keperawanannya aku disuruhnya untu tenang,karena dia mengaku pada pacarnya kalau keperawanannya sudah hilang akibat kecelakaan jatuh dari sepeda motor. Konyol memang tapi mau bagaimana lagi, mbak erlin yang dengan suka rela memberikannya kepadaku.

Ku telepon Anton untuk menemuiku di warung wongso dan dia mengiyakannya. Pertemuan di warung wongso pukul 16:00. Segera aku berangkat dengan mbak erlin ke warung wongso tanpa memberitahukan ke wongso. Selama perjalanan sematponku bergetar terus-terusan dengan nada sambung panggilan, namun aku acuhkan. Setibanya aku disana aku melihat wongso sedang menata motor yang parkir di warungnya, dia tampak kaget dengan kehadiran bersama mbak erlina. Bahasa tubuhnya menyuruhku untuk segera pergi dari warungnya, namun aku cuek saja.

“Kaya orang gila saja kamu itu Wong?” ucapku sambil turun dari motorku bersama mbak erlina

“Kamu pergi sekarang, ada...” ucapnya terpotong

“Hai Ar...” sapa seorang wanita yang keluar dari warung dan berjalan menuju kearahku. Bu Dian, mengenakan celana pensil hitam dengan kaos lengan panjang longgar berwanya putih

“Aduuuh...” ucap wongso sambil kedua tangan berpinggang dan kepalanya menggeleng-geleng

“Lho Ibu kok disini?” ucapku

“Siapa Ar?” ucap mbak erlin

“Aku teman baiknya sekaligus Dosen Arya”

“Kamu sendiri?” ucap Bu Dian sambil mengulurkan tangannya ke Mbak Erlin

“Erlina,...”

“Temannya juga” ucap mbak erlina

Aku kemudian duduk di ujung kursi panjang di depan warung wongso. Bu Dian kemudian duduk di kananku, tiba-tiba mbak erlina mendesakku dan sekarang duduk di kiriku. Wongso hanya duduk di motor pelanggan warungnya. Kuliihatwajah mbak erlina nampak sedikit judes karena Bu Dian yang tiba-tiba duduk di sebelah kananku.

“Kok pada diem?” ucapku

“Tahu tuh, apa ndak tahu kalau kamu dateng sama aku, bisa-bisanya duduk langsung disebelahmu, iiih ndak menghargai aku sama sekali, apa dia ndak tahu siapa aku?” ucap mbak erlina judes

“Owh aku minta maaf er jika terlalu lancang, maaf ya” balas Bu Dian lembut

“iya mbak.. kalau mau duduk disebelah arya ijin aku dulu?” ucap mbak erlina

“Eh... maaf” ucap Bu Dian kemudian membuang muka melihat jalan-jalan yang penuh dengan kendaraan yang berlalu-lalang

“Mbak erlina, sudah mbak, Bu Dian ini Dosenku dan tolong hormati dia”ucapku ke mbak erlina. Sejenak kupandangi wajah lebut Bu Dian yang memandang ke arah jalan

“iiiiiiiiiiiih...” ucapnya mbak erlina sambil melipat kakinya dengan sikunya bertumpu pada pahanya untuk menyangga dagunya

“Weleh.. weleh... Ar... ar... betapa beruntungnya kamu diperebutkan dua wanita cantik” ucap wongso. Aku hanya mengacungkan jari tengahku ke arah wongso.

“Arya, sayang aku pijitin ya kamu kan pastinya capek ya tadi mboncengin aku ya?” ucap mbak erlina yang kemudian memijit-mijit bahu kiriku

“Mbak sudah dong” ucapku sambil mencoba melepaskan pijitan mbak erlina

“Ndak papa, kan kamu capek, wajar kan teman memijit teman.” ucap mbak erlina menyindir Bu Dian. Bersamaan dengan mbak erlina berbicara, sebuah taksi datang dan keluarlah Pak Wan. Bu Dian kemudian bangkit.

“Maaf sudah mengganggu kalian berdua, aku pulang dulu ya”

“Wongso aku pulang dulu” ucap Bu Dian sembari melangkah menuju taksi pak wan

“Iya Bu, hati-hati” ucap wongso. Aku merasa tidak enak dengan sikap mbak erlina terhadap Bu Dian, kemudian mengejarnya

“Pak Antar saya pulang” ucap Bu Dian

“Oh ya mbak” ucap Pak Wan, yang kemudian masuk kedalam taksinya lagi

“Sebentar pak...” ucapku sambil mencegah pintu mobil tertutup

“Bu, tolong maafkan teman saya” ucapku

“Ndak papa Ar, santai saja, lagian aku yang salah sudah mengganggu kalian” ucapnya dengan sambil tersenyum ke arahku

“Jalan pak” ucap Bu Dian

“Duluan mas Arya...” ucap pak wan dan wush taksi berjalan menjauhiku

Perempuan memang sulit untuk dimengerti. Kadang dia cuek bebek, kadang pula mereka meminta untuk diperhatikan. Setiap laki-laki pasti lebih sering salahnya ketibang benernya dihadapan seorang perempuan. Kadang bilangnya tidak ingin diperhatikan, tapi setelah di kabulkan eh malah marah-marah. Bilangnya ndak level, barang sudah dijauhi eh malah mendekat. Bikin bingung saja.

“Karena kamu ndak bisa membohongi persaanmu kakak” ucap dedek arya


“Sialan kamu, siapa yang nyuruh kamu ngomong!” bentak bathinku ke dedek arya
Aku kembali ke arah mbak erlina, dan wongso hanya tertawa cekiki-an. Wajahku lesu karena entah ada sesuatu yang mengganjal di dalam bathinku. Entah kenapa sekarang aku malah merasa sangat bersalah kepada Bu Dian.

“Kamu suka ya sama dosen kamu?” ucap mbak erlina

“ndak mbak, dia sudah bertunangan lagian kenapa juga aku suka sama dosenku sendiri, aku kan bukan levelnya” ucapku

“hi hi hi kamu ndak bisa ngebohongin perasaan kamu sendiri Ar” ucap mbak erlina

“lagian kenapa mbak erlina tadi ngajak perang Bu Dian?” ucapku

“Yeee... iseng saja, karena pandangan matanya ketika melihatmu tampak lain, ya aku tes saja” ucapnya

“Argh mbak itu iiiih...” ucapku gemes

“Sudah tenang saja, No Love, aku Cuma ngetes dia doang kok ndak ada yang lain, kalau dia bener-bener sayang sama kamu pastinya dia akan sangat tersinggung dengan ucapanku dan pastinya dia merasa jengkel karena ndak bisa melakukan sesuatu untuk kamu. Buktinya dia langsung pergi gitu saja, itu tandanya karena dia merasa jengkel pada dirinya sendiri ndak bisa mijitin kamu nempel-nempel kamu hi hi hi” ucpa mbak erlina

“Sok tahu” ucapku

“Bukannya sok tahu ar, hanya saja dia masih menjaga hubungan Dosen-Mahasiswa dengan kamu. Coba saja kalau kamu sudah lulus, bisa lebih nekat dari aku dia itu” ucap mbak erlina

“Iya bener tuh kata mbaknya” ucap asmi tiba-tiba datang dari dalam warung

“setuju ndak mas?” ucap Asmi kepada Wongso

“Aku selalu setuju apapun pendapat kamu sayang” ucap wongso

“Kalian itu erghhhh....” ucapku yang kemudian ditertawakan oleh mereka semua. 

Memang ada benarnya kata mbak erlina, tapi mau bagaimana lagi. Sekalipun aku harus maju ada pak felix disana. Masa bodoh ah!. Aku kemudian memperkenalkan mbak erlina kepada wongso dan asmi, ya maklumlah kelupaan. Selang beberapa saat anton datang, lalu aku,wongso dan anton beserta mbak erlina masuk ke dalam rumah. Asmi tetap berada di warung membantu Ibu wongso. Setelah kami berkumpul di dalam rumah wongso, aku kemudian menjelaskan kepada Anton begitupula mbak erlina. Kuperlihatkan dua video rekaman, yang pertama video rekaman yang menjebak KS sebagai pembunuh rekan kerja Ayahku, yang kedua video rekaman serah terima uang yang direkam oleh mbak erlina. Aku kemudian meminta anton untuk merahasiakan identitas mbak erlina kepada siapapun, Anton pun mengiyakan.

“Hufth... Video ini belum bisa dijadikan barang bukti” ucap anton 

“Kenapa?” ucap wongso

“Kamu bisa lihat, semua di video ketika penyerahan uang tersebut? Semua gambar tampak buram, wwajah mereka tidak bisa kellihatan. Memang kita bisa menebak-nebak siapa saja mereka, namun tanpa adanya bukti kita akan kalah di persidangan. Rekan kerjaku mengatakan kepadaku bahwa pentolannya ada 5 orang. Jika kita berpaku pada video ini, jumlah orang jika kita jumlahkan jumlahnya hanya 4 orang. Ar, sebelum KS atau Ayah mbaknya ini meninggal kami sudah mengorek beberapa informasi dari KS, KS mengatakan bahwa jumlah mereka ada 5. Waktu itu kami mengintrogasinya di dalam kantor, namun untuk keterangan siapa-siapa saja 5 orang itu belum sempar dikatakan oleh KS. Kami memberinya waktu istirahat saat itu dikantor namun KS ijin untuk pulang dan disitulah kami kecolongan Ar. Kami tidak mengawal KS sama sekali, dan terjadilah pembunuhan itu”

“Bisa di bilang, pembunuh KS sudah berada di dalam rumah KS sebelumnya. Menurut penuturan KS pula kami tahu jika Jsemua keluarga KS sudah di ungsikan keluar pulau. Kami juga tidak tahu menahu mengenai mbak erlina adalah anak dari KS. Untuk saat ini kita harus mencari bukti tambahan dan saksi. Apakah mbak mau menjadi saksi suatu saat nanti?” jelas Anton

“Aku mau, tapi tidak untuk sekarang. Aku tidak ingin berakhir seperti Ayahku” ucap mbak erlina

“Oke, aku akan tetap merahasiakan identitas mbak kepada semua orang tak terkecuali tim dan pimpinanku. Ar... Wong... jika kalian mendapatkan informasi tambahan lagi, segera hubungi aku. Kita akan susun rencana setelahnya” ucap Anton

“Siap Ndan!” ucap kami serentak

Perbincangan kami menemui titik akhir, dimana kita harus mengumpulkan bukti lagi. Karena bukti kita masih kurang. Mbak erlina tampak bahagia karena banyak yang membantunya untuk membalas perlakuan Ayahku dan om Nico terhadap Ayahnya. Mbak erlina pun berjanji jika nanti dia mendapatkan bukti lain akan segera di sampaikan kepada kami. Kami akhiri perbincangan kami dengan canda dan gurau bersama hingga larut malam. Segera aku antarkan mbak erlina pulang kekosnya. Tepat di depan kosnya, ku matikan mesin REVIA.

“Hei Ar, berjuanglah, Dosen kamu itu pasti bisa kamu dapatkan” ucap mbak erlina

“Iya... iya.. tapi ndak mbak” ucapku

“kalau kamu menyerah begitu saja, berarti kamu juga menyerah pada janjimu kepadaku”

“Ya sudah cepet pulang sana dah malam” ucap mbak erlina

“Oke mbak” ucapku. Sembari menyalakan mesin motor REVIA.

“Ar...” ucap mbak erlina

“Iya mbak, ada apa?” ucapku menoleh ke arahnya

“Seandainya saja kita bertemu dari awal, dan aku mengenalmu terlebih dahulu. Mungkin aku akan sangat bahagia” ucap mbak erlina

“Hm hm hm... mbak erlinaaaaaaaaaaaa” ucapku yang mengerti maksud perkataanya

“Iya No Love, tapi tolong sayangi aku jangan jadikan aku hanya sebagai wanita sementaramu” ucapnya. Kulepas Helmku dan Kupandangi wajahnya, kuambil sebatang dunhill dan kusulut

“hufthhh...”

“Mbak...” ucapku

“Iya Ar...” balasnya

“Aku sayang mbak sebagai seorang sahabat dan juga sebagai seorang kakak perempuanku. Sebenarnya aku juga tidak ingin melakukan hubungan seperti yang sudah-sudah kita lakukan. Seandainya saja mbak tidak memberiku hadiah pun aku akan tetap membantu mbak” ucapku

“Karena aku merasakan kehilangan juga seperti mbak, kehilangan Kakek dan Nenekku, Orang tua Ayahku yang harus menderita karena ulah Ayahku. Aku ingin menyingkirkannya bukan membunuhnya, karena aku ingin dia juga merasakan apa yang di rasakan oleh kakek dan nenek” lanjutku

“Eh...”

“Ssssshh.... Hmmmmmssshhhhhh...”

“Ternyata Dian lebih beruntung daripada aku, padahal dia juga cocok sebagai kakak perempuanmu” ucapnya

“Maksud mbak” ucapku

“Ya dia beruntung karena dia memiliki seorang lelaki yang mencintainya sebagai seorang wanita bukan seorang kakak perempuannya. Dan orang itu adalah kamu” ucapnya

“Halah mbak itu mengada-ada” ucapku

“Cara mata kamu memandangnya ketika dia keluar dari warung wongso. Cara kamu memperlakukannya ketika dia mau naik taksi. Itu adalah perlakuan seorang lelaki yang mencintainya” jelas mbak erlina

“Dasar peramal ndak lulus ha ha ha” candaku. Tiba-tiba mbak erlina melangkah menuju ke arahku

“Mungkin aku terlambat, namun dengan aku sebagai sahabat dan juga seorang kakak perempuan bagimu memang sedikit membuatku kecewa namun aku tidak bisa memaksakan kehendakku. Kamu ada untuk aku karena Ayahku, dan aku ada untuk kamu karena janjimu. Aku akan menikmati masa-masa sampai kamu menepati janjimu Ar, dan aku akan doakan kamu bisa bersama Dian” ucapnya tepat di depan wajahku dengan tangannya memegang lengan tanganku yang memegang rokok

“Kamu tidak perlu menyesal atas apa yang telah terjadi, karena aku akan menikmati masa-masa itu. Berjanjilah kepadaku bahwa kamu akan menepati janjimu dan lindungilah aku” ucapnya

“Eh... pasti mbak, aku berjanji... mmm” ucapku terhenti karena mulutku tersumbat oleh bibirnya. Hanya sebentar namun cara dia menciumku berbeda dari sebelumnya, aku dapat merasakannya.

“Hati-hati pulangnya ya Arya nyebeliiiiiiiiiin” ucapnya sembari berlari masuk ke kosnya.

“dasar kakakku yang aneh!” teriakku. 

Segera aku nyalakan mesin motorku. Dalam perjalanan pulang aku merenungkan perkataan mbak erlina. Sesampainya dirumah, keadaan masih sepi hanya ada aku sebagai penghuni tunggal rumahku. Kurebahkan tubuhku di kasur kenyamananku. Kuraih sematponku dan ku buka BBM.


“Semua karena kesalahanku”​

Begitulah status Bu Dian

Sebuah pesan singkat masuk ke dalam sematponku, bukan BBM namun Short Message Service. Sebuah perpesanan tua yang sudah jarang digunakan. Bu Dian.

If the moon, embarrassed to shine tonight
and hiding behind the clouds night
I will break the clouds
so that the light accompany your sleep tonight
Goodnight and have a nice dream :)

Aku hanya tersenyum dan tak mampu membalas smsnya. Kupandangi pesan singkat itu hingga lelah mata ini memandang dan terlelap dalam lelahnya malam.



The sun just want to rise
If you wake up from your sleep
Our earth need the sun
Like all those people need your smile
So please, wake up now 
:)
Sebuah sms aku kirimkan ke nomor Bu Dian tepat pukul 04:00. Aku memang sengaja mengirimkannya lebih awal, dengan tujuan membalas sms dari Bu Dian malam tadi. Tujuan yang lalinnya ya sangat jelas karena isi smsku tentang matahari terbit, akan terlihat bodoh jika aku mengirimkannya setelah matahari terbit. Kriiik... kriiik.... kriiik... bunyi ringtone sms. Bu Dian.
From : Bu Dian
Apa benar matahari menungguku untuk bangun?
Apa benar semua orang membutuhkan senyumanku?
To : Bu Dian
He he he...
Kalau asumsi saya benar bu
From : Bu Dian
Apakah semua orang itu termasuk yang mengirimkan sms kepadaku?
(Waduh mati aku...)
To : Bu Dian
Semua orang Bu, dan pastinya saya juga menunggu senyum ramah Bu Dian ketika bimbingan
From : Bu Dian
Jadi hanya pada saat bimbingan ya, okey
Terima kasih
(Aduh koplak jaya aku ini)
To : Bu Dian
Maaf Bu jika Ibu tersinggung dengan sms saya
Kalau menurut saya, setiap ketemu sama semua orang Bu Dian tersenyum
From : Bu Dian
Owh...
Okay and thak you 
:)
To : Bu Dian
You are welcome
Haduuuuh... untung saja. Kenapa juga aku harus membalas sms bu dian coba? Bikin masalah baru saja. Aku kembali rebahan di kasur empukku, menatap langit-langit kamarku. Semua sangat indah jika saja cara Ayah dalam mendapatkan Ibu tidak harus dengan cara kotor. Jika saja Ayah adalah og yang baik dan membahagiakan orang tuanya dan juga keluarganya, mungkin aku tidak akan melangkah sejauh ini. Ibu, tante ima, mbak maya, mbak erlina, arghhh... kenapa aku merasa seperti seorang penjahat. Tapi dari kesemuanya bukan keinginanku, semuanya keinginan mereka, untuk Ibu, mungkin aku sedikit memaksanya namun seharusnya semua bisa dikendalikan jika saja Ayah tidak acuh terhadap ibu, jika saja Ayah tidak membuat hati Ibu mendendam kepadanya. Akankah semua ini berakhir? Kapan waktu itu datang? Mungkin aku hanya bisa berpaku pada sebuah kalimat “JALANIN DULU SAJA”, aku yakin aku bisa mengakhirinya. Dan aku terlelap dalam tidurku sejenak. Tepat pukul 05:00 Aku terbangun dan Segera aku bangkit menuju kamar mandi dilantai bawah. Ketika aku berada di tangga kulihat Ibuku sedang memasak di dapur.

“Lho Ibu kapan datang?” ucapku

“Tadi jam setengah lima sayang, kamu baru bangun ya?” u
cap Ibu

“Iya bu, lha bareng sama dia bu?” ucapku

“Ndak, dia paling pulang nanti malam?” ucap Ibu. Setelah mendapat jawaban tentang keamanan rumah, Aku berjalan mendekati Ibu dan memeluknya dari belakang. Kucium tengkuk leher jenjang itu.

“Sssshhhh... hm
mmm.... ingat hari ini kamu PKL sayang” ucap Ibu

“Ibu kalau pergi suka lama-lama, sudah ndak kangen sama Arya bu?” ucapku

“Bukannya begitu nak, kalau kamu keseringan kan juga ndak baik” ucap Ibu

“Iya... Iya... “

“Oia bu aku mau cerita boleh kan?” ucapk
u

“Cerita apaan?” ucap Ibu

Lalu kuceritakan sebuah cerita tentang mbak erlina dan apa yang aku lakukan dengan mbak erlina. Tentang darah dan tentang semua mengenai KS. Ibu yang di awal memasak kemudian bersandat di dadaku sambil memeluk kedua tanganku ya
ng melingkar di perut langsingnya. Dan juga sedikit certa mengenai mbak maya yang aku temui di kucingan.

“Hmmm... sudah dapat perawan ternyata sekarang, kamu itu jangan suka sembarangan lho nanti kena penyakit hi hi hi” ucap Ibu meledekku

“Iya Ibu...” ja
wabku sambil memeluknya erat dan menyandarkan kepalaku di bahunya

“Untuk maya, Ibu ndak bisa bilang apa-apa, sebaiknya sebisa mungkin kamu menjahinya, itu kalau bisa. Untuk erlina kamu jaga dia, tapi ingat jangan memanfaatkan situasi, awas kamu!”

“Kalau
kamu memanfaatkannya dan Ibu tahu, ndak ada jatah lagi buat kekasih Ibu ini” ucap Ibu mengancamku

“Iya bu, Arya nurut”

“Mbak maya, ndak tahulah bu. Dia juga tiba-tiba saja datang kesini” ucapku

“Yang terpenting kamu jangan suka memanfaatkan kesempatan
dalam kesempitan, Jujur saja Ibu tidak bisa menjagamu diluar sana” ucap Ibu

“Iya Ibu” ucapku

“Ya sudah sana mandi dulu” ucapnya

“Iya aaaaaaaaaaw....” teriakku terkejut karena Ibu meremas dedek arya

“Ini dijaga, jangan suka main sembarangan” ucap Ibu. A
ku hanya tersenyum cengengesan dan kemudian masuk kekamar mandi.

Hari ini aku sangat bahagia karena Ibu berada di rumah. Bukan berarti ada pelampiasan atau apa pun namanya. Yang jelas, keberadaan ibu selalu bisa menyeimbangkan emosiku. Ketika makan pagi bersama Ibu, Ibu menyarankan kepadaku untuk menjaga mbak erlina dengan baik, karena mbak erlina merupakan anak dari KS. Ibu berharap kepadaku agar Ayah dan Om Nico jangan sampai mengetahui tentang keberadaan mbak erlina karena Ibu tidak ingin nasib mbak erlina sama seperti tante wardani ataupun wanita-wanita yang telah menjadi budak mereka berdua. Aku pun mengiyakan apa kata-kata Ibu.

Pagi itu aku berangkat PKL dengan hati sumringah karena keberadaan ibu di rumah. Setelah perjalanan yang cukup menelan waktu menuju tempat PKL, akhirnya aku sampai. Biasalah selalu ada sambutan hangat dari pak satpam dan juga resepsionisnya. Sampailah aku di laboratorium tempat aku ber-PKL. Yanto, Encus dan juga mbak Ela sudah berada disana tampak mereka sedang bersiap-seiap menerima sampel yang akan datang. Kesibukan melanda tim QC laboratorium, bahkan untuk istirahat saja kita harus bergantian karena banyaknya sampel yang datang. Maklumlah hari senin, sampel pasti datangnya banyak sekali yang harus di cek. Hingga giliranku beristirahat, aku dipanggil oleh mbak echa ke ruangannya.

Klek... Aku masuk ke dalam ruangan mbak echa. Deg... Bu Dian?

“Lho Bu Dian?” ucapku. Bu Dian menoleh kearahku dan tersenyum kepadaku

“Duduk dulu Ar” ucap mbak echa, lalu aku duduk disebelah Bu Dian

“Ini Dosen kamu mau monitoring kerja kamu selama PKL” ucap mbak echa.

“monitoring? Aneh juga, Padahal menurut kakak tingkatku, jarang sekali mahasiswa PKL di monitoring oleh DPL-nya” bathinku

“oh iya mbak” ucapku. Sambil tersenyum ke arah mbak echa dan Bu Dian.

“Begini Cha, kehadiran saya kesini untuk melihat hasil PKL Arya selama disini. mungkin ada keluhan atau yang lainnya mengenai Arya?” ucap Bu Dian. Aku hanya bisa tertunduk dihadapan mbak echa dan bu dian. Terlihat mereka berdua saling mengenal satu sama lain.

“Owh... Untuk Arya kami sangat terbantu dengan kehadirannya kok yan. Karena dengan adanya dia beberapa metode analisa kami diperbaiki olehnya, dan banyak juga cewek-cewek yang terpesona dengan dia” ucap mbak echa

“Owh gitu ya cha, jadi leb
banyak TP-Tpnya ketimbang PKLnya cha? kalau sudah kelihatan nakal di jewer saja ya cha” ucap Bu Dian. Aku semakin tertunduk karena keakraban mereka berdua

“Owh tenang saja yan, dia masih terkendali, apalagi dapat dosen seperti kamu kayaknya lebih bisa dik
endalikan” ucap mbak echa sambil melirikku

“Hei Ar, kenapa kamu murung begitu? Heran ya aku kenal sama dosen kamu?” ucap mbak echa, aku hanya mengangguk pelan

“Aku tuh pernah ketemu dosen kamu sewaktu debat mahasiswa. Dan kamu itu harusnya bersyukur kare
na mendapatkan dosen pintar seperti Dian” ucap mbak echa

“bisa saja kamu, Arya malah ndak suka dapet dosen aku cha, waktu itu malah mau ganti dosen” ucap Bu Dian menyudutkan aku

“Itu kan... anu bu... erghhh anu...” ucapku gugup

“Yaelah Ar... ar... dikas
ih dosen pinter, perhatian malah mau ganti, ck ck ck heran aku Ar sama kamu” ucap mbak echa yang semakin menyudutkan aku

Mereka kemudian berbincang-bincang mengenai masa-masa dimana mereka berdebat. Kadang juga mengejekku dan menyudutkan aku yang mau berg
anti dosenlah, yang mau pindah universitaslah, ta seperti itu pokoknya. Percakapan mereka berdua memakan banyak waktu istirahatku dan hanya menyisakan waktu 15 menit untukku beristirahat. Hingga akhirnya aku mengutarakan niatku untuk beristirahat karena aku belum makan sama sekali dan mereka mengiyakan. Mbak echa kemudian memberikan tambahan waktu 15 menit untukku beristirahat. Aku kemudian mohon undur diri dari mereka berdua dan segera menuju kantin perusahaan ini.

“Kamu kalau makan ndak usah cepat-cepat Ar, aku sudah bilang sama echa untuk memberi kamu kelonggaran waktu lagi karena harus ada yang aku sampaikan kepada kamu mengenai PKL kamu” ucap Bu Dian tiba-tiba duduk didepanku dengan membawa segelas minuman hangat

“Eh... terima kasih bu” ucapku sekena
nya. Aku memandangnya sebentar kemudian menunduk sambil menyantap makanku

“Gimana? Enak PKL disini?” ucap Bu Dian

“Enak Bu” ucapku, masih tetap menunduk dan sedikit memasukan makanan kemulutku

“Banyak cewek cantiknya ya Ar” ucap Bu Dian sembari tersenyu
m kepadaku. Aku dapat melihatnya karena meliriknya

“Ndak juga bu, enakkan di kampus lebih banyak ceweknya” ucapku membalas

“Owh... bener juga ya dikampus banyak ceweknya, jadi bisa ganti-ganti pacar ya?” ucap Bu Dian mencoba menekanku lebih jauh tentang
diriku dengan tenang aku membalas ucapannya

“Pacar saya Cuma satu bu, Bu Dian kan sudah tahu siapa” ucapku, masih menunduk di hadapannya

“Oh iya aku lupa, kamu kan sudah punya mbak diah” ucap Bu Dian dengan lagak sok lupanya. Aku memandangnya sebentar la
lu tersenyum kepadanya

“Bagaimana kabar mbak diah?” ucap Bu Dian

“Baik bu, bagaimana kabar pak felix bu? Sudah keluar dari rumah sakitkah?” ucapku

“Eh... baik juga, sudah beberapa waktu yang lalu” ucapnya dengan tatapan mata seperti orang bingung

“Ibu
ndak makan?” ucapku sambil sedikit menundukan wajahku

“Ndak, sudah kenyang Ar“ ucap Bu Dian

“Owh... kalau begitu saya selesaikan makan saya dulu ya bu” ucapku

“Iya...” ucap Bu Dian. Selama aku makan, aku melirik Bu Dian yang kadang memandangku dengan ta
tapan manisnya. aku hanya tersenyum ketika aku kepergok meliriknya. Selesai makan aku kemudian menyulut dunhill dan setiap hisapan kubuang asapnya ke arah kananku agar Bu Dian tidak terkena asap rokok. Karena sudah kebiasaanku setelah makan harus merokok, mungkin memang tidak sopan karena didepanku ada seorang dosen tapi mau bagaimana lagi ini kan kantin seandainya di marahi tinggal matikan saja gampang kan?

“Berhentilah merokok, ndak baik” ucap Bu Dian

“Eh... belum bisa bu, sudah kebiasaan sejak SMA, sej
ak saya dan sahabat-sahabat saya berkumpul menjadi koplak” ucapku

“Bagaimana sekarang hubunganmu dengan mbak diah?” ucap Bu Dian. Lagi-lagi pertanyaan mengenai Ibu. Kumatikan rokokku walau masih setengah batang

“Eh... baik-baik saja” ucapku pelan

“Maaf
bu, apakah ini ada kaitannya dengan apa yang akan Bu Dian sampaikan mengenai PKL saya?” ucapku kembali bertanya ke Bu Dian

“Benar juga ya kenapa aku jadi tanya mengenai mbak diah, mungkin karena aku sudah kenalan sama mbak diah jadinya ingin tahu saja. Me
mang tidak ada kaitannya dengan PKL, jadi kamu jangan sensi seperti itu Ar” ucap Bu Dian sedikit tersenyum. Otakku hanya ada satu pertanyaan, yang sensi sebenarnya dia atau aku?

“Iya bu. Bagaimana hubungan bu dian dengan pak felix?” balasku kembali melont
arkan pertanyaan seperti sebuag debat mahasiswa berprestasi

“baik...” ucapnya sembari membuang pandangannya. Hening sesaat antara aku dengan bu dian, dulu ketika pertama kali aku keluar dengannya tidak sekaku ini. kulihat pandanganya jauh ke luar kantin, entah apa yang ada didalam pikirannya.

“Ya sudah ar, aku pulang dulu, kamu baik-baik PKL-nya” ucap Bu Dian sembari bangkit

“Sudah aku bayar, jad kamu langsung kembali ke Lab saja” ucap Bu Dian

“Lho? Dibayarin bu, wah terima kasih ya bu” ucapku tersenyum
kepadanya dan dibalas dengans senyuman manisnya.

“Ingat janjimu” ucap Bu Dian

“Oia, ternyata ada yang bohong sama aku” lanjut Bu Dian yang berdiri di hadapanku

“Maksud Ibu?” tanyaku

“Katanya banyak yang menunggu senyumku buktinya orang yang aku ajak
bicara saja menunduk terus dari tadi” ucapnya sembari menggantungkan tali tas mungilnya di bahhunya

“itu anu bu... e... anu itu” ucapku termakan oleh smsku sendiri

“sudah ndak usah di jawab, baik-baik PKL disini” ucapnya yang langsung meninggalkan aku se
ketika itu juga. Aku hanya bisa menyalahkan diriku sendiri.

Selepas aku dikantin aku kemudian begerak menuju ke laboratorium. Yanto, Encus dan mbak Ela mencandaiku mengenai dosenku yang cantik. Bahkan dua adikku ini menyatakan kekagumannya dengan kepada Bu Dian. Aku hanya menanggapinya dengan biasa saja. Kegiatan di laboratorium berjalan seperti biasa saja, sampel, sampel dan sampel. Hingga aku harus pulang terlambat satu jam karena adanya sampel yang terlalu berlebihan. Setelah semua sampel telah ter-analisis aku dan QC yang lain akhirnya bisa menikmati udara alam yang segar diluar pabrik. Langsung aku arahkan motorku ke jalan menuju rumah. Sesampainya aku dirumah, Ayah sudah berada di beranda rumah. Aku duduk disebelahnya dan berbincang sebentar.

“Romo, kok baru pulang? Urusan dinasnya padat ya romo?” ucapku

“Iya, baru pulang kamu? Memang kuliahnya sampai sore?” tanya Ayahku

“Aku kan PKL romo, banyak sampel”

“Kok romo kelihatannya suntuk sekali, sedang banyak masalah ya romo di kantor?” tanyaku

“PKL t
o, owalah...

“Iya banyak” ucap Ayahku

“Oia Ar, kalau sematpon hilang, bisa ndak ditemukan lagi?” tanya Ayahku.

“Pasti sematpon KS” bathinku

“Wah kalau sematpon hilang, susah romo apalagi kalau sematponnya dari merek terkenal kaya sungsang, durian itu
pasti sudah dijual romo. Pengalaman teman kuliahku seperti itu romo” jawabku

“Owh ya sudah kalau begitu” ucap romo kembali menghisap rokoknya

“Aku masuk dulu Romo” ucapku

“Iya sana” ucap Ayahku

Aku kemudian masuk dan kudapati Ibu sedang menonton TV. I
bu mengenakan rok panjang di bawah lututnya dengan kaos lengan panjang. Tampak aneh memang karena pakaian yang dikenakan Ibu seperti tebal sekali.

“Ibu...” sapaku sambil mendekati Ibu

“Baru pulang nak? Istirahat dulu gih baru makan” ucap Ibu

“Bu, mumpun
g Dia di depan. Menurut Ibu apakah mereka tetap berlima atau berenam?” ucapku yang langsung to the point.

“Jujur saja Ibu tidak bisa memberikan asumsi kepada kamu. Jika sesuai cerita kamu dari video erlina, kamu harus hati-hati nak, bisa saja satu orang d
ari mereka sekarang sedang berjalan di balik layar” ucap Ibu

“Hufftttthhhh... video itu direkam sebelum aku menemukan bahwa mereka ada lima orang, berarti di awal bisa saja mereka berempat kemudian merekrut baru menjadi berlima. Tapi akan sangat beresiko
bagi mereka jika melakukan perekrutan di tengan-tengah sebagai pentholan grup mereka. Dimana-mana yang namanya pendiri biasanya jumlahnya akan tetap sama hingga akhir” ucapku

“benar juga apa kata kamu nak, tapi bisa jadi kan yang satu orang itu tidak bis
a datang pada saat penyerahan uang atau sedang halangan, sakit mungkin” ucap Ibu

“Memangnya sekolah bu... bu...” ucapku. Sejenak aku berpikir, memang ada benarnya juga jika satu orang dari mereka tidak dapat hadir dalam pertemuan dengan KS yan direkam ole
h erlina itu mungkin sakit atau ada keperluan. Tapi momen seperti itu jarang terlewatkan oleh sekelompok penjahat yang sedang menuai hasil panen.

“nak...” ucap Ibu

“Eh... iya bu, kepikiran masalanya he he he” ucapku

“Sudah jangan dipikirkan, nanti pasti
ada petunjuka lagi” ucap Ibu

“Ya sudah bu aku ke kamar dulu” ucapku

“Iya, istirahat dulu saja ya, cup...” ucap Ibu sembari memberikan kecupan pada bibirku

Ku angkat tubuhku menuju kamarku, sebentar istirahat dan kemudian berkumpul dengan Ayah dan Ibuku
untuk menyantap makan malam. Aku masih heran dengan pakaian Ibu yang tampak tebal, masa bodohlah sekarang makan. Kami sekeluarga terlibat perbincangan basi ala Ayahku yang aku tanggapi dengan antusias walau sebenarnya membosankan juga. Setelah makan malam usai aku kembali ke kamarku dan kurebahkan tubuhku di kasur. Beberapa saat kemudian aku mengambil sematpon milik KS dan kuaktikan data. Tak ada lagi BBM yang masuk ke kontakku tapi ketika di grup masih banyak sekali. Banyak banyolan dari mereka yang hanya berputar pada masalah wanit dan seks. Kumatikan sematpon dan kunyalakan komputerku untuk melihat email Om Nico, tak ada pesan.

Kleeeeeeeek.... pintu kamarku terbuka

“Belum tidur nak?” ucap Ibu

“Belum bu. Lha dia sudah tidur bu?” ucapku

“Sudah, habis
makan langsung teler” ucap Ibu. Ibu hanya berdiri di belakang pintu kamar yang sudah tertutup, aku yang sudah merasakan sinyal langsung menuju kearahnya dan kucium bibir manis Ibu. Segera aku lepas pakaian Ibu, kaos dan rok Ibu. Dan...

Ternyata apa yang a
ku pikirkan mengenai pakaian Ibu terjawab, Ibu mengenakan dress tanpa lengan berwarna merah muda dengan belahan yang memperlihatkan lipatan susunya dihiasi rok mini yang hanya menutup setengah pahanya. Aku mundur sejenak dan kuperhatikan wanita didepanku ini.
[​IMG]
PAKAIAN DIYAH AYU PITALOKA

“Ibu tambah cantik dan seksi” ucapku

“Dari tadi kamu diem saja ngelihat Ibu, malah membicarakan hal lain”

“Jadi lelaki itu mbok yaho minta jangan malah nyuruh ceweknya yang minta, iiiiih....” ucap Ibu sambil maju dan membetet hidungku

“yeee kan suasanan
ya tidak mendukung” ucapku dengan suara sedikit cempreng

“Sekarang dia sudah tidur” ucap Ibu

“Yesss...” ucapku

Segera aku peluk Ibu dengan erat, kudaratkan ciuman pada bibir indahnya serta remasan lembut pada kedua susunya yang aku rindukan. Kualihkan r
emasanku pada kedua bongkahan pantatnya. Ciumanku turun ke leher jenjang Ibu, kusingkirkan kain yang menutup kedua bahu Ibu kesaping hingga pada bahunya dan menyembilah susu indahnya. Ku lahap susu Ibu, Ibu mendesah kecil. Kumainkan puting susu kirinya dengan llidahku dan jari-jari kananku bermain pada puting susu kanannya. Secara bergantian aku nikmati susu indag itu.

“ahhh.... ehmmm... terus mainkan... ouwh... sssshhhhh....” desah Ibu

“hmmm.... Slurrrp... slurrrp....” ucapku sambil menikmati susu indahn
ya

Kuloloskan dress yang dipakai oleh Ibu hingga terlepas dari tangannya dan kini menggantung pada pingganya. Kulingkarkan kedua tanganku di sekitar paha Ibu dan kuangkat tubuhnya.

“Aw.... hati-hati nak, pelan waktunya masih lamaahhhhh” ucap Ibu. Kini Ibu aku rebahkan melintang di kasurku. Kusingkapkan roknya hingga dipinggangnya, kulihat celanda dalam G-string menghiasi vaginanya

“Lho.. baru bu?” ucapku sambil mengelus-elus vaginanya

“kemarin pulang dari kakek ibu beliiiihhh ehmmmmm biarhhh kamu suka s
ayang” ucap Ibu, aku hanya

Kugeser penutup vagina itu dan segera aku menjilati vagina Ibu. Kuletakan paha kanan Ibu di bahu kiriku kumasukan jari kananku ke dalam vagina Ibu. Kumainkan klitoris ibu dengan lidahku, dan kukocok cepat-keras jari-jariku di va
ginanya.

“owhhhh... Ibu kangen hhh...erghh itil Ibu kamuwh mainkan aarghhhhh.... terus sayang dimainkanhh erghhh... kocok lebih keras lagi Ibu benar-benar kangen sama kamuwhhh... ”

“erghhh... terussshhh sshhhh sshhhh... terussshhh lebih keras... lidah ka
mu hangaattthhh arghhh ibu suka... terus sayanghhh... terus arghhhh...” racaunya, aku semakin bersemangat ketika mendengar Ibu mengatakan itu

“argghhhh ibu... kel.... keluarhhhhh....” ucap Ibu

“istirahat dulu hash hash hash hash hash....” lanjutnya dan a
ku menghentikan kegiatanku, kurasakan cairan hangat mengalir di jariku dan kujilati sisa-sisa cairan

“kamu suka sayang?” ucap Ibudengan nafas tersengal-sengal

“Slurrpp... suka bu, apapun dari Ibu suka...” ucapku yang kemudian bangkit. Dengan bertumpu pad
a kedua tanganku kudekatkan wajahku di depan wajahnya. Kedua tangannya kemudian memegang kedua pipiku

“besok-besok lagi, minta ya sayang, ibu akan melayanimu sekalipun ada dia disini, ibu sudah tidak peduli lagi” ucap Ibu kemudian mendaratkan ciuman ke bibirku

“iya bu, sekarang kulumin kontol arya bu” ucapku

Ibu kemudian sedikit mendorongku, dan kini aku berdiri dihadapannya. Ibu kemudian melepas celanaku dan muculah dedek arya. Diludahinya dan Dikocok batang kemaluanku dengan tangan kanannya, jari-jari
tangan kirinya bermain dibawah zakarku. Ibu menatapku dengan tersenyum dan kubalas dengan senyumannya. Perlahan di masukannya batang kemaluanku ke dalam mulutnya. Kulumannya kadang berhenti di ujung penisku dan dimaninkan lidahnya pada lubang kencingku. Sungguh nikmat sensasiny. Segera aku hentikan kuluman Ibu, dan kurebahkan Ibu.

“maaf bu sudah ndak tahan, Arya akan buat Ibu puas malam ini” ucapku

“emmm... puas yang bagaimana?” ucap Ibu

“Puas yang Ibu inginkan” ucapku, segera aku arahkan batang dedek ar
ya ke vagina Ibu. Dengan bantuan tangan kanannya dan blesss...

“Erghhh... pelan dulu sayang ehmmmm.... oufthhhh.....” ucap Ibu sembari menikmati perjalanan dedek arya masuk hingga ke rahim Ibu

“nikmat sekali... ehmmm.... sempit dan enak bu esshhhh....” r
acauku

“Penuh sayang... erghh... tempik Ibu selalu penuh... kamulah yang paling sering masuk nak...” ucap Ibu

“akan aku masuki terus setiap hari bu” ucap ku

“Iya, Ibu mau erghhhh...” ucap Ibu

Segera aku menggoyang pinggulku, pemandangan yang sangat ind
ah. Kedua bongkahan susu itu naik turun seirama dengan goyanganku. Kedua matanya memejam, dahinya mengrenyit dan kedua tangannya memegang erat bahuku.

“Erghh... terus lebih keras, Ibu ingin kontol kamu... arghhh... lebih keras sayang.... kenthu yang kuat...

“terusssh.... arghhh... “ racaunya

“Ibu sukan kan hesh Ibu mau kan arya kenthu setiap hari?eshhh... Ibu mau kan nuruti kemauan arya...” ucapku

“Ibu mau owghhh Ibu mau sekali sayangku... ibu akanerghhh menuruti arya... ibu mau dikenthu arya setiap h
ari sayang wohhhh.... asal arya mauwhhhh....

“nikmat sekali sayangkuwhh... owhhhhhhhhh” racaunya

“Iya arya, mau karena arya mau sama ibu terushhhh... Ibu selalu bisa buat arya puas hash hash has...”ucapku

“Iya, ibu akan puasi kamu terushhh arghhh... ay
o sayang buat Ibu juga puas... Ibu hampis sampai...” ucap Ibu

“Iya bu, arya juga mau sampai”

“Aku ingin keluar diwajah Ibu...” racauku

“Iya terserah kamu sayangkuwhhh... owhh.... terussshhh ibu sedikit lagi nakhhh arghhhh... terusssshhhh... ibu mau dike
nthu arya teruusssssh arghhhhhhhh” racaunya

“Aku juga bu owghh....” racauku. Kurasakan maniku di ujung dedek arya,

“ibu keluar....” racaunya dan bertepatan dengan ibu mencapai klimaksnya aku cabut pensiku dan kuarahkan penisku tepat diwajah Ibu. Dengan
sedikit mengocok, aku tumpahkan spermaku di wajah Ibu yang terpejam dengan nafas tersengal-sengal.

Crooot crooot crooot crooot crooot crooot crooot crooot... Sperma kenthal tumpah diwajah Ibu yang sedang terpejam. Aku kemudian berbaring disampingnya dan kepalaku menyusup di ketiak kanan Ibu

“hash hasha hash hash... nakal kam sayang, wajah Ibu kamu sirami peju kamu” ucap Ibu

“Pengennya seluruh tubuh Ibu aku sirami” ucapku sambil menciumi ketiak Ibu dan memainkan susunya. Ibu kemudian membersihkan sisa-sis
a sperma dengan selimutku. Selang beberapa menit kamu beristirahat, Ibu kemudian bangkit dan duduk di pinggiran tempat tidurku

“besok-besok lagi, kalau kamu ndak minta ndak bakal ibu kasih” ucap Ibu

“Arya akan minta terus pokoknya he he he” ucapku sambil
memluknya dari belakang

“Kalau setiap hari jebol nanti sayang, dikira-kira sendiri ya wktunya” ucap Ibu sambil memegang erat kedua tanganku yang memeluk tubuhnya. Disandarkannya kepalanya di dadaku, pelukanku semakin erat pada tubuh Ibu.

“Ibu, mau bers
ih-bersih dulu sayang, mandinya ntar pagi saja

“kamu langsung tidur saja ya sayangnya Ibu” ucap Ibu sembari memberikan ciuman hangat

“Iya bu” ucapku

Ibu meninggalkan aku dikamar sendirian, selang beberapa saat Ibu mengirimkan gambar ke sematponku melal
ui BBM. Foto Ayah yang sedang tidur tak sadarkan diri, aku hanya tertawa. Lalu kusuruh Ibu mengakhiri obrolan agar tidak ada pesan yang tertinggal. Rasa lelah menelusuri tubuhku, akupun beristirahat menjemput pagi.
Bottom of Form



Pagi hari aku bangun lebih awal dan membersihkan tubuhku. Aktifitas seperti biasa, makan pagi bersama dan kemudian berangkat PKL. Seperti biasa sampel datang dan pergi sesuka hati. Hari-hari berikutnya pun seperti itu. Aku memang tidak serta merta meminta Ibu untuk melayaniku setiap hari, karena bisa jebol juga tenagaku. 

Hingga pada hari keempat pada minggu ketiga aku PKL. Sampel yang datang tidak terlalu banyak. Aku dan QC lab yang lain pun bisa santai. Hingga mendekati waktu istirahat, mbak ela menyenggol labu ukur hingga jatuh dan pecah di lantai.

Klintiiing pyar...

“aaaaaa....” teriak mbak ela

“Waduuuuh... untung saja ndak ada isinya mbak” ucapku

“ya pecah deh...” ucap mbak ela

“satu lagi dapat piring mbak he he he” ucap yanto

“dapat payung dech he he he” ucap encus

“kalian ini malah ngeledek, ambil kain pel sana atau sapu bantu bersihin” ucap mbak ela

“Yah mbak sudah jam 12, aku istirahat dulu mas arya saja he he he” ucap yanto

“Iya mbak, aku sudah lapar” ucap encus. Kemudian mereka berlari keluar lab.

“Dasar kalian...” ucap mbak ela, aku hanya tersenyum menggeleng-gelengkan kepala

“sudah mbak, aku ambilkan lap pelnya. Ambil dimana mbak?” ucapku

“Di ruang OB Ar, kamu ambil dulu, aku tak lap mejanya” ucap mbak ela

“bukannya Lab harusnya juga punya sendiri mbak” ucapku bangkit dari dudukku

“sering diambil anak OB terus ndak pernah dikembalikan, jadinya kita yang harus ambil ar” ucap mbak ela. Aku kemudian keluar menuju ruang OB, kemudian meminjam lap pelnya. Sesampainya di lab aku kemudian membersihkan lantai dibantu dengan mbak ela.

“Sudah mbak, aku kembalikan dulu” ucap mbak ela

“Ndak usah saja biar disini” ucap mbak ela

“lha kalau mereka nyari?” ucapku

“halah paling nanti minjem sini lagi” ucap mbak ela

“memangnya punya OB kemana to mbak, kok bisa rebutan” ucapku

“punya OB itu ndak pernah dirawat sama mereka jadinya cepet rusak, kalau yang dilab itu kan jarang dipakai jadinya masih bagus. Jadinya mereka suka kesini minjem dan ndak pernah dikembalikan seperti kataku tadi. Kalo si sabun itu yang rajin ngerawat piring sama gelas, kalau si sapu sama sipel ergghhhh asal bersih-bersih saja” ucap mbak ela

“Si sabun? Si sapu? Si Pel?” bathinku. Aku sedikit terkejut dengan ucapan mbak ela

“Hei ar kok bengong?” ucap mbak ela

“Eh... ndak kok mbak” ucapku

“Owh ya sudah istirahat dulu saja yuk” ucap mbak ela, yang sudah membuka pintu. Aku kemudian meletakan lap pel di sudut ruangan dan berjalan ke arah mbak ela

“bentar mbak, kok bisa di bilang si sabun, si sapu sama si pel?” ucapku sambil berjalan keluar lab disamping mbak ela

“Ya gimana ya, anak-anak kok yang ngasih sebutan. Si sabun karena dia kerjanya cuci-cuci gelas dan piring trus menyiapkan minuman ke atasan si sapu sama si pel kerjanya bersih-bersih” 

“kok kamu nanya kaya gitu? Harusnya gampangkan buat kamu nerjemahin hal sepele kata gitu” ucap mbak ela

“kan penasaran he he he”ucapku

“cie cie.. hati-hati lho el, ntar kepincut sama arya” ucap mbak echa yang tiba-tiba keluar dari ruangan

“ndak mbak, ntar tekanan batin kalau naksir arya” ucap mbak ela

“kok bisa?” ucapku

“Ya bisalah, naksir orang kaya kamu yang banyak di omongin cewek-cewek, bisa makan hati ntar ha ha ha ha” ucap mbak ela dengan tawa

“bener tuh ha ha ha” ucap mbak echa. 

Aku hanya melongo melihat mereka yang kemudian berjalan menghilang dihadapanku. Pikirankku sedikti terbuka dengan penjelasan mbak ela, membuat aku sangat ingin sekali segera pulang ke rumah. Setibanya di kantin aku mencari tempat menyendiri untuk merangkai beberapa petunjuk yang aku dapatkan hari ini. Sapu, cuci dan pel penyebutan yang dikarenakan pekerjaannya. Bagaimana dengan tukang?

“Woi mas jangan bengong malah bengong he he he” ucap encus menganggetkan aku, yang kemudian duduk di kursi sampingku

“kamu to nganggetin saja cus” ucapku

“Lha mas arya bengong mulu” ucap yanto duduk di depanku

“Jelas saja bengong ditolak sama ela hi hi hi hi” ucap mbak echa tiba-tiba dari belakang yang kemudian duduk bersam kami

“Yeee... mbak echa itu bisa saja” ucap mbak ela

Kami berkumpul membuat pikiranku kembali beralih kepada mereka yang ada disekitarku. Kami mengobrol seputar analisa sampel yang sudah kami cek, kadang mbak ela juga bercerita mengenai pacarnya. Aku, yanto, encus menjadi bulan-bulanan mbak echa dan mbak ela karena tidak pernah menceritakan mengenai pacar kami. walau sebenarnya aku bisa melihat sedikit kegelisahan di wajah mbak echa ketika kita semua membicarakan lawan jenis. Mbak echa nampak begitu sedikit tertutup mengenai suaminya. Ya aku baru tahu jika mbak echa sudah memiliki suami. Beberapa bisikan aku dapatkan dari yanto dan encus karena mbak echa tampak berbeda jika pada hari-hari sebelumnya mbak echa selalu tertutup dan jarang berkumpul dengan bawahannya.

“Waktu habis, ayo segera kerja lagi” ucap mbak echa

“Yaelah mbak, bariu saja kumpul, lagi enak ngobrol ini lho mbak” ucapku

“Ow... tidak bisa, kerja tetap kerja, kumpul bisa kapan saja” ucap mbak echa

“sebentar lah mbak ya ya ya” ucap mbak ela, yanto dan encus tidak berani ngomong karena dari penuturan mereka mbak echa adalah manager paling galak perusahaan ini

“terserah kalian, pokoknya dalam lima menit ndak ada di lab, aku skors hi hi hi” ucap mba echa sembari meninggalkan kami berempat

“lariiiiiiiiiiii...” ucap ku

Kami semua akhirnya bergegas menuju ke lab kembali. Berkecamuk dengan kesibukan-kesibukan seorang pengendali kualitas sebuah perusahaan makanan. Walau ada sedikit canda diantara kami, kami tetap serius dalam menganalisa sampel. Walau aku tidak dapat melihat matahari yang bergerak untuk tidur tapi aku tahu jika waktu pulang segera hadir. Mendekati waktu untuk pulang, kami semua berberes membersihkan lab kemudian pulang. Segera aku memacu REVIA lebih cepat dari biasanya walau sering sekali di dahului oleh motor-motor yang memiliki punuk. 

Akhirnya aku sampai dirumah, tak ada waktu untuk melepas lelah. Ku cium tangan Ayah dan Ibuku, dan segera aku masuk ke dalam kamarku. Ketika hendak menyalakan komputer, ibu memanggilku dari lantai bawah untuk mandi terlebih dahulu. Hati rasanya sudah tidak sabar untuk memecahkan teka-teki ini. namun apa perintah ibu menjadi mutlak yang tidak bisa ditolak, segera aku mandi. Selepas mandi, Ibu menyuruhku makan terlebih dahulu sebelum beristirahat. Tak ada makan malam bersama kali ini karena Ayah sudah makan terlebih dahulu jadi kali ini hanya aku dan Ibu. Ayah berada di pekarangan rumah sedang bertelepon dengan seseorang entah siapa.

“sst... dengarkan” ucap Ibu. Aku kemudia mecoba berkonsentrasi agar dapat mendengar suara ayah dengan jelas

----

“wong papat wae cukup, cah kae kayane gak niat” (orang empat saja cukup, anak itu kayaknya tidak niat)

“percoyo’o karo aku, kelurusen wong kae ki, dibagehi tapi ora usah akeh-akeh, kanggo nyumpel cangkeme” (percayalah padaku, orang itu terlalu lurus, kita bagi tapi tidak usah banyak-banyak, untuk menyumpal mulutnya)

“Wes to, yen awake dewe tetep mertahanke wong kae sing ono awake dewe ding remuk. Kae ki loyalis maratuoku soyo mrene soyo ketk nek dek’ene rak isa dijak kerjo bareng” (Sudah, jika kita tetap mempertahankan orang itu yang ada kita yang hancur. Dia loyalis mertuaku semakin kesini semakin terlihat jika dia tidak bisa diajak berkerja sama lagi)

“Lha kan kamu tahu sendiri, dia mau bergabung karena ada permasalahan di awal makannya dia gabung. Tapi coba lihat, ada kesempatan untuk berada dipuncak tapi wonge malah wegah (orangnya . malah ndak mau) ada indikasi kalau dia main aman, kalau seandainya kita tertangkap dianya bisa ngeles kesana kemari

“coba kamu pikir reng, kalau dia itu mau dipuncak kita kan lebih gampang reng”

“Wes, masalah iki diomongke besok ae ning kaca wulan. Tapi ten isa wong kae ojo dijak” (sudah, masalh ini diomongkan besok saja di kaca rembulan. Tapi kalau bisa orang itu tidak usah di ajak)

“caranya gampang? Koyo ora tahu ngapusi ae to reng (kaya ndak bisa berbohong saja to reng). Kita akan nikmati sendiri, Cuma berempat!

----

“Berempat!” bathinku

Percakapan antara kedua ornag itu berakhir. Dan Ayah masih berada di pekarangan rumah.

“Ssssttt... berarti ada masalah diantar mereka sayang” ucap Ibu

“Iya bu, mungkin bisa kita manfaatkan” ucapku

Kami berdua kemudian bersikap wajar. Makan malam bersama sambil bercanda. Ayah kemudian bergabung dengan kami. Sepeti biasanya dia berpura-pura perhatian kepadaku dengan menanyakan maslah PKL dan kuliahku. Tapi hanya sebatas bertanya yang kemudian jawabanku tidak digubrisnya. Acara makan malam telah usai, aku kemudian ijin untuk kembali ke kamar. sesampainya di kamar, aku membuka komputerku. Ku buka dukun dunia maya, kumasukan kata-kata tapi tak ada jawaban yang pasti. Aku kemudian rebahan di tempat tidurku.

- Sapu karena pekerjaannya menyapu 
- Pel karena pekerjaannya mengepel
- Cuci karena pekerjaannya mencuci

- Tukang karena pekerjaanya menukang?
- Aspal karena pekerjaanya mengaspal?
- Buku karena pekerjaanya membuku?

Jika semua dikaitkan pasti ada kaitannya. Tukang karena pekerjaannya menukang, instansi yang berkaitan dengan pertukangan? Pertukangan berarti mengurusi orang yang berkerja bukan? Jika mengurusi orang yang berkerja berarti...

“Tukang, instansi pemerintah bagian ketenga kerjaan, berarti aspal yang pekerjaannya mengaspal adalah instansi pemerintah yang bergerak dalam bidang perbikan jalan. Jika itu benar, berarti aspal adalah instasni pemerintah pekerjaan umum” bathinku

Segera aku duduk di depan komputerku, ku browsing kepala instansi pemerintah di bidang ketenaga kerjaan dan pekerjaan umum. Dan yak, aku dapatkan foto mereka berdua. Segera aku buka sematpon milik KS, dan ku buka group. Semua member disana telah menjadi kontak KS. Kuperbesar dan kusimpan semua foto itu di sematpon KS dan sialnya hanya lima orang yang DP-nya menunjukan foto mereka. Betapa bodohnya aku kenapa tidak sejak pertama kali aku simpan foto mereka. Kemudian aku cocokan dengan yang ada dikomputer. Dua dari lima orang tersebut memiliki wajah yang sama dengan foto yang baru saja aku browsing. Tiga orang sisanya dan sisa kontak yang lain kelihatanya hanya penikmat dan pelaksana rencana pentholan geng mereka.

“Akhirnya aku dapatkan identitas tukang dan aspal, tapi siapa buku?” bathinku

Sudah ada dua instansi pemerintah yang terlibat sebagai pentholan geng, ketenagakerjaan dan pekerjaan umum. Ku coba mengingat percakapan Ayah tadi, bahwa buku tidak mau menempati tempat puncak. Yang berarti dia bukan pimpinan dari sebuah instansi pemerintah. Tiga DP yang aku simpan menunjukan bahwa mereka adalah kepala instansi pemerintahan jika di rangkai dengan percakapan Ayah, mereka bukan si buku, karena si buku bukan kepala instansi. Tapi kenapa pertama kali aku membuka grup dan mencocokan DP mereka dengan wajah-wajah pejabat daerah, semuanya adalah kepala instansi. Apakah si buku tidak ada didalam grup? Kucoba membrowsing kembali semua kemungkinan yang bisa aku dapatkan, mencoba mengingat ketika pertama kali aku membuka grup wonge dewe dan mencocokan semua wajah kepala instansi dengan yang di grup waktu itu.

Semua foto mereka dapat dengan mudah aku dapatkan kembali, dan semua kepala instansi pemerintah di daerahku aku ingat kembali. Satu persatu aku mencoba mengingatnya, memang beberapa aku sudah sedikit lupa. Tapi jika aku samakan jumlah kepala instansi didaerahku dan jumlah anggota grup adalah sama +1 dengan +1 adalah KS. Berarti si buku tidak berada di dalam grup. Benar-benar membingungkan, kutaruh keningku di meja komputerku dan kupejamkan mataku.

“siapa si buku? Jika grup itu adalah grup kepala instansi? Kenapa KS bisa berada di dalamny?” bathinku

“Dia memperalat Ayahku sebagai kurir ... ” sebuah ingatan mengenai kata-kata mbak erlina

Aku terperanjat dan menatap kososng layar monitorku. Benar, KS adalah kurir yang bisa dijadikan mainan oleh mereka. Jadi mereka membiarkan KS berada di dalam grup agar tahu rencana mereka. Mungkin agar mereka tidak perlu mengulangi instruksi kepada KS. KS sebagai kurir yang sangat dipercaya oleh mereka walau akhirnya membelot dan di bunuh oleh mereka. Tapi kenapa si buku tidak berada dalam grup jika dia adalah pentolan dari geng Ayah? Apa hanya karena dia bukan kepala instansi? Kembali aku jatuhkan keningku di meja komputer.

“Si buku pekerjaanya membuku, membuku berari membuat buku? Memang ada instansi yang pekerjaanya membuat buku?” bathinku

Aku mengeluk tubuhku dan menyandarkan punggungku di sandaran kursi komputerku. Kulihat sekeliling kamarku dengan tatapan kosong. Terlihat tumpukan buku-buku kuliahku di dekat kasurku yang seirng sekali tidak pernah aku tata kembali di rak buku.

“Dasar buku... membuat sesak kamarku!” bathinku sambil memandang tumpukan buku itu

“Ahhh... kenapa aku jadi ingat masa-masa SMA-ku ya? Semua buku aku letakan dalam laci meja kelasku. Karena aku malas sekali ketika harus membawa buku-buku itu ketika aku berangkat sekolah... Ibu... Ibu selalu marah-marah ketika aku berangkat ke sekolah waktu itu” bathinku sambil mengembangkan senyum di bibirku

“memori berangkat sekolah yang tidak terlupakan he he he he...” bathinku. Sambil memejamkan mata aku tersenyum-senyum sendiri mengingat masa-masa itu.

“Eh....”

“Sekolah... Buku” bathinku

“okay Arya, sebentar, pelan arya oke tenang... hirup nafas dalam-dalam arya, kamu pasti bisa memcahkannya... dunhill arya butuh dunhill” ucapku kepada diriku sendiri. Kuambil rokokku, kembali aku duduk di depan komputer dan kusulut.

“Buku itu untuk sekolah arya, kamu kan sudah tahu ar, nah sekolah itu untuk menuntut ilmu dengan ilmu yang cukup kita bisa melanjutkan ke jenjang pendidikan yang tinggi kan ar, nah berarti buku itu kaitannya dengan PENDIDIKAN ARYA!” ucapku pelan terhadap diriku sendiri dan tersenyum memandang komputerku

Aku sudah tahu kepala instansi pemerintah yang ketiga selain instansi ayah dan om nico. Ketenaga kerjaan, pekerjaan umum dan pendidikan. Kepala instansi pendidikan sudah aku dapatkan, tapi si buku kan tidak berada dipuncak! Berarti aku harus mencaro tahu lagi. Arggghhhhhh....

“tenag ar, tenang, paling tidak kamu sudah mendapatkan petunjuk” ucapku. Centung. Ibu

From : Ibu
Dilanjutkan besok, istirahatlah
Ibu yakin kamu bisa memcahkannya sayang
To : Ibu
Emmmuaaaachhh... *
From : Ibu
Emmmuaaachhh juga sayang :*
Bobo ya sayang :*
To : Ibu
Iya bu :*
Ku bersihkan history komputer dengan sisi kliner, kemudian aku matikan. Ku kembalikan sematpon KS di tempat tersembunyi lagi. Segera aku merebahkan diriku di tempat tidurku. Centung. Mbak erlina.

From : Erlina
Besok ndak usah main ketempatku Ar
To : Erlina
Iya mbak,memangnya ada apa mbak?
From : Erlina
Pacarku datang hi hi hi
To : Erlina
Owh, oke mbak, siap!
From : Erlina
Puasa dulu ya aryaaaaaa :*
To : Erlina
Yeee sudah biasa kali puasa,
Dasar mbakku aneh, mbak kali yang puasa 
From : Erlina
Arya gitu dech, masa ndak kangen sama mbak?
To : Erlina
Kangen sich kangen kalau sama mbak,
Tapi kan ndak mesti harus gitu kan?
From : Erlina
Gitu? Yang jelas kenapa?
To : Erlina
Iiiih mbakku dah mulai jorok he he he
From : Erlina
Nich, biar kamu kangen hi hi hi 
)To : Erlina
Waduuuh... mbak itu apaan c?
From : Erlina
Biar kamu kepikiran mbak terus hi hi hi
Tenang saja, paling besok Cuma emutan doang sama pacar mbak,
Kalau sama arya, semuanya dech hi hi hi
Met bobo adekku arya yang imut, manis, ganteng, gemesin dan muasin :*
To : Erlina
Hadeeeeh.... met bobo mbakku
Sebuah gambar yang dikirim oleh mbak erlina membuatku sedikit ON FIRE malam ini. Tapi masa bodohlah, hidupku bukan hanya untuk itu he he he. Tidur! zzzzzzzz....



0 komentar: