Jendela Kenangan #9
Jendela Kenangan
BAB IX ( Mantanku Apa Kabar )
BAB IX ( Mantanku Apa Kabar )
Ah Cibubur juga sudah berubah, makin rame aja, makin banyak ruko-ruko baru di pinggir jalan. Bahkan yang dulunya lapangan sepak bola ada yang berubah fungsi menjadi perumahan. Setelah sampai rumahku, aku sempatkan mampir ke rumah Pak Jamal untuk mengambil konci rumahku.
" Eh Sam, udah pulang, ayo masuk " ucap Pak Jamal ketika membuka pintu rumahnya. Akupun masuk ke dalam rumahnya lalu duduk dikursi.
" Gemukan ya kamu sekarang "
" Ya gitu deh, gimana kabarnya Pak ? " tanyaku
" Baik " jawabnya " kamu sendiri ? "
" Aku baik pak "
" Ah sebentar ya " ucap Pak Jamal seraya berdiri dan pergi sebentar.
" Ini kunci rumah dan kunci mobilnya. Waktu kamu bilang kamu mau pulang, aku dan istriku sudah beres-beres rumahmu " ucap Pak Jamal ketika kembali, seraya memberikan kunci.
" Ah repot-repot banget sih bapak " ucapku.
" Gak kok, kasian kalo kamu baru pulang jauh-jauh terus musti bersih-bersih rumah "
" Makasih banget pak, sepertinya aku musti ke rumah soalnya aku kena jet lag, harus istirahat " ucapku seraya berdiri lalu menyalami Pak Jamal.
" Oh iya " ucapnya tersenyum
" Ah, ada oleh-oleh buat bapak dan keluarga, tapi masih ada di koper. Nanti kalo udah aku bongkar aku kasih " ucapku saat sudah ada di depan pintu.
" Repot-repot segala "
" Gak kok pak, ya udah aku pamit dulu ya "
" Oh iya Sam " ucap Pak Jamal membuatku menghentikan langkahku.
" Iya " aku menoleh kearahnya
" waktu itu ada perempuan yang nyari kamu, terus aku kasih tahu kalo kamu lagi di luar negri, terus besoknya dia kembali lagi, titip pesan kalo dia naruh surat di kotak suratmu "
" Siapa pak ? "
" Sepertinya yang dulu suka main ke rumahmu, dia kesini bersama anaknya " ucap Pak Jamal, apa itu Via.
" Kapan dia kesininya ? " tanyaku lagi
" Sekitar 1 tahun yang lalu " jawabnya.
" Oh, makasih pak " ucapku lalu pergi kembali kerumahku
Sekembalinya di rumah aku langsung merebahkan diri di tempat tidur, koper-koper aku biarkan tergeletak di kamar, nanti saja aku bongkar kalo sudah beristirahat. Aku pejamkan mataku saat jam menunjukkan pukul 9.30 pagi.
Sore hari barulah aku terbangun, badanku sudah merasa lebih baik, tapi aku mesti kedokter untuk menghilangkan jet lagku ini. Aku jadi teringat perempuan yang diceritakan Pak Jamal, aku langsung bangkit dari tempat tidur dan menuju depan rumah untuk mengambil surat yang sudah 1 tahun berada di kotak surat.
Ya benar memang ada sepucuk surat disana, serta ada setangkai mawar merah yang terbuat dari plastik yang tertempel di surat itu. Aku masuk ke dalam rumah lalu duduk di sofa, setelah itu barulah aku buka isi surat itu.
" Udah gede aja ya " ucapku seraya duduk disebelahnya, membuyarkan perhatian Via pada anaknya. Dia nampak terkejut melihat kedatanganku.
" Eh kamu " ucap Via masih dengan ekspresi terkejutnya.
" Iya ini aku, masa lupa " ucapku
" Sam, aku kira aku masih lama harus menunggu disini "
" Aku baru pulang kemarin " ucapku.
" Kamu agak gemukan ya Sam " ucapnya.
" Kamu orang ke dua yang bilang begitu " Via hanya tersenyum kecil
" Oh iya, apa kabar ? sampe lupa nanyainnya " tanya Via.
" seperti yang kamu liat, aku baik-baik aja " jawabku " Kamu sendiri, apa kabar ? "
" Aku juga baik-baik aja kok "
" Oh iya, siapa nama anak kamu ? " tanyaku
" Samudra Arthasena " jawabnya, aku terkejut mendengarnya.
" Kok sama kayak namaku ? "
" Itu kemauan mendiang mas Heri " jawabnya
" Mendiang ? " makin terkejut aku mendengar jawabannya.
" Iya, mas Heri udah meninggal " ada perubahan ekspresi pada Via, menjadi terlihat sayu.
" Hah, bukannya waktu itu operasinya berhasil ? "
" Waktu itu memang berhasil, tapi setelah operasi mas Heri jadi seperti orang linglung. Dan kata dokter memang itu efeknya, dokter menyarankan agar mas Heri menjalankan berbagai macam terapi " mata Via mulai berkaca-kaca " Karna proses penyembuhannya yang lama, terpaksa perusahan tempat mas Heri bekerja, memberhentikannya. Itu membuat mas Heri mulai depresi, ditambah lagi dengan perkembangan kesembuhannya yang sangat lambat, membuatnya makin depresi "
Hatiku mendadak terenyuh mendengar cerita Via, ternyata berat hidup yang ia jalani setelah menikah.
" Puncaknya, beberapa kali aku sering dapati mas Heri membentur-benturkan kepalanya di tembok kamar mandi " sambung Via " hingga pendarahan di otaknya kambuh lagi, dan kali ini operasinya gagal yang membuatnya kehilangan nyawanya " air mata mulai membasahi pipinya.
" Sejak kapan ? " tanyaku.
" Saat usia Sam kecil belum genap 3 bulan, dan kini usia Sam kecil sudah 2 tahun lebih " jawab Via.
Aku pegang pundaknya coba memberinya ketabahan.
" Tadinya sih aku sempat depresi saat menerima kenyataan itu, bahkan sempat berfikir untuk bunuh diri, tapi aku sadar aku punya Sam kecil, dia adalah sumber kekuatan serta kebahagiaan untukku. Aku mulai bangkit dari semua ini, ikhlas atau gak ikhlas semua tetap terjadi, mau seperti apapun aku menyiksa diriku, mas Heri gak akan hidup lagi. Jadi aku harus benar-benar menata kembali kehidupanku " ucap Via seraya menyeka air matanya.
" baguslah kalo sekarang kamu sudah bangkit dari semua ini, aku gak tau kalo kehidupanmu seperti ini, aku turut berduka untuk suamimu " ucapku.
" Beberapa bulan setelah kepergian mas Heri, orang tuaku dan juga orang tua mas Heri menyarankanku untuk mencari pengganti mas Heri " ucapnya kembali.
" Lalu sekarang sudah dapet ? " Via hanya menggeleng.
" Kamu sendiri gimana Sam ? " tanyanya balik, aku juga menjawab dengan gelengan kepala.
" Aku kira kamu dapet bule disana " ledeknya, kini wajahnya nampak ceria. Aku hanya tertawa pelan.
" Sam, dihidupku hanya ada 2 pria yang pernah bersama " wajahnya mendadak serius " Mas Heri dan Kamu " sambungnya.
" Aku, emangnya selama kita bersama dulu, kamu melihat aku sebagai aku ? " jawabku datar. Seperti membuka luka lama yang dulu terjadi di tempat ini, kata-katanya waktu memutuskan hubungan denganku masih jelas teringat.
Lantunan lagu cinta mengalun sedih
Terlintas saat dulu kau sudahi aku
Bagai langit runtuh hancurnya jiwaku
Terhimpit kelutnya kepedihan batinku
Terlintas saat dulu kau sudahi aku
Bagai langit runtuh hancurnya jiwaku
Terhimpit kelutnya kepedihan batinku
" Sam kamu masih inget bunga ini ? " ucap Via lalu mengambil bunga mawar plastik yang sedari tadi ada dalam genggaman tanganku " Masih inget gak waktu kamu ungkapin perasaan kamu ke aku dulu ? " sambung Via.
Aku coba-coba mengingat kembali moment-moment dulu ketika aku bersamanya, sakit rasanya bila membayangkannya, tapi ada sesungging senyum pula bila mengingatnya.
" Saat itu, kamu juga menyerahkan sebuah karangan bunga yang berisi 100 tangkai mawar. Aku masih inget lho apa yang kamu ucapkan ketika itu. Kamu bilang kalo mawar-mawar itu adalah lambang dari cintamu untukku, jadi kalo mawar-mawar itu layu maka cintamu juga ikut layu " ahh aku jadi teringat kembali masa itu.
" Dan kamu memintaku untuk menjaga mawar itu agar gak layu, sebagai imbalannya kamu akan mengabulkan apapun permintaanku untuk setiap tangkai mawar yang gak layu " Via tersenyum manis
" Dan waktu aku main kerumah orang tuaku sebelum aku kerumahmu, aku iseng-iseng masuk kegudang rumah orang tuaku. Disana aku nemuin rangkaian bunga mawar ada disana, aku lihat seluruh tangkainya layu, kecuali satu yang ada ditengah " ucap Via seraya menunjukan mawar yang ada di tangannya " setelah aku lihat baik-baik ternyata mawar yang gak layu itu terbuat dari plastik, dan aku menebak, pasti kamu sudah menduga bahwa lambat laun seluruh tangkai mawar akan layu walaupun dirawat. Jadi kamu selipkan 1 tangkai terbuat dari plastik agar gak pernah layu, seperti cintamu padaku "
Ya benar tebakannya, tujuanku dulu memang seperti itu.
" Sam apa kamu masih mencintaiku, walaupun Cuma 1 banding 100, seperti 1 tangkai mawar ini yang tetap mekar diantar 99 tangkai lainnya yang layu " ucap Via.
" Jujur, hanya segitu rasa yang ada untukmu kini, gak sebesar dulu " jawabku.
" Sam, lewat 1 tangkai ini aku ingin meminta 1 permintaan padamu " ucap Via.
" Apa itu ? "
" Kita sama-sama belajar " ucap Via menatapku yakin " Aku belajar mencintai kamu sebagai kamu, dan kamu belajar mencintaiku lagi seperti dulu "
Aku terdiam sejenak memikirkan semua ini, aku tatap mata Via coba melihat kesungguhan pada dirinya. Apa benar kali ini dia akan mencintaiku sebagai aku, aku masih takut kalo aku hanya berada di bawah bayang-bayang mendiang suaminya. Aku coba pejamkan mata, memikirkan segala kemungkinan yang terjadi, hingga aku buka mataku kembali Via masih menatapku dengan penuh harapan.
" Apa kamu yakin ? " tanyaku untuk memastikan
" Yakin Sam " jawab Via menganggung mantap
" Baiklah, aku akan coba belajar " ucapku seraya mengambil tangkai mawar dari tangannya. Via tersenyum lebar, nampak sumringah sekali, lalu memelukku erat. Harum tubuhnya yang sudah lama sekali tak kuhirup, serta hangat peluknya yang kembali kurasakan, seolah mengantarkanku pada masa-masaku bersamanya.
Lama kami berpelukan dan saat kami saling melepas pelukan terlihat mata Via sudah basah " Saaamm, sini nak " panggil Via kepada Sam kecil, kaget aku saat ia memanggil anaknya.
Lalu Sam kecil berlari menuju kami " Kenapa mah " ucap Sam kecil saat sampai di hadapan ibunya.
" Salim sama om Sam " ucap Via seraya menuntun tangan anaknya untuk meraih tanganku.
" Oh ini yang namanya sama kayak aku ya mah, yang nyelametin papah ya " ucap Sam kecil ketika selesai mencium tanganku. Via hanya mengangguk.
" Kamu ceritain ke anakmu ? " Tanyaku.
" Dia harus tau orang yang berjasa pada papahnya " jawabnya, seraya memangku anaknya.
" Eh Vi, kenapa sih kamu ngajak ketemuannya disini. Kan bisa kamu minta aku hubungi kamu saat aku pulang, lalu undang aku ke rumahmu ? " tanyaku yang masih penasaran.
" 3 tahun di Inggris membuat kamu kehilangan rasa romantis ya Sam " ucap Via cemberut " harusnya kamu tuh ke paris, prancis biar lebih romantis " ucap Via kembali.
" Apa hubungannya coba ? "
" Dulu kamu sering lho ngasih kejutan-kejutan romantis, sekarang diminta ketemuan disini aja nanya kenapa " oh jadi ini tempat romantis buat Via ya, padahal ini tempat menyakitkan buatku dulu. Sekarang mungkin hhmm romantis deh.
" Eh udah siang nih, makan yuk " ajakku.
" Oh iya ya, gak terasa. Ya udah yuk " kamipun berdiri lalu pergi dari tempat ini, menuju tempat makan.
" Kamu kesini naik apa Vi ? " tanyaku.
" Mobil pribadi " jawabnya.
" Kebetulan, aku lagi gak bawa mobil, masih jet lag, tadi kesini naik taxi "
" Ya udah aku yang nyetirin "
" Wow baru kali ini lho kamu nyetirin aku " aku tersenyum kecut
Hari ini aku berbicara banyak bersama Via dan juga anaknya. Kami berbicara tentang hari-hari yang dulu pernah kami lewati bersama, dan aku terkejut saat memori Via lebih kuat daripada memoriku. Banyak hal-hal yang aku lupakan tapi gak pernah dilupakan Via. Aku juga menceritakan pengalamanku selama 3 tahun di Inggris, Via nampak antusias mendengarkannya, dan dia bilang kalo dia pengen banget kesana. Ada selentingan ucapan kalo dia pengen bulan madu kesana. Cape deh, katanya bukan kota yang romantis.
Dan Via juga bilang, kalo sekarang ia tinggal berdua dengan anaknya dirumah peninggalan mendiang suaminya. Ada baby sister yang mengurus anaknya ketika Via bekerja, tapi saat libur Via sendirilah yang mengurus anaknya. Tadinya Ibunya menyuruh agar tinggal bersama mereka, tapi Via gak mau merepotkan orang tuanya. Waktu Via kecil orang tuanya udah repot-repot mengurusnya, masa saat Via memiliki anak, orang tuanya juga yang mesti repot mengurusnya, itulah pemikiran Via saat ini. Dia semakin dewasa sekarang, ya memang seharusnya mengingat dia sudah memiliki anak.
*************************************************
" Via ? " tumben banget pagi-pagi main. Segera aku bukakan pagar rumahku untuk dia masuk.
" Kamu gak kerja ? " tanyaku. " Ayo masuk "
" Kan libur akhir tahun " jawabnya.
" Anak kamu mana ? "
" Sama baby sisternya "
" Katanya kalo libur kamu sendiri yang jagain ? "
" Khusus liburan kali ini, baby sisterku yang jaga " Via tersenyum manis " eh kamu udah sarapan Sam ?"
" Belum, baru bangun "
" Pantes masih lecek gitu, ini aku bawa sarapan buat kita. Sebentar ya aku siapin dulu di dapur " ucap Via seraya pergi ke dapur rumahku, masih inget ternyata dia dimana letak dapurku.
" Gak ada yang berubah ya rumah kamu, Cuma atapnya aja " ucap Via agak kencang dari arah dapur.
" Kamu masih hafal ya detail rumahku " ucapku
" Aku seperti bernostalgia saat kesini lagi " ucap Via sekembalinya dari dapur, membawa 2 mangkuk bubur ayam.
Dan kamipun larut dalam obrolan seputar kenangan-kenangan kami yang terukir dirumah ini, sampai gak terasa bubur yang kami makan sudah habis. Hebatnya dia, masih inget letak-letak aku menaruh barang-barang dirumahku, dimana aku biasa meletakkan kunci mobilku saja masih dia ingat dengan jelas. Aku sendiri sudah lupa beberapa hal tentang dia.
" Sam " Via meletakkan kepalanya dipundakku, seraya tangannya meraih tangganku, merangkul erat.
Aku pandang wajahnya yang kini tergeletak dipundakku, aku belai perlahan gerai rambut indahnya. Ah rasanya seperti terbang menembus lorong-lorong waktu kembali ke masa-masa aku bersama dengannya. " Cup " tiba-tiba bibirnya sudah menempel pipiku, hangat.
Perlahan bibirnya merambat naik menuju bibirku, lembut sekali, baru kali ini aku merasakan kelembutan bibirnya. Aku pejamkan mata untuk menikmati setiap desiran nafasnya, menikmati bagian-bagian terlembut dibibirnya.
Tangannya perlahan menjaran berkeliaran menuju punggungku, lalu menariknya dan memelukku erat. Lidahnya mulai menggedor-gedor bibirku, meminta agar terbuka. Aku turuti keinginannya, aku buka bibirku dan disitu sudah ada lidahku yang menunggu geliat lidahnya.
Jemariku mulai merambat, menggelitik punggungnya, membelai halus kulitnya dari luar pakaian. Permainan lidah kami semakin lama semakin liar, hingga terdengar suara gemerincik liar kami beradu dengan lidah dan mulut kami. Hanya terdengar suara erangan-erangan dari mulut kami.
Via merebahkan tubuhnya di kursi, seraya menarik tubuhku agar ikut merebahkannya. Jantungku jadi berdebar kencang melihat Via yang terbaring pasrah dibawahku. Kemudian jemarinya mulai mengangkan kaosnya perlahan, sedikit demi sedikit terlihat tubuh mulusnya yang masih ada pelindung bra. Walau sudah punya anak tapi tubuhnya sangat indah, aku hanya bisa diam dan melotot tajam memandang keindahannya.
" Vi " ucapku yang hanya dijawab dengan senyuman oleh Via, seakan mengerti maksudku.
Lalu ia kembali menarik leherku, hingga bibir kami kembali bertemu. Kami berciuman lebih liar dari sebelumnya, naluriku menuntun untuk menjalarkan jemariku diatas kulit mulusnya. Aku belai perlahan lekuk pinggangnya lalu merambat naik. Sedikit Via naikkan tubuhnya dan aku paham bahwa ini adalah isyarat agar aku melepas kaitan branya. Alangkah kagumnya aku saat melihat bongkahan payudaranya menjulang indah seakan menantangku, walau putingnya terlihat menghitam tapi masih kencang.
Segera lidahku bergerilya menyusuri indah payudaranya. Aku jilati putingnya hingga ia menggelinjang dan mendesah, aku hisap-hisap pelan putingnya seraya tanganku meremas-remas gundungan indah dihadapanku. Jemarinya mulai menarik kaosku dengan kasar, hingga aku hentikan terlebih dahulu aktifitasku untuk membuka kaosku.
Sepertinya Via sudah tidak sabar, setelah aku buka kaosku, dia langsung menyerang celanaku dan dengan segenap nafsu, aku langsung turuti kemauannya. Begitu pula celana jeans yang ia kenakan, langsung aku buka beserta celana dalamnya. Dan kini kami sudah tak mengenakan apapun.
Aku tuntun Via menuju kamarku, setelah sampai kamar dan menutup pintu, bibirnya langsung mengulum bibirku, dan mendorongku hingga terhembas ke tempat tidur, kini ia menindihku. Jemarinya langsung meraih penisku yang sudah tegak berdiri. Akupun gak mau kalah, jemariku kembali meremasi payudaranya, sementara jemari tanganku yang satunya merayap menuju vaginanya. Menggelitik clitoris yang mengeras.
" Ooouuuggghhh Sam " erang Via di sela aktifitas birahinya, aku hanya mendengus pelan menikmati permainannya. Jemariku terasa semakin basah terlumuri lendir yang terus menerus keluar melumasi vaginanya.
Kemudian Via memposisikan penisku tepat berada dibibir Vaginanya tanpa melepas pagutan kami. Digesek-gesek sebentar penisku pada bibir vaginanya, baru dimasukkan dengan sekali hentak " AAAAAAakkkkkkhhhh " erang kami berbarengan. Via mulai mengeluar-masukan penisku di dalam vaginanya.
Aku ikut mengimbangi ritme goyangannya, perlahan semakin lama semakin cepat. Desahan, pagutan, kecupan serta gigitan kecil menghiasi pergumulan kami, hingga tak terasa keringat kami bercucuran deras.
Aku balikkan tubuh Via, hingga kini aku yang berada diatasnya. Aku pompa vaginanya yang telah licin hingga terdengar gemerincik kelamin kami yang beradu semakin liar. Via hanya bisa mendesah-desah serta jemarinya sudah tak karuan menjambaki lalu mencakar rambutku. Hingga terasa olehku vaginanya semakin sempit dan berkedut semakin kencang " Aaaaaakkkkhhhhhhhhhhh " terasa ada cairan yang menyembur membasahi penisku, dan menambah licin laju penisku di vaginanya.
Tak lama kemudian penisku juga terasa berkedut " Vi aku mau keluar " ucapku mendesah. Dengan sigap Via mendorong tubuhku hingga penisku tercabut dari vaginanya. Aku terbaring tepat disampingnya, dan Via langsung bangkit dan meraih penisku lalu mengulumnya
" Plop....plop....ploppp " oouugghh ngilu serta nikmat sekali rasanya, aku sampai tak bisa membuka mataku, dan akhirnya " Crooott...crooottt...croootttt " semburan spermaku berhamburan membasahi rongga mulutnya, dihisap terus menerus penisku hingga spermaku kering, dan menelan habis spermaku.
Lalu ia terbaring disampingku kemudian memelukku erat. Aku belai lembut indah rambutnya, lalu kukecup keningnya.
" Sam, aku punya kejutan buat kamu pas malam tahun baru " ucap Via, nafasnya masih tersengal
" Apa itu ? " tanyaku
" kalo dikasih tau namanya bukan kejutan donk " ucap Via manja " yang pasti nanti kamu de ja vu deh, pasti kamu akan lebih merasa bernostalgia dengan masa-masa kita dulu bersama " ucap Via.
Ya sudahlah terserah dia saja, aku hanya bisa menunggu-nunggu kejutan apa yang nanti dia buat untukku. Baru kali ini dia membuat kejutan untukku, hhmm kira-kira apa ya. Dan kamipun terlelap setelah melakukan pergulatan birahi yang melelahkan.
0 komentar: