WILD LOVE???? #32
“ar, tidak seharusnya kamu marah sama dian. kamu itu laki-laki dan harusnya bersikap lebih dewasa” ucap ibuku
“dia harusnya lebih dewasa, aku tanya baik-baik dia malah marah-marah. Sudah bu, aku mau tidur saja dikamar pak dhe andi” ucapku langsung naik ke atas
“aryaaaa... pulang” ucap nenekku
“kalau aku dipaksa pulang terus, aku mau nginap di wongso saja” ucapku
“aryaaa.... aryaaa... “ ucap kakekku
“kakak, kasihan mbak dian” ucap eri yang tinggal bersama mereka
“arya mau tidur, capek...” ucapku langsung menuju kamar pak dhe andi ketika mudanya
Bodoh, bodoh, bodoh... aku langsung tidur dan ku kunci kamarku. Marah benar-benar marah....
---
Aku terbangun dan tak kudapati dirinya disampingku, terasa asing bagiku. Setiap pagi, jika aku terjaga terleih dahulu dia selalu berada disampingku dan mendengkur keras. Kini aku tidak mendengar dengkurannya, seperti ada yang hilang. Aku berharap dia tidur di sofa, ya pasti dia di sofa. aku langsung bangkit, senyumku mengembang tapi yang aku dapati adalah dia tidak ada disana. Perih rasanya tidak melihatnya malam ini, dengan sedikit air mata aku membersihkan diriku.
“biasanya, aku dimandikan olehnya kalau pagi buta seperti ini” bathinku membuatku semakin menangis
Setelahnya aku duduk di tempat tidur, menghentak-hentakan kakiku dilantai. Aku menangis sejadi-jadinya, tubuh telanjang biasanya selalu ada yang menggodanya di pagi hari tapi kali ini tidak. Kuraih sematponku.
“halo sayang”
“maaa... hiks hiks mas disuruh pulang maaaa....”
“iya ini lagi dibujuk sama kakek dan nenek juga, kelihatanya dia mau pulang kok”
“beneran mas hiks”
“iya, ini mau pulang tapi mama ndak jamin dia langsung kerumah lho. Kayaknya wajahnya masih muram”
“ndak papa ma, yang penting mas sudah mau pulang”
“iya, sudah kamu siap-siap saja, terus berangkat kerja dan nanti pas pulang pasti masmu sudah di rumah oke?”
“iya ma...” kelk
Aku pakai pakaianku, tampak asing sendiri memakai pakaian kerja dipagi hari. Bahkan ketika aku makan pagi di meja makan aku juga merasa aneh sendiri, tak biasa aku makan pagi hari dengan memegang sendok. Air mataku keluar lagi, dan kali ini benar-benar deras sekali. Hingga tepat pukul 7, aku berangkat dan ketika keluar melewati pos satpam aku lihat mas arya masuk ke perumahan. Langsung aku hentikan mobilku dan memutar balik tapi disaat bersamaan aku mendapat telepon dari erna, agar menggantikannya mengurusi admnistrasi jurusan untuk audit karena anaknya tiba-tiba jatuh sakit. Erna hendak memeriksakannya terlebih dahulu, baru kemudian berangkat. Kaku disuruhnya menyiapkan berkas saja. Mau tidak mau aku langsung memutar kembali mobilku, dan berharap dia tetap dirumah sampai aku pulang.
Sesampainya di kampus, aku langsung menyiapkan apa saja yang dibutuhkan untuk audit. Dan tepat pukul 9, erna datang anaknya sakit panas tapi masih bisa ditinggal karena orang tuanya yang menjaga. Jam setengah sepuluh aku mengajar, pikiranku tidak fokus, selalu aku mengambil sematponku untuk melihat ada pesan masuk atau tidak, kulihat kontaknya pun tidak berubah pada displai pikcur-nya. Statusnya tidak berubah, aku coba ping tapi centang. Setelah seharian mengajar, aku tinggalkan kampus dan langsung pulang kerumah tepat pukul 3 sore. Ku dapati motornya masih berada di garasi, aku tersenyum dan langsung aku berlari masuk. Kulepas semua bajuku dan menyisakan tang-top dan celana dalam. Kucari dia, ternyata masih berada didalam kamar mandi.
Tok tok tok...
“mas...” ucapku dengan penuh kebahagiaan dia pulang
Kleeek...
“ya” jawabanya singkat, aku tersenyum dan membuka tanganku tapi dia berlalu ke dapur mengambil makan. Aku jadi sedih melihat sikapnya, kulihat dia tidak memandangku sedikitpun ketika berjalan ke sofa depan TV. aku dekati dan aku duduk disebelahnya, kucoba bermanja kepadanya.
“mas, ade suapin, ade kan juga laper mas” ucapku manja, tapi kulihat dia cuek saja makannya semakin cepat dan langsung pergi meninggalkan aku setelah makan selesai. Dia kemudian datang membawa sepiring nasi dan lauk, diletakannya di sampingku.
“ini, ade makan sendiri, mas mau ke wongso” ucapnya berlalu meninggalkan aku
“maaaas, mas jangan pergi lagi ade tak..” ucapku berdiri dan tercekat
klek... pintu tertutup dan dia pergi, aku berlari tapi dia sudah keluar dan mengdarai motornya menghilang dari pandanganku. Aku meringkuk di balik pintu, dan menangis, sejahat itukah aku? Hingga dia tidak mau memaafkan aku?
“tidak dia pasti pulang, pasti pulang” ucapku kepada diriku sendiri
Detik berganti, jam pun berganti tepat pukul 9 malam. Dia belum juga pulang, akhirnya aku menyusulnya ke rumah wongso. Tapi setibanya aku disana tak ada motor merahnya itu, ku tanyakan ke wongso dan asmi. Memang dia sebelumnya disini dan tampak wajahnya bete sekali, seperti kemarin namun tadi pukul 7 malam dia sudah pergi.
“makasih ya wong, as” ucapku
“iya, lagi marahan apa?” ucap asmi
“iya... kira-kira kalian tahu kemana mas arya pergi?” ucapku
“kamu to mbak seharusnya yang lebih tahu” ucap wongso
“eh, iya coba aku telepon nanti” ucapku
“mbak, biasalah kalau marahan. Dulu mas wongso juga gitu malah ndak pulang 3 hari, kalau ndak dicari ya ndak pulan tuh” ucap asmi
“sudah ndak usah dibahas lagi” ucap wongso
Aku hanya tersenyum dan meninggalkan mereka berdua. Kemana aku harus mencarinya, aku sudah mendapatkannya tapi aku malah mengacuhkannya. Aku tidak pernah memanjakannya sekalipun, aku merasa bersalah. Da sudah berusaha mewujudkan impianku menjadi istrinya tapi. Dalam mobil yang berjalan, aku terus berputar-putar kulihat rembulan dan sesaat aku teringat akan sebuah tempat. Langsung aku putar arah mobilku dan menuju tempat itu. sesampainya ditempat itu, aku lihat motornya, aku langsung berlari ketempat itu. dalam nafas terengah-engah aku sampai juga, kulihat dia sedang duduk dan merokok.
“mas...” ucapku pelan, dia menoleh sebentar dan kemudian menghisap rokoknya
“mas...” ucapku sekali lagi, dia mematikan rokoknya dan berdiri
“kalau bangkunya mau dipakai, pakai saja” ucapnya sembari melangkah pergi
Aku langsung berlari kearahnya, tak akan kulepas lagi dia. Aku peluk erat tubuhnya dan menahannya untuk tidak pergi lagi. Aku peluk sangat erat...
“jangan pergi lagi, ade minta maaf hiks hiks hiks ade tahu ade yang salah sudah marah-marah, tapi mas jangan pergi lama hiks hiks..” ucapku, tapi kakinya tetap melangkah
“mas...ade mohon hiks hiks” ucapku
“ade kan pengen mas pindah kan? Ya sudah, kenapa dicegah? Daripada bikin sumpek rumah ade, mending mas pergi saja” ucapnya
“ndak hiks hiks ndak sumpek mas... ade mohooon hiks hiks hiks..” ucapku
“mas itu bingung sama ade, mas tanya baik-baik ade jawabnya ketus seperti itu. salahnya dimana? Katanya tanya dulu sebelum bertindak, terus kenapa marah-marah hanya ditanya nilai. Mas ndak mempermasalahkan nilai, hanya saja tanggapan ade yang berlebihan, membuat mas ndak suka. apalagi ade nyuruh mas pergi, ya sudah berarti memang ade tidak mengharapkan mas lagi kan?” ucapnya
“maaaaaff hiks hiks hiks hiks maaaaaf mas maaaaf... ade ndak akan ngulangi lagi, ade janji hiks hiks hiks...” ucapku terisak
“mas memang mahasiswa ade, tapi mas sudah punya niat untuk tidak menjadi mahasiswa ade. mewujudkan mimpi kamu dan juga aku...” ucapnya
“maaf, maaafin ade maaas...” ucapku memeluknya semakin erat
“haaaaaash... sudah ndak usah nangis lagi, ya mas maafin dasar cewek manja, dah mas sudah ndak marah” ucapnya, tubuhnya berbalik, pelukanku longgar. Aku dipeluknya erat, kurasakan nafasnya di ubun-ubun kepalaku. Cup...
“dah, yuk pulang... sudaaaah mas dah ndak marah ni mas senyum ni” ucapnya menunjukan senyumnya kepadaku
“jangan pergi lagiiiiii... ade mohoooon... hiks hiks...” ucapku
“iya, iya... makanya jangan asal marah-marah lagi” ucapnya,
Entah kenapa kulihat didalam dirinya sebuah kedewasaan yang selama ini tak pernah aku lihat. Seorang yang selalu menyelsaikan masalah dengan otot kini berubah. selama beberapa saat aku didiamkan dari tangisku dan kemudain diajak pulang kerumah. Ketika aku lihat mas menaiki motor, aku langsung membonceng di belakangnya.
“lho? Lha itu mobil siapa nanti yang bawa?” ucapnya
“nanti mas pergi lagi hiks...” ucapku masih sedikit terisak
“endak, endak, yakin deh... ntar mas ada didepan ade terus. Suwer” ucapnya
“janjiiii...” ucapku
“janji” ucapnya,
Aku kembali ke mobil dan mengikutinya dari belakang hingga sampai dirumah. begitu mas turun dari mobil langsung tangannya aku peluk erat. ku kira akan berjalan bergandengan tangan, aku malah dibopongnya ke ralam rumah.
“bobooooo...” ucapku manja
“iya iya...” ucapnya
“lepasiiiiin...” ucapku lagi memintanya melepaskan pakaianku. Dia langsung saja melepas pakaianku, dan meninggalkan tang-top dan celana dalam.
“mas jugaaaa...” kalau dilihat darimanapun, malu juga aku manja dihadapannya
“peluk... pelukkk cepetaaaan...” ucapkum tubuhnya langsung menarikku rebah dan memasukanku dalam pelukannya. Hangat.
“mas, ade ndak di bobo’i?” ucapku
“endak...” jawabny tersenyum
“ade, dah ndak menarik ya??” ucapku
“kalau ndak menarik itu batang ndak bakal berdiri ade” ucapnya, ku elus bagian selangkangannya dan kurasakan keras di sana
“sudah bobo saja, besok masih ada waktu, okay?” ucapnya aku mengangguk
“ade boleh nangis?” ucapku
“lho kenapa nangis?” balasnya
“pengen saja, nangis dipeluk sama mas” ucapku
“iya iya, boleh, sini” ucapnya
Aku langsung saja menangis menyesali semua yang aku lakukan padanya. Tubuhku masuk dan memeluk tubuhnya, kepalaku dielus-elus olehnya. Bibirnya terus mengecup kepalaku dan aku terus menangis hingga lelah dan terlelap.
---
Berbulan-bulan aku mengandung anak mahesa, sudah tak aku pedulikan lagi keberadaan yah dari anak ini. aku kembali ke kehidupanku seperti sedia kala dalam beberapa bulan ini. menjadi anak ayah dan ibu, tapi tidak sepenuhnya karena ada eri disini yang menemaniku, kadang anak perempuanku yang satunya, rani, juga datang kesini menemaniku. Pernah sesekali, arya pulang walau aku melarangnya karena aku tahu dian adalah wanita yang manja seperti halnya aku. Tapi aku tidak pernah terlihat manja, lha wong suami saja tidak pernah ada dirumah, dulu. Tapi namanya anak laki-laki, sering sekali dia meneleponku menanyakan keadaanku. Aku bangga dengannya karena memiliki pemikiran untuk mendirikan usaha, uang yang dulu pernah aku kumpulkan aku berikan sepenuhnya kepadanya untuk modal usaha.
Perna Arya saat itu pulang dengan wajah marah, ternyata dia sedang bermasalah dengan dian. baru kali ini wajahnya yang selalu tersenyum dihadapanku terlihat snagat marah. Wajar saja mungkin karena memang pada dasarnya sudah bertemu dengan wanitanya, pasti ada marah-marahannya. Hari ini ratna datang kerumah mengajakku ketempat belanja, aku telepon dian dan arya untuk ikut dan merea menyetujuinya. Dengan usia kandungan hampir 8 bulan, rasanya berat sekali untuk melangkah. Aku menyayangi anak didalam kandungan ini, walau ini benih dari mahesa. Aku tidak mempermasalahkannya, karena memang hanya dari dia aku bisa mengandung. Pernah saat itu aku berpikir untuk arya tapi tidak, aku tidak ingin memperpanjang kesalahanku.
“mamaaaaa...” teriak dian masuk kedalam rumah selang beberap jam aku telepon
“masmu mana?” ucapku
“itu...” ucapnya
“ibu...” ucap arya
“pengusaha sukses ni??? Tapi sayang masih lajang hi hi hi buat apa coba uang banyak kalau masih lajang?” candaku
“keluar lagi deh, yakin bu. Aneh rasanya arya denger ibu ngomong kaya gitu” ucapnya
“terus? Harus bilang apa? Wow?” ucapku
“ayolah bu... jangan kaya gitu, tapi terserah deh. Eh bu, lha mana anak perempuan ibu yang cengeng itu?” ucapnya
“auw auwh.. sakit tahu, aku balas” ucap arya yang kena cubit dua adiknya
“mbak diaaaaaaaaan...” teriak mereka berdua bersembunyi dibalik dian
“dari mana sih kalian?” ucap arya
“tuh...” ucap mereka berdua serempak,
“hai kakak iparku” ucap anta dan rino, pacar dari rani dan eri, aku tahu dari cerita mereka berdua
“hah?! Aku jadi kakak ipar kalian, ndak mau, cari yang lain ran, er!” ucap arya
“mama... kak arya jahat” ucap mereka
“sudah, sudah kalian itu sudah gedhe bertengkar terus” ucapku
Ratna kemudian datang bersama suami dan anak-anaknya. Kami kemudia berangkat, arya mengemudikan mobil dan dian menemaniku dibelakang. Sedang rani dan eri dan juga pacarnya dengan ratna.
“mah cowok apa cewek?” ucap dian
“cewek kemarin di USG” ucapku
“asyiknyaaaaa punya dedek, penge” ucap dian sambil melirik arya
“iya, iya, bentar perusahaan kan belum stabil sayang ntar makan apa coba?” bela arya
“makan nasi, tul g yan?” ucapku
“he’em... mas arya kadang bloon deh” ucap dian
“daripada judes! Weeeek....” balas arya
“biarin penting cantik, bener ndak ma?” ucap dian
“bener, daripada jomblo dipelihara lama hi hi hi” ucapku
“lama kelamaan arya lihat ibu, masa mudanya kaya dian deh” ucapnya
“oooo... kamu ngatain ibu gitu?!” ucapku
“endak endak... gitu saja marah huuuuuu” ucap arya
Sesampainya di tempat perbelanjaan, mereka langsung bergerak sendiri, sendiri aku hanya duduk manis didepan salah satu tokok yang berada didalam toko perbelanjaan. Memainkan sematpon untuk membaca artikel-artikel terkait dengan kehamilan. Dian datang membawakan aku jus buah dan diletakand di meja kemudian meninggalkan aku untuk berberlanja bersama dengan arya. aku hanya bisa pesan barang A, B, C dan menunggu mereka. Lama aku menunggu...
“boleh aku duduk disini?” ucap seorang lelaki, yang suaranya tidak begitu asing,
“silahkan” ucapku cuek dan tetap memainkan sematpon
“hamil berapa bulan?” ucapnya
“hampir 8 bulan” ucapku masih sibuk dengan sematpon
Hening sesaat tapi aku merasa laki-laki ini memandangku terus, tapi aku acuh bahkan tidak meliriknya sama sekali.
“kamu masih tetap sama ya yah, sama seperti ketika sekolah dulu” ucapku terhenyak dan langsung aku angkat pandanganku. Betapa terkejunya aku melihat lelaki yang sekarang berada dihadapanku.
“eh... kamu...” ucapku
“hai, apa kabar?” ucapnya menyodorkan tangannya
“baik, kamu?” ucapku, sambil menjabat tangannya
“baik...” ucapnya tersenyum manis ke arahku
“mana istri dan anakmu?” ucapku
“aku belum menikah, jadi tidak punya anak dan istri” ucapnya
“jangan bohong kamu, sudah hampir 20 tahun lebih berlalu kok belum menikah” ucapku santai, dan bersandar di kursi
“menikah sama siapa yah? Aku lajang setelah aku memutuskan pindah, dan sibuk dengan sekolah, juga pekerjaanku” ucapnya
“ya sama cewek, kalau kamu homo ya sama cowok, gampang kan? Namanya cowok juga pasti dekat dengan cewek kan? Kamu pasti bohong..” ucapku
“diah, diah... pernah aku berbohong sama kamu?” ucapnya, aku tatap matanya dan aku menggeleng
“terus kenapa kamu ada disini?” ucapku
“karena mendengar kabar tentang kamu dari mas andi, kemarin aku ketemu dengannya ketika dia berada di ibukota negara. Dia bersama seorang remaja tapi aku lihat wajahnya mirip kamu. itu anak kamu?” ucapnya
“iya, tuh...” ucapku sambil menunjuk ke arah arya
“aku belum sempat bertemu dengannya, karena waktu itu aku ketemu mas andi pas papasan di rumah makan. Ganteng dan putih ya, mirip ibunya?” ucapnya
“kalau mirip ibunya, ya cantik to ya” ucapku
----
“siapa laki-laki itu?” bathinku
“ade, kesana yuk. Ibu kok ngobrol sama orang asing” ucapku kepada dian, dan dian mangangguk
---
“ibu...” ucap arya kepdaku
“hai om...” ucapnya kepada lelaki itu
“hai...” ucap lelaki yang duduk tepat didepanku, arya duduk disampingnya sedangkan dian duduk di sampingku
Lelaki ini kemudian mengobrol sejenak dan menceritakan pertemuannya dengan mas andi. Arya terlihat antusias, walau pertama pandangan arya adalah pandangan curiga.
“oh ya om, kenalin namaku arya dan ini dian calon mantu ibuku” ucapnya
“eh,...” lelaki itu tampak terkejut dan sedikit melirik kearahku
“ada apa om?” ucap arya
“kenalkan nama om, Arya, Ariya Sukarno, panggilannya arya, tapi nama lengkap om pakai huruf i setelah huruf r. Om teman SD, SMP dan SMA ibu kamu” ucap ariya
“wah nama kita sama om, tapi beda dibelakangnya dan huruf i-nya tadi he he hesaja” ucap arya anakku
Kami bercanda, dan kemudian arya, dian melanjutkan belanjannya. Setelah selesai semua, mereka berkumpul kembali ke tempatku dan arya teman sekolahku mengobrol.
“lho mas arya” ucap ratna terkejut
“hai rat, masih ingat kamu sama aku” ucapnya
“masih lah... ha ha ha” ucap ratna kemudian kami mengobrol, selang beberapa saat aku dan yang lainnya melangkah menuju ke tempat parkir. Aku berjalan berdampingan dengan arya anakku, tapi ariya kemudian meminta anakku untuk jalan terlebih dahulu.
“yah, apa sekarang kamu benar-benar sudah tidak.... itu anu apa itu....” ucapnya sedikit gugup
“apa?” ucapku
“tidak memiliki suami” ucapnya, terlihat sangat lega ketika seudah berucap
“iya, memang kenapa? lha kamu sendiri bagaimana? Aku tidak percaya deh kalau kamu itu lajang? Ndak mungkin cowok seperti kamu masih ting-ting” ledekku, memang perawakannya putih tinggi tapi jika dibanding anak lelakiku lebih tinggi anak lelakiku
“yah... aku sudah bilangkan tadi kalau aku tidak pernah berbohong kepadamu” ucapnya memandangku, dan kali ini aku yakin kalau dia serius
“iya deh percaya. Aneh juga cowok seperti kamu ndak nikah” ucapku
“karena kamu...” ucapnya membuat langkahku terhenti dan memandangnya
“semua karena kamu yah, seandainya saja dulu tak ada kejadian itu pasti aku akan tetap tinggal di kota ini. haaassshhh... aku masih terlalu sulit melupakanmu” ucapnya membuatku tercekat
“aku sudah janda dan akan mempunyai anak lagi, umurku sudah tua dan tidak menarik lagi. Jangan ungkit lagi janji dimasa lalumu itu, kita sudah terlalu tua” ucapku melanjutkan langkahku. Dadaku berdegup kencang jika mengingat wajahnya yang masih SMA waktu itu.
“yah... bisa kita bicara sebentar yah?” ucapnya
“Ibuuuuu....” ucap arya yang memanggilku
“anakku sudah memanggil, maaf kapan-kapan kita lanjut lagi” ucapku sambil tersenyum ke arahnya
“baiklah, hati-hati ya...” ucapnya
Aku tak menyangka akan bertemu dengannya disini. dulu setelah kejadian yang menimpaku, kulihat wajahnya meneteskan air mata. Setelah itu aku tidak pernah melihatnya lagi. Kata teman-temanku dia pindah entah kemana dan aku tidak pernah mendengarnya.
“bu tadi siapa?” ucap arya
“kan tadi sudah bilang si om, kalau dia teman sekolah ibu” ucapku
“tapi aneh, kok namanya sama ya dengan namaku, kalau pas dipanggil walaupun tulisannya beda” ucapnya
“he’em ma, tapi ndak tahu ding” ucap dian
“kebetulan sayang” ucapku
Setelah pertemuan itu, aku kembali ke kehidupanku. Kehamilanku semakin membesar, anak lelakiku dan kekasihnya sering sekali menjengukku. Kadang malah tidur besamaku walau ada eri yang selalu menemaniku. Hingga pada suatu hari, Ariya datang kerumah.
“lho ada angin apa?” ucapku
“bapak sama ibu kamu ada?” ucapnya
“ada, duduk dulu sebentar. Ku panggilkan” ucapku tanpa menaruh curiga
Selang beberapa saat, ibu dan ayahku menemuinya. Aku buatkan minum, kulihat wajahnya sedikit grogi. Aku letakan minuman dan hendak pergi ke belakang.
“yah, bisa disini sebentar saja?” ucapnya
“sebenarnya kamu mau menemui siapa ar? Diah atau bapak sama ibu?” ucap ayahku, aku mengangguk dan duduk disamping ibu
“ke...ketiga-tiganya” ucapnya, tampak grogi
“eh om A-RI-YA, he he he ada apa ini om?” ucap anakku yang tiba-tiba datang dari belakang bersama dian. tak ada eri karena eri sedang pergi dengan rino.
“ndak papa ar” ucapnya
“arya, kamu itu datang tiba-tiba langsung buat gempar saja... Oh iya kok kamu tiba-tiba muncul? Dulu kamu pindah ya?” ucap ayahku dan anakku hanya cengengesan
“iya pak... eee anu pak, boleh saya memulai?” ucapnya
“wah kok serius sekali ada apa?” ucap ibuku
“begini, maksdu kedatangan saya yang pertama adalah menjalin tali silaturahmi. Dan yang kedua adalah untuk... anu... eh...melamar diah pak, untuk menjadi istri saya” ucapnya
Kamisemua tercengang mendengar ucapannya. Bahkan anakku saja sampai membuka mulutnya, juga dian tampak kebingungan.
“baiklah, kalau ini kamu langsung bicara saja sama diah. Bapak dan ibu mau kebelakang dulu. Ayo bu, tadi ibu mau mijitin bapak kan?” ucap ayahku
“oh iya lupa, nak arya ibu kebelakang dulu, silahkan bicara sama diah langsung. Ar kamu ndak ikut” ucap ibuku, anakku menggelengkan kepala dan masih duduk dengan dian bersandar dibelakang punggungnya menatap teman sekolahku ini.
“yah, bagaimana?” ucapnya menyadarkan aku
“ar, maaf bukannya aku menolak. Tapi aku seorang janda dan aku mengandung anak dari suamiku. Aku tidak mau kamu menanggung bebanku” ucapku
“aku siap menjadi ayahnya, dan jika anak itu lahir katakan kepadanya aku ayah kandungnya. Aku tidak tahu semua masalahmu yah, yang aku tahu aku terluka ketika kejadian saat itu dan aku pergi agar aku bisa menenangkan diriku. Aku tidak bisa melupakanmu...” ucapnya
“jangan bodoh! Banyak wanita yang lebih baik dari aku dan ban....” ucapku terpotong
“ini, kamu masih ingat ini kan?” ucapnya dihadapan anakku, menyerahkan kalung. Ingatanku kembali ke masa yang lampau.
“hei yah, aku akan mengalahkanmu dan aku akan menjadi juara satu pararel sesekolahan” ucap ariya
“coba saja, emang aku diem saja gitu!” ucapku
“kalau aku menang aku mau kalung kamu itu” ucapnya
“eh eh jangan seenaknya buat peraturan ya! taruhan sendiri, ya menang urus sendiri dong!” ucapku
“bilang saja kamu takut!” ucapnya
“HUH! Apa kamu bilang, oke kalau begitu. Tapi kalau aku menang, kamu harus merangkak pulang dari sekolahan kerumahmu!” ucapku
“siap!” ucap ariya
Setelah semesteran...
“mana” ucapnya
“nih, beruntung kamu menang, kalau besok aku menang kembalikan kalungku!” ucapku
“tidak, aku akan kembalikan kalau aku melamarmu nanti” ucapnya
“siapa juga yang mau sama kamu” ucapku
“aku akan menunggumu sampai kamu mau, dan baru kalung ini aku kembalikan” ucapnya
“yah...” ucapnya menyadarkan aku, anakku bahkan hanya diam memandang kami berdua
“sudahlah lupakan janjimu itu” ucapku, ketika kalung itu jaruh dan menggantung kulihat sebuah cincin yang bersanding dengan liontin kalungku
“jika kamu memang tidak mau, aku akan menyimpannya sampai kamu mau” ucapnya
“hiks hiks... dasar kamu cowok jelek! Kenapa kamu mau sama janda seperti aku, janda yang sedang hamil!” ucapku
“karena aku selalu mengagumimu dan mencintaimu walau tak pernah aku ungkapkan, tapi sekarang aku benar-benar mengungkapkannya dihadapanmu dan juga anakmu” ucapnya
Aku lihat dian hendak mendekatiku tapi arya anakku mencegahnya. Wajah arya tersenyum dan mengangguk ke arahku. Aku memang jengkel dengan lelaki ini sejak dulu, tapi ada perasaan sayang kepada sainganku ini. semejak dia menghilang dan aku melahirkan, aku merasa kehilangan. Aku tidak pernah menceritakannya kepada siapapun itu. bahkan anakku sendiri. tentang cinta yang terpendam kepada lelaki jelek.
“cewek galak, kamu mau kan?” ucapnya
“dasar cowok jelek!” ucapku sambil menyodorkan tangan kiriku, aku tidak bisa menolaknya. Perlahan dia memasangkan cincin itu, dan kalung itu dipakaian lagi setelah 20 tahun lebih dia menyimpannya
“tapi aku hamil, kamu harus menunggu hiks hiks...” ucapku
“apa perlu aku ulangi lagi, sampai kamu mau” ucapnya
Tiba-tiba arya berdiri dan melompat kearah ariya. Melompat dan memeluk lelaki itu.
“Ayaaaaaaaaaaaaaaaaaaahh...” teriak arya keras, wajahnya sangat gembira
“sekarang aku tahu kenapa namaku arya, itu adalah nama panggilan dari cintanya ibu ha ha ha” canda anakku
“sudah?” ucap ayah tiba-tiba datang, ariya mengangguk
“kamu bisa menerima diah?” ucap ayahku kembali
“asal bapak mengijinkan, saya akan selalu menerimanya” ucapnya
“tunggu 3 bulan setelah anak itu lahir, baru kamu boleh menikahinya” ucap ayahku
“tapi, saya harap nama ayah di akte itu adalah nama saya” ucapnya
“bagaimana yah?” ucap ayah dan aku mengangguk
Arya tampak gembira sekali ketika tahu aku dilamar oleh ariya. Sebuah kebencian karena dulu aku dikalahkan kepadanya sebenarnya adalah rasa sayang kepadanya. Sempat dulu aku memikirkannya karena dia satu-satunya lelaki yang bisa mengalahkan aku. Ariya kemudian pergi dan akan datang lagi bersama kedua orang tuanya. Ayah dan ibuku tersenyum bahagia, memelukku.
“ciyeee ciyeee ditembak nih yeeee...” ledek anakku didalam kamar
“wajah mama merah tuh” ucap dian
“sudah kalian itu malah ngeledekin ibu terus” ucapku
“benerkan apa yang arya bilang, masa muda ibu kaya dian, judes dan galak he he he” ucapku
“apa hmmmm hmmm hmmmm” ucap dian sambil mencubit arya
“aduh sayang ampuuuuun ampuuuuun” ucap anakku
“bisa ibu sendiri dulu?” ucapku, dan arya-dian melangkah keluar
“oia bu, kalau nanti ibu sudah menikah. Boleh arya minta sesuatu?” ucap anakku
“iya, apa?” ucapku
“tolong ibu ngomong ke ayah baruku.... lamarkan aku, karena aku ndak bisa ngomong seperti calon ayahku tadi” ucap arya tersenyum, aku mengangguk. kulihat dia langsung ambruk di punggung anakku dan memeluknya. Mereka kemudian keluar dari kamar.
Tak kusangka waktu begitu cepat berlalu tapi kamu masih saja menepati janjimu. Aaaah, aku masih laku juga ternyata hi hi hi. Ariya... ariya, gara-gara kamu anaku juga memiliki nama yang sama denganmu. Tapi maafkan aku, semua keperawananku telah hilang oleh mantan suamiku dan anakku sendiri. tapi tenang saja, sisa hidupku untukmu.
Selang beberap bulan aku melahirkan normal, bayi perempuan dengan panjang 50 cm dan bobot 3,2 kg. Wajahnya putih, khas keturunan jepang, hidungnya lumayan mancung menurutku. Semua keluargaku hadir menyaksikan kelahiran anak keduaku. Aku langsung memebri nama sesuai keinginanku, Marta Undi Pitaloka. Memang aneh, tapi kelihatannya dari semua keluargaku hanya anak lelakiku saja yang tahu arti nama itu.
“Mas Ariya Untuk Diah Pitaloka, iya kan bu?” ucap arya berbisik kepadaku
“kamu tahu saja, yang lain jangan diberitahu” ucapku
“yeee dian sudah tahu tadi” ucapnya
3 bulan kemudian aku menikah untuk kedua kalinya dengan lelaki yang memang aku cintai. Sebelumnya aku pernah berjanji pada anakku untuk tidak merawat tubuhku tapi sekarang aku harus merawat tubuhku lagi untuk suamiku tercinta. Pernikahan sederhana, semua teman SD-SMA aku panggil semua. Tampak sekali mereka semua senang dan selalu berbisik kepadaku “ini yang aku setujui yah”. Walau lelah meladeni tamu yang datang silih berganti padaal acara pernikahan hanya sederhana saja tidak ada resepsi besar-besaran tapi karena ayahku adalah mantan kepala daerah wajar jika semua temannya datang. Masih dengan pakaian kebayaku, Malam pertama aku tampak canggung, karena ini malam yang belum pernah aku rasakan. Aku masih memakai kebaya, dan dia masih memakai jas lengkap. Aku juga bingung harus bagaimana.
“boleh aku cium kamu?” ucapnya
“ndak boleh” ucapku, dia langsung bingung garuk-garuk kepala, lucu melihat suamiku satu ini
“ya bolehlah, sini sayangku cintaku” ucapku manja, apa aku harus menunjukan kebinalanku seperti ketika bersama anakku? Ah, aku rasa tidak... aku akan menurut sesuai dengan bagaimana dia memperlakukanku. Jika dia memperlakukanku dengan liar aku akan menjadi liar, kalau lembut ya jadi lembut. Perempuan kan sesuai dengan laki-lakinya kan?
Bibirnya menciumku tampak sekali dia canggung dan tak pernah berciuman. Kulihat keriput sudah ada dibagian wajahnya, rambutnya sedikit ada yang memutih. Tapi secara keseluruhan dia gagah seperti anakku, tapi sekarang dialah yang paling gagah, anakku nomor 2.
“aku milikmu jadi jangan pernah meminta ijin, karena kita tidak sedang sekolah” ucapku, dia mengangguk
Bibirnya kembali menciumku, tangannya mulai meremas susuku. Ah, sudah lama aku tidak merasakannya ingin rasanya aku menungganginya. Tanganku kemudian mengelus dadanya, turun dan turun. Hingga akhirnya aku mengelus selangkangannya, kuelus dan kuremas kurasakan sebuah batang besar sedang tegang. Lama aku melakukannya dan tiba-tiba saja dia memelukku hingga aku rebah di tempat tidur.
“ke kenapa mas?” ucapku
“aku keluar, maaf...” ucapnya, membuatku seakan tak percaya. Sebenarnya aku ragu dia masih perjaka. Langsung aku memutar tubuhnya dan membuka celananya, kulihat penisnya sebesar milik anakku walau sedikit pendek, ya 1 cm mungkin. Kulihat lagi, masih tegang sempurna.
“mas beneran belum pernah?” ucapku, yang tampak lebih agresif
“belum de, yakin mas belum pernah sama sekali” ucapnya, aku tersenyum
“haruskah ade yang mulai?” ucapku, dia menaikan bahunya. Langsung aku menjilati penisnya itu, aku kangen sekali dengan barang lelaki
“ah, de itu jijik sekali, arghhh... sayang nikmat banget sayang” ucapnya,
hmmm... memang benar dia masih perjaka dilubang kencing tidak seperti kulit yang terbakar. Kalau dulu punya arya, sama masih merah jambu dan halus tapi setelah dia sering kesana-kesini bagian lubang kencingnya seperti bekas terakar. Apa mungkin karena sering mengeluarkan mani ya?
Aku masih terus menjilatinya dan kemudian mengulumnya, kepalaku naik turun dan hingga akhirnya kurasakan penisnya tegang maksimal. Segera aku masukan penis besar ini ke dalam mulutku seluruhnya hingga terasa ditenggorokanku. Kulanjutkan lagi dengan kuluman dengan sedotan pada penisnya.
“arghhh yang, mas mau keluar lagi yang ughhh...” ucapnya tapi aku tidak mempedulikannya
Croot crooot crooot crooot crooot crooot
Beberapa tembakan aku rasakan masuk kedalam mulutku, dan tanpa jijik aku langsung menelannya. Aku kemudian merangkak naik ke atas tubuhnya kutatap wajanhya yang teerlihat memerah merasakan kenikmatan yang ditutupi oleh salah satu lengannya. Wajar saja dia belum pernah meraskan bagaimana bersetubuh.
“mas harus jujur sama ade, benar mas belum pernah sama sekali dan ade yang pertama?” ucapku,
“benar yang, mas berani sumpah” ucapnya sambil membuka tangannya
“mas yakin mau gituan sama ade?” ucapku
“hash.. hash... hash...yakin, mas pengen ade yang pertama, setelahnya,seterusnya dan yang terakhir” ucapnya, membuatku tersenyum
“terus kenapa diam saja? ternyata mas itu cuma sekali ngalahin ade waktu SMA dulu, selebihnya kalah ya” ejekku, tiba-tiba saja dia langsung memutar tubuhku dan langsung berada diatasku
“tidak, mas ndak mau kalah, ade yang harus kalah” ucapnya dan aku hanya tersenyum mendengarnya
“ade, cintanya mas memang benar-benar cantik dan seksi kalau pakai kebaya” ucapnya memujiku
“ndak pengen llihat dalamnya? Udah kendor lho mas, ntas mas jijik” ucapku
“masa bodoh, yang penting kamu itu diah yang aku cintai” ucapnya
“maskuuuu cintakuuu... ade mau bobo saja ya, dari pada diajak ngobrol terus” godaku sambil memegang kedua pipinya
Tiba-tiba saja dia langsung mencium bibirku, tampak tidak profesional tapi mencoba profesional. Bibirku disedot dengan kasar, lidahnya mulait menjiilati bibirku. Bibirku kubuka dan lidahku juga ikut bergerak,tangannya meremas-remas susu yang masih berbalut kebaya ini. tak lama kemudian dia turun dan menarik jarik yang aku kenakan, aku mengangkat sedikit pinggangku sehingga jarik itu bisa naik hingga pinggangku. Ditariknya dengan kasar celana dalam yang aku pakai, pahaku di bukanya lebar. Diarahkannya penis itu ke arah vaginaku, tapi beberapa kali meleset. Aku malah geli sendiri ketika melihatnya, jadi ingat ketika arya mencoba masuk ke dalam. Aku raih penisnya dan arahkan ke vaginaku.
“pelan mas, punya mas besarhhhh erghhhh...” rintihku
“iya sayang, mas pelan...” ucapnya dengan nafas yang tidak teratur, tapi pelan apanya dia langsung menekan dengan sangat kasar padahal vaginaku belum licin betul
“arghhh aryaaaaaa pelannhhhhhh.... tarik dulu suamikuuuuuhhhh... sakiiit” rintihku saki
“eh maaf yang hash hash...” ucapnya dengan nafas penuh nafsu
“tarik dulu, masukan tarik masukan gitu.... ade ndak kemana-mana, mas rileks saja ya” ucapku
Perlaha dia memaju mundurkan penis besarnya itu, ah sensasinya benar-benar berbeda. inikah rasanya malam pertama, aku dulu tidka pernah benar-benar meraskannya. Penis besarnya keluar masuk secara teratut walau tidak sepenuhnya masuk baru ujungya saja. keluar masuk sesuai ritme, setelahnya masuk lagi lebih dalam, keluar lagi, masuk lagi lebih dalam keluar lagi hingga vaginaku terasa sangat licin sekali. Kini aku merasakan penisnya telah masuk dengan sempurna, keluar masuk memompa tubuhku.
“ahhh mas... mas besar sekali, penuh mas mas ahhhh... mashhh mas mentok sampai didalam mashhh... ah ah ah ah terus mas pompa istrimu mashhh ahhhhh” racauku memejamkan mata
“ah, diah inikah nikmatnya... akhirnya aku bisa merasakannya bersamamu, cintaku nikmat sekali punyamu ini, burungku enak sekali didalam” racaunya
“ah, itu tempik mas, bukan punyaku tapi punyamu... kontol mas, kontol bukan burunghhh ah terus mas goyang terushhh” racauku yang mulai memancingnya untuk mengatakan kata-kata nakal
“iya sayang, aku akan puaskan kamu sayangku...ah inikah yang sering dikatakan teaman-temanku istilah sempit ohhh sayang aku suka seklali.... yah enak sekali sayang kenthu sayang ohh... yah... ah tempikkmu benar-benar ahhhhh aku senang sekali sayang” racaunya, terpancing oleh kata-kataku
Mas ariya terus memompa terus, dengan gaya konvensional ini aku merasakan nikmat luar biasa. Sudah beberapa bulan setelah persetubuhan terakhirku dengan anakku sendiri aku tidak pernah meraskaannya lagi. Pompaannya begitu cepat, membuatku mendekati puncak.
“mas mau keluar lagi sayang...” ucapnya
“ade juga...” jawabku
Crooot. Croot crooot Croot crooot
Tubuhnya langsung memelukku dan menghentakan keras ke dalam liang vaginaku. Aku memeluknya dan terus memeluknya, oh nikmat sekali. Aku megejang beberapa kali, hingga aku merasakan nafas mas ariya tampak masih tersengal-sengal.
“ah... ah... ah... yang enak banget yang, besok lagi yang...” ucapnya
“kapanpun mas mau” ucapku, kami kemudian berciuman
“mas kalau ciuman jangan tergesa-gesa mas, ade pengen mas menikmatinya” ucapku, dia hanya mengangguk
Selama berciumana, batangnya masih berada didalam vaginaku. Kurasakan elusan lembut dikepalaku, dikecupnya beberapa kali keningku, pipiku hingga wajahku. Teringat akan anakku sendiri, aku harus bisa menghilangkan ingatan ini.
Satu persatu pakaianku di lepasnya hingga aku telanjang, setelah semua tubuhku diguyur air dingin. Kini kami berendam di air hangat dengan ketelanjangan kami. aku dipeluknya, di ambilnya air dan kemudian di tuangkan di kepalaku.
“mas itu... aneh-aneh pengennya” ucapku, tubuhku menjadi segar kembali
“aneh-aneh kan sama istrinya” ucapnya
“pengen apa lagi mas?” godaku
“pengen dikamar mandi” jawabnya
“sekarang?” ucapku
“ndak besok saja, kalau sekarang ade capek, pengen santai bersama istri mas...” ucapnya
“ini sudah santai, kalau memang beso itu tangan jangan nakal kenapa?” ucapku ketika tangannya memainkan susuku
“nakal gimana? Itu kan punyaku, hak milik pribadiku, mau mas pegang, mas sedot ndak ada yang boleh melarang” ucapnya
“iya... iya... punya mas... tapi ade pengennya, yang punya ade tidur tuuuuh... kok bangun” ucapku
“eh, ndak bisa semua punya mas, ” ucapnya
“yeee... ya ndak bisa to ya, curang, mas curang ah, emoh ade... weeeek...” ucapku
“iya, iya mas suruh bobo ndak mau de, gimana?” ucapnya
“ade ndak mau bobo’in lho hi hi hi...” ucapku
“ndak papa, besok ade bakalan capek mbobo’in ini dedek mas he he he” ucapnya
“mas bisa saja... maaaaaaaas... dipeluk yang kenceng” manjaku
Selepasnya kami berendam, kami berbincang sejenak di sofa depan TV. hingga kantuk menyerangku dan suamiku membopongku ke dalam kamar. tubuhku ditelanjanginya sekali lagi hingga kurasakan tubuh telanjangnya memelukku.
Pagi hari...
“mas, mas itu aneh-aneh deh...” ucapku
“wuuuu seksi sekali ini cewek, towel ah pantatnya...” ucapnya
“maaaas, ade lagi masak ntar mas ndak makan pagi lho... jangan digangguin teruuuuus...” ucapku
“uuuhh... gedenya pantat kamu, seksi sekali...” ucapnya sambil meremas pantatku
“ih mas, ade ngambek lho, ndak mau masak” ucapku sedikit keras, tiba-tiba dia memelukku
“ini punya siapa? Ini, ini terus ini?” ucapnya yang menunjuk wajahku, dadaku, vaginaku dan pantatku diremasnya
“mas, tapi kan jangan diganggu dulu, sudah ade disuruh pakai ini lagi” ucapku, merasakan batangnya tegang di belakang pinggangku
“hiks istriku ndak mau, terus aku sama siapa hiks...” ucapnya
“eh.. iya... iya... tapi jangan digangguin dulu biar, ade masak dulu ya?” ucapku
“he he he ndak mau, aku berhak atas milikku” ucapnya dengan gaya sok
“oke, ndak masalah tapi ingat, kalau ade masaknya lama dan mas lapar jangan salahin ade”ucapku tegas
“he’em... bisa beli diluar kok, kalau yang ini ndak ada yang jual muach muach...” ucapnya mengecup-ngecup punggungku
Hanya menggunakan apron, alias celmek yang menutupi dada dan vaginaku. Tubuhku telanjang hanya ditutupi apron itu saja. membuatku sempat risih tapi mau bagaimana lagi imajinasinya terlalu banget, kebanyakan nonton video porno kali. hu..uuuh! tiba-tiba pinggulku ditarik kebelakang, secara spontan kedua tanganku memegang meja dapur. Dan...
“egh... masssshhhh.... mmmmhh....” desahku, aku tidak mau menolaknya, masa bodoh dengan masak, vaginaku terasa nikmat ketika lidahnya menyapu. Kedua telapak tangannya membuka pantaku lebar, shingga dengan leluasa dia bisa menyapu bersih vaginaku.
“massshh... itil ade mashhhh... mmmhhh....” desahku
Aku rasakan lidahnya memainkan klitorisnya, hingga membuatku semakin menahan desahku. Bibir bawahku ku gigit karena nikmat yang menderaku. Kakiku direnggangkannya, kepalanya menengadah di bawah selangkanganku, aku bisa melihat wajahnya dengan mulut terbuka dan lidah yang menjilati klitorisku. Terasa jari-jarinya mengocok vaginaku.
“Ahhh masssshhhh... itu aaaahhhh... aduh massshhhh enakkkkkkhhhhh ergh...” desahku
“masssshhhh masssshhh massshhhhh eghhh masssssshhhhh ade keluarrhhhhhhhh” teriakku keras ketika mengucapkan kata keluar, pahaku langsung menjepit kepalanya, tubuhku mengejang cairanku tumpah seperti pipis. Aku merasakan ketika kepala suamiku meronta, tapi mulutnya seakan mencoba meminum cairanku. Setelah beberapa saat, aku membuka pahaku, suamiku bangkit dan mengelap wajahnya yang belepotan dengan cairan adri vaginaku. Tanganku masih di meja dapur yang terbuat dari bata ini tapi tubuhku beringsut turun, turun kakiku tertekuk dan aku bersanda pada meja dapur. Kulirik wajahnya tersenyum kepadaku dan mengarahkan penis besarnya ke wajahku.
“hash hash hash... disuruh ngapain mas?” ucapku
“ya sudah, kalau ndak mau... he he he” godanya, yang tahu aku sudah diubun-ubun
“eng...” Pukulku pada pahanya
Langsung aku raih dengan tanganku penis besarnya dan aku bangkit dari sandarku. Aku majukan kepalaku dan mulutku terbuka mengulum buah zakarnya. Lidahku menari-nari disana, dan bagian tersensitifnya bagian bawah antara buah zakar dan anusnya aku jilat. Entah tenaga dari mana, setiap kali penisnya berada didepanku aku merasa, aku harus segera menikmatinya. Dari bawah buah zakarnya jilatanku naik, ke batang, kusapu bersih batang itu hingga semua batangnya terkena air liurku. Dan sampailah pada puncaknya, tubuhku sedikit aku angkat dan ku lepas apronku, kujepit penis besarnya dengan kedua buah susuku. Naik turun, kuludahi penisnya agas dengan mudah melewati lembah susuku. Aku memandangnya...
“istriku memang paling tahu keinginanku...” ucapnya
“dan kamu paling tahu keinginanku suamiku sayang... puaskan aku ya sayang ya hash hash” ucapku sembari menaik turunkan dadaku
“pengen berapa kali?” ucapnya
“terserah suamiku, tubuhku milikmu mmmppph...” ucapku yang langsung menelan habis penisnya
“istriku doyan banget sama kontol suaminya ya ughhh enak yang.. terus yang yang dalam sambil dijilath jilath uhhh...” racaunya
Aku mengulum dengan lidahku bermain-main di batangnya. Hingga kepalaku ditahannya dengan kedua tangannya, dan lepaslah mainan kesukaanku dari mulutku. Kedua tangannya menyelip diantara ketiakku, perlahan diangkat tubuhku dan diposisikan menungging di meja dapur.
“sudah siap? Mau dimainin dulu ndak?” ucapnya
“cepeth... kalau ndak dimasukin, bobo sama gulinghhh owhhhhh sayang aduh pelannnhhhh erghhh... pelan dulu sayang, mentok banget dalam banget sayangku...” racauku
“memek istriku lezat sekali, kamulah yang termuah dihatiku sayang... aku mencintaimu, i love you” ucapnya, kata-kata cintanya membuatku sedikit terbakar...
“apa sayanghhh...” ucapku memintanya lagi
“aku mencintaimu sayang... i love you...” ucapnya, ah kata-kata yang selalu tidak pernah dilupakan olehnya, kata-kata yang sebagian besar wanita menunggunya ketika melakukan persetubuhan dengan suaminya, ohhh nikmat sekali...
“iya, sayang akujugah cintah kamuhh owhhh nikmath banget kontol sayaang dih..didalam memek ade... nikmati memek istrimu sayang, owhhh... goyang lebih keras.... sesuka sayanghhh...” racauku
“pasti sayang... memekmuh itu sempith selalu... sudah dimasuki sempitthh terusss ohhh... oh cinta aku cintah kamu istriku yahhh memekmu nikmat sekali” racaunya
tiba-tiba goyangannya berhenti, ketika aku hendak protes kaki kiriku diangkat. Ah, sepeti video yang ada di sematponnya, kembali dia menggoyang pinggulnya. Memasukkan dan mengeluarkan penis kesayanganku di dalam memek HM-nya. Terasa mentok, penuh, dalam sekali penisnya menusuk vaginaku.
“sayanghh... ade mauuuuh keluarrrhhh mau pipis lagihhhh... owhhh sayanghhhhlagi terusssss sedikith lagi...” goyangannya semakin cepat
“ahhh sayanggghhhh massshhhku suamikuhhh owh... nikmat sekaliiihhh yaaahhh terusssshhhhh...” racauku
“arghhhhhhh....” teriakku
Tubuhku mengejang, masih dalam posisi mengejang aku langsung ditariknya. Wajahku masih wajah dengan penuh kenikmatan, masih ada rasa lelah. Agak aneh mungkin ketika wajahku merasakan orgasme, tapi tubuhku langsung dinaikan ke meja makan. Cairan seperti pipis keluar dari vaginaku tercecer di lantai hingga di meja makan saja ada yang keluar. Tubuhku terlentang, dan masih sedikit mengejang, dia naik dan langsung memasukan penisnya kedalam vaginaku. Tangannya tertekuk di samping kepalaku, wajahnya begitu dekat denganku, bibirnya pun mendarat ke bibirku. Dan pinggulnya mulai bergoyang, memompa vaginaku kembali.
“mmmpppphh.... mmmmmmmmmmppphhhh....mmmhhhmasmmmmmppphh...” aku sudah tidak bisa lagi berbicara bibirnya terus melumat bibirku
Goyangannya semakin keras, semakin liar dia tidak peduli lagi dengan vaginaku yang masih lelah. Tapi aku menikmatinya, tubuhku menikmatinya. Tanganku memeluk lehernya, kami berciuman erat, melumat dan aku memejamkan mataku tatkala puncak ketiga semakin dekat. Seakan dia tahu, dia lebih cepat lagi memompa vaginaku. Dan...
Crooot... crooot... crooot... crooot... crooot... crooot... crooot
Semburan sperma aku rasakan didalam vaginaku, tubuhku mengejang. Pipis, aku pipis lagi dapur rumahku pasti akan berbau sperma dan pesing. Tubuhku meliuk-liuk tertahan oleh tubuhnya, hingga aku reda. Aku membuka mataku, kulihat matanya memandang mataku dengan lembut. Nafasku berderu seperti tembakan meriam, mengambil nafas sebanyak-banyaknya karena oksigen semakin sedikit didalam tubuhku. Bibirnya kemudian menciumku dengan lembut, tangannya mengelus kepalaku dengan lembut. Keningku dikecupnya, pipi, hidung dan mataku. Aku hanya tersenyum dengan nafas terengah-engah.
“aku akan selalu memompamu sayang, aku mencintaimu, benar-benar mencintaimu hanya kamu yang bisa dan paling bisa mengerti aku, aku akan menjagamu dan menjaga tubuhmu, hatimu dan cintamu, karena kamu satu-satunya yang bisa membuatku bangkit dari keterpurukanku, dan aku akan membawamu kemanapun aku berada, tak akan aku tinggalkan kamu walau 1 hari saja” ucapnya, terasa wajahku memerah...
“maaaaassss... pelukk...” hanya itu yang bisa aku katakan, penisnya mengendur terasa dibawah sana, terlepas dan cairannya keluar dari dalam vaginaku
Lama sekali aku berpelukan dan tenaga kami sudah kembali lagi walau sedikit. Suamiku turun dari meja, membopongku dan merebahkan tubuhku di sofa. sambil berbisik...
“nanti lagi, mas mau beli maem dulu ya...” ucapnya
“cepetan...” ucapku, sambil memeluk lehernya
“ade istirahat dulu saja, nanti makan terus lagi ya...” ucapnya
“sekarang saja ade siap... pokoknya cepet maaasssss...” manjaku
“iya... ade istirahat dulu ya... ndak usah mandi, I LOVE YOU DIAN” aku mengangguk tatkala dia mengatakannya
Selang beberapa saat, dengan tubuh masih lemas di sofa dan apron masih di pinggangku. Aku dengar teriakannya “Pintu mas kunci, ade bobo dulu”, aku sudah tak sanggup menjawab karena rasa kantuk menyerangku. Gitu kok tadi bilang siap, diaaaan... dian. Sepulannya dia dari membeli makanan...
“mas... jangan digoyang ntar ade ndak bisa nyuapin mas” manjaku setelah dia pulang dan membangunkan aku
“bukan mas yang goyang, tuh pinggang siapa yang goyang?” ucapnya, malu sendiri aku
Aku dipangkunya dengan penisnya masuk ke dalam vaginaku. Rasa geli, dan sedikit agak-agak gimana gitu ketika penisnya mentok didalam membuatku menggoyang pinggul.
“di kunyah ade dulu...” ucapnya, manjanyaaaaa... eh, aku kan juga seperti itu kalau mau makan, malu sendiri.
Setiap aku menyuapinya dengan mulutku, aku merasakan hasratku selalu naik. Apalagi pinggulku bergoyang sendiri, membuat sensasi menyuapi suamiku ini menjadi sangat erotis. Ciuman lama, dan aku menggoyang tubuhku terus.
“aaaaaarghhhh.... egh egh egh egh...” aku memandangnya dengan kepala sedikit menunduk dan kedua bola mataku berada diatas, aku keluar.
“iiih makan kok keluar, pipis lagi... tuh tambah bau pesing he he he...” ucanya dan aku ambruk sebentar ditubuhnya, setelah aku tenang
“habis enak mas...” ucapku
“itu satu piring belum selesai lho...” ucapnya
“habis mas aneh-aneh masa makan sambil NGENTOTIN ISTRINYA!” ucapku
“lha mau apa ndak?” godanya
“mau, tapi lama nanti makannya..” ucapku
Setelahnya aku mencoba berkonsentrasi pada makan, hingga semua makana telah habis. Suamiku langsung membopongku dengan menggoyang pinggulnya. Terus bergoyang hingga masuk ke dalam kamar mandi. Bath-up telah terisi air, aku didudukan dipinggiran bath-up dengan kaki membuka mengarah ke arahnya yang berada dalam bath-up. Disiramnya vaginaku dengan air, dan dicucinya.
“ugh...aw... pelan mas kalau nyuci, itu aset ade maaaaaas...” ucapku
“ini bukan aset ade, tapi sudah aset pribad mas, harus mas bersihkan selalu ini seperti tadi pagi he he he... ndak boleh kotor, karena tempe itu enak he he he...” ucapnya
“huuu... mesum... awhhh... masssshhhh erghhh.... kok lagiiihhh massshhh... ntar longgaaarhhh masshhh” desahku mencoba memprotesnya karena baru saja selesai dia minta lagi, dengan kocokan jarinya di vaginaku. Tanganku mencoba menahan,
“makanya banyak minum jamu galian singset dan olah raga ya sayang... karena selama liburan nikah ini, tugas kita Cuma... sex, rest, sex, rest... okay... i want it, your pussy driving me crazy...” ucapnya
“reahhhhhh really?” desahku
“yaaa... mungkin aku harus seperti ayah atau pak dhe andi, pulang lebih awal karena pekerjaan paling berat untuk lelaki adalah jauh dari istri, jadi harus dekat terus...” ucapnya, sesaat setelah mendengar ucapanya tangaku berpindah ke kepalanya
“jilat... jilat memek ade... ughhhh... cepet masssshhh... ” pintaku sembari menarik kepalanya, dia tersenyum dan dengan cepat kepalanya mendekati vaginaku
“Arghhhh.... enakkkhhh massshhh.... mmmmhhh terussshhhh masshhhh... memek ade akan selalu dipikiran massshhh ughhh yaaaahhh mmmhhh....” racauku, dengan kocokan ditangannya semakin kencang
“ah sudah mas... sudah mas... nanti ade keluar mas, nanti adeh lemesh mashh plissh mass...” pintaku, karena aku tahuh pasti kalau aku keluar lagi tak banyak gaya yang bisa dimainkan
“Sini...” ucapnya, keluar dari bathup
Aku keluar dan duduk di kursi kecil, suamiku berada dibelakangku. Kemudian mengguyurku dengan air. Tubuhku di usah dengan sabun, bagian susu menjadi bagian yang selalu lama dia sabuni apa lagi vagina. Kadang jarinya nakal mempermainkan klitorisku.dengan masih banyak sabun di tubuhku aku kemudian di angkat, suamiku duduk di pinggiran bath-up dan aku didudukan dipangkuannya dengan penis masuk kedalam vaginaku.
“ayo yang goyang, suamimu ingin ngenthu kamu terus ini..” ucapnya
“ahhh... yah mas... ughh.... enak sekalllllihhh mashhhh ugh....” aku terus menaik turunkan pinggulku di penisnya
“terusssh sayang... kali ini harus keluar bersama.. ughhhkalau ndak ade harus siap diknethu terus-terusan...” ancamnya, aku semakin menggoyang kujepit kontolnya dengan vaginaku
“arghhh... enak sayang jepitanmu mauthhh... erghhh... “ ucapnya
Tiba-tiba tubuhku diangkatnya dan diarahkan menuju tembok kamar mandi. Kedua tanganku bertumpu pada dinding kamar mandi sedangkan vaginaku terus kocok oleh penisnya. Aku rapatkan vaginaku sehingga menjepit daging jerasnya itu.
“arghh... sayang... mas mau keluarhhhh... enakkkhhh bangethhh yanghhh...” racaunya
“ade juga enakkhhh... kontol mas enakkhhh bangethh didalam memek adeeh...” balasku
Dan kocokannya semakin keras, susuku yang menggantung indah langsung diarihnya dengan kedua tangannya. Sangat keras, dan...
Crooot... crooot... crooot... crooot... crooot... crooot... crooot
Kurasakan sedikit air mani di dalam vaginaku, aku mengejang beberapa kali dan tubuhku hampir jatuh ke lantai kamar mandi. Dengan sigap suamiku meraih tubuhku dan memapahku, penisnya lepas dan kami berendam di bath-up. Aku bersandar pada tubuhnya dengan penuh kelelahan. Susuku masih dimainkannya..
“capek sayang?” ucapnya
“banget mas...” balasku
“kalau mas minta setiap hari kaya gini terus selama libur ini? Ade... mau?” ucapnya
“mauuuu... ini kan tubuh mas, jadi terserah mas mau ngapain... tapi... kasih jeda mas, capek banget...” ucapku
“iyaaa...” jawabnya lembut dan menciumi pipiku, aku membalikan wajahku dan mencium bibirnya
Kembali aku dimandikan olehnya, dan aku tertidur menjelang siang. Dipeluknya tubuhku dengan pelukannya, hangat sekali tubuhnya. Sangat hangat, dan aku merasa nyaman. Itulah yang aku lakukan setiap kali aku bangun pagi, dengan berbagai pakaian yang aku kenakan. Sebenarnya bukan pakaian menurutku, karena yang aku pakai selalu hanya menutupi bagian sensitifku saja. vagina dan puting susuku, bahkan selama dirumah aku lebih sering dibilang telanjang. Dan pasti suamiku suka sekali melecehkan istrinya sendiri, disuruh pakai pakaian seksi terus di remas pantatlah, susulah, kadang tiba-tiba memperkosaku. Ya, bukan memperkosa juga, akunya mau... hi hi hi...
“tuh, encer kan spermanya... mas sih... terusan...” ucapku
“he he he... kan mumpung masih libur sayang, ntar kalau sudah kerja, ada yang capek dan lain-lain, mas cenggur dong...” ucapnya
“iya, tapi kan week end bisa seharian sayang” ucapku
“tapi kan pengantin baru sayang...” belanya
“sini, kenthu ade lagi... batang dari tadi tegang terus... dah ndak usah banyak bicara lagi! Memek ade gatel terus liburan ini” ucapku, yang memang memprotes tapi sebenarnya pengen hi hi hi
Hingga di malam terakhir kami libur, aku diajak ke danau. Dengan memakai rok panjang berumbai, tang-top kesukaanya yang pertama kali aku pakai ketika dia mengumpulkan tugas, dan penutup lenganku yang mirip dengan kaos tapi tidak bisa ditutupkan dibagian depannya. Bahkan pakaian dalamku sendiri haya sebuah bra yang menutupi putingku dan celana dalam yang selalu terbenad diantara kedua belah pantatku. Suamiku menggandengaku hingga ke danau. Sepi sekali, jelas sudah jam 10 malam tak akan ada orang disini. aku duduk di bangku bersamanya, baru mau aku bersandar di dadanya. Suamiku berdiri dan berlari-lari kecil...
“yang, lihat aku menyangga bulan...” teriaknya, aku hanya tersenyum dan melihatnya seakan mengangkat bulan
“bagus ndak yang? Fotoin dong” ucapnya, aku ambil sematponku dan mengambil gambarnya
“lihat yang aku bisa salto...” ucapnya
“hat-hati mas nanti terluka” teriakku
Selang beberapa saat dia kembali duduk disampingku dengan nafas ngos-ngosan. Aku usap keringat yang ada dikepalanya, dengan tisu yang aku bawa. Aku kemudian bersandar didadanya, tanganya mulai mengrayangi susuku.
“masss... ini diluar...” ucapku tapi...
“ah inikah tujuan dia berlari-lari tadi... keringatnya ahh...” bathinku
“kenapa sayang? Mas pengen... tapi kalau ndak ya, mas mau mandi bau masalahnya...” ucapnya,
Tanpa sadar aku sudah menarik kaosnya ke atas kulihat keringatnya mengalir didadanya. Dorongan nafsu, vaginaku sudah mulai mencair. Lidahku menyapu butir keringatnya, bola mataku melihat kearahnya yang tersenyum menang karena telah membangkitkan birahiku. Laku sudah tidak peduli lagi dengan sekitarku seandainya saja ada orang yang datang, lelakiku pasti melindungiku. Setiap butiran keringatnya ku jilati hingga diputing susunya aku mainkan seperti ketika dia memainkan putingku. Tak kubiarkan satupun butiran keringat itu luput dari mulutku.
Dorongan ini pula yang membuatku langsung membuka celananya yang ternyata tak memakai celana dalam, batangnya berdiri tegak ada sedikit bau keringatnya. Tanpa berpikir panjang aku langsung mengulumnya, aku masih dalam posisi duduk. Tanganya kemudian menarik rok panjangku hingga pantatku terekspos. Ditariknya celana dalamku dan digoyang-goyang, membuat gesekan kecil pada klitorisku. Tangannya kemudian masuk ke dalam vaginaku, entah bagiamana aku tidak mempedulikannya yang jelas aku menikmati peninya.
“yang, basah banget mas maukin yah...” ucapnya,
Aku melepas penisnya dan mengangkangi penisnya, kugeser celana dalam minim ini dan kuarahkan penisnya ke vaginakku. Sebelum aku menggoyang, kunaikan tang-topku dan terlihat jelas bra yang menutupi putingku. Lidahnya mulai menjilati putingku yang masih tertutup dengan bra itu.
“ah, jilati mas... remaassshhh ah ah ah ah ah...” desahku yang mulai memompa penisnya, tangannya menggeser penutup putingku dan kini lidahnya dan jari-jarinya sudah tanpa penghalang lagi
“ah, terus mas... terusshhh ah ah ah memek ade enak banget di entot kontol mashhhh... enak banget massshhh kenthu sama massssshhh...” desahku pelan
Goyanganku semakin keras seiring dengan kenikmatan pada dinding vaginaku, dan akhirnya aku jatuh ketubuhnya mengalami orgasmeku. Tak perlu lama beristirahat, dan mas menggoyang pinggulnya dengan sedikit mengangkat pinggulku.
“ade... ughhh mas mau keluar de...” ucapnya
“iya mash cepethhh ntar ada oranghhhh eghhh...” ucapku
Tapi bukannya cepat, lama dalam posisi ini mas masih menggoyang pinggulnya. Aku yang sudah sedikit ketakutan akhirnya menguatkan diriku dan ikut menggoyang. Ah, nikmat sekali, suamikku benar-benar nikmat owhh... yah... enak sekali.
“mas ade mau keluarhhhh eghh...” desahku
“mash jugahhh sama-sama sayang...” desahnya
Dan selang beberapa saat...
Crooot... crooot... crooot... crooot... crooot... crooot... crooot
Aku rasakan kembali semprotan sperma di vaginaku, aku ambruk ke tubuhnya dan merasakan kenikmatan lagi. Ah, benar-benar menakutkan, tanpa berlama-lama beristirahat aku langsung menurunakn tang-topku dan turun dari pinggul suamiku. Suamiku membereskan pakiannya, dan langsung menggandengku untuk pulang.
“gendoooooong...”manjaku, dia hanya tersenyum dan langsung membopong di depan bak ratu
“mas itu nekat banget...” ucapku
“eh, yang masih bau nih...,” ucapnya membuatku terdiam dan kembali menikmati bau keringatnya
“Dasar suamiku mesum sekali... “ ucapku
Sesampainya dirumah aku langsung melepas semua pakaianku, dan langsung saja tanpa berlama-lama aku menungging di atas tempat tidurku. Suamiku tampak sedikit kebingungan dengan gayaku ini, tapi aku memandangnya. Bau keringatnya terlalu menusuk sewaktu perjalanan pulang tadi.
“mas... cepeeett... hah hah hah...” ucapku dengan nafas penuh dengan nafsu
“eh, iya...” ucapnya yang langsung menelanjangi tubuhnya dan berada dibelakangku
“mas... anus ade masih perawan...” ucapku, inilah yang aku inginkan. Karena memang sewaktu aku melihat video, ada yang melakukan anal seks, dan dalam benakku, tubuhku miliknya dan dia harus menikmati semuanya.
“jangan yang, jangan mas ndak suka...” ucapnya
“pokoknya harus! Semua harus mas perawani atau ade nangis...” ucapku
“yaaaang...” bujuknya
“ade nangis nih... hiks hiks...” ancamku
“maaaaaassshhhh awh.... jangan dijilatthhhh arghhhh....” teriakku setelah ancamanku
Lidahnya menjilati anusku dan...
“siap ya yang... ini bakalan sakit...” ucapnya, aku hanya mengangguk
“erghh pelan mashhh pelanhhhh erghhh... sakittthhh...” ucapku, tapi sudah tidak dihiraukannya,setiap rintihanku malah membuatnya semakin menekan ke dalam anusku, aku mendelik dan meringis meraskan daging tegangnya masuk ke dalam vaginaku
“ughhh... massshhh... ARGGHHHHHH...” teriakku ketika batang itu kurasakan memenuhi semua anusku
“sebentar mashhh hash hash hash hash...”
“sekarang mashh...” ucapku
Aku kemudian merasakan betapa seretnya anusku untuk jalan masuk penisnya, tanpa pelumas dan juga tanpa cairan apapun. Aku menggeleng-gelengkan kepala, aku sebenarnya sudah tidak sanggup lagi, tapi aku harus mendapatkan spermanya didalam anusku. Sebagai tanda keperawanan semua lubang dalam tubuhku hilang.
“ahhh de... mas ndak tahan sempit bangt yanghhh ughhh.... mas mau keluarrhhhhh....” racaunya
“ade mau pipishhh....” ucapku
Dan selang beberapa saat setelah tubuhnya kencang menggoyang memaksa memompa anusku.
Crooot... crooot... crooot... crooot... crooot... crooot... crooot
Kembali lagi aku pipis dikasur, dan tubuhku langsung mabruk telengkup ke depan. Mengejang sesaat, ternyata dari anuspun aku bisa merasakan orgasme. Ada sedikit cairan kurasakan mengalir di anusku, selang beberapa saat tubuhnya langsung ambruk disampingku dan tangannya mengelus rambutku, aku hanya tersenyum.
“besok lagi jangan ya, mas ndak suka” ucapnya
“ade Cuma pengen semua buat mas... maafin adeeeee... peluuuuuk” manjaku
Tubuhku dibalik, dari belakang tubuhnya memelukku. selimut ditariknya ketas menutupi ketelanjangan kami berdua. Walau aku hampir tertidur tetap saja aku rasakan elusan dikepalaku, nyaman, hangat... hingga pagi menjelang...
Kini aku berangkat dengan status bukan sebagai dosen jomblo atau dosen single. Tapi dosen yang sudah bersuami, dan sudah tidak perawan pada tiga lubangku hi hi hi. Judes? Masihlah, ndak bisa hilang ya kalau itu, lha wong kadang saja suamiku minta aku jadi dosennya lagi dan menyetubuhi dosen judesnya ini. Bangga aku dengan diriku karena telah memilikinya.
Pernah suatu pagi karena jam mengajarku siang, suamiku berangkat dulu. Tapi ketika ddepan pintu dia berdiri tampak seperti orang bingung. Aku mendekatinya dan mengantarnya sampai di motor. Bahkan motorpun tidak langsung jalan seakan dia menunggu sesuatu.
“mas... hati-hati berangkatnya” ucapku
“Iya!” ucapnya keras dengan tersenyum, itukah yang dia tunggu
Setelah mulai berangkat aku mengira aku dan suamiku akan kembali pada pekerjaan yang normal, tapi selama lima hari berturut-turut aku dan suamiku mendapat pekerjaan yang benar-benar melelahkan. Suamiku harus bekerja ekstra keras untuk membangun perusahaannya, klien bertambah banyak, pesanan membludak dan lain sebagainya yang membuat dia harus pulang malam. Sedangkan aku juga sama bersama erna dan dosen muda yang lainnya mengikuti seminar-seminar yang membosankan, melakukan persiapan-persiapan berkas untuk akreditasi jurusan yang setiap tahunnya diadakan. Ah, habis menikah ternyata pekerjaan bertambah berat. pulang pun harus malam, dan biasanya aku bertemu suamiku di rumah makan untuk makan malam bersama baru kemudian pulang. Aku lelah, dan suamiku lelah membuat kami tak bisa melakukan kebiasaan kami padahal pengantin baru masih hot-hotnya. Suamiku pun memakluminya dan bahkan dia menyadari kalau dilakukan sekarang pasti akan mengecewakan. Perbedaan setelah menikah adalah jarang ada perhatian dari BBM atau aplikasi lainnya di sematponku. Katanya sih “kalau sering kirim-kiriman pesan, malah ndak kangen ntar” ucapnya begitu tapi masuk akal juga. Tapiiiiiii kalau aku sedang pengen dimanja, biasanya pas ndak ngajar dan aku senggang, dia harus langsung membalas pesanku sesibuk apapun dia. Egois sih, tapi kan pengeeeeeen... walau kadang-kadagn dia mengirim pesan “dilanjut nanti ada klien”, aku memahaminya. Egois ya egois tapi tahu posisikan?
Sesekali dia cerita dalam lima hari sibuk, kalau tidak salah hari ketiga. Dia bercerita bertemu dengan klien yang menawarkan makan siang plus-plus tapi dia menolaknya. Aku sempat tidak percaya tapi tatapan matanya membuatku percaya apalagi perasaanku bilang dia jujur. Di hari keempat saat itu dia pernah meneleponku sekali meminta fotoku dengan mengenakan tang-top.
“Ayolah yang please, mumpung mas masih seger”
“iih mas, masa mas mau keluarin sendiri?”
“mumpung seger yang, kalau sayang pulang malem kan pasti lemes, mas juga”
“endak ya endak, emoh, lagian ade di kampus mas”
“yaaaah... terus gimana? Jadi kodok ntar kecebongnya”
“sabar, paling sebentar lagi semua selesai yang. Ade kan juga pengen mas, bukan mas saja”
“iya deh, maaf, tapi week end habis-habisan ya yang”
“kalau ade sih okay, tinggal kerjaan mas tuh... week end masih kerja”
“mas jamin ndak deh”
“okay”
Lucu juga ketika mendengarnya merengek minta foto tang-top, padahal setiap malam dia ngelonin tubuh telanjangku. Ya walaupun tidak kuda-kudaan sih. Hingga hari kelima kurang lebih jam 3 sore semua pekerjaanku telah selesai, dan tinggal hari senin saja untuk dosen yang memiliki jabatan mengurusi audit. Aku sih, ndak mau. Ketika aku hendak pulang kerumah, masih didalam ruanganku, aku iseng kirimkan fotoku sewaktu akan berangkat tadi pagi. Aku mengambil foto tanpa sepengetahuannya. Sebelumnya kulihat DP pada kontaknya “I keep myself busy with things to do, but everytime i pause i still think of you”, dasar sok romantis. Segera aku kirimkan fotoku.
(terus saja aku bercanda dengannya)
Aku tersenyum memandang percakapan dengan suamiku di sematponku sendiri. aku kemudian meneleponnya.
“halo sayang”
“jangan berganti pakaian, kalau perlu joging dulu. Dan tunggu di hotel”
Tuuuut...
Kleek... pintu ruanganku terbuka, dan erna masuk dengan wajah sedikit lesu. Tapi aku masih saja senyum-senyum sendiri karena gaya suamiku yang sok-sok’an. Apa bisa dia tahan lama? Secara hampir 5 hari ndak dapat jatah?
“heh! Yan, kamu itu senyum-senyum, gila kamu ya?” ucap erna
“yaelah mbak, kenapa sih datang-datang kok marah-marah? Habis di makan sama orang atas ya?” ucapku
“kalau masalah kerjaan sih endak yan, huuuuh... ini gara-gara kamu yan” ucapnya
“lho lho kok malah aku yang disalahin?” ucapku heran
“gara-gara kamu kasih itu ramuan ke aku, padahal aku juga bingung ngramunya waktu kamu tanya masalah ramuan itu. semenjak aku nyoba suamiku jadi gimana gitu... tiap hari mintaaaa terus” ucapnya, sewaktu aku mendapatkan ramuan dari mama diah, aku coba bertanya ke erna
“ya, baguslah dari pada ehem ehem...” ucapku
“sudah deh masalah Anda jangan di omongin, khilaf tahu...” ucapnya
“hi hi hi.... tapi asyik kan????” ucapku
“kata suamiku, semuanya tambah kenceng yan, tambah sempit padahal aku ngrasa juga biasa saja sama bentuk tubuhku. tapi suamiku yaelah... yaaaan yaaan... tapi thanks ya, sekarang aku bisa tahu kalau ternyata akunya yang kurang memuaskan...” ucapnya, yang dulu pernah cerota kepadaku karena mengeluh tak pernah puas dengan suaminya
“dedek baru tuuuh...” ucapku
“proses, kamu itu pengantin baru kapan buatnya? Eh, kalau buat sudah ya, kapan jadinya?” ucap erna
“ya, sabarlah namanya juga usaha mbak” ucapku
Kami bercakap-cakap sejenak dan kemudian aku teringat akan janjiku. Tanpa berlama-lama aku langsung pamt daripada dikasih kerjaan tambahan lagi. Ketika berada dijalan kulihat sebuah toko dan membuatku mempunyai ide.
---
“ini ada-ada saja istri hufth tapi ndak papalah, kemarin juga bulan madu cuma dirumah. sekali-kali main di hotel berbintang ndak masalah. Tapi uangnya hadeeeeh... terpaksa daripada ndak dapat jatah spesial” bathinku sembari mengambil ATM simpananku
“bener-bener mahal kamu yang” bathinku
Aku kemudian mengambil REVIA dan berangkat ke hotel yang aku tuju. Awalnya sih agak kebingungan apalagi ini adalah hotel berbintang khusus untuk orang-orang yang kaya. Tapi dengan tenang dan sok kaya walaupun datang dengan motor buntut aku mencoba menyewa kamar. awalnya mereka tidak percaya kalau aku akan menyewa disitu.
“baik pak, kamar akan kami siapkan tapi tolong untuk pembayaran didepan pak” ucap resepsionis
“eh, iya” ucapku
“kartu kreditnya pak?” ucapnya kembali
“eh, mbak aduh saya tidak punya mbak... adanya kartu ATM, bisaayar dengan cash?” ucapku benar-benar bloon, apalagi tubuhku sudah berlumur keringat
“maaf pak kalau itu...” ucap resepsionis
“nih ar, pakai saja...” ucap seseorang yang sudah tak asing lagi, dengan dengan sebuah kartu berada di samping kepalaku. Aku menoleh...
“eh, pak dhe he he he” ucapku cengengesan
“sudah tenang saja, pakai dulu nanti ganti ya he he he” ucap pak dhe andi
“kok pak dhe disini?” ucapku
“biasa... tuh bu dhe kamu minta kesini kemarin, malam jumat biasa” ucapnya
“ooowhh... mana budhe?” ucapku
“apa ar?” ucap bu dhe ika, aku menoleh ke samping
“Eh... bu dhe...” ucapku
“kamu itu malu-maluin, masa pulang kerja langsung kesini. Mandi dulu apa gimana gitu, dah mas kasihkan saja, kasihan anak-anak dirumah Ibu (nenek ayu)” ucap bu dhe
“makasih pak dhe bu dhe...” ucapku, selamaaaaat hufthh... setelah itu transakasi dimulai
“tadi saudaranya ya mas?” ucap mbak-nya
“iya mbak, pak dhe saya dan bu dhe saya” ucapku
“sering lho mas kesini, paling lama 1 bulan sekali, biasanya 2 minggu sekali” ucapnya, WHAT!
“owhh...” hanya itu yang terucap
“silahkan mas, kalau ada barang bawaan akan dibawakan. Mas akan diantar ke kamar tujuan. terimakasih sebelumnya” ucapnya
“iya mbak, oh iya mbak kalau nanti ada cewek datang mencari saya bagaimana?” ucapku
“bisa mas, nanti akan kami arahkan ke kamar mas. Namanya...” ucap mbaknya
Setelahnya aku diantar ke kamarku, aku masuk dan melihat kesekelilingku. Benar-benar ini kamar apa rumah? Lengkap bener... ada TV, kamar tidur terpisah, ada meja makan, ada... ada... gila bener pantesan mahal banget!
“bapak, sebentar lagi saya akan siapkan makan malamnya” ucap mas-nya
“oh, iya mas... eeee mas kalau makan malamnya di taruh di meja dan kasih lilin bisa?” ucapku
“oh bisa mas, itu sudah masuk fasilitas dari hotel” ucapnya
“okay, thanks... eh mas, tanya lagi, kalau mau ngrokok dimana ya?” ucapku
“bapak bisa membuka jendela dan merokok diluar” ucapnya sambil melihat ke jendela, aku kira keluar jendela langsung terjun kebawah he he he
“iya mas, terima kasih... oh iya mas nanti tolong...” ucapku
Dunhill mild...
---
“Sipz sudah semua, tinggal berangkat... ups kalung monelnya” ucapku mencari dikamar,
“aduh kenapa tadi harus aku lepas ya. ah ini dia.... untung kamu ketemu sayang muach” bathinku, sambil mengecup kalung itu
Dengan mobil kesayanganku dan sebuah koper aku berangkat menuju hotel. Kutemui resepsionis dan langsung aku diantar menuju ke kamar. sewaktu melewati hotel ada beberapa mata memandangku, aku tidak peduli. Bahkan ketika aku sedang berjalan menuju meja resepsionis ada yang menawarku.
“halo cantik, bagaimana kalau malam ini kita sekamar?” ucap seorang laki-laki
“maaf, saya hanya ingin menemui suami saya” ucapku
“masa cantik-cantik gini kesini Cuma mau ketemu suami, suami simpenan ya?” ucapnya
“silahkan berpikir macam-macam bapak, tapi mohon maaf suami saya sudah menunggu. Apa perlu saya tunjukan kartu nikah saya? Ini ada didalam koper saya” ucapku tegas
“halah wanita bayaran saja sok-sok’an!” ucap pria tersebut
“Hei, lebih baik kamu jauhi mbaknya atau kamu berurusan sama saya” ucap seseorang aku menoleh ke samping, ah itu kan dokter yang di RS bersama seorang laki-laki yang setengah baya
“eh... pak media, ini lho pak saya kan Cuma nawar” ucap laki-laki tersebut
“gundulmu! Tak pecat kamu, ini adik iparnya bos kamu! Pak Andi!” ucap pak media
“eh.. anu eh..” orang tersebut tampak gugup
“sudah tahu saya? Saya suaminya arya, jadi mohon minggir” ucapku
“Bu Dokter, dan Bapak terimakasih, saya duluan suami saya sudah menunggu” ucapku
“bulan madu ya yan?” ucap bu dokter
“iya bu..” ucapku tersenyum, jelas saja aku memanggilnya bu karena aku tidak begitu mengenalnya
Aku diantar menuju kamar, pakaianku sedari tempat parkir hanya mengenakan jaket dan rok berumbai seperti yang aku pakai ketika berada di danau. Pintu langsung dibukakan oleh lelaki yang mengantarku katanya memang dimintai tolong oleh si empunya kamar. Kamar remang hanya sedikit cahaya, kulihat sesosok lelaki yang sudah tidak asing lagi bagiku. Koper sudah masuk, pintu tertutup, ku buka jaketku dan kulepas rokku. Aku berjalan mendekatinya, kulihat sebuah meja makan dengan lilin yang menghiasi meja tersebut. Makanan pun sudah tersedia berada diatas pemanas, makanan kesukaannya dan kesukaanku khas daerah.
"ehem..." aku berdehem, dia menoleh dan membalikan badan. Tubuhnya terpaku melihatku, matanya seakan menelanjangiku. Aku memakai gaun pajang, berwarna putih mempelrihatkan lekukan tubuhku, gaun tersebut menutupi sebagian dadaku (seperti kemben) dan seluruh kakiku. Sebagian dadaku menyembul keluar, dan terlihat sangat montok. Tinggiku tetap saja tidak bisa menandingi tingginya walaupun aku memakai sepatu hak tinggi. Bagian bahuku tidak tertutup sama sekali dengan rambut aku gelung kebelakang serta riasan secukupnya di wajahku.
"kamarnya bagus... aku suka... hmmm... kenapa diam?" ucapku
"eh... tidak... ade... tambah cantik malam ini" ucap suamiku, yang sedikit terkejut dan menjawab dengan gugup
"ade? ade siapa?" godaku
"kamu, maksudku kamu cantik malam ini" ucapnya
"sudah dari dulu... harus berdiri terus?" ucapku
"eh maaf..." ucapnya dengan gugup langsung melangkah ke kursiku dan menariknya untukku
Kupangku daguku dengan jari-jari yang aku rapatkan. Kupandangi dia, yang duduk terlihat sangat grogi suamiku ini. pandangan kami bertemu dan saling menatap dengan ditemani lilin-lilin kecil.
"mau makan dulu?" ucapnya, aku mengangguk
Suamiku kemudian berdiri dan menawariku, diambilkannya dan hanya aku lihat didepanku. Suamiku kembali ke tempat duduknya, aku tahu dia kelaparan karena aku istrinya jadi aku tahu hanya dengan melihatnya. Tapi, aku juga lapar... aku memandangnya, aduh kenapa harus pakai sandiwara kan ndak bisa minta disuapin. Bodohnya aku ini... kulihat dia sudah mengunyah makanannya. Matanya melirik kearahku yang masih mendiamkan makananku.
"aku pengen disuapin, tapi aduuuh bodoh banget tadi ndak usah minat pm, pasti kan romantis huh!" bathinku
"mau aku suapi?" ucapnya, seakan tahu aku tak ingin makan sendiri. aku rasakan wajahku memerah dan mangangguk pelan kemudian menunduk. Kulihat dia mengangkat kursinya dan duduk disebelahku.
"baunya... sangat menyengat... bagaimana ini? aku tidak tahan, aku bisa, aku bisa bertahan!" bathinku
"aku tidak menyangka kalau kamu bertambah cantik dari foto yang kamu kirim" ucapnya
"tidak usah merayu, aku kesini karena kamu bayar" ucapku
"sudah punya suami?" ucapnya
"sudah..." balasku, kapan nyuapinya?! Bathinku bergejolak
"aku juga sudah punya istri, cantik kaya kamu" ucapnya, yeee emang aku istri kamu! kapan sih ini nyuapinya! Bathinku semakin bergejolak
"a'..." ucapnya, aku langsung membuka mulutku
"enak?" ucapnya, aku menagngguk dan melihatnya memakan makanannya
"a'..." ucapnya lagi,
"BAHAGIAAAAAAAAA!" bathinku berteriak tapi tetap tercover dengan wajah judesku
"eh... ada makanan dibibir kamu" ucapnya,mengambil tisu dan langsung mengusapkannya. Mata kami bertemu dan seakan waktu berhenti berputar
"ndak salah aku bayar kamu" ucapnya
"katanya punya istri kok bayar cewek lain?" ucapku
"kalau ndak mau ya sudah, kita pulang saja gampang kan? Lagian kalau ada cewek lain minta dibayar selain kamu, aku ndak bakal mau kok" ucapnya
"oh iya? kamu kan punya banyak uang. Bisa dong bayar cewek-cewek cantik lainnya" pancingku
"kamu nyuruh aku nyewa cewek lain gitu?" ucapnya, aku menggeleng malu
"aku cuma maunya kalau ndak kamu ya istriku saja, kalau bisa dua-duanya ya kamu ya istriku" ucapnya
"aku kan punya suami, masa mau dua-duanya? Suamiku mau dikemanakan?" balasku
"hmmm... bagaimana kalau sekarang kita menyimpan pasangan kita didalam hati kita, dan disini hanya ada aku dan kamu" ucapnya, aduh baunya semakin terasa...
"eh, iya iya..." ucapku, sekarang aku gantian yang gugup
Bau itu semakin menyengat dihidungku, vaginaku mulai terasa basah aku bisa meraskannya. Dengan telaten dia menyuapiku, dan selalu tersenyum kepadaku. Aku berikan kecupan dipipinya tatkala semua makanan telah habis aku makan.
"mau dansa?" ucapnya sembari memutar sebuah musik klasik
"okay..." ucapku
"mmm... bagaimana kalau sepatu kamu lepas saja.." ucapnya,
"okay..." jawabku
Aku dan dia sebenarnya tak ada pengalaman berdansa tapi malam ini kamu mencoba. Kedua tanganku berada di bahunya, sedangkan kedua tangannya berada di pinggulku. Aku berdansa dengannya hanya memutar pelan di tempat yang sama. Dia memandangku terus, begitupula denganku, senyum kami saling menyapa. Kedua tangnnya semakin lama semakin menarikku mendekat, tubuhku semakin menempel. Aroma itu semakin terasa dihidungku.
"boleh aku menciumu?" ucapnya
"kamu sudah membayarku, terserah kamu" ucapku yang selalu kaku dan judes
"bisakah kamu tidak menjawab dengan mmmm... ya jawablah dengan lembut" ucapnya
"iya, boleeeeh..." ucapku, sedikit keluar manjaku
Bibirnya langsung mencium bibirku, hanya menempel sejenak. Kelihatannya dalam situasi ini sandiwara ini harus berakhir. Bibirku maju dan kami melumat secara perlahan. Mataku terpejam menikmati alunan musik dan bibirnya ditambah dengan aroma tubuhnya.
"massshh...." desahku disela-selan kami berciuman
"Aku mencintaimu..." ucapnya
"ade juga mencintai mas" ucapku
"ade tambah cantik malam ini" ucapnya, aku tersenyum ketika ciuman kami lepas tapi bibir kami bersatu lagi setelahnya. Melumat pelan beriringan dengan alunan musik klasik yang lambat ini.
"sekarang massshh... ade pengenhhh..." ucapku, disela ciuman
"mash juga..." balasnya
Ciumannya berlanjut, tubuhnya menunduk dan ciumannya turun keleherku, aku mendongak ke atas memberikan ruang baginya. Ruang sebagai awal dia menikmati tubuh miliknya ini. ciumannya semakin turun kebawah, tubuhku kini diam berdiri. Lidahnya mulai keluar menjilati bagian bawah leherku. Tubuhku diputar hingga aku kini bersandar pada meja makan. Lidahnya pelan sekali malam ini tak memperlihatkan nafsunya yang tertahan selama 5 hari ini. Pelan... lidahnya mulai menyelip antara gaun dan susuku mencoba mencari puting susu. Tangannya secara perlahan menurunkan gaun yang menutupi sebagian susuku, hingga akhirnya kedua susuku keluar dan menjadi pemandangan kedua matanya.
"indah..." desisnya
Lidahnya mulai menjilati puting susuku secara perlahan, tanganku mengelus kepalanya. Lidahnya tidak begitu liar malam ini, memberiku sensasi romantis. Satu tangannya menari gaunku hingga tangan itu mulai mengelus vaginaku. Pelan... sangat pelan dan membuatku mendesah tak perlu bersusah payah baginya untuk memainkan vagina yang tak bercelana dalam. Jari-jarinya dengan lembut menyapu vaginaku dan membuatku semakin mengerang pelan. Tak seperti biasanya jari-jari itu tidak mengocok vaginaku hanya lembut mempermainkannya. Suamiku kemudian berlutut dan mendekatkan kepalanya ke vaginaku. Lidahnya menyapu pelan, bibirnya menyedot pelan vaginaku seperti dia menyedot susuku.
"massshhhh erghhh.... mmmmhhhhhh yah masshhhh mmmmhh..." desah nikmatku
Tak lama dia berdiri dihadapanku, memandangku sejenak dan kemudian mencium bibirku. Lumatan lembut seiring alunan dan remasan pada susuku membuatku semakin terhanyut oleh perlakuannya. Aku buka kancing bajunya satu demi satu, ciumanku turun kelehernya bau keringat yang sedari tadi aku rasakan kini telah menjadi milikku. Lidahku pelan turun ke puting kecil didadanya sembari menjilati sisa sisa keringat yang sudah mengering. Bermain sejenak di puting dadanya, sembari membuka celananya hingga terlepas jatuh. Aku kemudian berlutut, kubuka celana dalamnya dan penisnya sudah tegang mengacung kearahku. Ku cium perlahan ujung penisnya dan langsung aku masukan ke dalam mulutku. Kepalaku maju dan mundur, lidahku bermain di batang berotot itu.
"adeeeh... mmmhhh... yah....mmmhhhhh enakk sayang..." desah nikmatnya
lama aku mengulumnya...
"sudah sayanghh..." ucapnya sembari menghentikan kulumanku, aku diangkatnya hingga berdiri
Jarinya mengusap bibirku yang berlumuran air liurku. Kulepas bajunya hingga dia telanjang didepanku, begitu pula aku ditelanjanginya. Tepat ketika aku dibopong, lilin mulai padam. Aku direbahkan diatas tempat tidur empuk. Pinggulku diganjal oleh bantal, dan dia berlutut tepat ditengahku. Perlahan penis itu masuk, ughh... terasa sakit walau sudah basah pada vaginaku. Pelan dan tenggelam semua didalam vaginaku, tubuhku sedikit terangkat.
"akhirnya kita bersatu kembali..." ucapnya
"he'em kangen bangeeeet hiks..." ucapku meneteskan air mata
"ade itu, jangan nangis.." ucapnya
"habis kangen ndak nyangka mas nyiapin ini beneran" ucapku
"sssssstttt..." ucapnya yang langsung melumat lembut bibirku
Aku rasakan peninya mulai memompa tubuhku, terasa lebih nikmat ketika ada bantal di pingguku...
"aaahhhh massshhh dalam sekali... penuhhh masshhhh mmmhhhh..." desahku dengan kedua tangan merangkul lehernya
"tubuhmu tambah indah sayang... mas suka sekali dengan tubuhmu owhhh... nikmatnya didalam sana sayang...ehhhh uuuftthhhh" desahnya
Bibirnya kemudia mengulum puting susuku, satu tangan meremas susu satunya lagi. Goyangan pinggulnya semakin lama aku rasakan semakin cepat, sedotannya semakin kuat pada susuku.
"ahhh masssshhh.... mhhh.... ahhhhh.... massshhhhhh..." desahku
"ade sayanggghhhh...." desahnya, bibirnya berpindah dibibirku
Semakin cepat, semakin terasa, aku hampir keluar...
"massshhhh ade mau..." desahku disela-sela ciuman kami
"massshhh juga..." ucapnya
Selang beberapa saat, penisnya masuk sangat dalam di vaginaku. Tubuhku melengking ke atas lama sekali, ketika turun tubuhku mengejang seiring dengan cairan hangat dari penisnya membasahi rahimku. Aku terkulai lemas sangat lemas, entah kenapa tubuh ini rasanya lelah sekali. Tubuhnya kurasakan mengejang beberapa kali. hingga nafas kami teratur bibirnya menciumi wajahku. Tangannya mengelus lembut kepalaku, rambutku diuraikannya dan dimainkannya sejenak.
"ade capek..." ucapku, mungkin karena pekerjaan hari ini membuatku lelah
"mash jugahh..." ucapnya
"peluk ade..." ucapku
Dengan posisi masih sama, dia memeluk dan menindih tubuhku. Tak terasa berat, hingga akhirnya aku tertidur karena lelah begitu pula dengannya. Malam yang indah, bulan madu yang indah bukan yang terindah karena yang terindah adalah ketika aku bersamanya.
Malam hari aku terjaga tak kudapati dirinya disampingku, aku bangkit ku seret selimut tebal untuk menutupi tubuhku. Kulihat dia berdiri di pintu jendela, kudekati dan ku rebahkan keningku di punggungnya.
"kenapa?" ucapnya
"takut bobo sendiri" ucapku
"lagi?" ucapnya, aku lepas selimut itu dan memeluknya
"mas yang bisa jawab, ade nurut..." ucapku
"bobo lagi yuk tadi mas bangun Cuma buat minum terus lihat langit bagus banget tapi ternyata ndak bisa ngalahi indahnya kamu" ucapnya
"he'em..." hanya itu jawabanku
Ditempat tidur tubuhku masuk ke dalam pelukannya, hangat walau AC dikamar ini kurasakan sangat dingin. Selimut menutupi ketelanjangan kami, kecupan manis di keningku, elusan lembut di kepalaku. Membuatku nyaman dan terlindungi. Hingga pagi menjelang...
Dengan pakaian yang aku bawa dikoper aku dan suamiku pulang dengan pakiannya yang aku bawa. berkendara sendiri-sendiri seakan seperti bukan suami istri tapi kami selalu beriringan ketika perjalanan pulang. Tak tahan aku ingin segera memeluknya dirumah, bercumbu dirumah karena pagi hari ini dia memandikanku dengan telaten. Sesampainya dirumah....
"peluuuuuukkkk...." ucapku manja
"peluuuuuukkkk...." balasnya
"ih, mas ikut-ikutan deh..." jawabku
"masa ade terus dimanja, mas kapan?" ucapnya
"eh, sini ade manjain mas..." ucapku menarik tubuhnya
"sini kepalanya bobo di pangkuan ade" ucapku
Senyum mengembang di bibirku, ketika tubuhnya langsung rebah. Dia kemudian bercerita tentang bagaimana dia masuk ke dalam hotel penuh kebingungan walau akhirnya bisa dikarenakan pertolongan pak dhe andi. Lucu juga rasanya dengan kejadian semalam, tapi romantis bagiku.
"ih, telinganya kotor sebentar ade ambil katenbat" ucapku, berlari cepat dan kembali lagi
"telinga suamiku bagus ya" ucapku
"bagusan punya ade" balasnya
"sama bagusnya kok sayang" jawabku
"balik sayang, yang satunya lagi..." lanjutku
"mas suka susu ade..." ucapnya sambil telunjuk jarinya menusuk-nusuk susuku
"kan sudah punya mas" jawabku
"he'em punya mas...." ucapnya salah satu tangnya melingkar dipinggulku dan merapatkan wajahnya diperutku
"kangen susu ade mas?" ucapku
"he'em bikin kangen tapi yang paling bikin kangen ade..." balasnya
"capek ya? ade pijitin mas..." ucapku
Kami kemudian berpindah ke kamar, aku memakai tang-top kesukaannya dan celana dalam kseukaanya aku mulai memiijitnya. Tubuhnya hanya berbalut celana dalam dengan punggung yang kasar. Hanya sekedar memijitnya karena aku bukan seorang tukang pijat profesional dan tidak pernah mengerti pijat memijat, tapi katanya kalau memijit suami tambah disayang.
"ade mau ke dapur sebentar" ucapkku
"eegh, he'em..." jawabnya sembari membalikan tubuhnya terlentang
"mau masak?" tanyanya
"buat mimi, biar mas tambah segar" ucapku dia teresnyum, aku meninggalkannya
Ting... Ting... Ting...
"ngobrol diluar yuk" ucapnya menghampiriku dan memelukku dari belakang
"he'em..." ucapku, suamiku meninggalkan aku an menuju halaman belakang rumah, aku mengikutinya dari belakang, kulihat dia memakai kaos dan celana boxer. Ku berikan minuman hangat dan kami duduk bersebelahan, kusandarkan tubuhku didadanya
"besok kelihatannya mas bakal sibuk lagi" ucapnya
"katanya ndak sibuk" ucapku
"tadi pas masih di hotel dapat BBM dari anak kantor" ucapnya
"puasa lagi?" ucapku
"ya, kan ade ndak capek, ade ya yang diatas" ucapnya
"ndak mau ah, cewek kok disuruh prasmanan" tolakku
"kan mas juga pernah prasmanan, masa ade ndak mau?" ucapnya
"kalau cewek capek, terus cowoknya gituin ya oke kan, cewek kan ladang... terima jad gitu sayang, masa tukang cangkul diladangin? Kalau ladang dicangkuli kan wajar" ucapku
"kan ada tuh terong dicabein he he he" ucapnya
"enak saja, high level kok doterongin... " ucapku, sambil bersandar pada dadanya dan membelakanginya dengan kedua kakiku berada di atas bangku
Hening sesaat kudengar dia meyeruput minuman hangatnya...
"hi hi hi ha ha ha..." ku dengar tawanya
"mas kenapa sih kok tiba-tiba tertawa? Ade jadi takut nih" ucapku
"yang..." panggilnya
"hmm... slurupt..." jawabku
"mas cuma ndak nyangka saja... masih terasa gimana gitu kalau ngat kejadian dulu" ucapnya
"hi hi hi hi yang tambah bikin ade kaget, kok bisa sih mas waktu itu bilang suka langsung. Padahal ade-kan item jelek ndak terawat" ucapku
"mau tahu apa mau tahu banget? Rahasia..." ucapnya
"aaaa... " manjaku
"mas kan sudah bilang..." dia meletakan minuman hangatnya
"coba senyum..." aku pun tersenyum
"ini yang bikin mas suka..." jawabnya,
"hanya senyuman?" tanyaku heran, dia mengangguk
"karena senyumu... berbeda... ndak tahu kenapa mas bisa mikir gitu tapi beda saja, enak kalau dilihat..." jawabnya
"aaaaa... peluuuuuuk..." ucapku setelah meletakan minuman hangatku
"dan ini nih yang bikin kepikiran terus..." ucapnya
"apa?" tanyaku
"manjamu..." ucapnya dengan kecupan di ubun-ubun kepalaku
“dia harusnya lebih dewasa, aku tanya baik-baik dia malah marah-marah. Sudah bu, aku mau tidur saja dikamar pak dhe andi” ucapku langsung naik ke atas
“aryaaaa... pulang” ucap nenekku
“kalau aku dipaksa pulang terus, aku mau nginap di wongso saja” ucapku
“aryaaa.... aryaaa... “ ucap kakekku
“kakak, kasihan mbak dian” ucap eri yang tinggal bersama mereka
“arya mau tidur, capek...” ucapku langsung menuju kamar pak dhe andi ketika mudanya
Bodoh, bodoh, bodoh... aku langsung tidur dan ku kunci kamarku. Marah benar-benar marah....
---
Aku terbangun dan tak kudapati dirinya disampingku, terasa asing bagiku. Setiap pagi, jika aku terjaga terleih dahulu dia selalu berada disampingku dan mendengkur keras. Kini aku tidak mendengar dengkurannya, seperti ada yang hilang. Aku berharap dia tidur di sofa, ya pasti dia di sofa. aku langsung bangkit, senyumku mengembang tapi yang aku dapati adalah dia tidak ada disana. Perih rasanya tidak melihatnya malam ini, dengan sedikit air mata aku membersihkan diriku.
“biasanya, aku dimandikan olehnya kalau pagi buta seperti ini” bathinku membuatku semakin menangis
Setelahnya aku duduk di tempat tidur, menghentak-hentakan kakiku dilantai. Aku menangis sejadi-jadinya, tubuh telanjang biasanya selalu ada yang menggodanya di pagi hari tapi kali ini tidak. Kuraih sematponku.
“halo sayang”
“maaa... hiks hiks mas disuruh pulang maaaa....”
“iya ini lagi dibujuk sama kakek dan nenek juga, kelihatanya dia mau pulang kok”
“beneran mas hiks”
“iya, ini mau pulang tapi mama ndak jamin dia langsung kerumah lho. Kayaknya wajahnya masih muram”
“ndak papa ma, yang penting mas sudah mau pulang”
“iya, sudah kamu siap-siap saja, terus berangkat kerja dan nanti pas pulang pasti masmu sudah di rumah oke?”
“iya ma...” kelk
Aku pakai pakaianku, tampak asing sendiri memakai pakaian kerja dipagi hari. Bahkan ketika aku makan pagi di meja makan aku juga merasa aneh sendiri, tak biasa aku makan pagi hari dengan memegang sendok. Air mataku keluar lagi, dan kali ini benar-benar deras sekali. Hingga tepat pukul 7, aku berangkat dan ketika keluar melewati pos satpam aku lihat mas arya masuk ke perumahan. Langsung aku hentikan mobilku dan memutar balik tapi disaat bersamaan aku mendapat telepon dari erna, agar menggantikannya mengurusi admnistrasi jurusan untuk audit karena anaknya tiba-tiba jatuh sakit. Erna hendak memeriksakannya terlebih dahulu, baru kemudian berangkat. Kaku disuruhnya menyiapkan berkas saja. Mau tidak mau aku langsung memutar kembali mobilku, dan berharap dia tetap dirumah sampai aku pulang.
Sesampainya di kampus, aku langsung menyiapkan apa saja yang dibutuhkan untuk audit. Dan tepat pukul 9, erna datang anaknya sakit panas tapi masih bisa ditinggal karena orang tuanya yang menjaga. Jam setengah sepuluh aku mengajar, pikiranku tidak fokus, selalu aku mengambil sematponku untuk melihat ada pesan masuk atau tidak, kulihat kontaknya pun tidak berubah pada displai pikcur-nya. Statusnya tidak berubah, aku coba ping tapi centang. Setelah seharian mengajar, aku tinggalkan kampus dan langsung pulang kerumah tepat pukul 3 sore. Ku dapati motornya masih berada di garasi, aku tersenyum dan langsung aku berlari masuk. Kulepas semua bajuku dan menyisakan tang-top dan celana dalam. Kucari dia, ternyata masih berada didalam kamar mandi.
Tok tok tok...
“mas...” ucapku dengan penuh kebahagiaan dia pulang
Kleeek...
“ya” jawabanya singkat, aku tersenyum dan membuka tanganku tapi dia berlalu ke dapur mengambil makan. Aku jadi sedih melihat sikapnya, kulihat dia tidak memandangku sedikitpun ketika berjalan ke sofa depan TV. aku dekati dan aku duduk disebelahnya, kucoba bermanja kepadanya.
“mas, ade suapin, ade kan juga laper mas” ucapku manja, tapi kulihat dia cuek saja makannya semakin cepat dan langsung pergi meninggalkan aku setelah makan selesai. Dia kemudian datang membawa sepiring nasi dan lauk, diletakannya di sampingku.
“ini, ade makan sendiri, mas mau ke wongso” ucapnya berlalu meninggalkan aku
“maaaas, mas jangan pergi lagi ade tak..” ucapku berdiri dan tercekat
klek... pintu tertutup dan dia pergi, aku berlari tapi dia sudah keluar dan mengdarai motornya menghilang dari pandanganku. Aku meringkuk di balik pintu, dan menangis, sejahat itukah aku? Hingga dia tidak mau memaafkan aku?
“tidak dia pasti pulang, pasti pulang” ucapku kepada diriku sendiri
Detik berganti, jam pun berganti tepat pukul 9 malam. Dia belum juga pulang, akhirnya aku menyusulnya ke rumah wongso. Tapi setibanya aku disana tak ada motor merahnya itu, ku tanyakan ke wongso dan asmi. Memang dia sebelumnya disini dan tampak wajahnya bete sekali, seperti kemarin namun tadi pukul 7 malam dia sudah pergi.
“makasih ya wong, as” ucapku
“iya, lagi marahan apa?” ucap asmi
“iya... kira-kira kalian tahu kemana mas arya pergi?” ucapku
“kamu to mbak seharusnya yang lebih tahu” ucap wongso
“eh, iya coba aku telepon nanti” ucapku
“mbak, biasalah kalau marahan. Dulu mas wongso juga gitu malah ndak pulang 3 hari, kalau ndak dicari ya ndak pulan tuh” ucap asmi
“sudah ndak usah dibahas lagi” ucap wongso
Aku hanya tersenyum dan meninggalkan mereka berdua. Kemana aku harus mencarinya, aku sudah mendapatkannya tapi aku malah mengacuhkannya. Aku tidak pernah memanjakannya sekalipun, aku merasa bersalah. Da sudah berusaha mewujudkan impianku menjadi istrinya tapi. Dalam mobil yang berjalan, aku terus berputar-putar kulihat rembulan dan sesaat aku teringat akan sebuah tempat. Langsung aku putar arah mobilku dan menuju tempat itu. sesampainya ditempat itu, aku lihat motornya, aku langsung berlari ketempat itu. dalam nafas terengah-engah aku sampai juga, kulihat dia sedang duduk dan merokok.
“mas...” ucapku pelan, dia menoleh sebentar dan kemudian menghisap rokoknya
“mas...” ucapku sekali lagi, dia mematikan rokoknya dan berdiri
“kalau bangkunya mau dipakai, pakai saja” ucapnya sembari melangkah pergi
Aku langsung berlari kearahnya, tak akan kulepas lagi dia. Aku peluk erat tubuhnya dan menahannya untuk tidak pergi lagi. Aku peluk sangat erat...
“jangan pergi lagi, ade minta maaf hiks hiks hiks ade tahu ade yang salah sudah marah-marah, tapi mas jangan pergi lama hiks hiks..” ucapku, tapi kakinya tetap melangkah
“mas...ade mohon hiks hiks” ucapku
“ade kan pengen mas pindah kan? Ya sudah, kenapa dicegah? Daripada bikin sumpek rumah ade, mending mas pergi saja” ucapnya
“ndak hiks hiks ndak sumpek mas... ade mohooon hiks hiks hiks..” ucapku
“mas itu bingung sama ade, mas tanya baik-baik ade jawabnya ketus seperti itu. salahnya dimana? Katanya tanya dulu sebelum bertindak, terus kenapa marah-marah hanya ditanya nilai. Mas ndak mempermasalahkan nilai, hanya saja tanggapan ade yang berlebihan, membuat mas ndak suka. apalagi ade nyuruh mas pergi, ya sudah berarti memang ade tidak mengharapkan mas lagi kan?” ucapnya
“maaaaaff hiks hiks hiks hiks maaaaaf mas maaaaf... ade ndak akan ngulangi lagi, ade janji hiks hiks hiks...” ucapku terisak
“mas memang mahasiswa ade, tapi mas sudah punya niat untuk tidak menjadi mahasiswa ade. mewujudkan mimpi kamu dan juga aku...” ucapnya
“maaf, maaafin ade maaas...” ucapku memeluknya semakin erat
“haaaaaash... sudah ndak usah nangis lagi, ya mas maafin dasar cewek manja, dah mas sudah ndak marah” ucapnya, tubuhnya berbalik, pelukanku longgar. Aku dipeluknya erat, kurasakan nafasnya di ubun-ubun kepalaku. Cup...
“dah, yuk pulang... sudaaaah mas dah ndak marah ni mas senyum ni” ucapnya menunjukan senyumnya kepadaku
“jangan pergi lagiiiiii... ade mohoooon... hiks hiks...” ucapku
“iya, iya... makanya jangan asal marah-marah lagi” ucapnya,
Entah kenapa kulihat didalam dirinya sebuah kedewasaan yang selama ini tak pernah aku lihat. Seorang yang selalu menyelsaikan masalah dengan otot kini berubah. selama beberapa saat aku didiamkan dari tangisku dan kemudain diajak pulang kerumah. Ketika aku lihat mas menaiki motor, aku langsung membonceng di belakangnya.
“lho? Lha itu mobil siapa nanti yang bawa?” ucapnya
“nanti mas pergi lagi hiks...” ucapku masih sedikit terisak
“endak, endak, yakin deh... ntar mas ada didepan ade terus. Suwer” ucapnya
“janjiiii...” ucapku
“janji” ucapnya,
Aku kembali ke mobil dan mengikutinya dari belakang hingga sampai dirumah. begitu mas turun dari mobil langsung tangannya aku peluk erat. ku kira akan berjalan bergandengan tangan, aku malah dibopongnya ke ralam rumah.
“bobooooo...” ucapku manja
“iya iya...” ucapnya
“lepasiiiiin...” ucapku lagi memintanya melepaskan pakaianku. Dia langsung saja melepas pakaianku, dan meninggalkan tang-top dan celana dalam.
“mas jugaaaa...” kalau dilihat darimanapun, malu juga aku manja dihadapannya
“peluk... pelukkk cepetaaaan...” ucapkum tubuhnya langsung menarikku rebah dan memasukanku dalam pelukannya. Hangat.
“mas, ade ndak di bobo’i?” ucapku
“endak...” jawabny tersenyum
“ade, dah ndak menarik ya??” ucapku
“kalau ndak menarik itu batang ndak bakal berdiri ade” ucapnya, ku elus bagian selangkangannya dan kurasakan keras di sana
“sudah bobo saja, besok masih ada waktu, okay?” ucapnya aku mengangguk
“ade boleh nangis?” ucapku
“lho kenapa nangis?” balasnya
“pengen saja, nangis dipeluk sama mas” ucapku
“iya iya, boleh, sini” ucapnya
Aku langsung saja menangis menyesali semua yang aku lakukan padanya. Tubuhku masuk dan memeluk tubuhnya, kepalaku dielus-elus olehnya. Bibirnya terus mengecup kepalaku dan aku terus menangis hingga lelah dan terlelap.
---
Berbulan-bulan aku mengandung anak mahesa, sudah tak aku pedulikan lagi keberadaan yah dari anak ini. aku kembali ke kehidupanku seperti sedia kala dalam beberapa bulan ini. menjadi anak ayah dan ibu, tapi tidak sepenuhnya karena ada eri disini yang menemaniku, kadang anak perempuanku yang satunya, rani, juga datang kesini menemaniku. Pernah sesekali, arya pulang walau aku melarangnya karena aku tahu dian adalah wanita yang manja seperti halnya aku. Tapi aku tidak pernah terlihat manja, lha wong suami saja tidak pernah ada dirumah, dulu. Tapi namanya anak laki-laki, sering sekali dia meneleponku menanyakan keadaanku. Aku bangga dengannya karena memiliki pemikiran untuk mendirikan usaha, uang yang dulu pernah aku kumpulkan aku berikan sepenuhnya kepadanya untuk modal usaha.
Perna Arya saat itu pulang dengan wajah marah, ternyata dia sedang bermasalah dengan dian. baru kali ini wajahnya yang selalu tersenyum dihadapanku terlihat snagat marah. Wajar saja mungkin karena memang pada dasarnya sudah bertemu dengan wanitanya, pasti ada marah-marahannya. Hari ini ratna datang kerumah mengajakku ketempat belanja, aku telepon dian dan arya untuk ikut dan merea menyetujuinya. Dengan usia kandungan hampir 8 bulan, rasanya berat sekali untuk melangkah. Aku menyayangi anak didalam kandungan ini, walau ini benih dari mahesa. Aku tidak mempermasalahkannya, karena memang hanya dari dia aku bisa mengandung. Pernah saat itu aku berpikir untuk arya tapi tidak, aku tidak ingin memperpanjang kesalahanku.
“mamaaaaa...” teriak dian masuk kedalam rumah selang beberap jam aku telepon
“masmu mana?” ucapku
“itu...” ucapnya
“ibu...” ucap arya
“pengusaha sukses ni??? Tapi sayang masih lajang hi hi hi buat apa coba uang banyak kalau masih lajang?” candaku
“keluar lagi deh, yakin bu. Aneh rasanya arya denger ibu ngomong kaya gitu” ucapnya
“terus? Harus bilang apa? Wow?” ucapku
“ayolah bu... jangan kaya gitu, tapi terserah deh. Eh bu, lha mana anak perempuan ibu yang cengeng itu?” ucapnya
“auw auwh.. sakit tahu, aku balas” ucap arya yang kena cubit dua adiknya
“mbak diaaaaaaaaan...” teriak mereka berdua bersembunyi dibalik dian
“dari mana sih kalian?” ucap arya
“tuh...” ucap mereka berdua serempak,
“hai kakak iparku” ucap anta dan rino, pacar dari rani dan eri, aku tahu dari cerita mereka berdua
“hah?! Aku jadi kakak ipar kalian, ndak mau, cari yang lain ran, er!” ucap arya
“mama... kak arya jahat” ucap mereka
“sudah, sudah kalian itu sudah gedhe bertengkar terus” ucapku
Ratna kemudian datang bersama suami dan anak-anaknya. Kami kemudia berangkat, arya mengemudikan mobil dan dian menemaniku dibelakang. Sedang rani dan eri dan juga pacarnya dengan ratna.
“mah cowok apa cewek?” ucap dian
“cewek kemarin di USG” ucapku
“asyiknyaaaaa punya dedek, penge” ucap dian sambil melirik arya
“iya, iya, bentar perusahaan kan belum stabil sayang ntar makan apa coba?” bela arya
“makan nasi, tul g yan?” ucapku
“he’em... mas arya kadang bloon deh” ucap dian
“daripada judes! Weeeek....” balas arya
“biarin penting cantik, bener ndak ma?” ucap dian
“bener, daripada jomblo dipelihara lama hi hi hi” ucapku
“lama kelamaan arya lihat ibu, masa mudanya kaya dian deh” ucapnya
“oooo... kamu ngatain ibu gitu?!” ucapku
“endak endak... gitu saja marah huuuuuu” ucap arya
Sesampainya di tempat perbelanjaan, mereka langsung bergerak sendiri, sendiri aku hanya duduk manis didepan salah satu tokok yang berada didalam toko perbelanjaan. Memainkan sematpon untuk membaca artikel-artikel terkait dengan kehamilan. Dian datang membawakan aku jus buah dan diletakand di meja kemudian meninggalkan aku untuk berberlanja bersama dengan arya. aku hanya bisa pesan barang A, B, C dan menunggu mereka. Lama aku menunggu...
“boleh aku duduk disini?” ucap seorang lelaki, yang suaranya tidak begitu asing,
“silahkan” ucapku cuek dan tetap memainkan sematpon
“hamil berapa bulan?” ucapnya
“hampir 8 bulan” ucapku masih sibuk dengan sematpon
Hening sesaat tapi aku merasa laki-laki ini memandangku terus, tapi aku acuh bahkan tidak meliriknya sama sekali.
“kamu masih tetap sama ya yah, sama seperti ketika sekolah dulu” ucapku terhenyak dan langsung aku angkat pandanganku. Betapa terkejunya aku melihat lelaki yang sekarang berada dihadapanku.
“eh... kamu...” ucapku
“hai, apa kabar?” ucapnya menyodorkan tangannya
“baik, kamu?” ucapku, sambil menjabat tangannya
“baik...” ucapnya tersenyum manis ke arahku
“mana istri dan anakmu?” ucapku
“aku belum menikah, jadi tidak punya anak dan istri” ucapnya
“jangan bohong kamu, sudah hampir 20 tahun lebih berlalu kok belum menikah” ucapku santai, dan bersandar di kursi
“menikah sama siapa yah? Aku lajang setelah aku memutuskan pindah, dan sibuk dengan sekolah, juga pekerjaanku” ucapnya
“ya sama cewek, kalau kamu homo ya sama cowok, gampang kan? Namanya cowok juga pasti dekat dengan cewek kan? Kamu pasti bohong..” ucapku
“diah, diah... pernah aku berbohong sama kamu?” ucapnya, aku tatap matanya dan aku menggeleng
“terus kenapa kamu ada disini?” ucapku
“karena mendengar kabar tentang kamu dari mas andi, kemarin aku ketemu dengannya ketika dia berada di ibukota negara. Dia bersama seorang remaja tapi aku lihat wajahnya mirip kamu. itu anak kamu?” ucapnya
“iya, tuh...” ucapku sambil menunjuk ke arah arya
“aku belum sempat bertemu dengannya, karena waktu itu aku ketemu mas andi pas papasan di rumah makan. Ganteng dan putih ya, mirip ibunya?” ucapnya
“kalau mirip ibunya, ya cantik to ya” ucapku
----
“siapa laki-laki itu?” bathinku
“ade, kesana yuk. Ibu kok ngobrol sama orang asing” ucapku kepada dian, dan dian mangangguk
---
“ibu...” ucap arya kepdaku
“hai om...” ucapnya kepada lelaki itu
“hai...” ucap lelaki yang duduk tepat didepanku, arya duduk disampingnya sedangkan dian duduk di sampingku
Lelaki ini kemudian mengobrol sejenak dan menceritakan pertemuannya dengan mas andi. Arya terlihat antusias, walau pertama pandangan arya adalah pandangan curiga.
“oh ya om, kenalin namaku arya dan ini dian calon mantu ibuku” ucapnya
“eh,...” lelaki itu tampak terkejut dan sedikit melirik kearahku
“ada apa om?” ucap arya
“kenalkan nama om, Arya, Ariya Sukarno, panggilannya arya, tapi nama lengkap om pakai huruf i setelah huruf r. Om teman SD, SMP dan SMA ibu kamu” ucap ariya
“wah nama kita sama om, tapi beda dibelakangnya dan huruf i-nya tadi he he hesaja” ucap arya anakku
Kami bercanda, dan kemudian arya, dian melanjutkan belanjannya. Setelah selesai semua, mereka berkumpul kembali ke tempatku dan arya teman sekolahku mengobrol.
“lho mas arya” ucap ratna terkejut
“hai rat, masih ingat kamu sama aku” ucapnya
“masih lah... ha ha ha” ucap ratna kemudian kami mengobrol, selang beberapa saat aku dan yang lainnya melangkah menuju ke tempat parkir. Aku berjalan berdampingan dengan arya anakku, tapi ariya kemudian meminta anakku untuk jalan terlebih dahulu.
“yah, apa sekarang kamu benar-benar sudah tidak.... itu anu apa itu....” ucapnya sedikit gugup
“apa?” ucapku
“tidak memiliki suami” ucapnya, terlihat sangat lega ketika seudah berucap
“iya, memang kenapa? lha kamu sendiri bagaimana? Aku tidak percaya deh kalau kamu itu lajang? Ndak mungkin cowok seperti kamu masih ting-ting” ledekku, memang perawakannya putih tinggi tapi jika dibanding anak lelakiku lebih tinggi anak lelakiku
“yah... aku sudah bilangkan tadi kalau aku tidak pernah berbohong kepadamu” ucapnya memandangku, dan kali ini aku yakin kalau dia serius
“iya deh percaya. Aneh juga cowok seperti kamu ndak nikah” ucapku
“karena kamu...” ucapnya membuat langkahku terhenti dan memandangnya
“semua karena kamu yah, seandainya saja dulu tak ada kejadian itu pasti aku akan tetap tinggal di kota ini. haaassshhh... aku masih terlalu sulit melupakanmu” ucapnya membuatku tercekat
“aku sudah janda dan akan mempunyai anak lagi, umurku sudah tua dan tidak menarik lagi. Jangan ungkit lagi janji dimasa lalumu itu, kita sudah terlalu tua” ucapku melanjutkan langkahku. Dadaku berdegup kencang jika mengingat wajahnya yang masih SMA waktu itu.
“yah... bisa kita bicara sebentar yah?” ucapnya
“Ibuuuuu....” ucap arya yang memanggilku
“anakku sudah memanggil, maaf kapan-kapan kita lanjut lagi” ucapku sambil tersenyum ke arahnya
“baiklah, hati-hati ya...” ucapnya
Aku tak menyangka akan bertemu dengannya disini. dulu setelah kejadian yang menimpaku, kulihat wajahnya meneteskan air mata. Setelah itu aku tidak pernah melihatnya lagi. Kata teman-temanku dia pindah entah kemana dan aku tidak pernah mendengarnya.
“bu tadi siapa?” ucap arya
“kan tadi sudah bilang si om, kalau dia teman sekolah ibu” ucapku
“tapi aneh, kok namanya sama ya dengan namaku, kalau pas dipanggil walaupun tulisannya beda” ucapnya
“he’em ma, tapi ndak tahu ding” ucap dian
“kebetulan sayang” ucapku
Setelah pertemuan itu, aku kembali ke kehidupanku. Kehamilanku semakin membesar, anak lelakiku dan kekasihnya sering sekali menjengukku. Kadang malah tidur besamaku walau ada eri yang selalu menemaniku. Hingga pada suatu hari, Ariya datang kerumah.
“lho ada angin apa?” ucapku
“bapak sama ibu kamu ada?” ucapnya
“ada, duduk dulu sebentar. Ku panggilkan” ucapku tanpa menaruh curiga
Selang beberapa saat, ibu dan ayahku menemuinya. Aku buatkan minum, kulihat wajahnya sedikit grogi. Aku letakan minuman dan hendak pergi ke belakang.
“yah, bisa disini sebentar saja?” ucapnya
“sebenarnya kamu mau menemui siapa ar? Diah atau bapak sama ibu?” ucap ayahku, aku mengangguk dan duduk disamping ibu
“ke...ketiga-tiganya” ucapnya, tampak grogi
“eh om A-RI-YA, he he he ada apa ini om?” ucap anakku yang tiba-tiba datang dari belakang bersama dian. tak ada eri karena eri sedang pergi dengan rino.
“ndak papa ar” ucapnya
“arya, kamu itu datang tiba-tiba langsung buat gempar saja... Oh iya kok kamu tiba-tiba muncul? Dulu kamu pindah ya?” ucap ayahku dan anakku hanya cengengesan
“iya pak... eee anu pak, boleh saya memulai?” ucapnya
“wah kok serius sekali ada apa?” ucap ibuku
“begini, maksdu kedatangan saya yang pertama adalah menjalin tali silaturahmi. Dan yang kedua adalah untuk... anu... eh...melamar diah pak, untuk menjadi istri saya” ucapnya
Kamisemua tercengang mendengar ucapannya. Bahkan anakku saja sampai membuka mulutnya, juga dian tampak kebingungan.
“baiklah, kalau ini kamu langsung bicara saja sama diah. Bapak dan ibu mau kebelakang dulu. Ayo bu, tadi ibu mau mijitin bapak kan?” ucap ayahku
“oh iya lupa, nak arya ibu kebelakang dulu, silahkan bicara sama diah langsung. Ar kamu ndak ikut” ucap ibuku, anakku menggelengkan kepala dan masih duduk dengan dian bersandar dibelakang punggungnya menatap teman sekolahku ini.
“yah, bagaimana?” ucapnya menyadarkan aku
“ar, maaf bukannya aku menolak. Tapi aku seorang janda dan aku mengandung anak dari suamiku. Aku tidak mau kamu menanggung bebanku” ucapku
“aku siap menjadi ayahnya, dan jika anak itu lahir katakan kepadanya aku ayah kandungnya. Aku tidak tahu semua masalahmu yah, yang aku tahu aku terluka ketika kejadian saat itu dan aku pergi agar aku bisa menenangkan diriku. Aku tidak bisa melupakanmu...” ucapnya
“jangan bodoh! Banyak wanita yang lebih baik dari aku dan ban....” ucapku terpotong
“ini, kamu masih ingat ini kan?” ucapnya dihadapan anakku, menyerahkan kalung. Ingatanku kembali ke masa yang lampau.
“hei yah, aku akan mengalahkanmu dan aku akan menjadi juara satu pararel sesekolahan” ucap ariya
“coba saja, emang aku diem saja gitu!” ucapku
“kalau aku menang aku mau kalung kamu itu” ucapnya
“eh eh jangan seenaknya buat peraturan ya! taruhan sendiri, ya menang urus sendiri dong!” ucapku
“bilang saja kamu takut!” ucapnya
“HUH! Apa kamu bilang, oke kalau begitu. Tapi kalau aku menang, kamu harus merangkak pulang dari sekolahan kerumahmu!” ucapku
“siap!” ucap ariya
Setelah semesteran...
“mana” ucapnya
“nih, beruntung kamu menang, kalau besok aku menang kembalikan kalungku!” ucapku
“tidak, aku akan kembalikan kalau aku melamarmu nanti” ucapnya
“siapa juga yang mau sama kamu” ucapku
“aku akan menunggumu sampai kamu mau, dan baru kalung ini aku kembalikan” ucapnya
“yah...” ucapnya menyadarkan aku, anakku bahkan hanya diam memandang kami berdua
“sudahlah lupakan janjimu itu” ucapku, ketika kalung itu jaruh dan menggantung kulihat sebuah cincin yang bersanding dengan liontin kalungku
“jika kamu memang tidak mau, aku akan menyimpannya sampai kamu mau” ucapnya
“hiks hiks... dasar kamu cowok jelek! Kenapa kamu mau sama janda seperti aku, janda yang sedang hamil!” ucapku
“karena aku selalu mengagumimu dan mencintaimu walau tak pernah aku ungkapkan, tapi sekarang aku benar-benar mengungkapkannya dihadapanmu dan juga anakmu” ucapnya
Aku lihat dian hendak mendekatiku tapi arya anakku mencegahnya. Wajah arya tersenyum dan mengangguk ke arahku. Aku memang jengkel dengan lelaki ini sejak dulu, tapi ada perasaan sayang kepada sainganku ini. semejak dia menghilang dan aku melahirkan, aku merasa kehilangan. Aku tidak pernah menceritakannya kepada siapapun itu. bahkan anakku sendiri. tentang cinta yang terpendam kepada lelaki jelek.
“cewek galak, kamu mau kan?” ucapnya
“dasar cowok jelek!” ucapku sambil menyodorkan tangan kiriku, aku tidak bisa menolaknya. Perlahan dia memasangkan cincin itu, dan kalung itu dipakaian lagi setelah 20 tahun lebih dia menyimpannya
“tapi aku hamil, kamu harus menunggu hiks hiks...” ucapku
“apa perlu aku ulangi lagi, sampai kamu mau” ucapnya
Tiba-tiba arya berdiri dan melompat kearah ariya. Melompat dan memeluk lelaki itu.
“Ayaaaaaaaaaaaaaaaaaaahh...” teriak arya keras, wajahnya sangat gembira
“sekarang aku tahu kenapa namaku arya, itu adalah nama panggilan dari cintanya ibu ha ha ha” canda anakku
“sudah?” ucap ayah tiba-tiba datang, ariya mengangguk
“kamu bisa menerima diah?” ucap ayahku kembali
“asal bapak mengijinkan, saya akan selalu menerimanya” ucapnya
“tunggu 3 bulan setelah anak itu lahir, baru kamu boleh menikahinya” ucap ayahku
“tapi, saya harap nama ayah di akte itu adalah nama saya” ucapnya
“bagaimana yah?” ucap ayah dan aku mengangguk
Arya tampak gembira sekali ketika tahu aku dilamar oleh ariya. Sebuah kebencian karena dulu aku dikalahkan kepadanya sebenarnya adalah rasa sayang kepadanya. Sempat dulu aku memikirkannya karena dia satu-satunya lelaki yang bisa mengalahkan aku. Ariya kemudian pergi dan akan datang lagi bersama kedua orang tuanya. Ayah dan ibuku tersenyum bahagia, memelukku.
“ciyeee ciyeee ditembak nih yeeee...” ledek anakku didalam kamar
“wajah mama merah tuh” ucap dian
“sudah kalian itu malah ngeledekin ibu terus” ucapku
“benerkan apa yang arya bilang, masa muda ibu kaya dian, judes dan galak he he he” ucapku
“apa hmmmm hmmm hmmmm” ucap dian sambil mencubit arya
“aduh sayang ampuuuuun ampuuuuun” ucap anakku
“bisa ibu sendiri dulu?” ucapku, dan arya-dian melangkah keluar
“oia bu, kalau nanti ibu sudah menikah. Boleh arya minta sesuatu?” ucap anakku
“iya, apa?” ucapku
“tolong ibu ngomong ke ayah baruku.... lamarkan aku, karena aku ndak bisa ngomong seperti calon ayahku tadi” ucap arya tersenyum, aku mengangguk. kulihat dia langsung ambruk di punggung anakku dan memeluknya. Mereka kemudian keluar dari kamar.
Tak kusangka waktu begitu cepat berlalu tapi kamu masih saja menepati janjimu. Aaaah, aku masih laku juga ternyata hi hi hi. Ariya... ariya, gara-gara kamu anaku juga memiliki nama yang sama denganmu. Tapi maafkan aku, semua keperawananku telah hilang oleh mantan suamiku dan anakku sendiri. tapi tenang saja, sisa hidupku untukmu.
Selang beberap bulan aku melahirkan normal, bayi perempuan dengan panjang 50 cm dan bobot 3,2 kg. Wajahnya putih, khas keturunan jepang, hidungnya lumayan mancung menurutku. Semua keluargaku hadir menyaksikan kelahiran anak keduaku. Aku langsung memebri nama sesuai keinginanku, Marta Undi Pitaloka. Memang aneh, tapi kelihatannya dari semua keluargaku hanya anak lelakiku saja yang tahu arti nama itu.
“Mas Ariya Untuk Diah Pitaloka, iya kan bu?” ucap arya berbisik kepadaku
“kamu tahu saja, yang lain jangan diberitahu” ucapku
“yeee dian sudah tahu tadi” ucapnya
3 bulan kemudian aku menikah untuk kedua kalinya dengan lelaki yang memang aku cintai. Sebelumnya aku pernah berjanji pada anakku untuk tidak merawat tubuhku tapi sekarang aku harus merawat tubuhku lagi untuk suamiku tercinta. Pernikahan sederhana, semua teman SD-SMA aku panggil semua. Tampak sekali mereka semua senang dan selalu berbisik kepadaku “ini yang aku setujui yah”. Walau lelah meladeni tamu yang datang silih berganti padaal acara pernikahan hanya sederhana saja tidak ada resepsi besar-besaran tapi karena ayahku adalah mantan kepala daerah wajar jika semua temannya datang. Masih dengan pakaian kebayaku, Malam pertama aku tampak canggung, karena ini malam yang belum pernah aku rasakan. Aku masih memakai kebaya, dan dia masih memakai jas lengkap. Aku juga bingung harus bagaimana.
“boleh aku cium kamu?” ucapnya
“ndak boleh” ucapku, dia langsung bingung garuk-garuk kepala, lucu melihat suamiku satu ini
“ya bolehlah, sini sayangku cintaku” ucapku manja, apa aku harus menunjukan kebinalanku seperti ketika bersama anakku? Ah, aku rasa tidak... aku akan menurut sesuai dengan bagaimana dia memperlakukanku. Jika dia memperlakukanku dengan liar aku akan menjadi liar, kalau lembut ya jadi lembut. Perempuan kan sesuai dengan laki-lakinya kan?
Bibirnya menciumku tampak sekali dia canggung dan tak pernah berciuman. Kulihat keriput sudah ada dibagian wajahnya, rambutnya sedikit ada yang memutih. Tapi secara keseluruhan dia gagah seperti anakku, tapi sekarang dialah yang paling gagah, anakku nomor 2.
“aku milikmu jadi jangan pernah meminta ijin, karena kita tidak sedang sekolah” ucapku, dia mengangguk
Bibirnya kembali menciumku, tangannya mulai meremas susuku. Ah, sudah lama aku tidak merasakannya ingin rasanya aku menungganginya. Tanganku kemudian mengelus dadanya, turun dan turun. Hingga akhirnya aku mengelus selangkangannya, kuelus dan kuremas kurasakan sebuah batang besar sedang tegang. Lama aku melakukannya dan tiba-tiba saja dia memelukku hingga aku rebah di tempat tidur.
“ke kenapa mas?” ucapku
“aku keluar, maaf...” ucapnya, membuatku seakan tak percaya. Sebenarnya aku ragu dia masih perjaka. Langsung aku memutar tubuhnya dan membuka celananya, kulihat penisnya sebesar milik anakku walau sedikit pendek, ya 1 cm mungkin. Kulihat lagi, masih tegang sempurna.
“mas beneran belum pernah?” ucapku, yang tampak lebih agresif
“belum de, yakin mas belum pernah sama sekali” ucapnya, aku tersenyum
“haruskah ade yang mulai?” ucapku, dia menaikan bahunya. Langsung aku menjilati penisnya itu, aku kangen sekali dengan barang lelaki
“ah, de itu jijik sekali, arghhh... sayang nikmat banget sayang” ucapnya,
hmmm... memang benar dia masih perjaka dilubang kencing tidak seperti kulit yang terbakar. Kalau dulu punya arya, sama masih merah jambu dan halus tapi setelah dia sering kesana-kesini bagian lubang kencingnya seperti bekas terakar. Apa mungkin karena sering mengeluarkan mani ya?
Aku masih terus menjilatinya dan kemudian mengulumnya, kepalaku naik turun dan hingga akhirnya kurasakan penisnya tegang maksimal. Segera aku masukan penis besar ini ke dalam mulutku seluruhnya hingga terasa ditenggorokanku. Kulanjutkan lagi dengan kuluman dengan sedotan pada penisnya.
“arghhh yang, mas mau keluar lagi yang ughhh...” ucapnya tapi aku tidak mempedulikannya
Croot crooot crooot crooot crooot crooot
Beberapa tembakan aku rasakan masuk kedalam mulutku, dan tanpa jijik aku langsung menelannya. Aku kemudian merangkak naik ke atas tubuhnya kutatap wajanhya yang teerlihat memerah merasakan kenikmatan yang ditutupi oleh salah satu lengannya. Wajar saja dia belum pernah meraskan bagaimana bersetubuh.
“mas harus jujur sama ade, benar mas belum pernah sama sekali dan ade yang pertama?” ucapku,
“benar yang, mas berani sumpah” ucapnya sambil membuka tangannya
“mas yakin mau gituan sama ade?” ucapku
“hash.. hash... hash...yakin, mas pengen ade yang pertama, setelahnya,seterusnya dan yang terakhir” ucapnya, membuatku tersenyum
“terus kenapa diam saja? ternyata mas itu cuma sekali ngalahin ade waktu SMA dulu, selebihnya kalah ya” ejekku, tiba-tiba saja dia langsung memutar tubuhku dan langsung berada diatasku
“tidak, mas ndak mau kalah, ade yang harus kalah” ucapnya dan aku hanya tersenyum mendengarnya
“ade, cintanya mas memang benar-benar cantik dan seksi kalau pakai kebaya” ucapnya memujiku
“ndak pengen llihat dalamnya? Udah kendor lho mas, ntas mas jijik” ucapku
“masa bodoh, yang penting kamu itu diah yang aku cintai” ucapnya
“maskuuuu cintakuuu... ade mau bobo saja ya, dari pada diajak ngobrol terus” godaku sambil memegang kedua pipinya
Tiba-tiba saja dia langsung mencium bibirku, tampak tidak profesional tapi mencoba profesional. Bibirku disedot dengan kasar, lidahnya mulait menjiilati bibirku. Bibirku kubuka dan lidahku juga ikut bergerak,tangannya meremas-remas susu yang masih berbalut kebaya ini. tak lama kemudian dia turun dan menarik jarik yang aku kenakan, aku mengangkat sedikit pinggangku sehingga jarik itu bisa naik hingga pinggangku. Ditariknya dengan kasar celana dalam yang aku pakai, pahaku di bukanya lebar. Diarahkannya penis itu ke arah vaginaku, tapi beberapa kali meleset. Aku malah geli sendiri ketika melihatnya, jadi ingat ketika arya mencoba masuk ke dalam. Aku raih penisnya dan arahkan ke vaginaku.
“pelan mas, punya mas besarhhhh erghhhh...” rintihku
“iya sayang, mas pelan...” ucapnya dengan nafas yang tidak teratur, tapi pelan apanya dia langsung menekan dengan sangat kasar padahal vaginaku belum licin betul
“arghhh aryaaaaaa pelannhhhhhh.... tarik dulu suamikuuuuuhhhh... sakiiit” rintihku saki
“eh maaf yang hash hash...” ucapnya dengan nafas penuh nafsu
“tarik dulu, masukan tarik masukan gitu.... ade ndak kemana-mana, mas rileks saja ya” ucapku
Perlaha dia memaju mundurkan penis besarnya itu, ah sensasinya benar-benar berbeda. inikah rasanya malam pertama, aku dulu tidka pernah benar-benar meraskannya. Penis besarnya keluar masuk secara teratut walau tidak sepenuhnya masuk baru ujungya saja. keluar masuk sesuai ritme, setelahnya masuk lagi lebih dalam, keluar lagi, masuk lagi lebih dalam keluar lagi hingga vaginaku terasa sangat licin sekali. Kini aku merasakan penisnya telah masuk dengan sempurna, keluar masuk memompa tubuhku.
“ahhh mas... mas besar sekali, penuh mas mas ahhhh... mashhh mas mentok sampai didalam mashhh... ah ah ah ah terus mas pompa istrimu mashhh ahhhhh” racauku memejamkan mata
“ah, diah inikah nikmatnya... akhirnya aku bisa merasakannya bersamamu, cintaku nikmat sekali punyamu ini, burungku enak sekali didalam” racaunya
“ah, itu tempik mas, bukan punyaku tapi punyamu... kontol mas, kontol bukan burunghhh ah terus mas goyang terushhh” racauku yang mulai memancingnya untuk mengatakan kata-kata nakal
“iya sayang, aku akan puaskan kamu sayangku...ah inikah yang sering dikatakan teaman-temanku istilah sempit ohhh sayang aku suka seklali.... yah enak sekali sayang kenthu sayang ohh... yah... ah tempikkmu benar-benar ahhhhh aku senang sekali sayang” racaunya, terpancing oleh kata-kataku
Mas ariya terus memompa terus, dengan gaya konvensional ini aku merasakan nikmat luar biasa. Sudah beberapa bulan setelah persetubuhan terakhirku dengan anakku sendiri aku tidak pernah meraskaannya lagi. Pompaannya begitu cepat, membuatku mendekati puncak.
“mas mau keluar lagi sayang...” ucapnya
“ade juga...” jawabku
Crooot. Croot crooot Croot crooot
Tubuhnya langsung memelukku dan menghentakan keras ke dalam liang vaginaku. Aku memeluknya dan terus memeluknya, oh nikmat sekali. Aku megejang beberapa kali, hingga aku merasakan nafas mas ariya tampak masih tersengal-sengal.
“ah... ah... ah... yang enak banget yang, besok lagi yang...” ucapnya
“kapanpun mas mau” ucapku, kami kemudian berciuman
“mas kalau ciuman jangan tergesa-gesa mas, ade pengen mas menikmatinya” ucapku, dia hanya mengangguk
Selama berciumana, batangnya masih berada didalam vaginaku. Kurasakan elusan lembut dikepalaku, dikecupnya beberapa kali keningku, pipiku hingga wajahku. Teringat akan anakku sendiri, aku harus bisa menghilangkan ingatan ini.
Satu persatu pakaianku di lepasnya hingga aku telanjang, setelah semua tubuhku diguyur air dingin. Kini kami berendam di air hangat dengan ketelanjangan kami. aku dipeluknya, di ambilnya air dan kemudian di tuangkan di kepalaku.
“mas itu... aneh-aneh pengennya” ucapku, tubuhku menjadi segar kembali
“aneh-aneh kan sama istrinya” ucapnya
“pengen apa lagi mas?” godaku
“pengen dikamar mandi” jawabnya
“sekarang?” ucapku
“ndak besok saja, kalau sekarang ade capek, pengen santai bersama istri mas...” ucapnya
“ini sudah santai, kalau memang beso itu tangan jangan nakal kenapa?” ucapku ketika tangannya memainkan susuku
“nakal gimana? Itu kan punyaku, hak milik pribadiku, mau mas pegang, mas sedot ndak ada yang boleh melarang” ucapnya
“iya... iya... punya mas... tapi ade pengennya, yang punya ade tidur tuuuuh... kok bangun” ucapku
“eh, ndak bisa semua punya mas, ” ucapnya
“yeee... ya ndak bisa to ya, curang, mas curang ah, emoh ade... weeeek...” ucapku
“iya, iya mas suruh bobo ndak mau de, gimana?” ucapnya
“ade ndak mau bobo’in lho hi hi hi...” ucapku
“ndak papa, besok ade bakalan capek mbobo’in ini dedek mas he he he” ucapnya
“mas bisa saja... maaaaaaaas... dipeluk yang kenceng” manjaku
Selepasnya kami berendam, kami berbincang sejenak di sofa depan TV. hingga kantuk menyerangku dan suamiku membopongku ke dalam kamar. tubuhku ditelanjanginya sekali lagi hingga kurasakan tubuh telanjangnya memelukku.
Pagi hari...
“mas, mas itu aneh-aneh deh...” ucapku
“wuuuu seksi sekali ini cewek, towel ah pantatnya...” ucapnya
“maaaas, ade lagi masak ntar mas ndak makan pagi lho... jangan digangguin teruuuuus...” ucapku
“uuuhh... gedenya pantat kamu, seksi sekali...” ucapnya sambil meremas pantatku
“ih mas, ade ngambek lho, ndak mau masak” ucapku sedikit keras, tiba-tiba dia memelukku
“ini punya siapa? Ini, ini terus ini?” ucapnya yang menunjuk wajahku, dadaku, vaginaku dan pantatku diremasnya
“mas, tapi kan jangan diganggu dulu, sudah ade disuruh pakai ini lagi” ucapku, merasakan batangnya tegang di belakang pinggangku
“hiks istriku ndak mau, terus aku sama siapa hiks...” ucapnya
“eh.. iya... iya... tapi jangan digangguin dulu biar, ade masak dulu ya?” ucapku
“he he he ndak mau, aku berhak atas milikku” ucapnya dengan gaya sok
“oke, ndak masalah tapi ingat, kalau ade masaknya lama dan mas lapar jangan salahin ade”ucapku tegas
“he’em... bisa beli diluar kok, kalau yang ini ndak ada yang jual muach muach...” ucapnya mengecup-ngecup punggungku
Hanya menggunakan apron, alias celmek yang menutupi dada dan vaginaku. Tubuhku telanjang hanya ditutupi apron itu saja. membuatku sempat risih tapi mau bagaimana lagi imajinasinya terlalu banget, kebanyakan nonton video porno kali. hu..uuuh! tiba-tiba pinggulku ditarik kebelakang, secara spontan kedua tanganku memegang meja dapur. Dan...
“egh... masssshhhh.... mmmmhh....” desahku, aku tidak mau menolaknya, masa bodoh dengan masak, vaginaku terasa nikmat ketika lidahnya menyapu. Kedua telapak tangannya membuka pantaku lebar, shingga dengan leluasa dia bisa menyapu bersih vaginaku.
“massshh... itil ade mashhhh... mmmhhh....” desahku
Aku rasakan lidahnya memainkan klitorisnya, hingga membuatku semakin menahan desahku. Bibir bawahku ku gigit karena nikmat yang menderaku. Kakiku direnggangkannya, kepalanya menengadah di bawah selangkanganku, aku bisa melihat wajahnya dengan mulut terbuka dan lidah yang menjilati klitorisku. Terasa jari-jarinya mengocok vaginaku.
“Ahhh masssshhhh... itu aaaahhhh... aduh massshhhh enakkkkkkhhhhh ergh...” desahku
“masssshhhh masssshhh massshhhhh eghhh masssssshhhhh ade keluarrhhhhhhhh” teriakku keras ketika mengucapkan kata keluar, pahaku langsung menjepit kepalanya, tubuhku mengejang cairanku tumpah seperti pipis. Aku merasakan ketika kepala suamiku meronta, tapi mulutnya seakan mencoba meminum cairanku. Setelah beberapa saat, aku membuka pahaku, suamiku bangkit dan mengelap wajahnya yang belepotan dengan cairan adri vaginaku. Tanganku masih di meja dapur yang terbuat dari bata ini tapi tubuhku beringsut turun, turun kakiku tertekuk dan aku bersanda pada meja dapur. Kulirik wajahnya tersenyum kepadaku dan mengarahkan penis besarnya ke wajahku.
“hash hash hash... disuruh ngapain mas?” ucapku
“ya sudah, kalau ndak mau... he he he” godanya, yang tahu aku sudah diubun-ubun
“eng...” Pukulku pada pahanya
Langsung aku raih dengan tanganku penis besarnya dan aku bangkit dari sandarku. Aku majukan kepalaku dan mulutku terbuka mengulum buah zakarnya. Lidahku menari-nari disana, dan bagian tersensitifnya bagian bawah antara buah zakar dan anusnya aku jilat. Entah tenaga dari mana, setiap kali penisnya berada didepanku aku merasa, aku harus segera menikmatinya. Dari bawah buah zakarnya jilatanku naik, ke batang, kusapu bersih batang itu hingga semua batangnya terkena air liurku. Dan sampailah pada puncaknya, tubuhku sedikit aku angkat dan ku lepas apronku, kujepit penis besarnya dengan kedua buah susuku. Naik turun, kuludahi penisnya agas dengan mudah melewati lembah susuku. Aku memandangnya...
“istriku memang paling tahu keinginanku...” ucapnya
“dan kamu paling tahu keinginanku suamiku sayang... puaskan aku ya sayang ya hash hash” ucapku sembari menaik turunkan dadaku
“pengen berapa kali?” ucapnya
“terserah suamiku, tubuhku milikmu mmmppph...” ucapku yang langsung menelan habis penisnya
“istriku doyan banget sama kontol suaminya ya ughhh enak yang.. terus yang yang dalam sambil dijilath jilath uhhh...” racaunya
Aku mengulum dengan lidahku bermain-main di batangnya. Hingga kepalaku ditahannya dengan kedua tangannya, dan lepaslah mainan kesukaanku dari mulutku. Kedua tangannya menyelip diantara ketiakku, perlahan diangkat tubuhku dan diposisikan menungging di meja dapur.
“sudah siap? Mau dimainin dulu ndak?” ucapnya
“cepeth... kalau ndak dimasukin, bobo sama gulinghhh owhhhhh sayang aduh pelannnhhhh erghhh... pelan dulu sayang, mentok banget dalam banget sayangku...” racauku
“memek istriku lezat sekali, kamulah yang termuah dihatiku sayang... aku mencintaimu, i love you” ucapnya, kata-kata cintanya membuatku sedikit terbakar...
“apa sayanghhh...” ucapku memintanya lagi
“aku mencintaimu sayang... i love you...” ucapnya, ah kata-kata yang selalu tidak pernah dilupakan olehnya, kata-kata yang sebagian besar wanita menunggunya ketika melakukan persetubuhan dengan suaminya, ohhh nikmat sekali...
“iya, sayang akujugah cintah kamuhh owhhh nikmath banget kontol sayaang dih..didalam memek ade... nikmati memek istrimu sayang, owhhh... goyang lebih keras.... sesuka sayanghhh...” racauku
“pasti sayang... memekmuh itu sempith selalu... sudah dimasuki sempitthh terusss ohhh... oh cinta aku cintah kamu istriku yahhh memekmu nikmat sekali” racaunya
tiba-tiba goyangannya berhenti, ketika aku hendak protes kaki kiriku diangkat. Ah, sepeti video yang ada di sematponnya, kembali dia menggoyang pinggulnya. Memasukkan dan mengeluarkan penis kesayanganku di dalam memek HM-nya. Terasa mentok, penuh, dalam sekali penisnya menusuk vaginaku.
“sayanghh... ade mauuuuh keluarrrhhh mau pipis lagihhhh... owhhh sayanghhhhlagi terusssss sedikith lagi...” goyangannya semakin cepat
“ahhh sayanggghhhh massshhhku suamikuhhh owh... nikmat sekaliiihhh yaaahhh terusssshhhhh...” racauku
“arghhhhhhh....” teriakku
Tubuhku mengejang, masih dalam posisi mengejang aku langsung ditariknya. Wajahku masih wajah dengan penuh kenikmatan, masih ada rasa lelah. Agak aneh mungkin ketika wajahku merasakan orgasme, tapi tubuhku langsung dinaikan ke meja makan. Cairan seperti pipis keluar dari vaginaku tercecer di lantai hingga di meja makan saja ada yang keluar. Tubuhku terlentang, dan masih sedikit mengejang, dia naik dan langsung memasukan penisnya kedalam vaginaku. Tangannya tertekuk di samping kepalaku, wajahnya begitu dekat denganku, bibirnya pun mendarat ke bibirku. Dan pinggulnya mulai bergoyang, memompa vaginaku kembali.
“mmmpppphh.... mmmmmmmmmmppphhhh....mmmhhhmasmmmmmppphh...” aku sudah tidak bisa lagi berbicara bibirnya terus melumat bibirku
Goyangannya semakin keras, semakin liar dia tidak peduli lagi dengan vaginaku yang masih lelah. Tapi aku menikmatinya, tubuhku menikmatinya. Tanganku memeluk lehernya, kami berciuman erat, melumat dan aku memejamkan mataku tatkala puncak ketiga semakin dekat. Seakan dia tahu, dia lebih cepat lagi memompa vaginaku. Dan...
Crooot... crooot... crooot... crooot... crooot... crooot... crooot
Semburan sperma aku rasakan didalam vaginaku, tubuhku mengejang. Pipis, aku pipis lagi dapur rumahku pasti akan berbau sperma dan pesing. Tubuhku meliuk-liuk tertahan oleh tubuhnya, hingga aku reda. Aku membuka mataku, kulihat matanya memandang mataku dengan lembut. Nafasku berderu seperti tembakan meriam, mengambil nafas sebanyak-banyaknya karena oksigen semakin sedikit didalam tubuhku. Bibirnya kemudian menciumku dengan lembut, tangannya mengelus kepalaku dengan lembut. Keningku dikecupnya, pipi, hidung dan mataku. Aku hanya tersenyum dengan nafas terengah-engah.
“aku akan selalu memompamu sayang, aku mencintaimu, benar-benar mencintaimu hanya kamu yang bisa dan paling bisa mengerti aku, aku akan menjagamu dan menjaga tubuhmu, hatimu dan cintamu, karena kamu satu-satunya yang bisa membuatku bangkit dari keterpurukanku, dan aku akan membawamu kemanapun aku berada, tak akan aku tinggalkan kamu walau 1 hari saja” ucapnya, terasa wajahku memerah...
“maaaaassss... pelukk...” hanya itu yang bisa aku katakan, penisnya mengendur terasa dibawah sana, terlepas dan cairannya keluar dari dalam vaginaku
Lama sekali aku berpelukan dan tenaga kami sudah kembali lagi walau sedikit. Suamiku turun dari meja, membopongku dan merebahkan tubuhku di sofa. sambil berbisik...
“nanti lagi, mas mau beli maem dulu ya...” ucapnya
“cepetan...” ucapku, sambil memeluk lehernya
“ade istirahat dulu saja, nanti makan terus lagi ya...” ucapnya
“sekarang saja ade siap... pokoknya cepet maaasssss...” manjaku
“iya... ade istirahat dulu ya... ndak usah mandi, I LOVE YOU DIAN” aku mengangguk tatkala dia mengatakannya
Selang beberapa saat, dengan tubuh masih lemas di sofa dan apron masih di pinggangku. Aku dengar teriakannya “Pintu mas kunci, ade bobo dulu”, aku sudah tak sanggup menjawab karena rasa kantuk menyerangku. Gitu kok tadi bilang siap, diaaaan... dian. Sepulannya dia dari membeli makanan...
“mas... jangan digoyang ntar ade ndak bisa nyuapin mas” manjaku setelah dia pulang dan membangunkan aku
“bukan mas yang goyang, tuh pinggang siapa yang goyang?” ucapnya, malu sendiri aku
Aku dipangkunya dengan penisnya masuk ke dalam vaginaku. Rasa geli, dan sedikit agak-agak gimana gitu ketika penisnya mentok didalam membuatku menggoyang pinggul.
“di kunyah ade dulu...” ucapnya, manjanyaaaaa... eh, aku kan juga seperti itu kalau mau makan, malu sendiri.
Setiap aku menyuapinya dengan mulutku, aku merasakan hasratku selalu naik. Apalagi pinggulku bergoyang sendiri, membuat sensasi menyuapi suamiku ini menjadi sangat erotis. Ciuman lama, dan aku menggoyang tubuhku terus.
“aaaaaarghhhh.... egh egh egh egh...” aku memandangnya dengan kepala sedikit menunduk dan kedua bola mataku berada diatas, aku keluar.
“iiih makan kok keluar, pipis lagi... tuh tambah bau pesing he he he...” ucanya dan aku ambruk sebentar ditubuhnya, setelah aku tenang
“habis enak mas...” ucapku
“itu satu piring belum selesai lho...” ucapnya
“habis mas aneh-aneh masa makan sambil NGENTOTIN ISTRINYA!” ucapku
“lha mau apa ndak?” godanya
“mau, tapi lama nanti makannya..” ucapku
Setelahnya aku mencoba berkonsentrasi pada makan, hingga semua makana telah habis. Suamiku langsung membopongku dengan menggoyang pinggulnya. Terus bergoyang hingga masuk ke dalam kamar mandi. Bath-up telah terisi air, aku didudukan dipinggiran bath-up dengan kaki membuka mengarah ke arahnya yang berada dalam bath-up. Disiramnya vaginaku dengan air, dan dicucinya.
“ugh...aw... pelan mas kalau nyuci, itu aset ade maaaaaas...” ucapku
“ini bukan aset ade, tapi sudah aset pribad mas, harus mas bersihkan selalu ini seperti tadi pagi he he he... ndak boleh kotor, karena tempe itu enak he he he...” ucapnya
“huuu... mesum... awhhh... masssshhhh erghhh.... kok lagiiihhh massshhh... ntar longgaaarhhh masshhh” desahku mencoba memprotesnya karena baru saja selesai dia minta lagi, dengan kocokan jarinya di vaginaku. Tanganku mencoba menahan,
“makanya banyak minum jamu galian singset dan olah raga ya sayang... karena selama liburan nikah ini, tugas kita Cuma... sex, rest, sex, rest... okay... i want it, your pussy driving me crazy...” ucapnya
“reahhhhhh really?” desahku
“yaaa... mungkin aku harus seperti ayah atau pak dhe andi, pulang lebih awal karena pekerjaan paling berat untuk lelaki adalah jauh dari istri, jadi harus dekat terus...” ucapnya, sesaat setelah mendengar ucapanya tangaku berpindah ke kepalanya
“jilat... jilat memek ade... ughhhh... cepet masssshhh... ” pintaku sembari menarik kepalanya, dia tersenyum dan dengan cepat kepalanya mendekati vaginaku
“Arghhhh.... enakkkhhh massshhh.... mmmmhhh terussshhhh masshhhh... memek ade akan selalu dipikiran massshhh ughhh yaaaahhh mmmhhh....” racauku, dengan kocokan ditangannya semakin kencang
“ah sudah mas... sudah mas... nanti ade keluar mas, nanti adeh lemesh mashh plissh mass...” pintaku, karena aku tahuh pasti kalau aku keluar lagi tak banyak gaya yang bisa dimainkan
“Sini...” ucapnya, keluar dari bathup
Aku keluar dan duduk di kursi kecil, suamiku berada dibelakangku. Kemudian mengguyurku dengan air. Tubuhku di usah dengan sabun, bagian susu menjadi bagian yang selalu lama dia sabuni apa lagi vagina. Kadang jarinya nakal mempermainkan klitorisku.dengan masih banyak sabun di tubuhku aku kemudian di angkat, suamiku duduk di pinggiran bath-up dan aku didudukan dipangkuannya dengan penis masuk kedalam vaginaku.
“ayo yang goyang, suamimu ingin ngenthu kamu terus ini..” ucapnya
“ahhh... yah mas... ughh.... enak sekalllllihhh mashhhh ugh....” aku terus menaik turunkan pinggulku di penisnya
“terusssh sayang... kali ini harus keluar bersama.. ughhhkalau ndak ade harus siap diknethu terus-terusan...” ancamnya, aku semakin menggoyang kujepit kontolnya dengan vaginaku
“arghhh... enak sayang jepitanmu mauthhh... erghhh... “ ucapnya
Tiba-tiba tubuhku diangkatnya dan diarahkan menuju tembok kamar mandi. Kedua tanganku bertumpu pada dinding kamar mandi sedangkan vaginaku terus kocok oleh penisnya. Aku rapatkan vaginaku sehingga menjepit daging jerasnya itu.
“arghh... sayang... mas mau keluarhhhh... enakkkhhh bangethhh yanghhh...” racaunya
“ade juga enakkhhh... kontol mas enakkhhh bangethh didalam memek adeeh...” balasku
Dan kocokannya semakin keras, susuku yang menggantung indah langsung diarihnya dengan kedua tangannya. Sangat keras, dan...
Crooot... crooot... crooot... crooot... crooot... crooot... crooot
Kurasakan sedikit air mani di dalam vaginaku, aku mengejang beberapa kali dan tubuhku hampir jatuh ke lantai kamar mandi. Dengan sigap suamiku meraih tubuhku dan memapahku, penisnya lepas dan kami berendam di bath-up. Aku bersandar pada tubuhnya dengan penuh kelelahan. Susuku masih dimainkannya..
“capek sayang?” ucapnya
“banget mas...” balasku
“kalau mas minta setiap hari kaya gini terus selama libur ini? Ade... mau?” ucapnya
“mauuuu... ini kan tubuh mas, jadi terserah mas mau ngapain... tapi... kasih jeda mas, capek banget...” ucapku
“iyaaa...” jawabnya lembut dan menciumi pipiku, aku membalikan wajahku dan mencium bibirnya
Kembali aku dimandikan olehnya, dan aku tertidur menjelang siang. Dipeluknya tubuhku dengan pelukannya, hangat sekali tubuhnya. Sangat hangat, dan aku merasa nyaman. Itulah yang aku lakukan setiap kali aku bangun pagi, dengan berbagai pakaian yang aku kenakan. Sebenarnya bukan pakaian menurutku, karena yang aku pakai selalu hanya menutupi bagian sensitifku saja. vagina dan puting susuku, bahkan selama dirumah aku lebih sering dibilang telanjang. Dan pasti suamiku suka sekali melecehkan istrinya sendiri, disuruh pakai pakaian seksi terus di remas pantatlah, susulah, kadang tiba-tiba memperkosaku. Ya, bukan memperkosa juga, akunya mau... hi hi hi...
“tuh, encer kan spermanya... mas sih... terusan...” ucapku
“he he he... kan mumpung masih libur sayang, ntar kalau sudah kerja, ada yang capek dan lain-lain, mas cenggur dong...” ucapnya
“iya, tapi kan week end bisa seharian sayang” ucapku
“tapi kan pengantin baru sayang...” belanya
“sini, kenthu ade lagi... batang dari tadi tegang terus... dah ndak usah banyak bicara lagi! Memek ade gatel terus liburan ini” ucapku, yang memang memprotes tapi sebenarnya pengen hi hi hi
Hingga di malam terakhir kami libur, aku diajak ke danau. Dengan memakai rok panjang berumbai, tang-top kesukaanya yang pertama kali aku pakai ketika dia mengumpulkan tugas, dan penutup lenganku yang mirip dengan kaos tapi tidak bisa ditutupkan dibagian depannya. Bahkan pakaian dalamku sendiri haya sebuah bra yang menutupi putingku dan celana dalam yang selalu terbenad diantara kedua belah pantatku. Suamiku menggandengaku hingga ke danau. Sepi sekali, jelas sudah jam 10 malam tak akan ada orang disini. aku duduk di bangku bersamanya, baru mau aku bersandar di dadanya. Suamiku berdiri dan berlari-lari kecil...
“yang, lihat aku menyangga bulan...” teriaknya, aku hanya tersenyum dan melihatnya seakan mengangkat bulan
“bagus ndak yang? Fotoin dong” ucapnya, aku ambil sematponku dan mengambil gambarnya
“lihat yang aku bisa salto...” ucapnya
“hat-hati mas nanti terluka” teriakku
Selang beberapa saat dia kembali duduk disampingku dengan nafas ngos-ngosan. Aku usap keringat yang ada dikepalanya, dengan tisu yang aku bawa. Aku kemudian bersandar didadanya, tanganya mulai mengrayangi susuku.
“masss... ini diluar...” ucapku tapi...
“ah inikah tujuan dia berlari-lari tadi... keringatnya ahh...” bathinku
“kenapa sayang? Mas pengen... tapi kalau ndak ya, mas mau mandi bau masalahnya...” ucapnya,
Tanpa sadar aku sudah menarik kaosnya ke atas kulihat keringatnya mengalir didadanya. Dorongan nafsu, vaginaku sudah mulai mencair. Lidahku menyapu butir keringatnya, bola mataku melihat kearahnya yang tersenyum menang karena telah membangkitkan birahiku. Laku sudah tidak peduli lagi dengan sekitarku seandainya saja ada orang yang datang, lelakiku pasti melindungiku. Setiap butiran keringatnya ku jilati hingga diputing susunya aku mainkan seperti ketika dia memainkan putingku. Tak kubiarkan satupun butiran keringat itu luput dari mulutku.
Dorongan ini pula yang membuatku langsung membuka celananya yang ternyata tak memakai celana dalam, batangnya berdiri tegak ada sedikit bau keringatnya. Tanpa berpikir panjang aku langsung mengulumnya, aku masih dalam posisi duduk. Tanganya kemudian menarik rok panjangku hingga pantatku terekspos. Ditariknya celana dalamku dan digoyang-goyang, membuat gesekan kecil pada klitorisku. Tangannya kemudian masuk ke dalam vaginaku, entah bagiamana aku tidak mempedulikannya yang jelas aku menikmati peninya.
“yang, basah banget mas maukin yah...” ucapnya,
Aku melepas penisnya dan mengangkangi penisnya, kugeser celana dalam minim ini dan kuarahkan penisnya ke vaginakku. Sebelum aku menggoyang, kunaikan tang-topku dan terlihat jelas bra yang menutupi putingku. Lidahnya mulai menjilati putingku yang masih tertutup dengan bra itu.
“ah, jilati mas... remaassshhh ah ah ah ah ah...” desahku yang mulai memompa penisnya, tangannya menggeser penutup putingku dan kini lidahnya dan jari-jarinya sudah tanpa penghalang lagi
“ah, terus mas... terusshhh ah ah ah memek ade enak banget di entot kontol mashhhh... enak banget massshhh kenthu sama massssshhh...” desahku pelan
Goyanganku semakin keras seiring dengan kenikmatan pada dinding vaginaku, dan akhirnya aku jatuh ketubuhnya mengalami orgasmeku. Tak perlu lama beristirahat, dan mas menggoyang pinggulnya dengan sedikit mengangkat pinggulku.
“ade... ughhh mas mau keluar de...” ucapnya
“iya mash cepethhh ntar ada oranghhhh eghhh...” ucapku
Tapi bukannya cepat, lama dalam posisi ini mas masih menggoyang pinggulnya. Aku yang sudah sedikit ketakutan akhirnya menguatkan diriku dan ikut menggoyang. Ah, nikmat sekali, suamikku benar-benar nikmat owhh... yah... enak sekali.
“mas ade mau keluarhhhh eghh...” desahku
“mash jugahhh sama-sama sayang...” desahnya
Dan selang beberapa saat...
Crooot... crooot... crooot... crooot... crooot... crooot... crooot
Aku rasakan kembali semprotan sperma di vaginaku, aku ambruk ke tubuhnya dan merasakan kenikmatan lagi. Ah, benar-benar menakutkan, tanpa berlama-lama beristirahat aku langsung menurunakn tang-topku dan turun dari pinggul suamiku. Suamiku membereskan pakiannya, dan langsung menggandengku untuk pulang.
“gendoooooong...”manjaku, dia hanya tersenyum dan langsung membopong di depan bak ratu
“mas itu nekat banget...” ucapku
“eh, yang masih bau nih...,” ucapnya membuatku terdiam dan kembali menikmati bau keringatnya
“Dasar suamiku mesum sekali... “ ucapku
Sesampainya dirumah aku langsung melepas semua pakaianku, dan langsung saja tanpa berlama-lama aku menungging di atas tempat tidurku. Suamiku tampak sedikit kebingungan dengan gayaku ini, tapi aku memandangnya. Bau keringatnya terlalu menusuk sewaktu perjalanan pulang tadi.
“mas... cepeeett... hah hah hah...” ucapku dengan nafas penuh dengan nafsu
“eh, iya...” ucapnya yang langsung menelanjangi tubuhnya dan berada dibelakangku
“mas... anus ade masih perawan...” ucapku, inilah yang aku inginkan. Karena memang sewaktu aku melihat video, ada yang melakukan anal seks, dan dalam benakku, tubuhku miliknya dan dia harus menikmati semuanya.
“jangan yang, jangan mas ndak suka...” ucapnya
“pokoknya harus! Semua harus mas perawani atau ade nangis...” ucapku
“yaaaang...” bujuknya
“ade nangis nih... hiks hiks...” ancamku
“maaaaaassshhhh awh.... jangan dijilatthhhh arghhhh....” teriakku setelah ancamanku
Lidahnya menjilati anusku dan...
“siap ya yang... ini bakalan sakit...” ucapnya, aku hanya mengangguk
“erghh pelan mashhh pelanhhhh erghhh... sakittthhh...” ucapku, tapi sudah tidak dihiraukannya,setiap rintihanku malah membuatnya semakin menekan ke dalam anusku, aku mendelik dan meringis meraskan daging tegangnya masuk ke dalam vaginaku
“ughhh... massshhh... ARGGHHHHHH...” teriakku ketika batang itu kurasakan memenuhi semua anusku
“sebentar mashhh hash hash hash hash...”
“sekarang mashh...” ucapku
Aku kemudian merasakan betapa seretnya anusku untuk jalan masuk penisnya, tanpa pelumas dan juga tanpa cairan apapun. Aku menggeleng-gelengkan kepala, aku sebenarnya sudah tidak sanggup lagi, tapi aku harus mendapatkan spermanya didalam anusku. Sebagai tanda keperawanan semua lubang dalam tubuhku hilang.
“ahhh de... mas ndak tahan sempit bangt yanghhh ughhh.... mas mau keluarrhhhhh....” racaunya
“ade mau pipishhh....” ucapku
Dan selang beberapa saat setelah tubuhnya kencang menggoyang memaksa memompa anusku.
Crooot... crooot... crooot... crooot... crooot... crooot... crooot
Kembali lagi aku pipis dikasur, dan tubuhku langsung mabruk telengkup ke depan. Mengejang sesaat, ternyata dari anuspun aku bisa merasakan orgasme. Ada sedikit cairan kurasakan mengalir di anusku, selang beberapa saat tubuhnya langsung ambruk disampingku dan tangannya mengelus rambutku, aku hanya tersenyum.
“besok lagi jangan ya, mas ndak suka” ucapnya
“ade Cuma pengen semua buat mas... maafin adeeeee... peluuuuuk” manjaku
Tubuhku dibalik, dari belakang tubuhnya memelukku. selimut ditariknya ketas menutupi ketelanjangan kami berdua. Walau aku hampir tertidur tetap saja aku rasakan elusan dikepalaku, nyaman, hangat... hingga pagi menjelang...
Kini aku berangkat dengan status bukan sebagai dosen jomblo atau dosen single. Tapi dosen yang sudah bersuami, dan sudah tidak perawan pada tiga lubangku hi hi hi. Judes? Masihlah, ndak bisa hilang ya kalau itu, lha wong kadang saja suamiku minta aku jadi dosennya lagi dan menyetubuhi dosen judesnya ini. Bangga aku dengan diriku karena telah memilikinya.
Pernah suatu pagi karena jam mengajarku siang, suamiku berangkat dulu. Tapi ketika ddepan pintu dia berdiri tampak seperti orang bingung. Aku mendekatinya dan mengantarnya sampai di motor. Bahkan motorpun tidak langsung jalan seakan dia menunggu sesuatu.
“mas... hati-hati berangkatnya” ucapku
“Iya!” ucapnya keras dengan tersenyum, itukah yang dia tunggu
Setelah mulai berangkat aku mengira aku dan suamiku akan kembali pada pekerjaan yang normal, tapi selama lima hari berturut-turut aku dan suamiku mendapat pekerjaan yang benar-benar melelahkan. Suamiku harus bekerja ekstra keras untuk membangun perusahaannya, klien bertambah banyak, pesanan membludak dan lain sebagainya yang membuat dia harus pulang malam. Sedangkan aku juga sama bersama erna dan dosen muda yang lainnya mengikuti seminar-seminar yang membosankan, melakukan persiapan-persiapan berkas untuk akreditasi jurusan yang setiap tahunnya diadakan. Ah, habis menikah ternyata pekerjaan bertambah berat. pulang pun harus malam, dan biasanya aku bertemu suamiku di rumah makan untuk makan malam bersama baru kemudian pulang. Aku lelah, dan suamiku lelah membuat kami tak bisa melakukan kebiasaan kami padahal pengantin baru masih hot-hotnya. Suamiku pun memakluminya dan bahkan dia menyadari kalau dilakukan sekarang pasti akan mengecewakan. Perbedaan setelah menikah adalah jarang ada perhatian dari BBM atau aplikasi lainnya di sematponku. Katanya sih “kalau sering kirim-kiriman pesan, malah ndak kangen ntar” ucapnya begitu tapi masuk akal juga. Tapiiiiiii kalau aku sedang pengen dimanja, biasanya pas ndak ngajar dan aku senggang, dia harus langsung membalas pesanku sesibuk apapun dia. Egois sih, tapi kan pengeeeeeen... walau kadang-kadagn dia mengirim pesan “dilanjut nanti ada klien”, aku memahaminya. Egois ya egois tapi tahu posisikan?
Sesekali dia cerita dalam lima hari sibuk, kalau tidak salah hari ketiga. Dia bercerita bertemu dengan klien yang menawarkan makan siang plus-plus tapi dia menolaknya. Aku sempat tidak percaya tapi tatapan matanya membuatku percaya apalagi perasaanku bilang dia jujur. Di hari keempat saat itu dia pernah meneleponku sekali meminta fotoku dengan mengenakan tang-top.
“Ayolah yang please, mumpung mas masih seger”
“iih mas, masa mas mau keluarin sendiri?”
“mumpung seger yang, kalau sayang pulang malem kan pasti lemes, mas juga”
“endak ya endak, emoh, lagian ade di kampus mas”
“yaaaah... terus gimana? Jadi kodok ntar kecebongnya”
“sabar, paling sebentar lagi semua selesai yang. Ade kan juga pengen mas, bukan mas saja”
“iya deh, maaf, tapi week end habis-habisan ya yang”
“kalau ade sih okay, tinggal kerjaan mas tuh... week end masih kerja”
“mas jamin ndak deh”
“okay”
Lucu juga ketika mendengarnya merengek minta foto tang-top, padahal setiap malam dia ngelonin tubuh telanjangku. Ya walaupun tidak kuda-kudaan sih. Hingga hari kelima kurang lebih jam 3 sore semua pekerjaanku telah selesai, dan tinggal hari senin saja untuk dosen yang memiliki jabatan mengurusi audit. Aku sih, ndak mau. Ketika aku hendak pulang kerumah, masih didalam ruanganku, aku iseng kirimkan fotoku sewaktu akan berangkat tadi pagi. Aku mengambil foto tanpa sepengetahuannya. Sebelumnya kulihat DP pada kontaknya “I keep myself busy with things to do, but everytime i pause i still think of you”, dasar sok romantis. Segera aku kirimkan fotoku.
“halo sayang”
“jangan berganti pakaian, kalau perlu joging dulu. Dan tunggu di hotel”
Tuuuut...
Kleek... pintu ruanganku terbuka, dan erna masuk dengan wajah sedikit lesu. Tapi aku masih saja senyum-senyum sendiri karena gaya suamiku yang sok-sok’an. Apa bisa dia tahan lama? Secara hampir 5 hari ndak dapat jatah?
“heh! Yan, kamu itu senyum-senyum, gila kamu ya?” ucap erna
“yaelah mbak, kenapa sih datang-datang kok marah-marah? Habis di makan sama orang atas ya?” ucapku
“kalau masalah kerjaan sih endak yan, huuuuh... ini gara-gara kamu yan” ucapnya
“lho lho kok malah aku yang disalahin?” ucapku heran
“gara-gara kamu kasih itu ramuan ke aku, padahal aku juga bingung ngramunya waktu kamu tanya masalah ramuan itu. semenjak aku nyoba suamiku jadi gimana gitu... tiap hari mintaaaa terus” ucapnya, sewaktu aku mendapatkan ramuan dari mama diah, aku coba bertanya ke erna
“ya, baguslah dari pada ehem ehem...” ucapku
“sudah deh masalah Anda jangan di omongin, khilaf tahu...” ucapnya
“hi hi hi.... tapi asyik kan????” ucapku
“kata suamiku, semuanya tambah kenceng yan, tambah sempit padahal aku ngrasa juga biasa saja sama bentuk tubuhku. tapi suamiku yaelah... yaaaan yaaan... tapi thanks ya, sekarang aku bisa tahu kalau ternyata akunya yang kurang memuaskan...” ucapnya, yang dulu pernah cerota kepadaku karena mengeluh tak pernah puas dengan suaminya
“dedek baru tuuuh...” ucapku
“proses, kamu itu pengantin baru kapan buatnya? Eh, kalau buat sudah ya, kapan jadinya?” ucap erna
“ya, sabarlah namanya juga usaha mbak” ucapku
Kami bercakap-cakap sejenak dan kemudian aku teringat akan janjiku. Tanpa berlama-lama aku langsung pamt daripada dikasih kerjaan tambahan lagi. Ketika berada dijalan kulihat sebuah toko dan membuatku mempunyai ide.
---
“ini ada-ada saja istri hufth tapi ndak papalah, kemarin juga bulan madu cuma dirumah. sekali-kali main di hotel berbintang ndak masalah. Tapi uangnya hadeeeeh... terpaksa daripada ndak dapat jatah spesial” bathinku sembari mengambil ATM simpananku
“bener-bener mahal kamu yang” bathinku
Aku kemudian mengambil REVIA dan berangkat ke hotel yang aku tuju. Awalnya sih agak kebingungan apalagi ini adalah hotel berbintang khusus untuk orang-orang yang kaya. Tapi dengan tenang dan sok kaya walaupun datang dengan motor buntut aku mencoba menyewa kamar. awalnya mereka tidak percaya kalau aku akan menyewa disitu.
“baik pak, kamar akan kami siapkan tapi tolong untuk pembayaran didepan pak” ucap resepsionis
“eh, iya” ucapku
“kartu kreditnya pak?” ucapnya kembali
“eh, mbak aduh saya tidak punya mbak... adanya kartu ATM, bisaayar dengan cash?” ucapku benar-benar bloon, apalagi tubuhku sudah berlumur keringat
“maaf pak kalau itu...” ucap resepsionis
“nih ar, pakai saja...” ucap seseorang yang sudah tak asing lagi, dengan dengan sebuah kartu berada di samping kepalaku. Aku menoleh...
“eh, pak dhe he he he” ucapku cengengesan
“sudah tenang saja, pakai dulu nanti ganti ya he he he” ucap pak dhe andi
“kok pak dhe disini?” ucapku
“biasa... tuh bu dhe kamu minta kesini kemarin, malam jumat biasa” ucapnya
“ooowhh... mana budhe?” ucapku
“apa ar?” ucap bu dhe ika, aku menoleh ke samping
“Eh... bu dhe...” ucapku
“kamu itu malu-maluin, masa pulang kerja langsung kesini. Mandi dulu apa gimana gitu, dah mas kasihkan saja, kasihan anak-anak dirumah Ibu (nenek ayu)” ucap bu dhe
“makasih pak dhe bu dhe...” ucapku, selamaaaaat hufthh... setelah itu transakasi dimulai
“tadi saudaranya ya mas?” ucap mbak-nya
“iya mbak, pak dhe saya dan bu dhe saya” ucapku
“sering lho mas kesini, paling lama 1 bulan sekali, biasanya 2 minggu sekali” ucapnya, WHAT!
“owhh...” hanya itu yang terucap
“silahkan mas, kalau ada barang bawaan akan dibawakan. Mas akan diantar ke kamar tujuan. terimakasih sebelumnya” ucapnya
“iya mbak, oh iya mbak kalau nanti ada cewek datang mencari saya bagaimana?” ucapku
“bisa mas, nanti akan kami arahkan ke kamar mas. Namanya...” ucap mbaknya
Setelahnya aku diantar ke kamarku, aku masuk dan melihat kesekelilingku. Benar-benar ini kamar apa rumah? Lengkap bener... ada TV, kamar tidur terpisah, ada meja makan, ada... ada... gila bener pantesan mahal banget!
“bapak, sebentar lagi saya akan siapkan makan malamnya” ucap mas-nya
“oh, iya mas... eeee mas kalau makan malamnya di taruh di meja dan kasih lilin bisa?” ucapku
“oh bisa mas, itu sudah masuk fasilitas dari hotel” ucapnya
“okay, thanks... eh mas, tanya lagi, kalau mau ngrokok dimana ya?” ucapku
“bapak bisa membuka jendela dan merokok diluar” ucapnya sambil melihat ke jendela, aku kira keluar jendela langsung terjun kebawah he he he
“iya mas, terima kasih... oh iya mas nanti tolong...” ucapku
Dunhill mild...
---
“Sipz sudah semua, tinggal berangkat... ups kalung monelnya” ucapku mencari dikamar,
“aduh kenapa tadi harus aku lepas ya. ah ini dia.... untung kamu ketemu sayang muach” bathinku, sambil mengecup kalung itu
Dengan mobil kesayanganku dan sebuah koper aku berangkat menuju hotel. Kutemui resepsionis dan langsung aku diantar menuju ke kamar. sewaktu melewati hotel ada beberapa mata memandangku, aku tidak peduli. Bahkan ketika aku sedang berjalan menuju meja resepsionis ada yang menawarku.
“halo cantik, bagaimana kalau malam ini kita sekamar?” ucap seorang laki-laki
“maaf, saya hanya ingin menemui suami saya” ucapku
“masa cantik-cantik gini kesini Cuma mau ketemu suami, suami simpenan ya?” ucapnya
“silahkan berpikir macam-macam bapak, tapi mohon maaf suami saya sudah menunggu. Apa perlu saya tunjukan kartu nikah saya? Ini ada didalam koper saya” ucapku tegas
“halah wanita bayaran saja sok-sok’an!” ucap pria tersebut
“Hei, lebih baik kamu jauhi mbaknya atau kamu berurusan sama saya” ucap seseorang aku menoleh ke samping, ah itu kan dokter yang di RS bersama seorang laki-laki yang setengah baya
“eh... pak media, ini lho pak saya kan Cuma nawar” ucap laki-laki tersebut
“gundulmu! Tak pecat kamu, ini adik iparnya bos kamu! Pak Andi!” ucap pak media
“eh.. anu eh..” orang tersebut tampak gugup
“sudah tahu saya? Saya suaminya arya, jadi mohon minggir” ucapku
“Bu Dokter, dan Bapak terimakasih, saya duluan suami saya sudah menunggu” ucapku
“bulan madu ya yan?” ucap bu dokter
“iya bu..” ucapku tersenyum, jelas saja aku memanggilnya bu karena aku tidak begitu mengenalnya
Aku diantar menuju kamar, pakaianku sedari tempat parkir hanya mengenakan jaket dan rok berumbai seperti yang aku pakai ketika berada di danau. Pintu langsung dibukakan oleh lelaki yang mengantarku katanya memang dimintai tolong oleh si empunya kamar. Kamar remang hanya sedikit cahaya, kulihat sesosok lelaki yang sudah tidak asing lagi bagiku. Koper sudah masuk, pintu tertutup, ku buka jaketku dan kulepas rokku. Aku berjalan mendekatinya, kulihat sebuah meja makan dengan lilin yang menghiasi meja tersebut. Makanan pun sudah tersedia berada diatas pemanas, makanan kesukaannya dan kesukaanku khas daerah.
"ehem..." aku berdehem, dia menoleh dan membalikan badan. Tubuhnya terpaku melihatku, matanya seakan menelanjangiku. Aku memakai gaun pajang, berwarna putih mempelrihatkan lekukan tubuhku, gaun tersebut menutupi sebagian dadaku (seperti kemben) dan seluruh kakiku. Sebagian dadaku menyembul keluar, dan terlihat sangat montok. Tinggiku tetap saja tidak bisa menandingi tingginya walaupun aku memakai sepatu hak tinggi. Bagian bahuku tidak tertutup sama sekali dengan rambut aku gelung kebelakang serta riasan secukupnya di wajahku.
"kamarnya bagus... aku suka... hmmm... kenapa diam?" ucapku
"eh... tidak... ade... tambah cantik malam ini" ucap suamiku, yang sedikit terkejut dan menjawab dengan gugup
"ade? ade siapa?" godaku
"kamu, maksudku kamu cantik malam ini" ucapnya
"sudah dari dulu... harus berdiri terus?" ucapku
"eh maaf..." ucapnya dengan gugup langsung melangkah ke kursiku dan menariknya untukku
Kupangku daguku dengan jari-jari yang aku rapatkan. Kupandangi dia, yang duduk terlihat sangat grogi suamiku ini. pandangan kami bertemu dan saling menatap dengan ditemani lilin-lilin kecil.
"mau makan dulu?" ucapnya, aku mengangguk
Suamiku kemudian berdiri dan menawariku, diambilkannya dan hanya aku lihat didepanku. Suamiku kembali ke tempat duduknya, aku tahu dia kelaparan karena aku istrinya jadi aku tahu hanya dengan melihatnya. Tapi, aku juga lapar... aku memandangnya, aduh kenapa harus pakai sandiwara kan ndak bisa minta disuapin. Bodohnya aku ini... kulihat dia sudah mengunyah makanannya. Matanya melirik kearahku yang masih mendiamkan makananku.
"aku pengen disuapin, tapi aduuuh bodoh banget tadi ndak usah minat pm, pasti kan romantis huh!" bathinku
"mau aku suapi?" ucapnya, seakan tahu aku tak ingin makan sendiri. aku rasakan wajahku memerah dan mangangguk pelan kemudian menunduk. Kulihat dia mengangkat kursinya dan duduk disebelahku.
"baunya... sangat menyengat... bagaimana ini? aku tidak tahan, aku bisa, aku bisa bertahan!" bathinku
"aku tidak menyangka kalau kamu bertambah cantik dari foto yang kamu kirim" ucapnya
"tidak usah merayu, aku kesini karena kamu bayar" ucapku
"sudah punya suami?" ucapnya
"sudah..." balasku, kapan nyuapinya?! Bathinku bergejolak
"aku juga sudah punya istri, cantik kaya kamu" ucapnya, yeee emang aku istri kamu! kapan sih ini nyuapinya! Bathinku semakin bergejolak
"a'..." ucapnya, aku langsung membuka mulutku
"enak?" ucapnya, aku menagngguk dan melihatnya memakan makanannya
"a'..." ucapnya lagi,
"BAHAGIAAAAAAAAA!" bathinku berteriak tapi tetap tercover dengan wajah judesku
"eh... ada makanan dibibir kamu" ucapnya,mengambil tisu dan langsung mengusapkannya. Mata kami bertemu dan seakan waktu berhenti berputar
"ndak salah aku bayar kamu" ucapnya
"katanya punya istri kok bayar cewek lain?" ucapku
"kalau ndak mau ya sudah, kita pulang saja gampang kan? Lagian kalau ada cewek lain minta dibayar selain kamu, aku ndak bakal mau kok" ucapnya
"oh iya? kamu kan punya banyak uang. Bisa dong bayar cewek-cewek cantik lainnya" pancingku
"kamu nyuruh aku nyewa cewek lain gitu?" ucapnya, aku menggeleng malu
"aku cuma maunya kalau ndak kamu ya istriku saja, kalau bisa dua-duanya ya kamu ya istriku" ucapnya
"aku kan punya suami, masa mau dua-duanya? Suamiku mau dikemanakan?" balasku
"hmmm... bagaimana kalau sekarang kita menyimpan pasangan kita didalam hati kita, dan disini hanya ada aku dan kamu" ucapnya, aduh baunya semakin terasa...
"eh, iya iya..." ucapku, sekarang aku gantian yang gugup
Bau itu semakin menyengat dihidungku, vaginaku mulai terasa basah aku bisa meraskannya. Dengan telaten dia menyuapiku, dan selalu tersenyum kepadaku. Aku berikan kecupan dipipinya tatkala semua makanan telah habis aku makan.
"mau dansa?" ucapnya sembari memutar sebuah musik klasik
"okay..." ucapku
"mmm... bagaimana kalau sepatu kamu lepas saja.." ucapnya,
"okay..." jawabku
Aku dan dia sebenarnya tak ada pengalaman berdansa tapi malam ini kamu mencoba. Kedua tanganku berada di bahunya, sedangkan kedua tangannya berada di pinggulku. Aku berdansa dengannya hanya memutar pelan di tempat yang sama. Dia memandangku terus, begitupula denganku, senyum kami saling menyapa. Kedua tangnnya semakin lama semakin menarikku mendekat, tubuhku semakin menempel. Aroma itu semakin terasa dihidungku.
"boleh aku menciumu?" ucapnya
"kamu sudah membayarku, terserah kamu" ucapku yang selalu kaku dan judes
"bisakah kamu tidak menjawab dengan mmmm... ya jawablah dengan lembut" ucapnya
"iya, boleeeeh..." ucapku, sedikit keluar manjaku
Bibirnya langsung mencium bibirku, hanya menempel sejenak. Kelihatannya dalam situasi ini sandiwara ini harus berakhir. Bibirku maju dan kami melumat secara perlahan. Mataku terpejam menikmati alunan musik dan bibirnya ditambah dengan aroma tubuhnya.
"massshh...." desahku disela-selan kami berciuman
"Aku mencintaimu..." ucapnya
"ade juga mencintai mas" ucapku
"ade tambah cantik malam ini" ucapnya, aku tersenyum ketika ciuman kami lepas tapi bibir kami bersatu lagi setelahnya. Melumat pelan beriringan dengan alunan musik klasik yang lambat ini.
"sekarang massshh... ade pengenhhh..." ucapku, disela ciuman
"mash juga..." balasnya
Ciumannya berlanjut, tubuhnya menunduk dan ciumannya turun keleherku, aku mendongak ke atas memberikan ruang baginya. Ruang sebagai awal dia menikmati tubuh miliknya ini. ciumannya semakin turun kebawah, tubuhku kini diam berdiri. Lidahnya mulai keluar menjilati bagian bawah leherku. Tubuhku diputar hingga aku kini bersandar pada meja makan. Lidahnya pelan sekali malam ini tak memperlihatkan nafsunya yang tertahan selama 5 hari ini. Pelan... lidahnya mulai menyelip antara gaun dan susuku mencoba mencari puting susu. Tangannya secara perlahan menurunkan gaun yang menutupi sebagian susuku, hingga akhirnya kedua susuku keluar dan menjadi pemandangan kedua matanya.
"indah..." desisnya
Lidahnya mulai menjilati puting susuku secara perlahan, tanganku mengelus kepalanya. Lidahnya tidak begitu liar malam ini, memberiku sensasi romantis. Satu tangannya menari gaunku hingga tangan itu mulai mengelus vaginaku. Pelan... sangat pelan dan membuatku mendesah tak perlu bersusah payah baginya untuk memainkan vagina yang tak bercelana dalam. Jari-jarinya dengan lembut menyapu vaginaku dan membuatku semakin mengerang pelan. Tak seperti biasanya jari-jari itu tidak mengocok vaginaku hanya lembut mempermainkannya. Suamiku kemudian berlutut dan mendekatkan kepalanya ke vaginaku. Lidahnya menyapu pelan, bibirnya menyedot pelan vaginaku seperti dia menyedot susuku.
"massshhhh erghhh.... mmmmhhhhhh yah masshhhh mmmmhh..." desah nikmatku
Tak lama dia berdiri dihadapanku, memandangku sejenak dan kemudian mencium bibirku. Lumatan lembut seiring alunan dan remasan pada susuku membuatku semakin terhanyut oleh perlakuannya. Aku buka kancing bajunya satu demi satu, ciumanku turun kelehernya bau keringat yang sedari tadi aku rasakan kini telah menjadi milikku. Lidahku pelan turun ke puting kecil didadanya sembari menjilati sisa sisa keringat yang sudah mengering. Bermain sejenak di puting dadanya, sembari membuka celananya hingga terlepas jatuh. Aku kemudian berlutut, kubuka celana dalamnya dan penisnya sudah tegang mengacung kearahku. Ku cium perlahan ujung penisnya dan langsung aku masukan ke dalam mulutku. Kepalaku maju dan mundur, lidahku bermain di batang berotot itu.
"adeeeh... mmmhhh... yah....mmmhhhhh enakk sayang..." desah nikmatnya
lama aku mengulumnya...
"sudah sayanghh..." ucapnya sembari menghentikan kulumanku, aku diangkatnya hingga berdiri
Jarinya mengusap bibirku yang berlumuran air liurku. Kulepas bajunya hingga dia telanjang didepanku, begitu pula aku ditelanjanginya. Tepat ketika aku dibopong, lilin mulai padam. Aku direbahkan diatas tempat tidur empuk. Pinggulku diganjal oleh bantal, dan dia berlutut tepat ditengahku. Perlahan penis itu masuk, ughh... terasa sakit walau sudah basah pada vaginaku. Pelan dan tenggelam semua didalam vaginaku, tubuhku sedikit terangkat.
"akhirnya kita bersatu kembali..." ucapnya
"he'em kangen bangeeeet hiks..." ucapku meneteskan air mata
"ade itu, jangan nangis.." ucapnya
"habis kangen ndak nyangka mas nyiapin ini beneran" ucapku
"sssssstttt..." ucapnya yang langsung melumat lembut bibirku
Aku rasakan peninya mulai memompa tubuhku, terasa lebih nikmat ketika ada bantal di pingguku...
"aaahhhh massshhh dalam sekali... penuhhh masshhhh mmmhhhh..." desahku dengan kedua tangan merangkul lehernya
"tubuhmu tambah indah sayang... mas suka sekali dengan tubuhmu owhhh... nikmatnya didalam sana sayang...ehhhh uuuftthhhh" desahnya
Bibirnya kemudia mengulum puting susuku, satu tangan meremas susu satunya lagi. Goyangan pinggulnya semakin lama aku rasakan semakin cepat, sedotannya semakin kuat pada susuku.
"ahhh masssshhh.... mhhh.... ahhhhh.... massshhhhhh..." desahku
"ade sayanggghhhh...." desahnya, bibirnya berpindah dibibirku
Semakin cepat, semakin terasa, aku hampir keluar...
"massshhhh ade mau..." desahku disela-sela ciuman kami
"massshhh juga..." ucapnya
Selang beberapa saat, penisnya masuk sangat dalam di vaginaku. Tubuhku melengking ke atas lama sekali, ketika turun tubuhku mengejang seiring dengan cairan hangat dari penisnya membasahi rahimku. Aku terkulai lemas sangat lemas, entah kenapa tubuh ini rasanya lelah sekali. Tubuhnya kurasakan mengejang beberapa kali. hingga nafas kami teratur bibirnya menciumi wajahku. Tangannya mengelus lembut kepalaku, rambutku diuraikannya dan dimainkannya sejenak.
"ade capek..." ucapku, mungkin karena pekerjaan hari ini membuatku lelah
"mash jugahh..." ucapnya
"peluk ade..." ucapku
Dengan posisi masih sama, dia memeluk dan menindih tubuhku. Tak terasa berat, hingga akhirnya aku tertidur karena lelah begitu pula dengannya. Malam yang indah, bulan madu yang indah bukan yang terindah karena yang terindah adalah ketika aku bersamanya.
Malam hari aku terjaga tak kudapati dirinya disampingku, aku bangkit ku seret selimut tebal untuk menutupi tubuhku. Kulihat dia berdiri di pintu jendela, kudekati dan ku rebahkan keningku di punggungnya.
"kenapa?" ucapnya
"takut bobo sendiri" ucapku
"lagi?" ucapnya, aku lepas selimut itu dan memeluknya
"mas yang bisa jawab, ade nurut..." ucapku
"bobo lagi yuk tadi mas bangun Cuma buat minum terus lihat langit bagus banget tapi ternyata ndak bisa ngalahi indahnya kamu" ucapnya
"he'em..." hanya itu jawabanku
Ditempat tidur tubuhku masuk ke dalam pelukannya, hangat walau AC dikamar ini kurasakan sangat dingin. Selimut menutupi ketelanjangan kami, kecupan manis di keningku, elusan lembut di kepalaku. Membuatku nyaman dan terlindungi. Hingga pagi menjelang...
Dengan pakaian yang aku bawa dikoper aku dan suamiku pulang dengan pakiannya yang aku bawa. berkendara sendiri-sendiri seakan seperti bukan suami istri tapi kami selalu beriringan ketika perjalanan pulang. Tak tahan aku ingin segera memeluknya dirumah, bercumbu dirumah karena pagi hari ini dia memandikanku dengan telaten. Sesampainya dirumah....
"peluuuuuukkkk...." ucapku manja
"peluuuuuukkkk...." balasnya
"ih, mas ikut-ikutan deh..." jawabku
"masa ade terus dimanja, mas kapan?" ucapnya
"eh, sini ade manjain mas..." ucapku menarik tubuhnya
"sini kepalanya bobo di pangkuan ade" ucapku
Senyum mengembang di bibirku, ketika tubuhnya langsung rebah. Dia kemudian bercerita tentang bagaimana dia masuk ke dalam hotel penuh kebingungan walau akhirnya bisa dikarenakan pertolongan pak dhe andi. Lucu juga rasanya dengan kejadian semalam, tapi romantis bagiku.
"ih, telinganya kotor sebentar ade ambil katenbat" ucapku, berlari cepat dan kembali lagi
"telinga suamiku bagus ya" ucapku
"bagusan punya ade" balasnya
"sama bagusnya kok sayang" jawabku
"balik sayang, yang satunya lagi..." lanjutku
"mas suka susu ade..." ucapnya sambil telunjuk jarinya menusuk-nusuk susuku
"kan sudah punya mas" jawabku
"he'em punya mas...." ucapnya salah satu tangnya melingkar dipinggulku dan merapatkan wajahnya diperutku
"kangen susu ade mas?" ucapku
"he'em bikin kangen tapi yang paling bikin kangen ade..." balasnya
"capek ya? ade pijitin mas..." ucapku
Kami kemudian berpindah ke kamar, aku memakai tang-top kesukaannya dan celana dalam kseukaanya aku mulai memiijitnya. Tubuhnya hanya berbalut celana dalam dengan punggung yang kasar. Hanya sekedar memijitnya karena aku bukan seorang tukang pijat profesional dan tidak pernah mengerti pijat memijat, tapi katanya kalau memijit suami tambah disayang.
"ade mau ke dapur sebentar" ucapkku
"eegh, he'em..." jawabnya sembari membalikan tubuhnya terlentang
"mau masak?" tanyanya
"buat mimi, biar mas tambah segar" ucapku dia teresnyum, aku meninggalkannya
Ting... Ting... Ting...
"ngobrol diluar yuk" ucapnya menghampiriku dan memelukku dari belakang
"he'em..." ucapku, suamiku meninggalkan aku an menuju halaman belakang rumah, aku mengikutinya dari belakang, kulihat dia memakai kaos dan celana boxer. Ku berikan minuman hangat dan kami duduk bersebelahan, kusandarkan tubuhku didadanya
"besok kelihatannya mas bakal sibuk lagi" ucapnya
"katanya ndak sibuk" ucapku
"tadi pas masih di hotel dapat BBM dari anak kantor" ucapnya
"puasa lagi?" ucapku
"ya, kan ade ndak capek, ade ya yang diatas" ucapnya
"ndak mau ah, cewek kok disuruh prasmanan" tolakku
"kan mas juga pernah prasmanan, masa ade ndak mau?" ucapnya
"kalau cewek capek, terus cowoknya gituin ya oke kan, cewek kan ladang... terima jad gitu sayang, masa tukang cangkul diladangin? Kalau ladang dicangkuli kan wajar" ucapku
"kan ada tuh terong dicabein he he he" ucapnya
"enak saja, high level kok doterongin... " ucapku, sambil bersandar pada dadanya dan membelakanginya dengan kedua kakiku berada di atas bangku
Hening sesaat kudengar dia meyeruput minuman hangatnya...
"hi hi hi ha ha ha..." ku dengar tawanya
"mas kenapa sih kok tiba-tiba tertawa? Ade jadi takut nih" ucapku
"yang..." panggilnya
"hmm... slurupt..." jawabku
"mas cuma ndak nyangka saja... masih terasa gimana gitu kalau ngat kejadian dulu" ucapnya
"hi hi hi hi yang tambah bikin ade kaget, kok bisa sih mas waktu itu bilang suka langsung. Padahal ade-kan item jelek ndak terawat" ucapku
"mau tahu apa mau tahu banget? Rahasia..." ucapnya
"aaaa... " manjaku
"mas kan sudah bilang..." dia meletakan minuman hangatnya
"coba senyum..." aku pun tersenyum
"ini yang bikin mas suka..." jawabnya,
"hanya senyuman?" tanyaku heran, dia mengangguk
"karena senyumu... berbeda... ndak tahu kenapa mas bisa mikir gitu tapi beda saja, enak kalau dilihat..." jawabnya
"aaaaa... peluuuuuuk..." ucapku setelah meletakan minuman hangatku
"dan ini nih yang bikin kepikiran terus..." ucapnya
"apa?" tanyaku
"manjamu..." ucapnya dengan kecupan di ubun-ubun kepalaku
0 komentar: