WILD LOVE???? #9
Di hotel ini, hotel mawar aku mengantar kekasihi yang telah lama terpisah oeh jarak dan waktu tanpa ucapan selamat tinggal atau apapun itu. Ditempat ini sepasang kekasih itu akan bertemu di kamar nomor 76 dimana kekasih perempuan yang dulu menghilang telah kembali untuk menemui kekasih lelakinya. Walau sepasang kekasih ini sudah mempunyai tambatan hati masing-masing nampaknya masih ada rasa penasaran dari kedua insan ini untuk bisa bencengkrama di dalam kamar. Memang tampak aneh ketika harus mengetahui pertemuan ini didalam kamar dengan sebuah alasan yang tidak masuk akal. Langkahku tertarik dan terseret kedalam sebuah kamar dengan nomor 75.
“Budhee????!” ucapku setengah berteriak
“Ssssst diam napa gak usah teriak-teriak gitu mblo, kaya lihat hantu saja!” ucapnya sedikit menghardikku. Tubuh itu kemudian berbalik dan mendekatkan dirinya di sebelah tembok pembatas antara dua kamar, kamar no 76 dan 75. Dengan lagak seakan tahu pembicaraan mereka. Wanita dengan dress tanpa lengan dengan belahan tertutup yang mana dimasukan ke dalam rok yang menutupi hingga lutut bagian bawah.
“Yaelah budhe budhe emang bisa denger?! Ya tidak mungkinlah, kontraktor yang bangun ini gedung juga pastinya sudah memperkirakan” ucapku santai sambil melangkah masuk kedalam kamar hotel ini. ruangan yang cukup luas dengan SpringBed mewah untuk 2 orang disampinya terdapat sofa lengkap dengan Tvnya. Aku membuka pintu disebelah kananku terdapat, kamar mandi ala eropa dengan tempat berendam.
“Diam aja mblo! Tuh minuman sama cemilan ada makanan berat juga, kalau capek istirahat sana!” ucapnya sedikit membentak dengan nada amarah. Entah apakah budhe memang mendengar percakapan mereka atau hanya menyesali perbuatannya karena mempertemukan mereka. Budhe duduk bersandar dengan kedua kakinya dilipat dan dipeluknya kaki itu dengan kedua tangannya.
“Makanan berat? Emang berapa kilo?” candaku kepada budhe. Kulihat dia sambil aku melangkah, Dia terdiam dengan pandangan kosong kedepan. Tanpa menjawabku sama sekali aku kemudian duduk dan mengambil makanan di meja depan sofa.
“Ya sudah, arya mau makan dulu ya budhe?” ucapku kemudian menyantapnya sambil menyalakan televisi dengan suara yang pelan. Karena pasti jika volumenya terlalu keras pasti akan kena marah budhe. Kumakan dengan lahapnya hingga aku duduk bersandar tak kuat lagi, rasa kantuk menyelimutiku. Ku buka jendela kamar ini dan kemudan aku menyulut dunhill mild-ku.
Sebatang dunhill telahmenjadi asap dengan batang filter yang mencoklat karena beberapa nikotin-nikotin yang terperangkap didalamnya. Aku melangkah kembali menuju sofa, kulihat wajah budhe semakin menunjukan sebuah kegelisahan, kegalauan, dan kecemasan. Aku kemudian merebahkan diriku di sofa dan tidur miring menghadap ke budhe.
“Budhe, istirahat saja? Kan nanti juga bisa ditanya kalau mereka sudah selesai bercakap-cakap?” ucapku tanpa ada balasan seakan-akan suara dari mulutku ini hanya angin yang berlalu tanpa bisa didengarnya. Wajahnya semakin menunjukan kegelisahan, kecemasan semakin lama matanya hampir tergenang. Hati sebenarnya tidak tega ketika harus melihat wanita yang periang ini menangis.
“Yee ditanya malah diem?! Ya sudah, Arya bobo dulu” ucapku sambil membalikan tubuhku terlentang disofa dengan kedua tangan aku jadikan bantal kepalaku.
Tak ada jawaban darinya, sebenarnya apa memang benar dari tembok itu budhe bisa mendengar semua percakapan mereka yang sedang dimabuk asmara. Otakku tak bisa berpikir terlalu jauh, tak bisa berpikir terlalu mendalam tentang semua yang terjadi malam ini. Ajeng, Rahman, Nico, Mahesa, Ika, Andi, dan Ima mereka terus berputar dalam pikiranku. Otakku akhirnya berhenti berpikir membuat aku terlelap dalam tidurku, ke dalam sebuah mimpi yang tak pernah aku harapkan kehadirannya.
Tiba-tiba aku berada disebuah padang rumput yang hijau, rumput yang bergoyang diterpa oleh angin yang bertiup dengan riangnya. Kupu-kupu berterbangan bermain dengan para sahabatnya menari di atas angin ditemani oleh awan-awan yang sedang bercengkrama di atas langit yang berwarna seperti gunung itu. Aku melangkah dengan sangat pelan kulihat sekelilingku tampak kebahagiaan akan sepasang kekasih yang sedang berpelukan karena kelahiran sang anak. Langit kemudian bergerak sangat cepat kupu-kupu kemudian berlarian dengan rasa takut yang sangat mencekam. Anak itu tumbuh menjadi seorang lelaki gagah yang kemudian mulai menghancurkan sekitarnya. Langit menjadi kelam, rumput menguning dan tunduk ketakutan akhirnya mati. Sepasang kekasih itu berlumurkan darah didepan lelaki gagah yang tertawa keras menggelegar menghancurkan suasana indah itu. Laki-laki itu kemudian berjalan kearah sepasang kekasih renta yang disekitarnya bersimpuh seorang lelaki dengan pasangannya, perempuan dengan anaknya yang kecil dan seorang perempuan pasangannya sedanga memeluk sepasang kekasih renta itu. Dikeluarkannya pedang panjang oleh lelaki yang gagah diangkatnya pedang itu. Pandanganku menjadi buram menghilang dan kini aku berada tepat di depan lelaki gagah itu, aku menjadi sangat takut, takut sekali. Aku berdiri dan mendorong lelaki itu dan hingga aku terjatuh dalam sebuah dunia gelap dengan seorang lelaki tua yang tersenyum kepadaku sedang duduk santai dengan rokoknya.
“Ingat, jika kamu terlalu lama tertidur dan tidak bangkit dari ketakutanmu, kamu akan binasa, selamatkan apa yang bisa kamu selamatkan” ucapnya
“Haaaaaaaaaaaahh hah hah hah hah....” aku terbangun dengan keringat berkucuran
“Apa itu tadi? Sial kenapa mimpiku selalu buruk dan tak pernah baik sama sekali” bathinku
Kulihat jam pada sematponku 23:55 hampir tengah malam, aku telah tertidur 1,5 jam lamanya. Kutolehkan pandanganku kearah budhe, wanita itu kini duduk dengan kaki ditekuk kebelakang dan kedua telapak tangannya menutupi wajahnya yang dihiasi air mata yang mengalir dari sela-sela telpak tangan itu. Aku tertegun dan segera bangkit ke arahnya dan duduk didepannya.
“hiks hiks hiks hiks hiks hiks hiks....” tangisnya
“Budhe, kenapa menangis? Ayolah budhe santai sedikit kenapa hoaaaaammm.....” ucapku sambil menguap. Tiba-tiba saja dia menamparku dengan sangat keras pada pipi kiriku dengan tangan kanannya.
“SANTAI?! Kamu dengar tidak mereka sedang apa?” ucap budhe, aku sedikit ketakutan dengan wajahnya yang berlinang air mata
“A.. A... Arya tidak tahu, mana mungkin ki kita bisa mendengarkan mereka” ucapku kepada budhe dengan nada ketakutanku
“ini... hiks ini...! hiks” sambil menunjuka sebuah earphone kepadaku, aku jadi bingung
“budhe memasang microphone hiks di jas pakdhemu tanpa sepengatuhannya, budhe bisa mendengar apa yang mereka katakan hiks hiks...”
“mereka sedang, sedang hiks hiks dan pakdhemu masih sangat hiks hiks hiks cinta wanita gatel itu hiks hiks” ucap budhe kepadaku. Aku sebenarnya bingung dengan sikap budhe, dia yang menginginkan pertemuan ini terjadi ditambah lagi bertemu di sebuah hotel.
“Kan budhe sendiri yang minta mereka bertemu dan ingin mereka bertemu di hotel, jadi jangan salahkan Arya jika mereka terlibat sesuatu yang jauh, karena Arya berpikir ini keinginan budhe, jadi jangan salahkan Arya” ucapku yang kemudian bangkit dan merebahkan diri kembali disofa sembari menyulut dunhill mild.
“bukan... bukan....”
“bukan budhe yang menginginkan mereka bertemu di hotel tapi pakdhe kamu, hiks hiks hiks... budhe ingin mereka bertemu diluar dan budhe ada disitu tapi pakdhemu... pakdhemu itu yang menginginkan ini semua, bahkan hiks hiks dengan memohon kepada budhe untuk huaaaaaaaaaaaaa hiks hiks hiks hiks....” ucapnya yang terpotong dengan tangisnya semakin keras dan mengeras membuat isi ruangan yang tenang ini menjadi gaduh dengan tangisannya. Aku tekejut bukan kepalang hingga rokokku yang menempel dimulutku tejatuh kelantai dengan tatapan melongo kearah budhe yang sedang meringkuk menangis. Aku tidak habis pikir kenapa pakdhe bisa secara terang-terangan mengatakan itu kepada budhe.
“Ah tidak mungkin, tidak mungkin aku penyebab ini semua, bagaimana ini?” bathinku mulai berteriak
Sambil mengambil rokok yang terjatuh, Aku berdiri dan kemudian melangkah kearah budhe, aku kemudian jongkok dihadapannya. Kupasang sebuah wajah ketenangan dengan senyuman. Aku kemudian meraih tangan kanannya dan menggenggamnya.
“Maafkan Arya, samapai semua ini terjadi budhe?” ucapku tanpa balasan wajahya masih terbenam didalam paha yang mengapit itu.
“Hmmm... cewek, mau ndak nemeni aku jalan-jalan?” ucapku secara tiba-tiba menggoda budhe. Budhe kemudian menatapku dan sedikit tersenyum dengan godaanku. Earphon itu kemudian dia lepas lalu tangan kirinya mengucek-ucek rambutku.
“Dasar jomblo....hiiiiihhhhhh....” ucapnya sambil menjambak rambutku, yang kemudian berdiri dan meninggalkan aku. Dia mengambil tas dan digantungkannya di bahu kanannya lalu memakai sepatu hak tinggi itu.
“Ayo mblo, malam ini budhe akan menemani jomblo muda biar merasakan jalan bareng cewek” ucapnya.
“Ah gila ini budhe, dari nangis langsung menghujamku dengan cercaan dengan penuh kebanggaan” bathinkku
Aku kemudian bangkit dan berjalan disampingnya, Kami berjaln tanpa suara dari bibir kami selama didalam hotel. Tante kemudian mengajakku ke sebuah taman yang masih disekitar hotel ini walau agak jauh tempat ini nyaman. Taman yang dibawahnya sebuah pemandangan sawah dan perbukitan yang indah, dengan sinar rembulan bersinar terang seterang senyuman budheku. Aku kemudian membeli minuman ionic yang dijual oleh pedagang keliling yang tampak mengantuk di gerobak dorongnya itu. Aku kemudian duduk disebuah bangku taman, kulihat budhe tampak menikmati udara malam ini. Bersandar pada sebuah pembatas dia melempar tas mungil itu kearahku kemudian membuka lebar kedua tangannya menikmati semilir angin yang menerpanya.
“Do you know mblo, if some part of love is lust?” ucapna kepadaku
“Yeah, I Know it, but i don’t know what it is for” jawabku kepada budhe
“sebagian dari cinta adalah sebuah nafsu yang membuat hangat hubungan dari sepasang kekasih yang saling jatuh cinta dan sebagian yang lainnya adalah logika, untuk mengendalikan nafsu agar tidak lepas kendali” ucapnya
“Lepas kendali? Apakah itu yang terjadi padaku, nafsuku lepas kendali?” bathinku
“but....” ucapku terhenti
“But what mblo...” ucapnya sambil membalikan tubuh dan bersandar pada pembatas itu dan menoleh ke kekanan agar dia masih bisa melihat pemandangan di belakangnya. Aku masih terdiam dalam kebisuanku tanpa bisa berkata-kata.
“hi hi hi... cinta itu murni dan suci kecuali jika kamu mengotorinya dengan sebuah kesalahan-kesalahan yang seharusnya tidak dilakukan” ucap budheku sambil berjalan kearahku dan mengambil minuman ionic itu lalu kembali ke pembatas itu dan bersandar kembali pada posisinya
“Kesalahan... What does that mean?” ucapku lirih
“Kadang kita mencintai orang dengan salah dalam memperlakukannya, kadang pula kita mencintai orang yang seharusnya tidak kita cintai dan itu adalah sebuah kesalahan... glek glek ahhhhh” ucapnya. Aku masih terdiam memandang bulan, terlintas sebuah wajah Ibu disana.
“Tapi semua kesalahan bisa dihentikan atas kemauan dari kekasih itu, karena pasti ada waktunya kesalahan itu berhenti dan menghilang digantikan oleh sebuah kebenaran, dan itu ada waktunya tersendiri”
“Jika memang salah, jalanilah walau hatimu menolak karena suatu saat nanti kedewasaanlah yang akan memberitahumu tentang kebenaran”
“Menyayangi seseorang adalah sebuah keharusan karena memang kita memiliki orang yang akan selalu kita sayangi, sayangilah dia selagi bisa menyayangi, cintailah dia selagi bisa mencintainya”
“Sayangilah sesuai apa yang “sayang “ harus lakukan, dan cintailah sesuai apa yang “cinta” harus lakukan” ucapnya sambil tersenyum kepadaku
“Ya memang aku telah melakukan kesalahan, dan aku masih menjalaninya... maafkan aku budhe dan terima kasih atas apa yang kamu katakan kepadaku tapi aku masih ingin menjalani hingga waktu untuk berhenti telah tiba” bathinku menjawab semua pernyataan-pernyataannya
“Walau budhe harus merasakan sakit, budhe akan selalu mencintainya, mencintai pakdhemu, karena hanya dia yang sekarang menjadi harapanku dan anak-anakku” ucapnya kembali kepadaku yang masih terdiam membisu melihatnya
Deburan angin malam kembali menerpa tubuh kami. Dinginnya malam mengingatkan kami agar segera merebah di dalam selimut malam. Ku pandangi bulan itu lagi, ingatanku kembali ketika aku mengatakan cinta kepada seorang wanita yang salah, yang seharusnya aku sayangi bukan sebagai seorang wanita. Ingatan kembali di saat kami saling memadu kasih.
“Are you thinking about something?” ucap budhe kembali
“jika dia memilih yang salah aku akan mengembalikannya kepadamu, karena semua berawal dari kesalahanku” ucapku dengan tetap memandang bulan lalu kuambil dunhill mild dari saku kusulut satu batang
“Thank you Arya, kamu terlihat sangat manis malam ini...” ucapnya kepadaku
“Setiap hal pasti ada yang salah, dan kita dituntut untuk memperbaikinya hingga waktu dimana yang salah telah kita benarkan kembali, aku sudah tidak peduli jika dia memilihnya, aku akan sangat bahagia jika melihatnya bahagia” ucapnya kepadaku
“Cinta harus memiliki, jika tidak memiliki itu adalah rasa sakit”
“jika Cinta harus diperjuangkan, kehidupan pun akan dikorbankan hingga cinta itu tahu bahwa itu ada sebuah kesalahan pada dirinya dan tahu bahwa ada cinta yang selalu mengharapkannya” ucapku
“eh....” pandangannya sedikit terbelalak kemudian tersenyum dan menyipitkan matanya sambil berjalan kearahku. Cuuupppp.... kecupan didaratkannya di bibirku
“Mungkin aku memang harus lebih banyak berbicara denganmu...” ucapnya lalu duduk disampingku dan menyandarkan kepalanya dibahuku. Kumatikan dunhill yang telah terbakar filternya.
“Apapun yang terjadi ini adalah kesepakatan kita ketika itu, jadi kita harus menanggung resikonya secara bersama-sama...”
“Dan Arya tidak akan membiarkan budhe menanggung resiko itu sendiri, Arya sayang budhe karena budhe adalah bagian dari keluargaku” ucapku yang kemudian mendapatkan sentuhan halus dipipiku, aku kemudian menoleh dan memandangnya
“Budhe tenang saja ya” ucapku sambil tersenyum dan tiba-tiba saja budhe menciumku, kurasakan ciumannya sedikit menyedot bibirku langsung saja dia lari sembari mengambil tasnya
“Ayo kejar aku Arya kalau kau bisa menangkapku, aku belikan es krim...” teriaknya sambil berlari dan mencopot sepatu hak tingginya itu. Aku sedikit melongo dengan tingkah lakunya, aku kemudian bangkit dan mengejar budhe hingga aku menangkapnya. Terlihat wajahnya kembali riang seakan-akan tak ada masalah didalam hatinya. Senyum dan tawanya sangat lepas seakan dia kembali menjadi seorang gadis yang sedang menari di atas panggung kebahagiaan. Tak ada yang salah dengan dirinya jika dia memperlihatkan kebahagiaan itu, kebahagiaan dimana cintanya bertepuk sebelah tangan. Setiap kata-kata yang meluncur dari bibirnya sedikit menyadarkan aku walau aku tetap ingin seperti ini.
Akhirnya kami sampai dihotel dengan canda tawa yang riang, penjaga lobi hotel tampak terkejut dengan kedatangan kami yang sebelumnya tertidur di meja lobi itu. Sebentar kami bergurau dengan para karyawan hotel tersebut, tampak kekaguman mereka terhadap sikap budhe yang periang ini. Kami kemudian menuju kamar dan ketika masuk kedalam kamar.
“Budhe tidak menyangka akan sebahagia ini dimalam ini walau sebenarnya dia sedang disamping entah apa yang mereka lakukan ” ucapnya lirih, kemudian merebahkan tubuhnya terlentang di atas kasur aku kemudian berjalan melewatinya mengambil minuman kaleng yang ada diatas meja TV. aku kemudian membuka jendela duduk menghadap keluar dengan asap dunhill yang bertebaran
“Ar...” panggilnya, aku kemudian memiringkan tubuhku dan bersandar pada jendela
“beruntung sekali diah mempunyai anak yang perhatian seperti kamu” ucapnya membuatku memandang budhe dan tersenyum
“Diah selalu bercerita kepadaku mengenai kamu yang selalu membantu hidupnya terus berjalan hingga kini, padahal....” ucapnya terpotong. Aku kembali menoleh kearahnya melihat budhe yang tidur menyamping menghadapku
“Dulu, kamu hampir dibunuhnya...” ucapnya tegas dengan kepala disangga oleh tangan kirinya
“Hah...” bathinku terkejut. Aku kembali tersenyu tanpa menjawb pertanyaan budhe, terlihat ribuan kata dimulutnya akan kembali terucap
“Do you know Ar?... ketika umur kamu 1 tahun, Diah hampir membunuhmu dengan membawa sebilah pisau yang ingin ditusukan kepadamu. Haaaaaaahhh... itu karena perlakuan Ayahmu yang terlalu keras kepada Ibumu, padahal Ibumu saat itu baru berumur 18 tahun” ucap budhe
“Aku tidak tahu soal itu budhe, yang aku tahu dia Ibuku dan aku harus selalu menjaganya...” ucapku membalas pernyataan budhe. Budhe kembali melihatku dengan senyuman yang manis.
“Budhe tahu...”
“Dia juga sempat hampir gila ketika kamu disembunyikan kakek dan nenek hampir 1 bulan, karena mereka takut jika terjadi apa-apa ketika Diah bersamamu. Diah menjadi orang linglung, menggendong boneka seperti orang hampir kehilangan kendali atas jiwanya. Tapi ketika kamu dikembalikan, dipeluknya kamu sangat erat olehnya dan menangis sejadi-jadinya dan berkata “mulai sekarang Ibu akan selalu ada dan menyayangimu selalu”....” ucap budhe. Aku kembali teringat masa-masa dimana Ibu memelukku denga sangat erat, menangis karena tingkahku yang semakin liar ini.
“Berhati-hatilah dengan Ayahmu...” ucap budhe kembali
“Apa maksud budhe?” tanyaku
“Dia adalah orang kedua yang memiliki hasrat untuk membunuhmua, tapi semua itu digagalkan oleh Ibumu. Bahkan ketika itu Ibumu menjadi sangat marah ketika melihat Ayahmu. Itulah kenapa Ayahmu sampai sekarang masih sedikit takut kepada Ibumu, walau pada kenyataanya Ibumu yang selalu tersakiti oleh tingkah Ayahmu. Padahal Diah selalu mencoba untuk menjadi istri yang baik dan mencoba memperbaiki semuanya, tapi Ayahmu terlalu liar untuk di kendalikan” ucapnya
“Apakah sifat liarku ini menurun darinya?” bathinku sambil menerawang jauh ke luar jendela
“Bagaimana budhe tahu semua itu?” ucapku yang menoleh kearahnya
“Karena ketika kamu masih dalam kandungan, tepatnya 7 bulan, pakdhemu berpacaran dengan budhe, dan budhe sangat bahagia keluarganya menerima budhe dan budhelah yang menjadi tempat curhat Ibu dan nenekmu...” ucapnya. Kusulut kembali dunhill menggantikan batang yang telah terbakar habis. Aku menoleh ke arah luar jendela, lamunanku seakan kembali ke setiap persoalan-persoalan hidupku
“Ar... budhe mau tanya kepadamu...” ucapnya
“Ya budhe...” jawabku kepada budhe sambil duduk dijendela menghadap kedalam
“Apakah Dia harus aku pertahankan?” ucapnya
“Apakah budhe masih mencntainya?” ucapku, dan dijawab dengan anggukan
“Apakh dia orang yang salah untuk dicintai?” tanyaku kembali
“Tidak...” ucap budhe menjawabnya
“Apakah ada keraguan dalam cinta budhe? Sssshhhhhh aaaaaahhhh fyuuuuuuuhh” tanyaku kembali, sembari menghisap dunhill dan kubuang asapnya kearah luar
“Tidak ada sama sekali...” jawab budhe
“perjuangkan. Arya akan membantu...” ucapku tersenyum kepadanya. Tatapan matanya kembali terlihat sipit karena seyumnya terukir di bibir indahnya. Hisapan demi hisapan aku rasakan dalam diam, kami saling berpandangan dan melempar senyum satu sama lain. Ku buang dunhill yang tingga batang filternya itu.
Kututup jendela kamar dan menyalakan pendingin ruangan. Kurebahkan tubuhku di atas sofa yang penuh dengan kenyamanan dengan bantalan dua tanganku. Pandanganku melayang menerawang kearah langit kamar ini walau tak tampak seindah lautan langit diluar aku masih bisa merasakan keindahanya, dalam lamunanku.
“Kemarilah, Budhe ingin ditemani tidur...” ucapnya
“Tidak dhe, bahaya he he he...” jawabku
“budhe mohon mbloooooo, budhe ndak bisa tidur nanti, besok budhe bawa mobil, kalau budhe mengantuk bagaimana? Aaaaaayo mbloooo” ucapnya manja. Panggilan yang sebenarnya aku benci kembali aku dengar. Aku meringkukan tubuhku di sofa tanpa menghiraukan ucapan budhe.
“hiks hiks hiks hiks.... jahat kamu mblo hiks hiks hiks” ucapnya tersengal dan menangis membuat aku tidak tega mendengarnya
“Iya deh... tapi jangan nangis gitu “ ucapku sembari bangkit dan menuju kasur dimana budhe berada. Tampak budhe tersenyum cengengesan karena telah berhasil merayuku. Aku kemudian tidur dipinggir kasur disebelah kiri budhe. Tiba-tiba budhe merapatkan tubuhnya ke tubuhku dan menarik tangan kiriku untuk memeluknya.
“peluk budhe ar...” ucapnya lirih. Tangan kananku menelusup diantara bantal dan lehernya sedang tangan kiriku memeluk tubuh budhe.
“hangat....” ucapnya lirih, aku sendiri merasakan kehangat tubuh budhe
“Ar, bagaimana jika budhe jatuh cinta kepadamu?” tanya budhe dengan lebih mendekatkan tubuhnya kearah tubuhku
“itu salah, budhe...” jawabku. Pandangannya menengadah kearahku dan sedikit mendorong tubuhnya keatas budhe mengecup bibirku dan kembali lagi dalam pelukanku
“hehemm... andai saja aku seumuran denganmu mungkin budhe akan memacarimu” ucapnya kembali
“itu tidak akan terjadi dan Jika itu terjadi, aku akan memilih orang lain budhe” ucapku, yang didalam benakku ada seorang wanita tersenyum manis kepadaku, Ibu.
“jika kamu memilih orang lain, Aku akan memperjuangkannya agar mendapatkanmu” ucapnya kembali menekanku
“Dan aku akan tetap memilih yang lain budhe” ucapku lirih dengan bayang-bayang Ibu dalam pikiranku
“Kenapa kamu setega itu menjawab mimpi indahku ini?” tanyanya
“karena budhe adalah budheku maka semua ini terjadi, jika budhe bukan budheku aku tak akan pernah mengenal budhe dan ini semua tidak akan pernah terjadi” ucapku sembari aku memeluk kaku tubuhnya
“tetapi kenapa aku merasakan hal lain ketika aku bersamamu...” ucapnya lirih
Kami terdiam dan membisu dengan iringan nyayian angin malam yang bertiup diluar. Dinginya pendingin ruangan membuat aku sedikit merasakan hawa dingin. Tapi tubuh hangatnya seakan melupakan semua kedinginan itu. Tiba-tiba budhe melepaskan pelukan itu, melepas semua pakaiannya dan juga roknya, aku yang melihat itu bangkit untuk berpindah tempat tapi dengan cepat budhe mendorongku hiingga rebah. Tubuhnya kemabali masuk kedalam dekapanku.
“Aku ingin dipeluk lagi...” ucap budhe lirih.
“Aku? Kenapa budhe menyebut dirinya sebagai Aku?”bathinku. tubuhnya semakin masuk membuat aku semakin tidak berdaya, posisiku sekarang sama dengan di awal mendekap tubuhnya. Seorang wanit dengan hanya menggunakan BH berenda dibagian atasnya dan celana dalam berwarna putih dalam pelukanku. Dedek arya kemudian bangkit dari tidurnya dan mengerars seketika itu pula. Terasa tangan halus mengelus dedek arya.
“Keras, Arya...” ucapnya lirih. Dengan pandangan kearahku, aku tertegun dengan semua yang terjadi. Tiba-tiba tubuhnya sedikit terangkat kepalanya menggeser ke atas dan didaratkannya ciuman di bibirku dengan sedikit sedotan pada bibirku yang aku pertahankan untuk tertutup.
Seketika itu aku sadar, aku kemudian menurunkan tubuh budhe agar kembali pada posisinya. Aku peluk dengan erat tubuhnya sehingga dia tidak bisa bergerak lagi. Kedua tangannya aku posisikan memeluk punggungku. Kupeluk sangat erat, terasa susu besarnya menempel pada dadaku yang berlapis kaos ini.
“Arya mohon, budhe tidur ini sudah malam...”
“Jangan buat arya menangis...” ucapku lirih
“hehemm... maafkan budhe...”
“Peluk budhe lebih erat lagi ar...” lanjutnya
Pelukan erat antara aku dan budhe membuat kami bersatu dalam dingin malam. Desahan nafas kami bersatu dengan mencoba memepertahankan diri masing-masing. Kurasakan pelukan budhe melemah di punggungku, kugeser bola mataku kebawah terlihat budhe terlelap dalam tidurnya. Mataku semakin pegal, tubuh ini semakin berat untuk bergerak, aku pun tertidur.
Pagi menjelang, sudah tak kurasakan lagi tubuh hangat yang berada dalam dekapanku malam itu. Aku kemudian duduk kulihat seorang wanita paruh baya membelakangiku sedang mengenakan BH-nya, satu persatu pakaian malam tadi dikenakannya kembali. Aku masih melihat dan mencoba mencair tahu apakah ini mimpi atau hanya sekedar halusianasi. Dengan pakaian lengkapnya Budhe mebalikan tubuhnya.
“Hmmm ngintip ya? Awas kamu, budhe bilangin ke Ibu kamu nanti ya hi hi hi” ucapnya
“Yeee sapa yang ngintip, budhe sendiri yang ganti pakaian disitu, dikamar mandi gitu atau dimana, yang arya ndak lihat, sudah tahu disini ada cowok masih saja ganti pakaian sembarangan” ucapku dengan nada nyeleneh
“ha ha ha iya iya, ya kali aja bisa ngegoda kamu gitu, tapi ya aneh kalau kamu tergoda dengan cewek tua ini hi hi hi”
“sudah sana mandi terus makan” ucapnya sedikit membentak. Aku bangkit mengambil handuk dan masuk ke kamar mandi melewati budhe.
“Iya tua kaya umur 29 tahun...” ucapku nyeleneh
Ketika aku melewatinya Budhe tampak tertegun mendengar ucapanku. Aku kemudian mandi dan berpakaian rapi ala kadarnya sama seperti tadi malam. Kami kemudian makan bersama dengan sedikit bercanda. Kami kemudian check out dan menunggu pakdhe didalam mobil yang ada di tempat parkir. Memang budhe mengantar pakdhe ke hotel ini dan kemudian budhe izin untuk pulang tapi budhe memarkir kembali tempat mobilnya dan menyewa satu kamar lagi di no 75. Mobilnya diparkir ditempat parkir hotel satunya lagi jadi kami harus ke tempat parkir mobil budhe dahulu yang jaraknya lumayan jauh dari hotel. Didalam mobil kami terdiam, kepalaku kugantungkan di pintu mobil sambil menghisap dunhill.
“terima kasih ya Ar, sudah menemanni budhe, dan terima kasih atas pujiannya” ucap budhe
“pujian apa? Emang arya pernah memuji budhe? Kalau iya berarti arya lagi tidak sadarkan diri ha ha ha” jawabku dengan tawa, tapi budhe masih dengan wajah seriusnya
“terima kasih, karena kamulah yang pertama kali mengucapkan kalau budhe ini seperti anak muda 29 tahun he he he he” ucapnya yang diawali dengan wajah serius kemudian beralih menjadi candaan. Kulihat jam disematponku menunjukan pukul 09:00, sebuah pesan dari Ibu aku buka yang mengatakan kalau Ibu sudah pulang kerumah dan menyuruhku untuk pulang kerumah. Sms kedua masuk dari tante ima, dia mengabari jika dia sudah dalam perjalanan pulang.
Kulihat pakdhe berjalan kearah mobil dan aku pindah ke tempat duduk belakang. Tak ada percakapan diantara pakdhe dan budhe, hanya sapaan kepadaku dan ucapan terima kasih terlontar dari mulutnya. Kami kemudian pulang dengan budhe sebagai pengemudinya.
“Apakah mas sudah putuskan?” tanya budhe
“belum, jangan dibahas disini ada Arya...” jawab pakdhe. Tampak mata budhe sedikit berkaca-kaca walau ditutupi dengan kaca mata hitamnya. Perjalanan melewati kampusku dan aku meminta berhenti di kampus agar aku naik taksi, awalnya mereka tidak setuju tapi aku memaksanya. Ketika aku keluar dari mobil, aku membuka pintu depan mobil dan meminta pakdhe menemaniku hingga mendapatkan taksi. Kami duduk berdua di pinggir jalan dekat dengan kampusku dengan dunhill tersulut di tanganku dan sebuah Djarum tersulut di tangan pakdheku.
“Pak dhe...” ucapku
“iya...” jawabnya
“Arya berharap pakdhe tidak salah memilih” ucapku sedikit membuat kaget pakdhe
“Kamu jangan sok tahu dan menggurui pakdhe, kamu cukup diam saja karena ini semua adalah privasi pakdhe” ucapnya dengan asap keluar dari hidungnya
“Dulu ada seorang lelaki yang selalu aku anggap sebagai seorang ksatria, bahkan dia aku pandang lebih hebat dari Ayahku sendiri dan aku selalu ingin sepertinya, bahkan hingga sekarang dia adalah ksatria yang selalu aku banggakan, ada sebuah cerita menarik antara aku dan ksatria itu”
...
....
“begitulah ceritaku tentang ksatria itu pakdhe...”
“Bagaimana dengan kuda besi itu sekarang ya? Apakah ksatria itu masih memakainya?” tanyaku menerawang ke langit
“Ssshhhhh aaaahhhh... Masih dan dia masih menemani ksatria itu” jawabnya aku tersenyum mendengarnya
“Apakah wanita di dalam mobil itu pernah mengeluh kepada ksatria itu ya?” ucapku. Tiba-tiba pakdhe memandangku dengan tatapan tajam kemudian menunduk
“Tidak, tidak pernah...” ucap pakdhe sembari menyulut sebatang Djarum kembali. Aku melirik kearahnya kluihat sebuah pandangan dengan sedikit penyesalan terarah kebawa dari matanya. Terlihat taksi melintas tak jauh dari tempat kami berada.
“TAKSIIIIII! WOIIIIII!....” Teriakku memanggil taksi, taksi kemudian merapat, aku kemudian mendekati taksi itu dan ternyata bapaknya yang kemarin mengantarku. Lalu aku kearah mobil budhe.
“Budhe, Arya pulang dulu ya”
“Dadah budhe jeleeeeeeeekk weeeeeeeeeeeeeekk....” pamitku kepada budhe sambil meledeknya. Budhe langsung mengeluarkan kepalanya melalui pintu depan kemudian masuk lagi.
“Awas ya nanti kalau ketemu lagi aku pukul kamu Arya berani sekali bilang budhe jelek..HUH!” ucap budhe. Aku hanya tertawa dan kuhampiri pakdhe kemudian salim kepadanya, tatapan matanya kepadaku menjadi tatapan mata dengan rasa malu. Aku kemudian melangkah menuju taksi.
“Pak dhe...” panggilku sembari berdiri membelakanginya
“Bukan masalah yang baru lebih kuat, lebih bagus ataupun lebih kuat, tapi kesetiaanya menemaniku dalam suka dan duka, menerimaku apa adanya, maka dari itulah aku selalu merawatnya, menyayanginya dan mencintainya karena dia juga telah banyak berkorban untukku” ucapku dengan mencuplik kata-kata ksatria yang aku ceritakan tadi. Aku kemudian masuk kedalam taksi, kubuka kaca jendela dan men-dadah-i mereka semua. Kuketika sebuah sms kepada pakdhe.
Mobil taksi melaju dengan sangat nyaman, membuat aku sedikit mengantuk. Ku hilangkan kantukku dengan bercengkrama dengan pak sopir taksi. Dengan sedikit basa-basi aku meminta nomornya untuk berjaga-jaga mungkin suatu saat nanti aku akan membutuhkannya. Taksi melintas dengan sangat lihai, mendahului para pengendara motor dan pengendara mobil lainnya. Sinar matahari menemaniku dalam perjalanan itu, hembusan angin dari kaca jendela yang aku buka ikut menghabiskan batang dunhill yang sulut. Tawa canda kami beriringan dengan deru suara mobil. Rasa kantuk kemudian menyelimutiku, kupasang earphone ditelingaku dan kuputar lagu. Hingga sampailah aku dirumahku dan dibangunkan oleh pak sopir. Kumasukan telepon cerdasku ke dalam kantong lalu Ku bayar taksi, kemudian aku masuk kerumah yang tampak sepi ini. Aku kemudian berjalan menuju pintu utama rumah. Kleeeeekk....
“Baru sampai ya?” ucap Ibu. Wanita ini entah kenapa selalu membuatku rindu akan belaian kasih sayangnya. Kupeluk Ibu yang berada tepat didepanku, Ibupun membalas pelukanku. Aku kemudian ditariknya kedalam secara perlahan, dengan menggunakan kakinya dia menutup pintu rumah.
“Mom, it’s Lust or Love?” tanyaku lirih dan masih dalam dekapan pelukannya
“Love....”
“meskipun ini hanya sementara” jawabnya lirih. Aku semakin erat memeluknya dan mendekapnya dalam pelukanku, kedua tangan Ibu beralih kebelakang kepalaku. Kepalanya menengadah kearahku dan kudaratkan ciuman dibibirnya.
Layaknya sepasang kekasih kami berciuman dan saling memuaskan bibir kami. Mata kami terpejam mencoba menikmati ciuman ini. kupeluk tubuhnya semakin erat, pelukan dikepalaku pun semakin erat. Serasa tak ingin melepaskannya, telepon cerdasku yang aku kantongipun jatuh . Terlepaslah earphone-nya dan suara lagu mulai muncul dari sematpon-ku. Ciuman ini pun masih berlanjut dengan iringan lagu dari telepon cerdasku, lagu yang indah.
“Budhee????!” ucapku setengah berteriak
“Ssssst diam napa gak usah teriak-teriak gitu mblo, kaya lihat hantu saja!” ucapnya sedikit menghardikku. Tubuh itu kemudian berbalik dan mendekatkan dirinya di sebelah tembok pembatas antara dua kamar, kamar no 76 dan 75. Dengan lagak seakan tahu pembicaraan mereka. Wanita dengan dress tanpa lengan dengan belahan tertutup yang mana dimasukan ke dalam rok yang menutupi hingga lutut bagian bawah.
“Yaelah budhe budhe emang bisa denger?! Ya tidak mungkinlah, kontraktor yang bangun ini gedung juga pastinya sudah memperkirakan” ucapku santai sambil melangkah masuk kedalam kamar hotel ini. ruangan yang cukup luas dengan SpringBed mewah untuk 2 orang disampinya terdapat sofa lengkap dengan Tvnya. Aku membuka pintu disebelah kananku terdapat, kamar mandi ala eropa dengan tempat berendam.
“Diam aja mblo! Tuh minuman sama cemilan ada makanan berat juga, kalau capek istirahat sana!” ucapnya sedikit membentak dengan nada amarah. Entah apakah budhe memang mendengar percakapan mereka atau hanya menyesali perbuatannya karena mempertemukan mereka. Budhe duduk bersandar dengan kedua kakinya dilipat dan dipeluknya kaki itu dengan kedua tangannya.
“Makanan berat? Emang berapa kilo?” candaku kepada budhe. Kulihat dia sambil aku melangkah, Dia terdiam dengan pandangan kosong kedepan. Tanpa menjawabku sama sekali aku kemudian duduk dan mengambil makanan di meja depan sofa.
“Ya sudah, arya mau makan dulu ya budhe?” ucapku kemudian menyantapnya sambil menyalakan televisi dengan suara yang pelan. Karena pasti jika volumenya terlalu keras pasti akan kena marah budhe. Kumakan dengan lahapnya hingga aku duduk bersandar tak kuat lagi, rasa kantuk menyelimutiku. Ku buka jendela kamar ini dan kemudan aku menyulut dunhill mild-ku.
Sebatang dunhill telahmenjadi asap dengan batang filter yang mencoklat karena beberapa nikotin-nikotin yang terperangkap didalamnya. Aku melangkah kembali menuju sofa, kulihat wajah budhe semakin menunjukan sebuah kegelisahan, kegalauan, dan kecemasan. Aku kemudian merebahkan diriku di sofa dan tidur miring menghadap ke budhe.
“Budhe, istirahat saja? Kan nanti juga bisa ditanya kalau mereka sudah selesai bercakap-cakap?” ucapku tanpa ada balasan seakan-akan suara dari mulutku ini hanya angin yang berlalu tanpa bisa didengarnya. Wajahnya semakin menunjukan kegelisahan, kecemasan semakin lama matanya hampir tergenang. Hati sebenarnya tidak tega ketika harus melihat wanita yang periang ini menangis.
“Yee ditanya malah diem?! Ya sudah, Arya bobo dulu” ucapku sambil membalikan tubuhku terlentang disofa dengan kedua tangan aku jadikan bantal kepalaku.
Tak ada jawaban darinya, sebenarnya apa memang benar dari tembok itu budhe bisa mendengar semua percakapan mereka yang sedang dimabuk asmara. Otakku tak bisa berpikir terlalu jauh, tak bisa berpikir terlalu mendalam tentang semua yang terjadi malam ini. Ajeng, Rahman, Nico, Mahesa, Ika, Andi, dan Ima mereka terus berputar dalam pikiranku. Otakku akhirnya berhenti berpikir membuat aku terlelap dalam tidurku, ke dalam sebuah mimpi yang tak pernah aku harapkan kehadirannya.
Tiba-tiba aku berada disebuah padang rumput yang hijau, rumput yang bergoyang diterpa oleh angin yang bertiup dengan riangnya. Kupu-kupu berterbangan bermain dengan para sahabatnya menari di atas angin ditemani oleh awan-awan yang sedang bercengkrama di atas langit yang berwarna seperti gunung itu. Aku melangkah dengan sangat pelan kulihat sekelilingku tampak kebahagiaan akan sepasang kekasih yang sedang berpelukan karena kelahiran sang anak. Langit kemudian bergerak sangat cepat kupu-kupu kemudian berlarian dengan rasa takut yang sangat mencekam. Anak itu tumbuh menjadi seorang lelaki gagah yang kemudian mulai menghancurkan sekitarnya. Langit menjadi kelam, rumput menguning dan tunduk ketakutan akhirnya mati. Sepasang kekasih itu berlumurkan darah didepan lelaki gagah yang tertawa keras menggelegar menghancurkan suasana indah itu. Laki-laki itu kemudian berjalan kearah sepasang kekasih renta yang disekitarnya bersimpuh seorang lelaki dengan pasangannya, perempuan dengan anaknya yang kecil dan seorang perempuan pasangannya sedanga memeluk sepasang kekasih renta itu. Dikeluarkannya pedang panjang oleh lelaki yang gagah diangkatnya pedang itu. Pandanganku menjadi buram menghilang dan kini aku berada tepat di depan lelaki gagah itu, aku menjadi sangat takut, takut sekali. Aku berdiri dan mendorong lelaki itu dan hingga aku terjatuh dalam sebuah dunia gelap dengan seorang lelaki tua yang tersenyum kepadaku sedang duduk santai dengan rokoknya.
“Ingat, jika kamu terlalu lama tertidur dan tidak bangkit dari ketakutanmu, kamu akan binasa, selamatkan apa yang bisa kamu selamatkan” ucapnya
“Haaaaaaaaaaaahh hah hah hah hah....” aku terbangun dengan keringat berkucuran
“Apa itu tadi? Sial kenapa mimpiku selalu buruk dan tak pernah baik sama sekali” bathinku
Kulihat jam pada sematponku 23:55 hampir tengah malam, aku telah tertidur 1,5 jam lamanya. Kutolehkan pandanganku kearah budhe, wanita itu kini duduk dengan kaki ditekuk kebelakang dan kedua telapak tangannya menutupi wajahnya yang dihiasi air mata yang mengalir dari sela-sela telpak tangan itu. Aku tertegun dan segera bangkit ke arahnya dan duduk didepannya.
“hiks hiks hiks hiks hiks hiks hiks....” tangisnya
“Budhe, kenapa menangis? Ayolah budhe santai sedikit kenapa hoaaaaammm.....” ucapku sambil menguap. Tiba-tiba saja dia menamparku dengan sangat keras pada pipi kiriku dengan tangan kanannya.
“SANTAI?! Kamu dengar tidak mereka sedang apa?” ucap budhe, aku sedikit ketakutan dengan wajahnya yang berlinang air mata
“A.. A... Arya tidak tahu, mana mungkin ki kita bisa mendengarkan mereka” ucapku kepada budhe dengan nada ketakutanku
“ini... hiks ini...! hiks” sambil menunjuka sebuah earphone kepadaku, aku jadi bingung
“budhe memasang microphone hiks di jas pakdhemu tanpa sepengatuhannya, budhe bisa mendengar apa yang mereka katakan hiks hiks...”
“mereka sedang, sedang hiks hiks dan pakdhemu masih sangat hiks hiks hiks cinta wanita gatel itu hiks hiks” ucap budhe kepadaku. Aku sebenarnya bingung dengan sikap budhe, dia yang menginginkan pertemuan ini terjadi ditambah lagi bertemu di sebuah hotel.
“Kan budhe sendiri yang minta mereka bertemu dan ingin mereka bertemu di hotel, jadi jangan salahkan Arya jika mereka terlibat sesuatu yang jauh, karena Arya berpikir ini keinginan budhe, jadi jangan salahkan Arya” ucapku yang kemudian bangkit dan merebahkan diri kembali disofa sembari menyulut dunhill mild.
“bukan... bukan....”
“bukan budhe yang menginginkan mereka bertemu di hotel tapi pakdhe kamu, hiks hiks hiks... budhe ingin mereka bertemu diluar dan budhe ada disitu tapi pakdhemu... pakdhemu itu yang menginginkan ini semua, bahkan hiks hiks dengan memohon kepada budhe untuk huaaaaaaaaaaaaa hiks hiks hiks hiks....” ucapnya yang terpotong dengan tangisnya semakin keras dan mengeras membuat isi ruangan yang tenang ini menjadi gaduh dengan tangisannya. Aku tekejut bukan kepalang hingga rokokku yang menempel dimulutku tejatuh kelantai dengan tatapan melongo kearah budhe yang sedang meringkuk menangis. Aku tidak habis pikir kenapa pakdhe bisa secara terang-terangan mengatakan itu kepada budhe.
“Ah tidak mungkin, tidak mungkin aku penyebab ini semua, bagaimana ini?” bathinku mulai berteriak
Sambil mengambil rokok yang terjatuh, Aku berdiri dan kemudian melangkah kearah budhe, aku kemudian jongkok dihadapannya. Kupasang sebuah wajah ketenangan dengan senyuman. Aku kemudian meraih tangan kanannya dan menggenggamnya.
“Maafkan Arya, samapai semua ini terjadi budhe?” ucapku tanpa balasan wajahya masih terbenam didalam paha yang mengapit itu.
“Hmmm... cewek, mau ndak nemeni aku jalan-jalan?” ucapku secara tiba-tiba menggoda budhe. Budhe kemudian menatapku dan sedikit tersenyum dengan godaanku. Earphon itu kemudian dia lepas lalu tangan kirinya mengucek-ucek rambutku.
“Dasar jomblo....hiiiiihhhhhh....” ucapnya sambil menjambak rambutku, yang kemudian berdiri dan meninggalkan aku. Dia mengambil tas dan digantungkannya di bahu kanannya lalu memakai sepatu hak tinggi itu.
“Ayo mblo, malam ini budhe akan menemani jomblo muda biar merasakan jalan bareng cewek” ucapnya.
“Ah gila ini budhe, dari nangis langsung menghujamku dengan cercaan dengan penuh kebanggaan” bathinkku
Aku kemudian bangkit dan berjalan disampingnya, Kami berjaln tanpa suara dari bibir kami selama didalam hotel. Tante kemudian mengajakku ke sebuah taman yang masih disekitar hotel ini walau agak jauh tempat ini nyaman. Taman yang dibawahnya sebuah pemandangan sawah dan perbukitan yang indah, dengan sinar rembulan bersinar terang seterang senyuman budheku. Aku kemudian membeli minuman ionic yang dijual oleh pedagang keliling yang tampak mengantuk di gerobak dorongnya itu. Aku kemudian duduk disebuah bangku taman, kulihat budhe tampak menikmati udara malam ini. Bersandar pada sebuah pembatas dia melempar tas mungil itu kearahku kemudian membuka lebar kedua tangannya menikmati semilir angin yang menerpanya.
“Do you know mblo, if some part of love is lust?” ucapna kepadaku
“Yeah, I Know it, but i don’t know what it is for” jawabku kepada budhe
“sebagian dari cinta adalah sebuah nafsu yang membuat hangat hubungan dari sepasang kekasih yang saling jatuh cinta dan sebagian yang lainnya adalah logika, untuk mengendalikan nafsu agar tidak lepas kendali” ucapnya
“Lepas kendali? Apakah itu yang terjadi padaku, nafsuku lepas kendali?” bathinku
“but....” ucapku terhenti
“But what mblo...” ucapnya sambil membalikan tubuh dan bersandar pada pembatas itu dan menoleh ke kekanan agar dia masih bisa melihat pemandangan di belakangnya. Aku masih terdiam dalam kebisuanku tanpa bisa berkata-kata.
“hi hi hi... cinta itu murni dan suci kecuali jika kamu mengotorinya dengan sebuah kesalahan-kesalahan yang seharusnya tidak dilakukan” ucap budheku sambil berjalan kearahku dan mengambil minuman ionic itu lalu kembali ke pembatas itu dan bersandar kembali pada posisinya
“Kesalahan... What does that mean?” ucapku lirih
“Kadang kita mencintai orang dengan salah dalam memperlakukannya, kadang pula kita mencintai orang yang seharusnya tidak kita cintai dan itu adalah sebuah kesalahan... glek glek ahhhhh” ucapnya. Aku masih terdiam memandang bulan, terlintas sebuah wajah Ibu disana.
“Tapi semua kesalahan bisa dihentikan atas kemauan dari kekasih itu, karena pasti ada waktunya kesalahan itu berhenti dan menghilang digantikan oleh sebuah kebenaran, dan itu ada waktunya tersendiri”
“Jika memang salah, jalanilah walau hatimu menolak karena suatu saat nanti kedewasaanlah yang akan memberitahumu tentang kebenaran”
“Menyayangi seseorang adalah sebuah keharusan karena memang kita memiliki orang yang akan selalu kita sayangi, sayangilah dia selagi bisa menyayangi, cintailah dia selagi bisa mencintainya”
“Sayangilah sesuai apa yang “sayang “ harus lakukan, dan cintailah sesuai apa yang “cinta” harus lakukan” ucapnya sambil tersenyum kepadaku
“Ya memang aku telah melakukan kesalahan, dan aku masih menjalaninya... maafkan aku budhe dan terima kasih atas apa yang kamu katakan kepadaku tapi aku masih ingin menjalani hingga waktu untuk berhenti telah tiba” bathinku menjawab semua pernyataan-pernyataannya
“Walau budhe harus merasakan sakit, budhe akan selalu mencintainya, mencintai pakdhemu, karena hanya dia yang sekarang menjadi harapanku dan anak-anakku” ucapnya kembali kepadaku yang masih terdiam membisu melihatnya
Deburan angin malam kembali menerpa tubuh kami. Dinginnya malam mengingatkan kami agar segera merebah di dalam selimut malam. Ku pandangi bulan itu lagi, ingatanku kembali ketika aku mengatakan cinta kepada seorang wanita yang salah, yang seharusnya aku sayangi bukan sebagai seorang wanita. Ingatan kembali di saat kami saling memadu kasih.
“Are you thinking about something?” ucap budhe kembali
“jika dia memilih yang salah aku akan mengembalikannya kepadamu, karena semua berawal dari kesalahanku” ucapku dengan tetap memandang bulan lalu kuambil dunhill mild dari saku kusulut satu batang
“Thank you Arya, kamu terlihat sangat manis malam ini...” ucapnya kepadaku
“Setiap hal pasti ada yang salah, dan kita dituntut untuk memperbaikinya hingga waktu dimana yang salah telah kita benarkan kembali, aku sudah tidak peduli jika dia memilihnya, aku akan sangat bahagia jika melihatnya bahagia” ucapnya kepadaku
“Cinta harus memiliki, jika tidak memiliki itu adalah rasa sakit”
“jika Cinta harus diperjuangkan, kehidupan pun akan dikorbankan hingga cinta itu tahu bahwa itu ada sebuah kesalahan pada dirinya dan tahu bahwa ada cinta yang selalu mengharapkannya” ucapku
“eh....” pandangannya sedikit terbelalak kemudian tersenyum dan menyipitkan matanya sambil berjalan kearahku. Cuuupppp.... kecupan didaratkannya di bibirku
“Mungkin aku memang harus lebih banyak berbicara denganmu...” ucapnya lalu duduk disampingku dan menyandarkan kepalanya dibahuku. Kumatikan dunhill yang telah terbakar filternya.
“Apapun yang terjadi ini adalah kesepakatan kita ketika itu, jadi kita harus menanggung resikonya secara bersama-sama...”
“Dan Arya tidak akan membiarkan budhe menanggung resiko itu sendiri, Arya sayang budhe karena budhe adalah bagian dari keluargaku” ucapku yang kemudian mendapatkan sentuhan halus dipipiku, aku kemudian menoleh dan memandangnya
“Budhe tenang saja ya” ucapku sambil tersenyum dan tiba-tiba saja budhe menciumku, kurasakan ciumannya sedikit menyedot bibirku langsung saja dia lari sembari mengambil tasnya
“Ayo kejar aku Arya kalau kau bisa menangkapku, aku belikan es krim...” teriaknya sambil berlari dan mencopot sepatu hak tingginya itu. Aku sedikit melongo dengan tingkah lakunya, aku kemudian bangkit dan mengejar budhe hingga aku menangkapnya. Terlihat wajahnya kembali riang seakan-akan tak ada masalah didalam hatinya. Senyum dan tawanya sangat lepas seakan dia kembali menjadi seorang gadis yang sedang menari di atas panggung kebahagiaan. Tak ada yang salah dengan dirinya jika dia memperlihatkan kebahagiaan itu, kebahagiaan dimana cintanya bertepuk sebelah tangan. Setiap kata-kata yang meluncur dari bibirnya sedikit menyadarkan aku walau aku tetap ingin seperti ini.
Akhirnya kami sampai dihotel dengan canda tawa yang riang, penjaga lobi hotel tampak terkejut dengan kedatangan kami yang sebelumnya tertidur di meja lobi itu. Sebentar kami bergurau dengan para karyawan hotel tersebut, tampak kekaguman mereka terhadap sikap budhe yang periang ini. Kami kemudian menuju kamar dan ketika masuk kedalam kamar.
“Budhe tidak menyangka akan sebahagia ini dimalam ini walau sebenarnya dia sedang disamping entah apa yang mereka lakukan ” ucapnya lirih, kemudian merebahkan tubuhnya terlentang di atas kasur aku kemudian berjalan melewatinya mengambil minuman kaleng yang ada diatas meja TV. aku kemudian membuka jendela duduk menghadap keluar dengan asap dunhill yang bertebaran
“Ar...” panggilnya, aku kemudian memiringkan tubuhku dan bersandar pada jendela
“beruntung sekali diah mempunyai anak yang perhatian seperti kamu” ucapnya membuatku memandang budhe dan tersenyum
“Diah selalu bercerita kepadaku mengenai kamu yang selalu membantu hidupnya terus berjalan hingga kini, padahal....” ucapnya terpotong. Aku kembali menoleh kearahnya melihat budhe yang tidur menyamping menghadapku
“Dulu, kamu hampir dibunuhnya...” ucapnya tegas dengan kepala disangga oleh tangan kirinya
“Hah...” bathinku terkejut. Aku kembali tersenyu tanpa menjawb pertanyaan budhe, terlihat ribuan kata dimulutnya akan kembali terucap
“Do you know Ar?... ketika umur kamu 1 tahun, Diah hampir membunuhmu dengan membawa sebilah pisau yang ingin ditusukan kepadamu. Haaaaaaahhh... itu karena perlakuan Ayahmu yang terlalu keras kepada Ibumu, padahal Ibumu saat itu baru berumur 18 tahun” ucap budhe
“Aku tidak tahu soal itu budhe, yang aku tahu dia Ibuku dan aku harus selalu menjaganya...” ucapku membalas pernyataan budhe. Budhe kembali melihatku dengan senyuman yang manis.
“Budhe tahu...”
“Dia juga sempat hampir gila ketika kamu disembunyikan kakek dan nenek hampir 1 bulan, karena mereka takut jika terjadi apa-apa ketika Diah bersamamu. Diah menjadi orang linglung, menggendong boneka seperti orang hampir kehilangan kendali atas jiwanya. Tapi ketika kamu dikembalikan, dipeluknya kamu sangat erat olehnya dan menangis sejadi-jadinya dan berkata “mulai sekarang Ibu akan selalu ada dan menyayangimu selalu”....” ucap budhe. Aku kembali teringat masa-masa dimana Ibu memelukku denga sangat erat, menangis karena tingkahku yang semakin liar ini.
“Berhati-hatilah dengan Ayahmu...” ucap budhe kembali
“Apa maksud budhe?” tanyaku
“Dia adalah orang kedua yang memiliki hasrat untuk membunuhmua, tapi semua itu digagalkan oleh Ibumu. Bahkan ketika itu Ibumu menjadi sangat marah ketika melihat Ayahmu. Itulah kenapa Ayahmu sampai sekarang masih sedikit takut kepada Ibumu, walau pada kenyataanya Ibumu yang selalu tersakiti oleh tingkah Ayahmu. Padahal Diah selalu mencoba untuk menjadi istri yang baik dan mencoba memperbaiki semuanya, tapi Ayahmu terlalu liar untuk di kendalikan” ucapnya
“Apakah sifat liarku ini menurun darinya?” bathinku sambil menerawang jauh ke luar jendela
“Bagaimana budhe tahu semua itu?” ucapku yang menoleh kearahnya
“Karena ketika kamu masih dalam kandungan, tepatnya 7 bulan, pakdhemu berpacaran dengan budhe, dan budhe sangat bahagia keluarganya menerima budhe dan budhelah yang menjadi tempat curhat Ibu dan nenekmu...” ucapnya. Kusulut kembali dunhill menggantikan batang yang telah terbakar habis. Aku menoleh ke arah luar jendela, lamunanku seakan kembali ke setiap persoalan-persoalan hidupku
“Ar... budhe mau tanya kepadamu...” ucapnya
“Ya budhe...” jawabku kepada budhe sambil duduk dijendela menghadap kedalam
“Apakah Dia harus aku pertahankan?” ucapnya
“Apakah budhe masih mencntainya?” ucapku, dan dijawab dengan anggukan
“Apakh dia orang yang salah untuk dicintai?” tanyaku kembali
“Tidak...” ucap budhe menjawabnya
“Apakah ada keraguan dalam cinta budhe? Sssshhhhhh aaaaaahhhh fyuuuuuuuhh” tanyaku kembali, sembari menghisap dunhill dan kubuang asapnya kearah luar
“Tidak ada sama sekali...” jawab budhe
“perjuangkan. Arya akan membantu...” ucapku tersenyum kepadanya. Tatapan matanya kembali terlihat sipit karena seyumnya terukir di bibir indahnya. Hisapan demi hisapan aku rasakan dalam diam, kami saling berpandangan dan melempar senyum satu sama lain. Ku buang dunhill yang tingga batang filternya itu.
Kututup jendela kamar dan menyalakan pendingin ruangan. Kurebahkan tubuhku di atas sofa yang penuh dengan kenyamanan dengan bantalan dua tanganku. Pandanganku melayang menerawang kearah langit kamar ini walau tak tampak seindah lautan langit diluar aku masih bisa merasakan keindahanya, dalam lamunanku.
“Kemarilah, Budhe ingin ditemani tidur...” ucapnya
“Tidak dhe, bahaya he he he...” jawabku
“budhe mohon mbloooooo, budhe ndak bisa tidur nanti, besok budhe bawa mobil, kalau budhe mengantuk bagaimana? Aaaaaayo mbloooo” ucapnya manja. Panggilan yang sebenarnya aku benci kembali aku dengar. Aku meringkukan tubuhku di sofa tanpa menghiraukan ucapan budhe.
“hiks hiks hiks hiks.... jahat kamu mblo hiks hiks hiks” ucapnya tersengal dan menangis membuat aku tidak tega mendengarnya
“Iya deh... tapi jangan nangis gitu “ ucapku sembari bangkit dan menuju kasur dimana budhe berada. Tampak budhe tersenyum cengengesan karena telah berhasil merayuku. Aku kemudian tidur dipinggir kasur disebelah kiri budhe. Tiba-tiba budhe merapatkan tubuhnya ke tubuhku dan menarik tangan kiriku untuk memeluknya.
“peluk budhe ar...” ucapnya lirih. Tangan kananku menelusup diantara bantal dan lehernya sedang tangan kiriku memeluk tubuh budhe.
“hangat....” ucapnya lirih, aku sendiri merasakan kehangat tubuh budhe
“Ar, bagaimana jika budhe jatuh cinta kepadamu?” tanya budhe dengan lebih mendekatkan tubuhnya kearah tubuhku
“itu salah, budhe...” jawabku. Pandangannya menengadah kearahku dan sedikit mendorong tubuhnya keatas budhe mengecup bibirku dan kembali lagi dalam pelukanku
“hehemm... andai saja aku seumuran denganmu mungkin budhe akan memacarimu” ucapnya kembali
“itu tidak akan terjadi dan Jika itu terjadi, aku akan memilih orang lain budhe” ucapku, yang didalam benakku ada seorang wanita tersenyum manis kepadaku, Ibu.
“jika kamu memilih orang lain, Aku akan memperjuangkannya agar mendapatkanmu” ucapnya kembali menekanku
“Dan aku akan tetap memilih yang lain budhe” ucapku lirih dengan bayang-bayang Ibu dalam pikiranku
“Kenapa kamu setega itu menjawab mimpi indahku ini?” tanyanya
“karena budhe adalah budheku maka semua ini terjadi, jika budhe bukan budheku aku tak akan pernah mengenal budhe dan ini semua tidak akan pernah terjadi” ucapku sembari aku memeluk kaku tubuhnya
“tetapi kenapa aku merasakan hal lain ketika aku bersamamu...” ucapnya lirih
Kami terdiam dan membisu dengan iringan nyayian angin malam yang bertiup diluar. Dinginya pendingin ruangan membuat aku sedikit merasakan hawa dingin. Tapi tubuh hangatnya seakan melupakan semua kedinginan itu. Tiba-tiba budhe melepaskan pelukan itu, melepas semua pakaiannya dan juga roknya, aku yang melihat itu bangkit untuk berpindah tempat tapi dengan cepat budhe mendorongku hiingga rebah. Tubuhnya kemabali masuk kedalam dekapanku.
“Aku ingin dipeluk lagi...” ucap budhe lirih.
“Aku? Kenapa budhe menyebut dirinya sebagai Aku?”bathinku. tubuhnya semakin masuk membuat aku semakin tidak berdaya, posisiku sekarang sama dengan di awal mendekap tubuhnya. Seorang wanit dengan hanya menggunakan BH berenda dibagian atasnya dan celana dalam berwarna putih dalam pelukanku. Dedek arya kemudian bangkit dari tidurnya dan mengerars seketika itu pula. Terasa tangan halus mengelus dedek arya.
“Keras, Arya...” ucapnya lirih. Dengan pandangan kearahku, aku tertegun dengan semua yang terjadi. Tiba-tiba tubuhnya sedikit terangkat kepalanya menggeser ke atas dan didaratkannya ciuman di bibirku dengan sedikit sedotan pada bibirku yang aku pertahankan untuk tertutup.
Seketika itu aku sadar, aku kemudian menurunkan tubuh budhe agar kembali pada posisinya. Aku peluk dengan erat tubuhnya sehingga dia tidak bisa bergerak lagi. Kedua tangannya aku posisikan memeluk punggungku. Kupeluk sangat erat, terasa susu besarnya menempel pada dadaku yang berlapis kaos ini.
“Arya mohon, budhe tidur ini sudah malam...”
“Jangan buat arya menangis...” ucapku lirih
“hehemm... maafkan budhe...”
“Peluk budhe lebih erat lagi ar...” lanjutnya
Pelukan erat antara aku dan budhe membuat kami bersatu dalam dingin malam. Desahan nafas kami bersatu dengan mencoba memepertahankan diri masing-masing. Kurasakan pelukan budhe melemah di punggungku, kugeser bola mataku kebawah terlihat budhe terlelap dalam tidurnya. Mataku semakin pegal, tubuh ini semakin berat untuk bergerak, aku pun tertidur.
Pagi menjelang, sudah tak kurasakan lagi tubuh hangat yang berada dalam dekapanku malam itu. Aku kemudian duduk kulihat seorang wanita paruh baya membelakangiku sedang mengenakan BH-nya, satu persatu pakaian malam tadi dikenakannya kembali. Aku masih melihat dan mencoba mencair tahu apakah ini mimpi atau hanya sekedar halusianasi. Dengan pakaian lengkapnya Budhe mebalikan tubuhnya.
“Hmmm ngintip ya? Awas kamu, budhe bilangin ke Ibu kamu nanti ya hi hi hi” ucapnya
“Yeee sapa yang ngintip, budhe sendiri yang ganti pakaian disitu, dikamar mandi gitu atau dimana, yang arya ndak lihat, sudah tahu disini ada cowok masih saja ganti pakaian sembarangan” ucapku dengan nada nyeleneh
“ha ha ha iya iya, ya kali aja bisa ngegoda kamu gitu, tapi ya aneh kalau kamu tergoda dengan cewek tua ini hi hi hi”
“sudah sana mandi terus makan” ucapnya sedikit membentak. Aku bangkit mengambil handuk dan masuk ke kamar mandi melewati budhe.
“Iya tua kaya umur 29 tahun...” ucapku nyeleneh
Ketika aku melewatinya Budhe tampak tertegun mendengar ucapanku. Aku kemudian mandi dan berpakaian rapi ala kadarnya sama seperti tadi malam. Kami kemudian makan bersama dengan sedikit bercanda. Kami kemudian check out dan menunggu pakdhe didalam mobil yang ada di tempat parkir. Memang budhe mengantar pakdhe ke hotel ini dan kemudian budhe izin untuk pulang tapi budhe memarkir kembali tempat mobilnya dan menyewa satu kamar lagi di no 75. Mobilnya diparkir ditempat parkir hotel satunya lagi jadi kami harus ke tempat parkir mobil budhe dahulu yang jaraknya lumayan jauh dari hotel. Didalam mobil kami terdiam, kepalaku kugantungkan di pintu mobil sambil menghisap dunhill.
“terima kasih ya Ar, sudah menemanni budhe, dan terima kasih atas pujiannya” ucap budhe
“pujian apa? Emang arya pernah memuji budhe? Kalau iya berarti arya lagi tidak sadarkan diri ha ha ha” jawabku dengan tawa, tapi budhe masih dengan wajah seriusnya
“terima kasih, karena kamulah yang pertama kali mengucapkan kalau budhe ini seperti anak muda 29 tahun he he he he” ucapnya yang diawali dengan wajah serius kemudian beralih menjadi candaan. Kulihat jam disematponku menunjukan pukul 09:00, sebuah pesan dari Ibu aku buka yang mengatakan kalau Ibu sudah pulang kerumah dan menyuruhku untuk pulang kerumah. Sms kedua masuk dari tante ima, dia mengabari jika dia sudah dalam perjalanan pulang.
Kulihat pakdhe berjalan kearah mobil dan aku pindah ke tempat duduk belakang. Tak ada percakapan diantara pakdhe dan budhe, hanya sapaan kepadaku dan ucapan terima kasih terlontar dari mulutnya. Kami kemudian pulang dengan budhe sebagai pengemudinya.
“Apakah mas sudah putuskan?” tanya budhe
“belum, jangan dibahas disini ada Arya...” jawab pakdhe. Tampak mata budhe sedikit berkaca-kaca walau ditutupi dengan kaca mata hitamnya. Perjalanan melewati kampusku dan aku meminta berhenti di kampus agar aku naik taksi, awalnya mereka tidak setuju tapi aku memaksanya. Ketika aku keluar dari mobil, aku membuka pintu depan mobil dan meminta pakdhe menemaniku hingga mendapatkan taksi. Kami duduk berdua di pinggir jalan dekat dengan kampusku dengan dunhill tersulut di tanganku dan sebuah Djarum tersulut di tangan pakdheku.
“Pak dhe...” ucapku
“iya...” jawabnya
“Arya berharap pakdhe tidak salah memilih” ucapku sedikit membuat kaget pakdhe
“Kamu jangan sok tahu dan menggurui pakdhe, kamu cukup diam saja karena ini semua adalah privasi pakdhe” ucapnya dengan asap keluar dari hidungnya
“Dulu ada seorang lelaki yang selalu aku anggap sebagai seorang ksatria, bahkan dia aku pandang lebih hebat dari Ayahku sendiri dan aku selalu ingin sepertinya, bahkan hingga sekarang dia adalah ksatria yang selalu aku banggakan, ada sebuah cerita menarik antara aku dan ksatria itu”
...
“begitulah ceritaku tentang ksatria itu pakdhe...”
“Bagaimana dengan kuda besi itu sekarang ya? Apakah ksatria itu masih memakainya?” tanyaku menerawang ke langit
“Ssshhhhh aaaahhhh... Masih dan dia masih menemani ksatria itu” jawabnya aku tersenyum mendengarnya
“Apakah wanita di dalam mobil itu pernah mengeluh kepada ksatria itu ya?” ucapku. Tiba-tiba pakdhe memandangku dengan tatapan tajam kemudian menunduk
“Tidak, tidak pernah...” ucap pakdhe sembari menyulut sebatang Djarum kembali. Aku melirik kearahnya kluihat sebuah pandangan dengan sedikit penyesalan terarah kebawa dari matanya. Terlihat taksi melintas tak jauh dari tempat kami berada.
“TAKSIIIIII! WOIIIIII!....” Teriakku memanggil taksi, taksi kemudian merapat, aku kemudian mendekati taksi itu dan ternyata bapaknya yang kemarin mengantarku. Lalu aku kearah mobil budhe.
“Budhe, Arya pulang dulu ya”
“Dadah budhe jeleeeeeeeekk weeeeeeeeeeeeeekk....” pamitku kepada budhe sambil meledeknya. Budhe langsung mengeluarkan kepalanya melalui pintu depan kemudian masuk lagi.
“Awas ya nanti kalau ketemu lagi aku pukul kamu Arya berani sekali bilang budhe jelek..HUH!” ucap budhe. Aku hanya tertawa dan kuhampiri pakdhe kemudian salim kepadanya, tatapan matanya kepadaku menjadi tatapan mata dengan rasa malu. Aku kemudian melangkah menuju taksi.
“Pak dhe...” panggilku sembari berdiri membelakanginya
“Bukan masalah yang baru lebih kuat, lebih bagus ataupun lebih kuat, tapi kesetiaanya menemaniku dalam suka dan duka, menerimaku apa adanya, maka dari itulah aku selalu merawatnya, menyayanginya dan mencintainya karena dia juga telah banyak berkorban untukku” ucapku dengan mencuplik kata-kata ksatria yang aku ceritakan tadi. Aku kemudian masuk kedalam taksi, kubuka kaca jendela dan men-dadah-i mereka semua. Kuketika sebuah sms kepada pakdhe.
“Baru sampai ya?” ucap Ibu. Wanita ini entah kenapa selalu membuatku rindu akan belaian kasih sayangnya. Kupeluk Ibu yang berada tepat didepanku, Ibupun membalas pelukanku. Aku kemudian ditariknya kedalam secara perlahan, dengan menggunakan kakinya dia menutup pintu rumah.
“Mom, it’s Lust or Love?” tanyaku lirih dan masih dalam dekapan pelukannya
“Love....”
“meskipun ini hanya sementara” jawabnya lirih. Aku semakin erat memeluknya dan mendekapnya dalam pelukanku, kedua tangan Ibu beralih kebelakang kepalaku. Kepalanya menengadah kearahku dan kudaratkan ciuman dibibirnya.
Layaknya sepasang kekasih kami berciuman dan saling memuaskan bibir kami. Mata kami terpejam mencoba menikmati ciuman ini. kupeluk tubuhnya semakin erat, pelukan dikepalaku pun semakin erat. Serasa tak ingin melepaskannya, telepon cerdasku yang aku kantongipun jatuh . Terlepaslah earphone-nya dan suara lagu mulai muncul dari sematpon-ku. Ciuman ini pun masih berlanjut dengan iringan lagu dari telepon cerdasku, lagu yang indah.
Kaze ga yoseta kotoba ni
Oyoida kokoro
Kumo ga hakobu ashita ni
Hazunda koe
Tsuki ga yureru kagami ni
Furueta kokoro
Hoshi ga nagare, koboreta
Yawarakai namida
Suteki da ne
Futari te o tori aruketa nara
Ikitai yo
Kimi no machi, ie, ude no naka
Sono mune
Karada azuke
Yoi ni magire
Yume miru
Kaze wa tomari; kotoba wa
Yasashii maboroshi
Kumo wa yabure; ashita wa
Tooku no koe
Tsuki ga nijimu kagami o
Nagareta kokoro
Hoshi ga yurete, koboreta
Kakusenai namida
Suteki da ne
Futari te o tori aruketa nara
Ikitai yo
Kimi no machi, ie, ude no naka
Sono kao
Sotto furete
Asa ni tokeru
Yume miru
Oyoida kokoro
Kumo ga hakobu ashita ni
Hazunda koe
Tsuki ga yureru kagami ni
Furueta kokoro
Hoshi ga nagare, koboreta
Yawarakai namida
Suteki da ne
Futari te o tori aruketa nara
Ikitai yo
Kimi no machi, ie, ude no naka
Sono mune
Karada azuke
Yoi ni magire
Yume miru
Kaze wa tomari; kotoba wa
Yasashii maboroshi
Kumo wa yabure; ashita wa
Tooku no koe
Tsuki ga nijimu kagami o
Nagareta kokoro
Hoshi ga yurete, koboreta
Kakusenai namida
Suteki da ne
Futari te o tori aruketa nara
Ikitai yo
Kimi no machi, ie, ude no naka
Sono kao
Sotto furete
Asa ni tokeru
Yume miru
Dalam dekapan dan ciuman mesra ini, aku terus berpikir apakah semua ini harus terus berjalan. Bagaimana dengan hati yang aku cintai sekarang ketika aku akan meninggalkannya suatu hari nanti jika aku memang harus pergi. More I love you, more i must let you go. Tapi aku tidak ingin melepaskannya sekarang, bahkan rasa cinta ini tumbuh dengan sendirinya walau aku merasakan sekarang sedikit terhambat lajunya. Pelukan dan ciuman ini aku hanya berharap bukan merupakan suatu akhir, aku belum ingin mengakhirinya. Kulepaskan ciumanku dan kupeluk dengan erat Ibu.
“Sudah sana istirahat dulu” ucap Ibuku mengakhiri dekapan ini
“Iya bu... cup” ucapku seraya memeberikan kecupan pada bibirnya. Aku kemudian melangkah meninggalkan Ibu yang masih berdiri menghadap ke pintu. Tak lupa aku mengambil sematponku dan mematikan lagunya. Hingga di setengah lorong rumah.
“Please, Don’t let me go right now...”
“I’m not ready yet” ucap Ibuku
Aku kemudian membalikan badanku dan melangkah menuju tubuhnya berdiri. Kupeluk erat tubuhnya dengan sangat erat. Kukecup leher jenjagnya dengan aliran nafas.
“sshhhhhh.....” rintihnya
“I promise, until you and I are ready, we will become what it should be” ucapku. Kupeluk semakin erat tubuhnya, kedua tangannya pun semakin menggenggam tanganku semakin erat.
“Bu....” ucapku lirih
“Hmmm.....” jawabnya
“IBU JELEK WEEEEEEEEEEEEEEEEEEEEEEK....” ucapku dengan seketika dan melepaskan pelukanku. Aku langsung berlari menuju tangga.
“AWAS YA!” ucap Ibuku yang terlihat kembali riang dan terenyum manis. Aku hanya membalasnya dengan tawa ketika aku menaiki tangga. Ya begitulah semua terjadi dengan begitu saja semua terhanyut dalam lautan asmara ini.
Aku masuk kedalam kamar, duduk termangu di pinggir tempat tidurku. Tubuhku merasaka lelah yang berlebihan. Ingatanku memutar balikan kembali semua ingatanku dari awal hingga sekarang ini. sebuah kenyataan pahit tentang orang tuaku, sebuah pengorbanan Ibuku dan sebuah kisah cinta diantara kami.
Iwak peyek iwak peyek iwak peyek nasi jagung... bunyi ringtone sematponku. Tante Ima.
“Halo tan...”
“Hai...”
“Ada apa tan?”
“hmm... Arya, kamu masih ingat percakapan kita saat kita berangkat ke hotel bersama?”
Ingatanku kembali ke waktu dimana kita sedang bercengkrama di dalam mobil yang menuju ke hotel
“Iya tan aku ingat, ada apa?”
“Maaf, tante terlalu sayang pakdhemu, dan tante tidak bisa melepaskannya, hanya itu saja”
Aku terkejut setengah mati dengan apa yang diungkapkan tante ima.
“TANTE TIDAK BISA BEGITU, TANTE SUDAH BERJANJI KEPADA ARYA!”
“Maaf, Tante tidak bisa, terima kasih telah mengembalikan cinta tante kembali” tuuuuut
“TANTE TANTE TANTE”
Aku mencoba menghubungi kembali nomor tante tapi tetap saja tidak di angka oleh tante. Hatiku semakin ling-lung, pikiranku kacau. Keringatku turun layaknya hujan yang berhamburan menghiasi langit wajahku.
“AAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAA” aku berteriak sekencang mungkin di kamarku hingga berlutut dan ambruk bersujud di lantai kamar. Terdenganr langkah kaki di tangga dan masuk ke dalam kamarku. Ibu, Ibu langsung bersimpuh dan membangkitkan tubuhku dipeluknya aku.
“Ada apa nak?” ucap Ibuku
“Hiks hiks hiks Tante ingkar Ibu hiks hiks tante ingkar hiks hiks...” ucapku tersengal-sengal
“Sudah sudah, nanti kita bicarakan lagi, sekarnag istirahat dulu ya” ucpa Ibu menenangkan aku. Aku di papahnya bangkit dan rebah di tempat tidurku. Bersama rebahnya aku, Ibu pun rebah di sampingku dan dipeluknya aku dengan sangat erat. Dipeluknya kepalaku di susunya yang kenyal itu.
“Bu... temani Arya” ucapku lirih
“Iya, dah yuk bobo’...” ucap Ibu lirih. Elusan lembut dikepalaku membuat aku terlelap dalam tidurku. Membuat aku semakin nyenyak dalam mimpiku.
Aku terbangun di siang hari kulihat jam dinding memberitahuku bahwa sekarang sudah tepat pukul 14:00. Tak kudapati Ibu yang ada di sampingku sebelumnya. Kulihat sematponku tergeletak di lantai, kupungut dan kubuka sebuah sms dari sebuah nomor yang tak aku kenal. Kubuka sms itu.
Senyum kembali tergurat dibibirku, begitu manis ksatria ini ketika mengucapkan sebuah kata-kata indah untuk menenangkan hatiku. Hatiku bersorak dan gembira, ku balas sms itu dengan ucapan kekaguman atas apa yang dia pilih. Pintuk kamarku terbuka, masuklah wanita yang selalu menemaniku selama ini. Kupandang lembut wajahnya dan ku lempar sebuah senyum kearahnya.
“Ada apa kok bahagia sekali?” tanya Ibu sambil duduk disebelahku
“Pak dhe memilih budhe” ucapku, langsung dipeluknya aku dan dikecupnya pipi kananku.
“Bagus dong kalau begitu, kamu tidak perlu sedih lagi”
“Oia, kamu tidak perlu memberitahu ima masalah ini, biar dia yang menghubungi kamu” ucap Ibu
“Kenapa?”tanyaku
“Ya karena... pasti dia akan terus mengejar pakdhemu dan tidak akan menerima semua yang telah terjadi dan jika kamu mengabarinya dia akan terus mengejarmu untuk mempertemukannya kembali dengan pakdhe, Ibu lebih tahu ima dari pada kamu, okay?” ucap Ibu
Aku mengangguk dan mengiyakan perintah Ibuku. Ibu kemudian berdiri dan mengajakku makan siang. Semua kembali ke kondisi normal kembali tapi untuk kondisi dengan Ayah kelihatannya belum bisa kembali seperti semula. Pikiranku kemudian tertuju kepada Ayah dan Om Nico. Segera ku selesaikan makanku dan segera kembali ke kamarku. Ku sulut dunhill dengan membuka-buka sematponku, AJENG!. Ya aku harus menemuinya untuk memastikan hubungan dia dengan om nico. Aku kemudian turun ke bawah dan pamit kepada Ibuku sembari mengutarakan niatku sore ini tak lupa mengambil uang sebagai peganganku.
“Kamu yakin? Bagaimana jika Ajeng tidak bisa dipercaya kemudian dia malah memberitahukan jika kamu mengetahui segalanya?” ucap Ibu
“Aku tidak akan menceritakan semuanya bu, hanya ingin menanyakan kenapa dia memata-matai Rahman” ucapku, Ibu menjawabnya dengan anggukan dan senyuman kemudian melangkah ke arahku.
“Ingat, kamu harus berhati... cup...” ucap Ibu sembari mendaratkan ciuman di bibirku dan memelukku sangat erat. Kubalas ciuman itu dan pelukannya.
“Arya berangkat dulu Ibuku sayang” ucapku dengan senyuman. Ibu membalasnya dengan anggukan.
Aku kemudian berangkat menuju kos Ajeng, sebelumnya aku mengirimkan pesan ke Rahman kapan dia pulang. Rahman membalas dia pulang besok senin dan di hari pertama kuliah dia akan bolos terlebih dahulu. Situasi aman dan terkendali jika aku harus bertemu dengan Ajeng saat ini. Dan tidak perlu takut jika Rahman mengetahuinya. Aku memacu motorku hingga aku sampai di daerah kampusku. Aku terjebak di lampu merah dibelakang barisan motor yang mengantri lampu hijau. Lama aku menunggu antrian lampu hijau ini hingga sebuah mobil melintas dari arah kananku menuju arah kiriku. Melintas sebuah mobil sedan merek Bebek Merah Warnanya (BMW) dengan kaca depan terbuka. Kulihat seorang dengan wajah yang kukenal selama ini.
“Ayah...”
“Kenapa dia ada disini, dia pamit untuk perjalanan dinas selama beberapa bulan ini, kenapa dia ada disini?” bathinku
Lampu hijau menyala, segerombolan pengembudi sepeda motor dan mobil berhamburan layaknya bebek yang dibukakan pintu kandangnya. Aku alihkan arah REVIA menuju arah BMW itu bergerak. Ku ikuti dengan jarak yang jauh agar tidak ketahuan dan terus bergerak di belakangnya. Keuntunganku adalah mobil itu berjalan pelan sehingga dalam membuntutinyapun memperkecil peluangku untuk kehilangan target. Aku terus membuntutinya hingga mobil itu berbelok ke arah market, In-Mart, kuhentikan motorku tepat di depan sebuah warung makan yang didepannya berderet-deret mobil taksi yang sedang beristirahat dan beberapa mobil serta sepeda motor.
“Woi Ndes! Ngopo ngadeg neng kono? (Woi Ndes, mengapa berdiri di situ?” teriak seseorang ke arahku, aku kemudian menoleh. (Ndes adalah panggilan keakraban seperti hal-nya Bro)
“Woi bro, wah lama ndak ketemu” ucapku sembari memasukan motorku ke tempat parkir warung makan. Ya dia adalah Wangso, temanku semasa SMA dulu yang jarang sekali aku temui
“mampir dulu to bro, makan, gratis pokoknya” ucapnya, pandanganku masih tetap ke arah mobil BMW itu. Kulihat mobil BMW itu akan keluar dari market tetapi menunggu mobil yang berada di belakangnya untuk masuk ketempat parkir. Kulihat seorang supri taksi masuk kedalm taksinya.
“Bro, ngobrolnya nanti saja yo, aku masih ada urusan, aku nitip motorku, ni kuncinya” ucapku sambil meleparkan kunci motorku
“Weitssss.... tapi nanti mampir lho, gak mampir tak obong (Bakar) motormu ha ha ha” ucapnya dengan tertawa terbahak-bahak yang kemudian melangkah masuk ke dalam warung sambil geleng-geleng melihat tingkahku
“Iyo iyo, tapi gratis lho, yen ora gratis tak obong warungmu ha ha ha (iya iya, tapi gratis lho, kalau tidak gratis aku bakar warung kamu)” ucapku sambil menuju taksi hanya dibalas dengan jari tengah wangso. Aku kemudian berjalan kearah supir taksi itu dan menepuk pundak supir taksi itu, ketika sopir taksi itu menoleh.
“Lho bapak to, pak saya minta diantar sekarang bisa?” ucapku kepada bapak sopir yang sudah sering bertemu dengannya
“Weee masnya, bisa mas, monggo masuk” ucap bapaknya, aku kemudian masuk kedalam taksi.
“Pak, bapak lihat mobil BMW itu” ucapku
“Iya mas...” jawab pak sopir
“pokoknya bapak ikuti mobil itu ya pak kemanapun” ucapku dan pak sopir mengiyakannya
Mobil itu kemudian berjalan dengan perlahan diikuti oleh taksi yang aku tumpangi. Semakin lama arah dan tujuan dari mobil BMW itu semakin membuat aku mengrenyitkan dahi. Arah dan tujuan ini seperti pernah aku lewati sebelumnya. Dan jika aku melihat kanan dan kiriku aku mulai mengingat jalan ini. dan sampailah aku didepan pintu perumahan, PERUMAHAN SAE. Mobil itu kemudian melintas gerbang dan masuk lalu menghilang. Mobil taksi pun melaju lambat menuju ke arah gerbang pemahan.
“Perumahan SAE, ini adalah perumahan tempat terjadinya pembunuhan KS. Kenapa mereka kesini lagi?” bathinku
“mas, tutup wajah mas pakai jaket” ucap pak sopir tiba-tiba menyadarkan lamunanku
“Cepat mas” ucapnya dengan nada menghardik
“Pak, mau ketempat siapa?” ucap pak satpam
“Mau ketemu sama pak eli” ucap pak sopir tiba-tiba
“Ouwh pak elli, lurus saja pak, dah tahu kan...” kata pak satpam
“iya pak... Oia Perlu niggalin KTP ndak pak? Ini saya kelihatannya agak lama dan masnya ini belum punya KTP, kalau KTP saya bagaimana” ucap pak sopir
“ouwh ndak usah saja ndak papa pak, yang penting kalau mau pulang lapor ya pak” ucap pak satpam. Setelahnya mobil melaju dengan sangat pelan.
“Sudah mas tenang saja, saya juga sering nganter orang kesini jadi tadi satpamnya sudah kenal saya”
“Kelihatannya mas sedang mencari sesuatu ya mas?” ucap pak sopir melanjutkan
“Eh....” aku sedikit terkejut dengan ucapan pak sopir
“Tenang saja mas, saya bisa jaga rahasia yang penting mas jangan sampai ketahuan sama orang di mobil BMW itu, bahaya mas...” ucap pak sopir
“Darimana bapak bisa tahu kalau orang itu berbahaya?” ucapku
“Saya sudah sering mengantar beberapa orang rekanan kedua orang itu, sedikit banyaknya mereka mengeluh kepada saya karena mereka di peras habis-habisan”
“Ingat ya mas, hati-hati, saya tidak tahu hubungann antara mas dengan kedua orang itu tapi saya akan bantu mas selama mas melakukan kebenaran, jika bapak melihat mas, mas adalah orang yang baik”ucap pak sopir sembari tersenyum
“Terima kasih pak, saya akan pegang kepercayaan bapak” ucapku
Taksi kemudian melaju dengan pelan, tampak di depan sana sebuah mobil BMW sedang diparkir didepan pintu gerbang sebuah rumah. Aku meminta pak sopir untuk melewatinya dengan sedikit cepat, setelah melewatinya kulihat mobil itu masuk kedalam rumah tersebut. Tampak seorang wanita berkulit putih dengan baju putih tanpa lengan dan rok hitam yang menutupi hingga di lututnya. Setelah mobil itu masuk aku meminta pak sopir untuk memutar balik melewati median jalan, kusuruh pak sopir berhenti tepat didepan rumah tersebut.
“Pak, ini uangnya nanti bapak kesini lagi jika saya sudah telepon bapak” ucapku
“Dah, mas tenang saja, nanti saja kalau mas sudah selesai urusan disini, jujur saja saya takut jika mas kenapa-napa” ucap pak sopir
“Tenang pak, semuanya pasti bisa saya kendalikan” ucapku. Kemudian pak sopir meninggalkan aku yang duduk sendiri diseberang rumah itu. Dengan jaket yang aku tutupkan di seluruh kepalaku.
Berbatang-batang dunhill mulai habis dibakar oleh api, hangus menjadi abu. Ku menunggu dan menunggu kulihat jam pada sematponku menunjukan pukul 16:30. Kuperhatikan lingkungan ini tampak asri dan nyaman. Para pengemudi mobil nampak acuh dengan kehadiranku di pinggir jalan ini mungkin karena mereka adalah orang-orang perlente yang hidup disini. Kumainkan sematponku dengan wajah masih tertutup dengan jaket. Ngiiiiik.... suara pintu gerbang dibuka, tampak seorang wanita yang tadi membukakan pintu kini sedang membukakan pintu gerbang rumah itu kembali. Terlihat dua orang masuk kedalam mobil, ya itu Ayah dan Om Nico. Mereka mengeluarkan mobil kemudian melaju hingga sampai pada median yang terputus mereka memutar balikan mobilnya. Aku masih tertunduk ketika mereka melewatiku, tampak acuh mereka dengan situasi disekitarnya. Kulirik mobil BMW itu yang kemudian menghilang di kejauhan. Aku langsung bangkit dan berlari kearah rumah itu dimana wanita tersebut masih mencoba untuk menutup pintu. Segera aku bergerak cepat dan kuhentikan wanita itu untuk menutup pintunya.
“Tunggu!” ucapku sembari memegang pintu gerbang tersebut dan membuka jaket yang menutupi wajahku. Wanita tersebut tampak terkejut dengan kedatanganku
“Si... si... siapa kamu?” tanya wanita itu sedikit ketakutan
“Arya....”
“Arya Mahesa Wicaksono” ucapku dengan tatapan mata tajam kearahnya
Didepan sebuah rumah yang lumayan mewah ini, aku sedang beradu kekuatan dengan seorang wanita paruh baya. Dimana wanita tersebut sedang mencoba menutup pintu dan aku menahannya agar dia tidak menutupnya. Wanita itu tampak terkejut ketika mengetahui namaku sebenarnya. Aku merasakan tekanan pada pintu itu melemah dengan tatapan mata yang tajam kemudian sedikit melemah lalu tangannya membuka pintu gerbang itu.
“Cepat masuk!” ucapnya sedikit keras. Aku kemudian masuk dan tepat berada di belakang wanita tersebut. Wanita itu kemudian sedikit melongok ke kanan dan kekiri melihat situasi. Ditutupnya pintu itu dan kemudian menarik aku agar segera masuk kedalam rumah. Wanita yang anggun dengan kulit putihnya, berpakaian putih tanpa lengan dan rok yang masih sama seperti yang pertama kali aku melihatnya ketika membukakan gerbang rumah.
“Jangan kamu tinggalkan sepatu kamu, bawa bersamamu” ucap wanita itu. Aku kemudian membawa sepatuku yang sebelumnya sudah aku lepas. Aku kemudian masuk kedalam rumah mewah ini, rumah yang tatanannya mirip sekali dengan rumah rahman tapi lebih sempit.
“Duduklah, akku buatkan minuman sebentar” ucap wanita tersebut
“Tidak usah tante, jika nanti tante lupa membawa masuk gelasnya bisa-bisa mereka curiga ketika masuk kerumah ini, aku sudah membawa minuman botol sendiri dari rumah” ucapku, dan diiyakan oleh wanita tersebut
Dari ruang tamu aku bisa melihat sebuah pemandangan aneh di ruang keluarga yang bersatu dengan ruang makan itu. Kulihat benda-benda aneh yang terselebar di ruangan itu, ikat anjing, pecut dan juga tali-tali yang entah digunakan untuk apa. Wanita tersebut kemudian duduk dan menghadap kearahku. Asbak yang penuh dengan batang rokok dunhill dan juga minuman yang masih tersisa walau sedikit menghiasi meja ruang tamu ini serta sebungkus dunhill di meja itu.
“Kenapa kamu bisa sampai disini? Dan apa yang kamu inginkan?” tanyanya kepadaku
“Seharusnya saya yang bertanya, siapa tante sebenarnya?” tanyaku kembali
“Haaaahhhhh...” desahnya sambil merebahkan tubuhnya di tempat duduknya sekarang
“Kamu adalah anak mahesa, si bajingan itu kan? Apakah kamu ingin menyiksaku seperti halnya Bajingan itu” ucapnya
“Maaf saya tidak seperti dia”
“Saya kesini hanya ingin tahu kenapa mereka kemari dan siapa tante?” tanyaku. Kemudian dia bangkit dan melihatku dengan seksama, menatapku dengan tajam. Kemudian dia tersenyum kepadaku.
“Iya kamu tidak seperti bajingan itu, aku yakin kamu adalah orang baik yang bisa dipercaya”
“Ceritanya panjang dan lebih baik kamu segera pulang sekarang sebelum mereka datang lagi” ucapnya
“Aku tidak akan pulang sebelum tante menceritakan kepadaku, siapa tante dan kenapa mereka kemari?”
“Apakah tante yang menyebabkan Ayah jadi jarang pulang?” ucapku
“HA HA HA HA... Dia jarang pulang HA HA HA itu karena dia menikmati setiap waktunya disini HA HA HA HA hiks hiks hiks” ucapnya kemudian menitikan air matanya, diambilnya sebuah batang dunhill dari meja itu dan dicobanya disulut. Aku kemudian bangkit dan memegang tangan wanita ini.
“Tante, aku paling tidak suka dengan perempuan yang merokok” ucapku dengan tatapan mata setajam silet. Wanita itu kemudian meletekan kembali korek dan batang dunhill itu. Kuambil batang dunhill itu dan aku menyulutnya, lumaya gratisan.
“Kamu tidak perlu ikut didalam permainan mereka, segeralah pulang, jika mereka mengetahui kamu ada disini, kamu akan....” ucapnya terpotong sembari berdiri disampinku menatap keluar jendela ruang tamu
“Dibunuhnya tante? Tidak, tidak semudah itu mereka membunuhku. Aku akan membunuh mereka terlebih dahulu jika mereka melakukan itu” ucapku, dia kemudian menoleh kearahku dan melihatku dengan senyuman
“Apakah kamu mau menghentikan mereka? Apa kamu mampu?” ucap wanita itu dan kembali duduk dihadapanku
“Jika tante bisa berkerja sama denganku, aku pasti bisa” ucapku lirih sembari membuang asap dari paru-paruku
“HA HA HA HA HA... Apa yang kamu bisa heh??? Melawan bajingan yang dilindungi oleh semua orang-orang hebat dikota ini? kamu itu hanya kunyuk dan kamu sendiri” ucapnya tertawa keras dihadapanku
“Aku akan melindungi orang-orang yang aku sayangi, cintai dan juga membalas perlakuan ayahku terhadap kedua orang tuanya dan juga mengembalikan cinta seorang penjaga losmen” ucapku kepada tante tegas dengan tatapan tajamku kearah tante.
“Pen.. Pen... Penjaga Losmen? Ka... Ka...Kamu bertemu dengannya? Ba... Ba... Ba... gaiamana kabarnya? Cepat katakan kepadaku” tanyanya yang bangkit, tatapan matanya menjadi tatapan mata penuh harap. Aku terkejut ketika wanita ini mengatakan penjaga losmen, apakah dia mengenal penjaga losmen itu.
“Tante tidak perlu tahu penjaga losmen itu, karena dia aku bisa mengetahui semuanya, yang terpenting tant....” ucapku terpotong
“KATAKAN PADAKU BAGAIMANA KEADAANNYA?!” Bentaknya kepadaku. Aku terkejut melihat raut wajah wanita ini yang kemudian menjadi penuh dengan air mata ini. aku hanya bisa bungkam tak tahu apa yang harus dikatakan kepadanya. Aku takut jika dia membocorkan rahasiaku. Aku hanya diam dan diam dengan tetap menghisap asap tembakau ini.
“Hiks hiks hiks hiks aku mohon katakan kepadaku hiks hiks hiks hiks” ucapnya sambil memohon berlutut dihadapanku
“Maaf tante, aku tidak bisa membahayakan identitasnya, jika tante tidak bisa diajak berkerja sama, maaf mungkin aku akan membunuh tante malam ini” ucapku membuat tante terkejut dengan perkataanku. Dia kemudian bersandar pada meja ruang tamu itu dan menerawang keatas. Aku masih duduk di kursi ruang tamu dan melihat kebawah kearahnya.
“Namaku Wardani, Akulah cinta dari penjaga losmen itu, dan aku masih selalu berharap bisa bersamanya lagi” lanjutnya
“Jadi tante adalah....” ucapku terpotong
“Iya, aku adalah istrinya, dan aku hiks hiks hiks hiks....” ucapnya terpotong karena tangisannya
“Maafkan aku tante jika aku tadi mengancam tante...”
“Aku hanya berharap tante bisa kembali lagi dengan pak koco, apapun yang terjadi” ucapku lirih
“Tidak bisa, jika mereka kehilangan aku, mereka bisa saja membabi buta, itu berbahaya untuk keluarga, dan orang-orang disekitarmu” ucapnya
“Suamiku pasti sudah bercerita banyak kepadamu, karena melihatmu bisa sampai disini” ucapnya sembari menoleh kearahku. Kemudian wanita itu duduk bersimpuh dan bersandar pada kursi didepanku.
“Kamu tahu pasti sudah mendengar cerita dari suamiku, bukan? Tentang apa yang terjadi?” ucapnya sembari mengambil minuman sisa dari Ayah dan Om Nico
“Iya tante, kenapa tante tidak melarikan diri dari tempat ini?” ucapku
“Lari? Seberapa jauh aku bisa lari? Kamu pasti tahu aku mempunyai anak, jika aku lari bagaimana nasib anakku? Mereka bisa menjadikannya binatang peliharaanya”
“Bahkan keluargamu bisa juga dihancurkannya” ucapnya sedikit membentak. Jujur saja aku tidak mengerti apa perkataan tante wardani ini. Dia tampak tertekan ketika membicarakannya. Kemudian tante wardani berdiri dan membuka semua pakaiannya, aku sedikit terkesima dengan bentuk tubuh tante wardani ini. Susu yang besar dan sekal, vagina yang rapi tanpa bulu, wajahnya pun tampak awet muda.
“Lihatlah tubuh ini?! ini bukan tubuhku yang sebenarnya!” ucap tante wardani yang kemudian memakai pakaiannya lagi tanpa rasa malu dihadapanku. Jujur saja dedek arya sempat ON walau sekarang sudah OFF lagi
“Kamu bernafsu? Kamu ingin menikmatinya juga? Kalau kamu ingin, silahkan saja aku tidak akan menolakmu” ucapnya begitu santai
“Hassssssssshhhhhhh... dan kemudian tante akan menjadikanku seperti mereka begitu tante? Dan kemudian aku membunuh pak koco agar aku lebih bebas lagi menikmati tubuh tante, begitu tante?” ucapku dengan santai membuat tante sedikit terkejut ketika aku mendengar perkataanku. Dia kemudian tertunduk dan mulai menceritakan semuanya.
“Sejak aku dibawa oleh bajingan nico itu, aku kemudian dijadikan sarana pelampisan hasratnya. Dari menjadikannya aku binatang, ya dia sangat suka melakukan seks dengan memperlakukanku seperti binatang peliharaanya. Aku sebenarnya tidak begitu menikmatinya karena dia memperlakukanku dengan sangat kasar. Perlakuan itu aku dapatkan hingga anak perempuanku tumbuh dewasa, aku memberinya pengertian kepadanya. Aku kemudian memohon kepada nico agar dia melepaskan anak perempuanku pertama dia menolaknya tapi dengan berbagai macam paksaan akhirnya dia mau. Entah sekarang dia ada dimana, aku hanya bisa menghubunginya lewat telepon”
“Semakin aku bertambah umur, semakin aku tidak menarik bagi mereka berdua. Mereka bermaksud menggantikan aku dengan anakku tapi aku terus mencegah mereka tapi tetap saja mereka bersikukuh pada pendirian mereka. Aku kemudian mencari cara agar aku tetap menadi mainan mereka, hingga suatu hari aku mendapatkan sebuah tayangan mengenai operasi plastik. Dan aku menawarkan diriku untuk menjalani operasi plastik di wajah dan organ kewanitaanku dan seperti yang kamu lihat barusan tadi. Merekapun setuju dan Aku diubah mereka menjadi wanita yang lebih muda dan lebih menarik lagi agar bisa dijadikan mainan oleh mereka. Setiap mereka berada dirumah ini aku selalu disuruhnya menjadi seekor anjing yang memohon untuk disetubuhi”
“jika suatu saat nanti kamu bertemu dengan anakku, lindungilah dia dari bajingan-bajingan itu dan aku meminta maaf kepadamu dan Ibumu, jika Ayahmu tidak pernah menyenth Ibu” jelas tante
“Bagaimana tante tahu jika Ayahku tidak pernah menyentuh Ibu?” tanyaku heran
“Karena, karena dia selalu bercerita tentang sok alimnya Ibu kamu diranjang, dan dia tidak bisa menikmatinya” jelas tante
TIIIIIIIIIIIIIIIIN TIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIN TIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIN... bunyi klakson sebuah mobil dari luar rumah
“Cepat bawa sepatumu dan bersembunyilah di lantai dua, mereka datang” perintah tante.
Aku kemudian menuruti perintahnya dengan sedikit merunduk aku kemudian membawa sepatuku dan naik ke lantai dua rumah ini. Aku masuk kedalam sebuah ruang kamar, dimana diruang kamar itu aku ada sebuah laptop yang menyala, spring-bed dengan ranjang yang ada sedikit ruang dibawahnya, serta sebuah dua buah almari. Kudengar tante membukakan pintu gerbang rumah, dan segera aku mengutak-atik laptop yang menyala itu. Terdapat dokumen-dokumen penting bukti penyelewengan dana pemerintah oleh mereka berdua. Kukembalikan posisi laptop pada tempatnya. Tiba-tiba terdengar suara dari lantai bawah, dari lantai dua ini aku masih bisa mengintip apa yang mereka lakukan.
“Dasar jalang, ayo lepas pakaianmu! Pakai rantai itu!” ucap om nico sembari duduk di sofa depan TV
“Baik tuan...” tante wardani kemudian melepas pakaiannya dan menggunakan sabuk anjing di lehernya. Ditariknya tali itu oleh om nico, om nico kemudian menarik dan mengarahkan
“Ayo buka! Kamu mau kontol kan?!” bentak om nico
“Iya tuan, aku mau kontol tuan, mau sekali, tempikku mau sekali dimasuki kontol tuan” ucap tante wardani yang mendekat seperti orag diseret karena tali yang mengikat lehernya diseret dengan keras. Wanita itu kemudian dengan cepat membuka resleting celana om nico dan tersembulah penisnya. Aku sedikit menahan tawa sebenarnya, itu penis atau jempol tangan he he he. Dengn perlahan tante wardani mengulum batang penis itu.
“Ah enak sekali lonthe mulutmu itu, ayo jilati dan emut! Sedot yang kuat!”
“Gila... sedotanmu semakin hari semakin arrggghhh mantaphhhh ouwhhhgggg....” rintih om nico
“Ahh... aku sebenarnya juga tidak tahan ketika harus melihat live streaming seperti ini” bathinku
Perlahan kulihat om nico mulai memegang kepala tante wardani dan menggoyang kepala tante wardani dengan sangat cepat. Kemudian kedua tangan om nico menahan kepala tante wardani.
“Dasar Lontheeeee aku keluar! Minum spermaku lonthe!” teriak om nico.
Lama setelah setelah sperma itu keluar, om nico melepaskan kepala tante wardani. Kulihat tante wardani masih terus menjilati ibu jari eh penis om nico dengan lidahnya, dibersihkannya penis itu. Tampak om nico mengelus-elus kepala tante wardani.
“Bagus bagus, kamu memang lonthe yang paling hebat dibanding lonthe-lontheku yang lain, tidak rugi aku mendandani kamu hingga bisa secantik ini ha ha ha” ucapnya dengan tertawa sangat keras. Lama sekali tante wardani mengulum dan membersihkan penis om nico hingga aku sebenarnya horny sendiri ketika melihatnya.
“Sudah... plak....” ucap om nico sembari memberi tamparan dipipi tante wardani
“Aku mai naik dulu, ada yang harus aku ambil” ucap om nico, kulihat tante wardani sedikit ketakutan mungkin karena aku berada di lantai dua. Aku yang mendengar itu pun sedikitnya juga merasa takut, aku kemudian beranjak dari tempatku mengintip kulihat sekeliling kamar ini.
Kulihat almari pakaian, itu dan aku kemudian masuk kedalmnya. Almari yang terbuat dari kayu dan pada bagian pintunya dibuat seperti sebua ventilasi jadi masih ada sedikit celah untu bisa melihat dari dalam. Kulhat om nico masuk dengan masih menggunakan baju tanpa bawahan. Ibu jari he he he. Sedikit tertawa aku melihatnya, pantas jika tante ima tidak pernah puas dengan permainannya dan pantas pula jika selama ini tante ima mendapat siksaan. Lha wong mainnya saja keras seperti itu. Dia melangkah menuju ke laptopnya dan memasukan flashdisk kedalamnya. Drrrttt... Drrrttt... Drrrttt... Drrrttt.... Hpku yang sebelumnya aku sunyikan tiba-tiba bergetar dengan sendirinya.
“SIAL! ADA SMS MASUK!” bathinku
Om nico yang curiga dengan bunyi itu kemudian melangkah menuju almari tempat aku bersembunyi. Ketika dibuka pintu almari itu sebagian...
“Sudah sana istirahat dulu” ucap Ibuku mengakhiri dekapan ini
“Iya bu... cup” ucapku seraya memeberikan kecupan pada bibirnya. Aku kemudian melangkah meninggalkan Ibu yang masih berdiri menghadap ke pintu. Tak lupa aku mengambil sematponku dan mematikan lagunya. Hingga di setengah lorong rumah.
“Please, Don’t let me go right now...”
“I’m not ready yet” ucap Ibuku
Aku kemudian membalikan badanku dan melangkah menuju tubuhnya berdiri. Kupeluk erat tubuhnya dengan sangat erat. Kukecup leher jenjagnya dengan aliran nafas.
“sshhhhhh.....” rintihnya
“I promise, until you and I are ready, we will become what it should be” ucapku. Kupeluk semakin erat tubuhnya, kedua tangannya pun semakin menggenggam tanganku semakin erat.
“Bu....” ucapku lirih
“Hmmm.....” jawabnya
“IBU JELEK WEEEEEEEEEEEEEEEEEEEEEEK....” ucapku dengan seketika dan melepaskan pelukanku. Aku langsung berlari menuju tangga.
“AWAS YA!” ucap Ibuku yang terlihat kembali riang dan terenyum manis. Aku hanya membalasnya dengan tawa ketika aku menaiki tangga. Ya begitulah semua terjadi dengan begitu saja semua terhanyut dalam lautan asmara ini.
Aku masuk kedalam kamar, duduk termangu di pinggir tempat tidurku. Tubuhku merasaka lelah yang berlebihan. Ingatanku memutar balikan kembali semua ingatanku dari awal hingga sekarang ini. sebuah kenyataan pahit tentang orang tuaku, sebuah pengorbanan Ibuku dan sebuah kisah cinta diantara kami.
Iwak peyek iwak peyek iwak peyek nasi jagung... bunyi ringtone sematponku. Tante Ima.
“Halo tan...”
“Hai...”
“Ada apa tan?”
“hmm... Arya, kamu masih ingat percakapan kita saat kita berangkat ke hotel bersama?”
Ingatanku kembali ke waktu dimana kita sedang bercengkrama di dalam mobil yang menuju ke hotel
“Maaf, tante terlalu sayang pakdhemu, dan tante tidak bisa melepaskannya, hanya itu saja”
Aku terkejut setengah mati dengan apa yang diungkapkan tante ima.
“TANTE TIDAK BISA BEGITU, TANTE SUDAH BERJANJI KEPADA ARYA!”
“Maaf, Tante tidak bisa, terima kasih telah mengembalikan cinta tante kembali” tuuuuut
“TANTE TANTE TANTE”
Aku mencoba menghubungi kembali nomor tante tapi tetap saja tidak di angka oleh tante. Hatiku semakin ling-lung, pikiranku kacau. Keringatku turun layaknya hujan yang berhamburan menghiasi langit wajahku.
“AAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAA” aku berteriak sekencang mungkin di kamarku hingga berlutut dan ambruk bersujud di lantai kamar. Terdenganr langkah kaki di tangga dan masuk ke dalam kamarku. Ibu, Ibu langsung bersimpuh dan membangkitkan tubuhku dipeluknya aku.
“Ada apa nak?” ucap Ibuku
“Hiks hiks hiks Tante ingkar Ibu hiks hiks tante ingkar hiks hiks...” ucapku tersengal-sengal
“Sudah sudah, nanti kita bicarakan lagi, sekarnag istirahat dulu ya” ucpa Ibu menenangkan aku. Aku di papahnya bangkit dan rebah di tempat tidurku. Bersama rebahnya aku, Ibu pun rebah di sampingku dan dipeluknya aku dengan sangat erat. Dipeluknya kepalaku di susunya yang kenyal itu.
“Bu... temani Arya” ucapku lirih
“Iya, dah yuk bobo’...” ucap Ibu lirih. Elusan lembut dikepalaku membuat aku terlelap dalam tidurku. Membuat aku semakin nyenyak dalam mimpiku.
Aku terbangun di siang hari kulihat jam dinding memberitahuku bahwa sekarang sudah tepat pukul 14:00. Tak kudapati Ibu yang ada di sampingku sebelumnya. Kulihat sematponku tergeletak di lantai, kupungut dan kubuka sebuah sms dari sebuah nomor yang tak aku kenal. Kubuka sms itu.
“Ada apa kok bahagia sekali?” tanya Ibu sambil duduk disebelahku
“Pak dhe memilih budhe” ucapku, langsung dipeluknya aku dan dikecupnya pipi kananku.
“Bagus dong kalau begitu, kamu tidak perlu sedih lagi”
“Oia, kamu tidak perlu memberitahu ima masalah ini, biar dia yang menghubungi kamu” ucap Ibu
“Kenapa?”tanyaku
“Ya karena... pasti dia akan terus mengejar pakdhemu dan tidak akan menerima semua yang telah terjadi dan jika kamu mengabarinya dia akan terus mengejarmu untuk mempertemukannya kembali dengan pakdhe, Ibu lebih tahu ima dari pada kamu, okay?” ucap Ibu
Aku mengangguk dan mengiyakan perintah Ibuku. Ibu kemudian berdiri dan mengajakku makan siang. Semua kembali ke kondisi normal kembali tapi untuk kondisi dengan Ayah kelihatannya belum bisa kembali seperti semula. Pikiranku kemudian tertuju kepada Ayah dan Om Nico. Segera ku selesaikan makanku dan segera kembali ke kamarku. Ku sulut dunhill dengan membuka-buka sematponku, AJENG!. Ya aku harus menemuinya untuk memastikan hubungan dia dengan om nico. Aku kemudian turun ke bawah dan pamit kepada Ibuku sembari mengutarakan niatku sore ini tak lupa mengambil uang sebagai peganganku.
“Kamu yakin? Bagaimana jika Ajeng tidak bisa dipercaya kemudian dia malah memberitahukan jika kamu mengetahui segalanya?” ucap Ibu
“Aku tidak akan menceritakan semuanya bu, hanya ingin menanyakan kenapa dia memata-matai Rahman” ucapku, Ibu menjawabnya dengan anggukan dan senyuman kemudian melangkah ke arahku.
“Ingat, kamu harus berhati... cup...” ucap Ibu sembari mendaratkan ciuman di bibirku dan memelukku sangat erat. Kubalas ciuman itu dan pelukannya.
“Arya berangkat dulu Ibuku sayang” ucapku dengan senyuman. Ibu membalasnya dengan anggukan.
Aku kemudian berangkat menuju kos Ajeng, sebelumnya aku mengirimkan pesan ke Rahman kapan dia pulang. Rahman membalas dia pulang besok senin dan di hari pertama kuliah dia akan bolos terlebih dahulu. Situasi aman dan terkendali jika aku harus bertemu dengan Ajeng saat ini. Dan tidak perlu takut jika Rahman mengetahuinya. Aku memacu motorku hingga aku sampai di daerah kampusku. Aku terjebak di lampu merah dibelakang barisan motor yang mengantri lampu hijau. Lama aku menunggu antrian lampu hijau ini hingga sebuah mobil melintas dari arah kananku menuju arah kiriku. Melintas sebuah mobil sedan merek Bebek Merah Warnanya (BMW) dengan kaca depan terbuka. Kulihat seorang dengan wajah yang kukenal selama ini.
“Ayah...”
“Kenapa dia ada disini, dia pamit untuk perjalanan dinas selama beberapa bulan ini, kenapa dia ada disini?” bathinku
Lampu hijau menyala, segerombolan pengembudi sepeda motor dan mobil berhamburan layaknya bebek yang dibukakan pintu kandangnya. Aku alihkan arah REVIA menuju arah BMW itu bergerak. Ku ikuti dengan jarak yang jauh agar tidak ketahuan dan terus bergerak di belakangnya. Keuntunganku adalah mobil itu berjalan pelan sehingga dalam membuntutinyapun memperkecil peluangku untuk kehilangan target. Aku terus membuntutinya hingga mobil itu berbelok ke arah market, In-Mart, kuhentikan motorku tepat di depan sebuah warung makan yang didepannya berderet-deret mobil taksi yang sedang beristirahat dan beberapa mobil serta sepeda motor.
“Woi Ndes! Ngopo ngadeg neng kono? (Woi Ndes, mengapa berdiri di situ?” teriak seseorang ke arahku, aku kemudian menoleh. (Ndes adalah panggilan keakraban seperti hal-nya Bro)
“Woi bro, wah lama ndak ketemu” ucapku sembari memasukan motorku ke tempat parkir warung makan. Ya dia adalah Wangso, temanku semasa SMA dulu yang jarang sekali aku temui
“mampir dulu to bro, makan, gratis pokoknya” ucapnya, pandanganku masih tetap ke arah mobil BMW itu. Kulihat mobil BMW itu akan keluar dari market tetapi menunggu mobil yang berada di belakangnya untuk masuk ketempat parkir. Kulihat seorang supri taksi masuk kedalm taksinya.
“Bro, ngobrolnya nanti saja yo, aku masih ada urusan, aku nitip motorku, ni kuncinya” ucapku sambil meleparkan kunci motorku
“Weitssss.... tapi nanti mampir lho, gak mampir tak obong (Bakar) motormu ha ha ha” ucapnya dengan tertawa terbahak-bahak yang kemudian melangkah masuk ke dalam warung sambil geleng-geleng melihat tingkahku
“Iyo iyo, tapi gratis lho, yen ora gratis tak obong warungmu ha ha ha (iya iya, tapi gratis lho, kalau tidak gratis aku bakar warung kamu)” ucapku sambil menuju taksi hanya dibalas dengan jari tengah wangso. Aku kemudian berjalan kearah supir taksi itu dan menepuk pundak supir taksi itu, ketika sopir taksi itu menoleh.
“Lho bapak to, pak saya minta diantar sekarang bisa?” ucapku kepada bapak sopir yang sudah sering bertemu dengannya
“Weee masnya, bisa mas, monggo masuk” ucap bapaknya, aku kemudian masuk kedalam taksi.
“Pak, bapak lihat mobil BMW itu” ucapku
“Iya mas...” jawab pak sopir
“pokoknya bapak ikuti mobil itu ya pak kemanapun” ucapku dan pak sopir mengiyakannya
Mobil itu kemudian berjalan dengan perlahan diikuti oleh taksi yang aku tumpangi. Semakin lama arah dan tujuan dari mobil BMW itu semakin membuat aku mengrenyitkan dahi. Arah dan tujuan ini seperti pernah aku lewati sebelumnya. Dan jika aku melihat kanan dan kiriku aku mulai mengingat jalan ini. dan sampailah aku didepan pintu perumahan, PERUMAHAN SAE. Mobil itu kemudian melintas gerbang dan masuk lalu menghilang. Mobil taksi pun melaju lambat menuju ke arah gerbang pemahan.
“Perumahan SAE, ini adalah perumahan tempat terjadinya pembunuhan KS. Kenapa mereka kesini lagi?” bathinku
“mas, tutup wajah mas pakai jaket” ucap pak sopir tiba-tiba menyadarkan lamunanku
“Cepat mas” ucapnya dengan nada menghardik
“Pak, mau ketempat siapa?” ucap pak satpam
“Mau ketemu sama pak eli” ucap pak sopir tiba-tiba
“Ouwh pak elli, lurus saja pak, dah tahu kan...” kata pak satpam
“iya pak... Oia Perlu niggalin KTP ndak pak? Ini saya kelihatannya agak lama dan masnya ini belum punya KTP, kalau KTP saya bagaimana” ucap pak sopir
“ouwh ndak usah saja ndak papa pak, yang penting kalau mau pulang lapor ya pak” ucap pak satpam. Setelahnya mobil melaju dengan sangat pelan.
“Sudah mas tenang saja, saya juga sering nganter orang kesini jadi tadi satpamnya sudah kenal saya”
“Kelihatannya mas sedang mencari sesuatu ya mas?” ucap pak sopir melanjutkan
“Eh....” aku sedikit terkejut dengan ucapan pak sopir
“Tenang saja mas, saya bisa jaga rahasia yang penting mas jangan sampai ketahuan sama orang di mobil BMW itu, bahaya mas...” ucap pak sopir
“Darimana bapak bisa tahu kalau orang itu berbahaya?” ucapku
“Saya sudah sering mengantar beberapa orang rekanan kedua orang itu, sedikit banyaknya mereka mengeluh kepada saya karena mereka di peras habis-habisan”
“Ingat ya mas, hati-hati, saya tidak tahu hubungann antara mas dengan kedua orang itu tapi saya akan bantu mas selama mas melakukan kebenaran, jika bapak melihat mas, mas adalah orang yang baik”ucap pak sopir sembari tersenyum
“Terima kasih pak, saya akan pegang kepercayaan bapak” ucapku
Taksi kemudian melaju dengan pelan, tampak di depan sana sebuah mobil BMW sedang diparkir didepan pintu gerbang sebuah rumah. Aku meminta pak sopir untuk melewatinya dengan sedikit cepat, setelah melewatinya kulihat mobil itu masuk kedalam rumah tersebut. Tampak seorang wanita berkulit putih dengan baju putih tanpa lengan dan rok hitam yang menutupi hingga di lututnya. Setelah mobil itu masuk aku meminta pak sopir untuk memutar balik melewati median jalan, kusuruh pak sopir berhenti tepat didepan rumah tersebut.
“Pak, ini uangnya nanti bapak kesini lagi jika saya sudah telepon bapak” ucapku
“Dah, mas tenang saja, nanti saja kalau mas sudah selesai urusan disini, jujur saja saya takut jika mas kenapa-napa” ucap pak sopir
“Tenang pak, semuanya pasti bisa saya kendalikan” ucapku. Kemudian pak sopir meninggalkan aku yang duduk sendiri diseberang rumah itu. Dengan jaket yang aku tutupkan di seluruh kepalaku.
Berbatang-batang dunhill mulai habis dibakar oleh api, hangus menjadi abu. Ku menunggu dan menunggu kulihat jam pada sematponku menunjukan pukul 16:30. Kuperhatikan lingkungan ini tampak asri dan nyaman. Para pengemudi mobil nampak acuh dengan kehadiranku di pinggir jalan ini mungkin karena mereka adalah orang-orang perlente yang hidup disini. Kumainkan sematponku dengan wajah masih tertutup dengan jaket. Ngiiiiik.... suara pintu gerbang dibuka, tampak seorang wanita yang tadi membukakan pintu kini sedang membukakan pintu gerbang rumah itu kembali. Terlihat dua orang masuk kedalam mobil, ya itu Ayah dan Om Nico. Mereka mengeluarkan mobil kemudian melaju hingga sampai pada median yang terputus mereka memutar balikan mobilnya. Aku masih tertunduk ketika mereka melewatiku, tampak acuh mereka dengan situasi disekitarnya. Kulirik mobil BMW itu yang kemudian menghilang di kejauhan. Aku langsung bangkit dan berlari kearah rumah itu dimana wanita tersebut masih mencoba untuk menutup pintu. Segera aku bergerak cepat dan kuhentikan wanita itu untuk menutup pintunya.
“Tunggu!” ucapku sembari memegang pintu gerbang tersebut dan membuka jaket yang menutupi wajahku. Wanita tersebut tampak terkejut dengan kedatanganku
“Si... si... siapa kamu?” tanya wanita itu sedikit ketakutan
“Arya....”
“Arya Mahesa Wicaksono” ucapku dengan tatapan mata tajam kearahnya
Didepan sebuah rumah yang lumayan mewah ini, aku sedang beradu kekuatan dengan seorang wanita paruh baya. Dimana wanita tersebut sedang mencoba menutup pintu dan aku menahannya agar dia tidak menutupnya. Wanita itu tampak terkejut ketika mengetahui namaku sebenarnya. Aku merasakan tekanan pada pintu itu melemah dengan tatapan mata yang tajam kemudian sedikit melemah lalu tangannya membuka pintu gerbang itu.
“Cepat masuk!” ucapnya sedikit keras. Aku kemudian masuk dan tepat berada di belakang wanita tersebut. Wanita itu kemudian sedikit melongok ke kanan dan kekiri melihat situasi. Ditutupnya pintu itu dan kemudian menarik aku agar segera masuk kedalam rumah. Wanita yang anggun dengan kulit putihnya, berpakaian putih tanpa lengan dan rok yang masih sama seperti yang pertama kali aku melihatnya ketika membukakan gerbang rumah.
“Jangan kamu tinggalkan sepatu kamu, bawa bersamamu” ucap wanita itu. Aku kemudian membawa sepatuku yang sebelumnya sudah aku lepas. Aku kemudian masuk kedalam rumah mewah ini, rumah yang tatanannya mirip sekali dengan rumah rahman tapi lebih sempit.
“Duduklah, akku buatkan minuman sebentar” ucap wanita tersebut
“Tidak usah tante, jika nanti tante lupa membawa masuk gelasnya bisa-bisa mereka curiga ketika masuk kerumah ini, aku sudah membawa minuman botol sendiri dari rumah” ucapku, dan diiyakan oleh wanita tersebut
Dari ruang tamu aku bisa melihat sebuah pemandangan aneh di ruang keluarga yang bersatu dengan ruang makan itu. Kulihat benda-benda aneh yang terselebar di ruangan itu, ikat anjing, pecut dan juga tali-tali yang entah digunakan untuk apa. Wanita tersebut kemudian duduk dan menghadap kearahku. Asbak yang penuh dengan batang rokok dunhill dan juga minuman yang masih tersisa walau sedikit menghiasi meja ruang tamu ini serta sebungkus dunhill di meja itu.
“Kenapa kamu bisa sampai disini? Dan apa yang kamu inginkan?” tanyanya kepadaku
“Seharusnya saya yang bertanya, siapa tante sebenarnya?” tanyaku kembali
“Haaaahhhhh...” desahnya sambil merebahkan tubuhnya di tempat duduknya sekarang
“Kamu adalah anak mahesa, si bajingan itu kan? Apakah kamu ingin menyiksaku seperti halnya Bajingan itu” ucapnya
“Maaf saya tidak seperti dia”
“Saya kesini hanya ingin tahu kenapa mereka kemari dan siapa tante?” tanyaku. Kemudian dia bangkit dan melihatku dengan seksama, menatapku dengan tajam. Kemudian dia tersenyum kepadaku.
“Iya kamu tidak seperti bajingan itu, aku yakin kamu adalah orang baik yang bisa dipercaya”
“Ceritanya panjang dan lebih baik kamu segera pulang sekarang sebelum mereka datang lagi” ucapnya
“Aku tidak akan pulang sebelum tante menceritakan kepadaku, siapa tante dan kenapa mereka kemari?”
“Apakah tante yang menyebabkan Ayah jadi jarang pulang?” ucapku
“HA HA HA HA... Dia jarang pulang HA HA HA itu karena dia menikmati setiap waktunya disini HA HA HA HA hiks hiks hiks” ucapnya kemudian menitikan air matanya, diambilnya sebuah batang dunhill dari meja itu dan dicobanya disulut. Aku kemudian bangkit dan memegang tangan wanita ini.
“Tante, aku paling tidak suka dengan perempuan yang merokok” ucapku dengan tatapan mata setajam silet. Wanita itu kemudian meletekan kembali korek dan batang dunhill itu. Kuambil batang dunhill itu dan aku menyulutnya, lumaya gratisan.
“Kamu tidak perlu ikut didalam permainan mereka, segeralah pulang, jika mereka mengetahui kamu ada disini, kamu akan....” ucapnya terpotong sembari berdiri disampinku menatap keluar jendela ruang tamu
“Dibunuhnya tante? Tidak, tidak semudah itu mereka membunuhku. Aku akan membunuh mereka terlebih dahulu jika mereka melakukan itu” ucapku, dia kemudian menoleh kearahku dan melihatku dengan senyuman
“Apakah kamu mau menghentikan mereka? Apa kamu mampu?” ucap wanita itu dan kembali duduk dihadapanku
“Jika tante bisa berkerja sama denganku, aku pasti bisa” ucapku lirih sembari membuang asap dari paru-paruku
“HA HA HA HA HA... Apa yang kamu bisa heh??? Melawan bajingan yang dilindungi oleh semua orang-orang hebat dikota ini? kamu itu hanya kunyuk dan kamu sendiri” ucapnya tertawa keras dihadapanku
“Aku akan melindungi orang-orang yang aku sayangi, cintai dan juga membalas perlakuan ayahku terhadap kedua orang tuanya dan juga mengembalikan cinta seorang penjaga losmen” ucapku kepada tante tegas dengan tatapan tajamku kearah tante.
“Pen.. Pen... Penjaga Losmen? Ka... Ka...Kamu bertemu dengannya? Ba... Ba... Ba... gaiamana kabarnya? Cepat katakan kepadaku” tanyanya yang bangkit, tatapan matanya menjadi tatapan mata penuh harap. Aku terkejut ketika wanita ini mengatakan penjaga losmen, apakah dia mengenal penjaga losmen itu.
“Tante tidak perlu tahu penjaga losmen itu, karena dia aku bisa mengetahui semuanya, yang terpenting tant....” ucapku terpotong
“KATAKAN PADAKU BAGAIMANA KEADAANNYA?!” Bentaknya kepadaku. Aku terkejut melihat raut wajah wanita ini yang kemudian menjadi penuh dengan air mata ini. aku hanya bisa bungkam tak tahu apa yang harus dikatakan kepadanya. Aku takut jika dia membocorkan rahasiaku. Aku hanya diam dan diam dengan tetap menghisap asap tembakau ini.
“Hiks hiks hiks hiks aku mohon katakan kepadaku hiks hiks hiks hiks” ucapnya sambil memohon berlutut dihadapanku
“Maaf tante, aku tidak bisa membahayakan identitasnya, jika tante tidak bisa diajak berkerja sama, maaf mungkin aku akan membunuh tante malam ini” ucapku membuat tante terkejut dengan perkataanku. Dia kemudian bersandar pada meja ruang tamu itu dan menerawang keatas. Aku masih duduk di kursi ruang tamu dan melihat kebawah kearahnya.
“Namaku Wardani, Akulah cinta dari penjaga losmen itu, dan aku masih selalu berharap bisa bersamanya lagi” lanjutnya
“Jadi tante adalah....” ucapku terpotong
“Iya, aku adalah istrinya, dan aku hiks hiks hiks hiks....” ucapnya terpotong karena tangisannya
“Maafkan aku tante jika aku tadi mengancam tante...”
“Aku hanya berharap tante bisa kembali lagi dengan pak koco, apapun yang terjadi” ucapku lirih
“Tidak bisa, jika mereka kehilangan aku, mereka bisa saja membabi buta, itu berbahaya untuk keluarga, dan orang-orang disekitarmu” ucapnya
“Suamiku pasti sudah bercerita banyak kepadamu, karena melihatmu bisa sampai disini” ucapnya sembari menoleh kearahku. Kemudian wanita itu duduk bersimpuh dan bersandar pada kursi didepanku.
“Kamu tahu pasti sudah mendengar cerita dari suamiku, bukan? Tentang apa yang terjadi?” ucapnya sembari mengambil minuman sisa dari Ayah dan Om Nico
“Iya tante, kenapa tante tidak melarikan diri dari tempat ini?” ucapku
“Lari? Seberapa jauh aku bisa lari? Kamu pasti tahu aku mempunyai anak, jika aku lari bagaimana nasib anakku? Mereka bisa menjadikannya binatang peliharaanya”
“Bahkan keluargamu bisa juga dihancurkannya” ucapnya sedikit membentak. Jujur saja aku tidak mengerti apa perkataan tante wardani ini. Dia tampak tertekan ketika membicarakannya. Kemudian tante wardani berdiri dan membuka semua pakaiannya, aku sedikit terkesima dengan bentuk tubuh tante wardani ini. Susu yang besar dan sekal, vagina yang rapi tanpa bulu, wajahnya pun tampak awet muda.
“Lihatlah tubuh ini?! ini bukan tubuhku yang sebenarnya!” ucap tante wardani yang kemudian memakai pakaiannya lagi tanpa rasa malu dihadapanku. Jujur saja dedek arya sempat ON walau sekarang sudah OFF lagi
“Kamu bernafsu? Kamu ingin menikmatinya juga? Kalau kamu ingin, silahkan saja aku tidak akan menolakmu” ucapnya begitu santai
“Hassssssssshhhhhhh... dan kemudian tante akan menjadikanku seperti mereka begitu tante? Dan kemudian aku membunuh pak koco agar aku lebih bebas lagi menikmati tubuh tante, begitu tante?” ucapku dengan santai membuat tante sedikit terkejut ketika aku mendengar perkataanku. Dia kemudian tertunduk dan mulai menceritakan semuanya.
“Sejak aku dibawa oleh bajingan nico itu, aku kemudian dijadikan sarana pelampisan hasratnya. Dari menjadikannya aku binatang, ya dia sangat suka melakukan seks dengan memperlakukanku seperti binatang peliharaanya. Aku sebenarnya tidak begitu menikmatinya karena dia memperlakukanku dengan sangat kasar. Perlakuan itu aku dapatkan hingga anak perempuanku tumbuh dewasa, aku memberinya pengertian kepadanya. Aku kemudian memohon kepada nico agar dia melepaskan anak perempuanku pertama dia menolaknya tapi dengan berbagai macam paksaan akhirnya dia mau. Entah sekarang dia ada dimana, aku hanya bisa menghubunginya lewat telepon”
“Semakin aku bertambah umur, semakin aku tidak menarik bagi mereka berdua. Mereka bermaksud menggantikan aku dengan anakku tapi aku terus mencegah mereka tapi tetap saja mereka bersikukuh pada pendirian mereka. Aku kemudian mencari cara agar aku tetap menadi mainan mereka, hingga suatu hari aku mendapatkan sebuah tayangan mengenai operasi plastik. Dan aku menawarkan diriku untuk menjalani operasi plastik di wajah dan organ kewanitaanku dan seperti yang kamu lihat barusan tadi. Merekapun setuju dan Aku diubah mereka menjadi wanita yang lebih muda dan lebih menarik lagi agar bisa dijadikan mainan oleh mereka. Setiap mereka berada dirumah ini aku selalu disuruhnya menjadi seekor anjing yang memohon untuk disetubuhi”
“jika suatu saat nanti kamu bertemu dengan anakku, lindungilah dia dari bajingan-bajingan itu dan aku meminta maaf kepadamu dan Ibumu, jika Ayahmu tidak pernah menyenth Ibu” jelas tante
“Bagaimana tante tahu jika Ayahku tidak pernah menyentuh Ibu?” tanyaku heran
“Karena, karena dia selalu bercerita tentang sok alimnya Ibu kamu diranjang, dan dia tidak bisa menikmatinya” jelas tante
TIIIIIIIIIIIIIIIIN TIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIN TIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIN... bunyi klakson sebuah mobil dari luar rumah
“Cepat bawa sepatumu dan bersembunyilah di lantai dua, mereka datang” perintah tante.
Aku kemudian menuruti perintahnya dengan sedikit merunduk aku kemudian membawa sepatuku dan naik ke lantai dua rumah ini. Aku masuk kedalam sebuah ruang kamar, dimana diruang kamar itu aku ada sebuah laptop yang menyala, spring-bed dengan ranjang yang ada sedikit ruang dibawahnya, serta sebuah dua buah almari. Kudengar tante membukakan pintu gerbang rumah, dan segera aku mengutak-atik laptop yang menyala itu. Terdapat dokumen-dokumen penting bukti penyelewengan dana pemerintah oleh mereka berdua. Kukembalikan posisi laptop pada tempatnya. Tiba-tiba terdengar suara dari lantai bawah, dari lantai dua ini aku masih bisa mengintip apa yang mereka lakukan.
“Dasar jalang, ayo lepas pakaianmu! Pakai rantai itu!” ucap om nico sembari duduk di sofa depan TV
“Baik tuan...” tante wardani kemudian melepas pakaiannya dan menggunakan sabuk anjing di lehernya. Ditariknya tali itu oleh om nico, om nico kemudian menarik dan mengarahkan
“Ayo buka! Kamu mau kontol kan?!” bentak om nico
“Iya tuan, aku mau kontol tuan, mau sekali, tempikku mau sekali dimasuki kontol tuan” ucap tante wardani yang mendekat seperti orag diseret karena tali yang mengikat lehernya diseret dengan keras. Wanita itu kemudian dengan cepat membuka resleting celana om nico dan tersembulah penisnya. Aku sedikit menahan tawa sebenarnya, itu penis atau jempol tangan he he he. Dengn perlahan tante wardani mengulum batang penis itu.
“Ah enak sekali lonthe mulutmu itu, ayo jilati dan emut! Sedot yang kuat!”
“Gila... sedotanmu semakin hari semakin arrggghhh mantaphhhh ouwhhhgggg....” rintih om nico
“Ahh... aku sebenarnya juga tidak tahan ketika harus melihat live streaming seperti ini” bathinku
Perlahan kulihat om nico mulai memegang kepala tante wardani dan menggoyang kepala tante wardani dengan sangat cepat. Kemudian kedua tangan om nico menahan kepala tante wardani.
“Dasar Lontheeeee aku keluar! Minum spermaku lonthe!” teriak om nico.
Lama setelah setelah sperma itu keluar, om nico melepaskan kepala tante wardani. Kulihat tante wardani masih terus menjilati ibu jari eh penis om nico dengan lidahnya, dibersihkannya penis itu. Tampak om nico mengelus-elus kepala tante wardani.
“Bagus bagus, kamu memang lonthe yang paling hebat dibanding lonthe-lontheku yang lain, tidak rugi aku mendandani kamu hingga bisa secantik ini ha ha ha” ucapnya dengan tertawa sangat keras. Lama sekali tante wardani mengulum dan membersihkan penis om nico hingga aku sebenarnya horny sendiri ketika melihatnya.
“Sudah... plak....” ucap om nico sembari memberi tamparan dipipi tante wardani
“Aku mai naik dulu, ada yang harus aku ambil” ucap om nico, kulihat tante wardani sedikit ketakutan mungkin karena aku berada di lantai dua. Aku yang mendengar itu pun sedikitnya juga merasa takut, aku kemudian beranjak dari tempatku mengintip kulihat sekeliling kamar ini.
Kulihat almari pakaian, itu dan aku kemudian masuk kedalmnya. Almari yang terbuat dari kayu dan pada bagian pintunya dibuat seperti sebua ventilasi jadi masih ada sedikit celah untu bisa melihat dari dalam. Kulhat om nico masuk dengan masih menggunakan baju tanpa bawahan. Ibu jari he he he. Sedikit tertawa aku melihatnya, pantas jika tante ima tidak pernah puas dengan permainannya dan pantas pula jika selama ini tante ima mendapat siksaan. Lha wong mainnya saja keras seperti itu. Dia melangkah menuju ke laptopnya dan memasukan flashdisk kedalamnya. Drrrttt... Drrrttt... Drrrttt... Drrrttt.... Hpku yang sebelumnya aku sunyikan tiba-tiba bergetar dengan sendirinya.
“SIAL! ADA SMS MASUK!” bathinku
Om nico yang curiga dengan bunyi itu kemudian melangkah menuju almari tempat aku bersembunyi. Ketika dibuka pintu almari itu sebagian...
Di sebuah rumah di perumahan SAE, tempat dimana seorang saksi yag dibunuh secara keji. Aku berada di dalam sebuah rumah yang lumayan mewah mendekam didalam sebuah kamar. Di dalam kamar ini, kamar lantai dua tempat dimana aku sedang bersembunyi. Tepat disebuah almari yang sedang akan dibuka oleh lelaki yang selama ini telah menghancurkan hidup banyak orang. Aku ketakutan, sangat ketakutan, keringat bercucuran dan mengalir bagai sungai yang indah. Jika memang aku akan tertangkap kali ini. hanya satu yang bisa aku lakukan, melakukan sebuah perlawanan atau membunuhnya.Dan jika aku terbunuh, maka salahkan Down hill yang membuat cerita ini. Tapi tiba-tiba suara seorang wanita di depan pintu masuk kamar.
“Tuan tolong tuan berikan aku kontol tuan, aku ingin disodok kontol tuan, memekku mau di kontoli lagi tuan....” tiba-tiba terdengar suara tante wardani memohon dari luar pintu kamar.
Pintu kamar yang setengah terbuka terhenti, aku yang bersembunyi didalamnya sudah bersiap-siap untuk menubruk tubuhnya. Tetapi Om nico kemudian membalikan badan dan menuju ke arah suara itu, pintu almari tertutup kembali. Aku masih bisa bernafas dengan tenang, sejenak ketakutan itu hilang hanya sejenak entah setelah ini apa yang akan terjadi. Jika aku masih disini dan om nico bergerak ke almari lagi, aku tidak tahu apa yang akan aku lakukan. Kulihat tubuh lelaku itu keluar dari kamar.
“Dasar anjing! Kamu ingin kontol! Bukannya tadi kamu sudah dapat kontol!” bentak om nico diluar ruangan. Kesempatan ini tidak aku buang sia-sia, segera aku berpindah lagi ke almari sebelah yang memiliki model yang sama. Tapi sialnya almari sebelah ini malah banyak sekali pakaian yang tertumpuk tanpa dilipat dahulu. Tanpa pikir panjang aku masuk karena tidak ada tempat sembunyi yang lain lagi. Aku posisikan diriku duduk dan kututupi tubuhku dengan menggunakan pakaian-pakaian yang ada didalam almari. Aku copot baterai sematponku agar tidak terjadi lagi gangguan.
Dari dalam almari ini aku masih dapat menyaksikan adegan panas dari ekdua insan manusia ini. Terlihat om nico sedang menyeret tante dengan tali yang mengikat lehernya. Diseretnya dia masuk kedalam kamar hingga tubuhnya itu bergesekan dengan lantai kamar. Ditariknya tali itu hingga membuat tante wardani tercekik, kemudian om nico duduk bersandar pada sebuah bantal di tempat tidur itu.
“Ayo merangkak naik kesini!” bentak om nico. Wanita paruh baya yang sebenarnya sudah sangat berumur ini sangat terlihat elegan dan cantik sekali. Wajahnya tidak memperlihatkan dia berumur lebih, jika aku memandangnya berkali-kali aku bisa melihatnya dia seperti wanita berumur 25 tahunan keatas. Wajahnya dipermak dan terlihat lebih cantik, susunya dipoles terlihat sangat sekal dan besar, tubuhnya pun masih sangat halus dan putih bersih tak ada keriput di kulitnya. Memang jika dibandingkan dengan Ibu sedikit berbeda, tante wardani lebih muda. Ya jelas, karena semua tubuhnya telah diamplas dengan “plastik” (operasi plastik-red).
“Tuan bolehkah saya ngemut kontol tuan?” Ucap tante warda
“Bagus... bagus kamu pintar sekali, ya aku perbolehkan nthe ha ha ha” ucap om nico
Tante kemudian merangkak naik ke atas ranjang, tepat diselangkangan om nico. Diraihnya batang yang telah lemas itu tadi dan dijilatinya perlahan. Jilatan demi jilatan di sapukan pada batang penis om nico yang lumayanlah (enggak enak kalau ngejek om nico ters he he he). Jilatan itu berhenti pada ujung penis om nico. Digerakannya lidah itu turun ke bawah menuju ke bagian zakar om nico.
“owghhhh.... argghhhh... jilatanmu hari ini argghhhh beda sekali nthe.... owugghhhhh..”
“bagus nthe, terus... edian lidahmu buat aku keenakan, dasar lonthe murahan arghhhh”rintih om nico
“Tuan bolehkah saya menjilati anus tuan” ucap tante wardani
“Terserah kamu! Kamu itu lonthe tugas kamu ya memuaskan aku!” teriaknya
Tante kemudian sedikit mengangkat pinggul om nico, dijilatinya buah zakar om nico kemudian turun ke arah anusnya, dijilatinya anus om nico dan memaksa memasukan lidahnya ke dalam anus itu.
“Arrghhhh.... enakkhhhh lonthekuhhhhh......” ucap om nico. Jilatan itu terliht semakin menggila dan semakin cepat membuat om nico kelojotan setengah mati. Tiba-tiba om nico menjambak rambutnya, tubuh tante dilemparnya kesamping.
“Gila kamu nthe, baru kali ini kamu ketagihan kontolku ha ha ha biasanya kamu tidak cukup beringas seperti ini!” bentaknya. Diikatnya tangan tante dengan borgol ke ujung ranjang. Om nico kemudian menjilati vagina tante dengan buasnya.
“Arrghhhh tuaaannnn enaaakkkkhhh arggghhhh jilati memekku tuanhhhh arggghhh aku suka llidah tuanhhhh arghhhh owghhhh aku mohon....”
“Itilku diapakan tuanhhh arghhhhhh enakkhhhh lidah tuan enakkkhhhhhh arghhhhhh lebih dalam lagi tuannhhhh.... lidah tuanhh enakkkhhhhh arghhhhhh.....” racau tante wardani
Om nico kemudian menghentikan jilatannya dan kemudian mengacungkan penisnya ke arah vaginanya. Dan blesss masuklah penis itu kedalam vagina tante, om nico kemudian mulai menggoyang pinggulnya.
Plak... Plak... plak... tamparan om nico pada susu tanet wardani
“ouwghhh tuannnnhhh arggghhhh kontol tuannnhhh sangat enakkkhhhh lonthemu ingin sekali dikontoli tuannnhhhh argggghhhh teruusssshhhhh....” racau tante
“Ha ha ha ha tentu saja lonthe kamu itu lonthe harus suka sama kontolku ha ha ha” ucap om nico dengan tawanya
Baru beberapa menit menggoyang om nico, tubuh om nico tampak menegang. Kemudian rebah di atas tubuh tate wardani. Di remas-remasnya susu tante dan dia tampak sedikit menggigit-gigit susu tante wardani.
“Lonthe, kamu benar-benar hebat hari ini, aku puas ha ha ha” ucap om nico dan kemudian melepaskan ikatan tante wardani. Om nico kemudian mengambil flashdisknya kembali dari leptopnya. Om Nico baru saja akan melangkah keluar kemudian dia mengalihkan pandangannya ke almari yang aku tempati tadi, terlihat wajah tante wardani agak sedit ketakutan. Dibukanya almari pertama dan dia tidak menemukan apapun disana karena aku sudah berpindah. Tetapi sialnya dia melangkah menuju almari yang aku tempati. Kututupi tubuhku dengan pakaian-pakaian yan berada dalam almari tapi sialnya pada bagian kepala aku hanya bisa menutupi dengan beberapa baju yang apabila dibuka akan terlihat wajahku. Dengan keringat semakin mengucur karena kurangnya oksigen dalam almari ini, om nico membuka almari. Terasa tanganya mengambil pakaian yang ada diatasku dan...
“Tuan tolong saya tuan, biarkan saya bermain dengan kontol tuan, lonthemu ini memohon tuan” ucap tante wardani. Wajahku yang sudah tidak tertutup oleh pakian itu dapat melihat jelas om nico yang seketika mendengar permintaan tante wardani mengalihkan pandangannya ke arah tante wardani tanpa melihat ke arahku. Pintu almari masih terbuka dan pakaian diatasku masih di tangan om nico.
“Dasar Lonthe, main saja dengan mainanmu itu!” bentak om nico yang seketika itu pula melempar kembali pakaian yang dipegangnya ke arah wajahku. Dibantingnya pintu almari itu dan selamatlah aku. Om nico kemudian mengambil sebuah penis mainan di balik bantal kasur itu.
“Buka tempikmu lonthe!” bentak om nico
“Oh tuan, saya mohon tuan masukan benada itu tuan, aku mau jadi mainanmu tuan, masukan tuan” ucap tante wardani sambil membuka selangkangannya ke arah om nico. Dengan cepat dimasukan penis mainan itu kedalam vagian tante wardani dan dinyalakannya.
“ouwrghhhh tuannnhhh arghhh tuan enaaakkkkhhh arghhhh...” ucap tante wardani
“Dasar lonthe, kamu harus dimasuki beberapa kontol lagi biar jadi anjing pemuas ha ha ha” bentak omnico yang kemudian menyeret tante wardani dan melangkah keluar kamar. Layaknya anjing, tante merangkak dari tempat tidurnya megikuti om nico. Dengan desahan-desahan karena goyanga penis mainan di vaginanya. Masih didalam almari ini aku sangat bersyukur tidak terjadi apapun kepadaku.
“Fyuuuh hampir saja ketahuan...” bathinku
Beberapa saat kemudian terdengar suara om nico keluar dari rumah dan suara mobilnya pun bergerak menjauh. Aku kemudian keluar dari almari kamar dan menuju ke laptop om nico. Kulihat file-file om nico hanya sedikit di dalam laptop itu karena hanya menimpan video, foto dan beberapa dokumen-dokumen penting. Ku copy semua file yang ada dalam laptop tersebut ke dalam flashdisku yang selalu aku bawa dalam tas-ku. File yang aku copy cukup banyak hingga ke dalam memory sematponku pun penuh. Aku kemudian memasukan ke dalam tasku. Terdengar suara langkah orang naik tangga, ku coba mengintipnya dan ternyata tante wardani yang sudah mengenakan pakaian kembali mungkin karena tadi harus membuka tutup gerbang pintu rumah. Aku pun kemudian duduku di ranjang dan begitupula tante.
“Apakah tante selalu melakukan itu?” ucapku
“Iya, tapi untuk yang tadi tante hanya melakukannya karena tante takut kamu ketahuan”
“Sebelumnya tante tidak pernah melakukan hal menjijikan seperti itu Ar” ucap tante. Aku kemudan rebah di atas kasur itu, kucium bau-bau sperma dari kasur itu. Tiba-tiba kedua tanganku ditarik oleh tante dan diborgol di ujung ranjang.
“Arya, maafkan tante, tapi tante benar-benar butuh, mereka tidak pernah memberi tante kepuasan sama sekali, tante juga tidak pernah puas dengan kontol-kontolan itu” ucap tante yang kemudian perlahan membuka celanaku
“Tante, jangan, jika tante melakukan itu, aku akan sangat menyesalinya dan bersalah kepada pak koco” ucapku memohon sambil mencoba mengapitkan kedua buah pahaku
“Sudahlah Ar, asal kamu tidak mengatakannya dia tidak akan tahu, tante benar-benar butuh, dan kamu satu-satunya laki selain mereka yang masuk kedalam rumah ini” ucap tante kemudian meremas dedek arya membuat pertahananku jebol. Dilorotkannya celanaku dan celana dalamku. Toeeeeeeengg.... AKU BEBAS AKU BEBAS! Teriak dedek arya.
“Ahh.... besar sekali ar... tante belum pernah mendapatkan seperti ini, ini lebih besar dari punya suamiku dulu, 9-11 lah, ehmmmmmmm, dibandingkan mereka berdua jauh sayang”
“maafkan tante, tante tidak akan berlama-lama sayang, suamiku maafkan aku” ucapnya sembari mengulum dedek arya
“Argghhh tanteehhhhhhh ouwhhhhhhhh jangannhhhhh arghhhhhhh....” rintihku memohon
Tante tidak mempedulikan lagi suaraku, dia tetap mengulum dan mnjilati dedek arya dengan sangat buas. Dijilatinya setiap bagian dari batang dedek arya dengan lidah manisnya itu, tak ada yang lepas dari lidahnya. Dikulumnya dedek arya, sangat terasa ketika kulumanya berhenti pada ujung dedek arya, di sedot-sedot lubang kencingku membuat aku tak tahan untuk mendesah.
“Arrrggghhh... tantehhhhh ufthhhhh... janganhhhhh arghhhhh.....” racauku, lama kuluman itu kemudian tante menghentikan kulumannya. Di pegangnya buah dada tante dan diapitnya dedek arya dengan susu tante itu. Diludahinya dedek arya untuk memepermudah laju dedek arya di antara susunya. Aku hanya bisa mengangkat kepalaku dan memandang kebawah melihat kegiatan tante, tanganku terikat sangat kuat oleh borgol besi ini.
“Aryahhh... susu tante nikmath kanhhh kontolmu besarhhhh tante ingin walau sekalihhh boleh ya sayanghhh” ucapnya sambil timbul tenggelam menggoyang tubuhnya agar susunya mengocok dedek arya. Setiap kali dia tenggelam dimasukannya dedek arya kedalam mulutnya.
“clek celk slurp clek celk slurp clek celk slurp clek celk slurp” bunyi ketika tante mengocok dedek arya dengan susunya serta mengulumnya. Aku hanya dapat menahan rintihan nikmatku. Beberapa menit setelah tante puas dengan mempermainkan dedek arya. Tante kemudian berdiri mencopot semua pakaiannya dan telanjang dihadapanku. Dia kemudian mengangkang di atas dedek arya. Aku sedikit tertegun melihat keindahan tubuhnya membuat aku tambah ON, Tubuhnya sangat indah, susunya sekal sempurna dan tidak tampak mengendur, wajahnya terlihat sendu dan menginginkan kepuasan, kulitnya putih bersih.
“Ini semua adalah hasil karya mereka, mengoperasiku berkali-kali agar tubuhku kembali menjadi muda lagi, aku sudah memperlihatkannya kepadamu, aku harap tubuh ini bisa memberimu kenikmatan” ucap tante warda, sembari memegang dedek arya dan mencoba memasukannya
“Tante, aku mohon janganhhh aaarghhhhhhhh.....” ucapku tercekat ketika dedek arya memasuki lubang vaginanya. Sangat sempit dan sangat rapat berbeda dengan milik tante ima dan mbak maya. Dibandingkan dengan Ibu hampir sama tapi milik Ibu lebih rapat lagi.
“Maafkan tantehhh owrghhhhh kontol kamuhhhh besarrhhhh ar.... tanteehhh sukaaaahhhh arghhhhhhh....” rintih tante menahan nikmat, perlahan dedek arya mulai tenggelam dalam vaginanya. Dibenamkannya sejenak dengan mata terpejam menikmati sensasi dari dedek arya.
“owghhhh enaakkkkh sekali ar... tante... lihat susu tantehhh ar... lihatlah... dia bergoyang kegirangan... karenahhhh kontooolllllh arghhhhhhhmuuuhhhh....” ucap tante arya sembari menaik-turunkan pinggulnya
“ouwghh arya... kontolmu mengenai rahim tantehhh owghhh nikmathhh ar... aahhhh... tante tidak pernah menikmati seks ini yang paling nikmathhhh aryaaahhhh tante suka kontolmuhhhh owhhhh yaaahhhhh tante sukaaaahhhh...” ucapnya sembari membuka mulutnya terkadang mengeluarkan lidahnya.
“Argghh tantehhhh owghhhh.... lebih cepat tantehhhhh.... arghhhh.... cepathhhh....” ucapku agar segera bisa menuntaskan permainan ini. dengan sedikit menekuk lututku aku kemudian mulai menggoyang pinggulku, aku terhanyut dalam pemerkosaan ini. memang hidup seperti diperkosa, mau tidak mau harus dinikmati, tapi bagaimana jika kita benar-benar diperkosa? Mau tidak mau kita harus menikmatinya juga. Aku sedikit mengangkat pinggulku ketika tante menghentakan pinggulnya kebawah.
“owhhh aryyaaaaaaaaaaaaa... nikmathhhh sekaliiii arghhhhhhhh.... terus sayangkuhhh arghhhh beri tantehhh kenikmatannnhhh arghhhh enaakkkkkhhhhhb sekaliiihhhh owghhhhh... yahhhh kontolmu enak sangat enak, memekku keenakan... ini sangat enak.... arggghhhh” teriaknya, sambil menggoyang pinggulnya sangat cepat dan ...
“Tantehhh keluarrrgggghhhhhhh aaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaa” teriak tante seketika itu, Tubuhnya kemudian ambruk dan tampak nafasnya tersengal-sengal.
“Kamu belum keluar sayanng hash hash hash hash maafkan tante...” ucapnya kemudian memelukku dan menggoyang kembali pinggulnya. Membuat gesekan-gesekan antara dinding vagina mebuat aku kembali terhanyut dalam permainannya, aku kemudian ikut menggoyang pinggulku.
“Owghhh aryahhh kontol kamu nikmathhh sekalihhhh kamu suka kan vaginaahhhh tantehhhh owghhhhhh... rahim tante kenahhh sodokkhhhh akhhhhh banjiriihhh rahimmm tantehhh denganhhha arghhhh pejumuhhhh arggghhhh ” rintih tante yang kemudian mengangkat tubuhnya dan membusungkan dadanya
“Tantehhh cepathhhh... aryahhh sudah tidakkhhhh kuathhhh arghhhhh... cepathhh tanthhhh arghhhhh....” ucapku
Goyangan kami semakin beradu dalam frekuensi yang sama, membuat tante semakin menggila. Semakin cepat dan semakin kuat cengkraman vaginanya membuat aku kelojotan sendiri. Dan...
“Aryahhh tante keluar lagi kontol kamuhhh enaaaaaaaaaaaakkkkkhhhh....” teriaknya
“Aku juga tantehhhh.....” teriakku
Crooot crooot crooot crooot crooot crooot crooot crooot crooot
Tubuhku melemas, tubuh tante ambruk. Dengan tenaganya dibukanya borgol ditanganku. Tante kemudian memelukku dan aku hanya meletakan tanganku diatas punggungnya. Terlihat jelas tante sangat puas hari ini. Aku sebenarnya sedikit marah kepada diriku, tapi sudahlah semua telah terjadi dan wanita ini memang membutuhkannya sedangkan aku sedikit menikmatinya.
Matahari telah terusir oleh sang bintang, terang telah meredup digantikan oleh gelap. Tubuh wanita setengah baya ini rebah tak berdaya di atas tubuhku. Lama sekali tubuh wanita ini berada diatas tubuhku, aku kemudian menyampingkan tubuh tante wardani kesamping dan duduk ditepian ranjang, kuambil dunhill mild-ku dan kusulut. Baru sebentar aku menyesali kejadian yang baru saja terjadi tiba-tiba saja Tante wardani bangkit dan duduk disampingku, kemudian di turunkannya kepalanya ke arah dedek arya.
“arhh tantehh sudahhhh...” ucapku sambil mencoba mengangkat kepalanya. Bibirnya sudah mengulum batang kemaluanku, dan kucoba lebih keras lagi tapi tante masih mengulumnya. Dikulumnya dan dibersihkannya dedek arya dari sisa-sisa cairan kenikmatan kami berdua yang telah bercampur. Setelah semua itu usai aku kembali mengenakan celanaku dan tante masih tetap telanjang di hadapanku. Aku kemudian mengambil pakaiannya dan memakaikannya kembali.
“Arya harap ini tidak terjadi lagi tante, karena saya telah berjanji pada pak koco” ucapku sedikit menyesali perkosaan tadi
“Maafkan tante, karena selama ini tante tidak pernah mengalami puncak dengan mereka berdua, bahkan beberapa wanita simpanan mereka yang mereka bawa kemari untuk pesta seks juga mengatakan hal sama kepada tante” ucap tante.
“Sudahlah tante, tapi tolong tante tidak menceritakannya kepada pak koco” ucapku lirih kemudian bangkit dan berdiri diikuti oleh tante wardani. Kami kemudian berjalan kebawah dengan tante menggandeng tanganku. Aku pun tetap kaku pada tanganku agar tidak menggenggamnya.
“Jika kamu bertemu kembali dengan suamiku, aku memohon kepadamu agar tidak menceritakan semua perlakuan mereka, aku takut menyakiti hatinya” ucapnya sembari duduk diruang tamu dan aku duduk didepannya
“Berarti Aku harus bercerita kepada pak koco mengenai pemerkosaan ini?” ucapku santai sambil memakai sepatuku
“Ya, tidak juga ar...”
“Ar, apakah kamu bisa mencari anakku juga?” ucap tante tiba-tiba
“Belum tahu tante, apakah tante tahu keberadaanya dimana?” tanyaku
“Tidak aku tidak tahu, setahuku dia berada di luar kota, hanya itu yang aku tahu dari nico” ucapnya
“Jika dia ditangan om nico mungkin saja...” ucapku terpotong
“Tidak, nico sudah berjanji kepadaku...”
“Tapi aku juga tidak tahu jika suatu hal terjadi padanya, terakhir ketika dia menghubungiku, dia hanya berkata padaku kalau nico tidak berani menyentuhnya dan dia ku suruh untuk menjauhiku agar dia tidak tahu tentang keseharianku” ucapnya
“Kelihatanya dia anak akan menjadi anak yang baik tante”
“Jika nanti ada informasi aku akan langsung menuju ke kota tempat dia tinggal tante” ucapku dengan senyuman dan asap dunhill yang keluar dari mulutku.
“Apakah dia sebelumnya tidak pernah tahu mengenai tante yang selalu dipermainkan oleh mereka?” ucapku
“Tidak pernah, tidak pernah jika menyaksikannya secara langsung karena selama dia tinggal bersamaku, aku hanya mau melakukannya diluar rumah, di hotel atau dimanapun asal jauh dari putriku, jadi dia tidak pernah mengetahuinya, hanya saja ketika aku meminta nico untuk melepaskannya dia sudah aku beritahu sedikit mengenai semua yang terjadi, mungkin dia shock tapi dia bisa menerimanya, hingga saat ini yang membuatku tegar dan bertahan adalah dia putriku satu-satunya” jelas tante wardani
“Baik tante, aku juga akan mencari tentang anak tante” ucapku kepada tante
“Tante, jika suatu saat nanti tante mempunyai informasi, tolong kabari aku tan” ucapku sembari berdiri dan melangkah keluar diikuti oleh tante
“Aku tidak tahu apa yang mereka lakukan, tapi dari beberapa pembicaraan mereka, mereka melakukannya tidak hanya berdua, ada beberapa orang dari pemerintahan di daerah ini juga terlibat, mereka semua mengeruk keuntungan dari berbagai pihak swasta yang bonafit, sehingga sulit bagi pihak kepolisian dan intelejen untuk menangkap mereka karena sangat kuatnya koloni mereka yang terdiri dari para pejabat” jelas tante wardani
“Hmmm... mungkin aku harus menyelidikinya dulu tante, terima kasih tante, taksinya sudah datang” ucapku sembari memberi kecupan pada keningnya. Sebelum berpisah, Tante kemudian memberikan nomor teleponnya dan aku menyimpannya.
“Oia tante, Siapa nama anak tante?” tanyaku
“Warda, warda sukoco awalnya tapi kemudian diganti oleh nico menjadi warda nicolaswati” ucap tante. Nama yang sangat asing ditelingaku, masa bodohlah aku tidak akan memaksakan diriku untuk mencari anaknya itu, terlalu sulit bagiku.
“Oke tante, aku pasti bisa menyatukan kembali tante dengan keluarga tante” ucapku sembari menutupkan jaket ke seluruh kepalaku. Aku kemudian berlari sembari menutupi wajahku dengan jaket, dan masuk kedalam taksi yang berada di seberang jalan. Tampak tante wardani kemudian menutup kembali pintu gerbang tampak jalan sangat sepi dari penghuni jalan yang biasanya melintasi jalan ini. Pak sopir kemudian mengendarai taksi ini menuju warung wongso.
“Mas, mas harus hati-hati lagi, tadi setelah mas masuk, mobil BMW itu masuk kedalam rumah itu lagi, mas tadi ketahuan tidak?” ucap pak sopir
“Tidak pak, aman saya sembunyi” ucapku
“Pokoknya harus hati-hati mas” ucap pak sopir
Sambil menikmati perjalananku, aku memasang kembali baterai sematponku. Kupasang dan kunyalakan nampak sms dari tante ima masuk. Kubuka sms itu dan kubalas.
Tiba-tiba saja telepon dari tante ima masuk, kuangkat dan tante langsung berbicara.
“Ternyata tante salah mengira jika pakdhemu akan memilih tante”
“Tante, biarkan mereka hidup bahagia keinginan tante telah terwujud
“Bisakah...”
“Tidak tante, aku hanya ingin mereka bahagia itu saja tante, maaf tante”
“Hiks memang mungkin hidupku harus seperti ini, salam buat pakdhemu”
“Tante, cinta memang harus memiliki tapi jika salah satunya telah memilih jalan lain dan jalan lain itu juga memberikan cinta, carilah cinta yang lainnya lagi tante”
“Ah... kamu itu Ar, mungkin memang harus begini keadaanya bersama dengan bajingan itu”
“Tenang saja tante, suatu saat Arya akan merubah keadaan buruk ini”
“semoga saja... berhati-hatilah, jika ada waktu main kerumah tante”
“Mungkin ya mungkin tidak tante”
“Ya sudah, terima kasih Arya, kamu telah menyadarkan tante bahwa cinta tidak seharusnya memaksa”
“sama-sama tante’ dan klek tuuuuuut... tante menutup teleponya
Perjalanan ini membuatku sangat mengantuk dan lelah apalagi baru saja aku berada dalam adegan horor dan mencekam. Untung saja aku bisa lolos jika bukan karena permainan tante wardani tadi mungkin aku sekarang sudah berlari sebagai seorang pembubuh.
“Arya...”
“Arya Mahesa Wicaksono...” ucap pak sopir membuat aku tertegun dan terkejut. Bagaimana mungkin dia bisa tahu nama lengkapku apakah budhe yang memberitahuku ketika dia memintanya untuk menjemputku di rumah kakek? Aku kemudian mendekatkan kepalaku di samping pak sopir.
“Bagaiman bapak tahu tentang nama lengkapku?” ucapku
“Karena bapak selalu mengawasimu dari kejauhan” ucap pak sopir
“Siapa bapak sebernarnya? Apa bapak suruhan mereka berdua?” ucapku
“NAJIS! TIDAK AKAN AKU MENJADI SURUHAN BAJINGAN-BAJINGAN ITU” teriak pak sopir membuatku sangat kaget
“Den, Aden Arya... Bapak adalah suruhan Pak Wicak dan Ibu Mahesawati untuk selalu mengawasimu” ucap pak sopir membuat aku kaget dan sangat terkejut, aku langsung memosisikan tanganku keleher pak sopir itu
“Berhenti! Bapak jangan bohong, kakek dan nenek sudah meninggal, mana mungkin mereka menyuruh bapak, harta saja mereka sudah tidak punya” ucapku sedikit membentaknya
“Sudah lepaskan dulu bapak akan menjelaskan kepada den arya” ucap pak sopir. Aku lepaskan cekikan di lehernya, bapak itu kemudian menyulut rokok sampoerna dari sakunya.
“Nama Bapak adalah Wanadi, Bapak adalah Sopir dari Pak Wicak dan Ibu Mahesa dikala mereka jaya. Anak-anak bapak disekolahkannya oleh mereka hingga S2, hingga anak bapak mempunyai perusahaan taksi ini. Dulu ketika kamu lahir kakek dan nenekmu sangat khawatir akan keselamatanmu dan mereka menyuruh bapak untu mengawasimu sejak kamu lahir sampai sekarang. Waktu ada Ibu-Ibu menelepon ke admin perusahaan untuk menjemput aden, anak bapak yang merupakan pemilik perusahaan taksi ini mendengarnya dan langsung mengabari bapak untuk menjemput aden dan wajar jika bapak tahu nama aden, bahkan sebelum aden bisa menyebut nama aden sendiri bapak sudah tahu”
“Aden, jangan kaget, setelah anak-anak bapak disekolahkan oleh kakek dan nenekmu, bapak berjanji kepada mereka untuk selalu mengabdi pada mereka, bahkan bapak tidak mau dibayar oleh mereka. Hingga mereka jatuh tersungkur dibawah pun anak-anak bapak juga sering mengirim uang dan makanan kepada kakek dan nenekmu. Sekalipun mereka miskin dengan rumah gubuknya, mereka tetap TUAN BESAR bapak. Dan kebahagiaan bapak adalah aden telah menemui mereka, dan itu adalah yang mereka inginkan den, bertemu dengan aden dan menghembuskan nafas terakhirnya dipelukan aden” jelas pak sopir, aku kemudian merebahkan tubuhku di kursi mobil ini kemudian menyulut sebatang dunhill
“Aden... aden harus hati-hati, jika nanti terjadi sesuatu pada aden, bapak akan sangat malu kepada Pak Wicak dan Ibu Mahesawati” ucapnya kembali, yang kemudian menjalankan mobil itu
“Pak terima kasih, dan maafkan jika arya terlalu kasar tadi, karena jika teringat kakek dan nenek, Arya sangat terbakar emosinya” ucapku
“Semua orang yang dulu menjadi abdi dalem kakek dan nenek aden yang di kota ini, juga sangat emosi terhadap anaknya, dan mereka selalu mendoakan kejatuhan mereka berdua” ucap pak Wan (Wanadi)
“Semua orang ?” ucapku
“Ya, banyak dari mereka ada di daerah ini, salah satunya karena jasa besar kakek dan nenek aden mereka disini untuk selalu mengawasi aden, jika si bajingan itu berani melukai aden, akan ada perang dunia, bapak jamin itu semua” ucap pak Wan
“Katakan pada mereka, jangan pak... biarkan aku yang membuat dia menyesali perbuatannya selama ini” ucapku, terlihat senyum pak wan dari kaca tengah mobil. Mobil melaju semakin melambat menandakan tujuanku sudah semakin dekat. Taksipun berhenti, ketika aku mau membuka pintu tiba-tiba pak wan keluar dengan cepat dan membukakan pintu untukku. Aku yang terkejut dengan perlakuan pak wan kemudian keluar.
“Bapak tidak perlu seperti itu pak, saya juga tidak membayar bapak untuk melakukan hal itu” ucapku
“Den...” ucap bapak sambil menunjuk didadanya
“Banyak hutang bapak kepada kakek aden yang belum bapak lunasi atau bahkan tidak bisa sama sekali bapak lunasi, jadi jika aden butuh bapak tinggal menelepon bapak, bapak akan datang dan siap mengantar aden kemanapun” ucap pak wan, aku kemudian memeluk pak wan. Ketika aku mau membayar untuk taksi.
“Uang aden itu tidak laku untuk membayar taksi ini, mending buat makan diwarung teman aden itu” ucap pak wan, kemudian kami berpisah dan aku melangkah menuju warung wongso yang sudah duduk didepan warung, aku kemudian duduk disampingnya
“Sudah tahu siapa pak wan, Cat?” ucap wongso (Cat tembok adalah panggilan akrab arya karena kulitnya yang putih)
“Eh... kamu sudah tahu?” ucapku dan dia hanya mengangguk
“Kenapa kamu tidak memberitahuku?” ucapku
“Karena dia yang meminta agar dia yang mengatakannya sendiri aden arya yang guanteng ha ha ha ha” ucap wongso yang kemudian dia sambung dengan cerita awal dimana ia pertama kali mengetahui pak wan. Pak wan hampir dibunuhnya karena mencari informasi mengenai diriku tapi ketika pak wan menjelaskan akhirnya wongso bisa mempercayainya.
“Kamu ndak nglanjutin kuliah kamu Wong?” ucapku
“Tidaklah cuti satu tahun dulu, kan kamu tahu Warung semakin rame dan bapak sedang banyak kerjaan bangun gedung walau jadi tukangnya he he he dan adikku juga sedang membutuhkan biaya banyak untuk kuliahnya jadi aku lebih baik mengalah” ucapku
“Kenapa kamu tidak...” ucapku terpotong
“Bilang ke kamu gitu? Terlalu banyak yang sudah kamu berikan kepadaku Ar dan jangan sekali-kali kamu memaksaku atau aku akan lempar kamu ke tengah jalan ha ha ha” ucapnya sambil tertawa, aku benar-benar terdiam melihat tingkahnya tak bisa aku berkata-kata. Hingga suasana hening menemani kami dengan deru tembakan knalpot dan sorak-sorai mesin mobil saling menendang.
“Ar...” ucap wongso
“Hmmm....” jawabku
“Terima kasih...” ucapnya
“buat apa?” ucapku
“karena kamu telah menyelamatkan nyawa Ibuku waktu itu dan membiayai aku masuk kuliah, jika saja kamu tidak ada waktu itu, mungkin aku sudah tidak pernah melihat Ibuku lagi” ucapnya dan langsung kupukul punggungnya dengan tamparan tangan, kulihat matanya kembali menggenang
“sudah lama aku ingin mengatakan ini, kamu bukan saudara kandungku dan bukan anak dari Ibu ataupun Bapakku, tapi malah kamu yang berlari melewati kobaran api yang membakar rumah kami bukan aku yang anak kandungnya hiks... ahhhhh” ucapnya yang tersengal dan kemudian menghela nafas panjang
“aku benar-benar malu ar, apalagi selama ini kamu yang meminta kakekmu (kakek dari Ibunya) untuk membantu pembangunan rumah kami yang terbakar dan juga membiayai kulaihku diawal masuk” ucapnya dengan sedikit tersengal
“Kalau kamu bukan saudaraku terus kamu siapaku?” ucapku sambil tersenyum dan dia memandangku dengan tatapan berairnya itu
“Kamu itu bisa saja Ar, dasar CAT TEMBOK PUTIH ha ha ha ha” ucapnya sambil memelukku dan membawaku masuk kedalam warung
“Lho nak arya, masuk nak anggap saja warungnya sendiri”
“Wongso, Arya dibuatkan minuman dulu to ya” ucap Ibunya Wongso
“Lho lho lho katanya anggap warung sendiri ya aku buat sendiri to ya, masa dibuatkan kalau gitu aku tak pulang saja” ucapku yang ditimpali pukulan dikepalaku oleh wongso
Kemudian suasana kembali ramai walau banyak pelanggan disana, merekapun ikut tertawa melihat kami. Melihat kami yang berebut membuat minuman berebut memngambil makanan. Kadang pukulan serok masakpun mendarat di kepala kami berdua. Membuat pengunjung lain tampak tertawa melihat acara komedi dadakan ini. hingga kami makanpun selalu saja ada perkelahian antara kami. Waktu menjelang malam 21:00, akhirnya aku memutuskan untuk pulang dan diantar oleh wongso sampai aku menunggangi REVIA sambil mengirim sms ke Ibu kalau aku akan pulang.
“Kamu hati-hati, jika kamu butuh pasukan kita sahabat-sahabatmu saudara-saudaramu akan mengawalmu, kami siap untuk melawa orang yang berada di dalam BMW itu” ucapnya membuat aku terkejut
“Sudah tenang saja, aku sudah tahu banyak dari pak Wan, kamu pokoknya kalau bergerak jangan sendiri, Oke cat tembok putih ha ha ha” lanjutnya yang aku balas dengan senyuman dan acungan jempol. Kemudian wongso mengatakan kepadaku bahwa akan ada kumpul-kumpul dua bulan mendatang. Aku kemudian menyanggupinya jika tidak ada halangan.
Memang gila hidup ini, hingga kebusukan Ayahku sendiri saja banyak yang tahu, banyak yang mengetahuinya. Mungkin memang aku tidak boleh bergerak sendirian atau aku akan kewalahan. Lamunanku terus bergerak seiring motor yang membawaku menuju rumahku. Hingga motor berada di depan pintu gerbang rumah, pintu gerbang itu terbuka dengan sendirinya. Keluarlah seorang wanita cantik dengan pakaian pas dan cocok dengan usianya. baju warna hitam dengan lengan hingga pada sikunya, belahan dada yang tidak begitu turun menutupi tubuhnya menciut pada bagian pinggangnya dan menutupi sebagian pahanya. Celana hitam bukan jeans menutupi kakinya yang jenjang itu. Wanita itu kemudian keluar dan menutup pintu gerbang rumah dan berjalan ke arahku langsung membonceng di belakangku. Aku hanya bisa melongo melihat itu semua karena begitu cantiknya.
“Ayo, jalan....” ucap Ibu
“Tuan tolong tuan berikan aku kontol tuan, aku ingin disodok kontol tuan, memekku mau di kontoli lagi tuan....” tiba-tiba terdengar suara tante wardani memohon dari luar pintu kamar.
Pintu kamar yang setengah terbuka terhenti, aku yang bersembunyi didalamnya sudah bersiap-siap untuk menubruk tubuhnya. Tetapi Om nico kemudian membalikan badan dan menuju ke arah suara itu, pintu almari tertutup kembali. Aku masih bisa bernafas dengan tenang, sejenak ketakutan itu hilang hanya sejenak entah setelah ini apa yang akan terjadi. Jika aku masih disini dan om nico bergerak ke almari lagi, aku tidak tahu apa yang akan aku lakukan. Kulihat tubuh lelaku itu keluar dari kamar.
“Dasar anjing! Kamu ingin kontol! Bukannya tadi kamu sudah dapat kontol!” bentak om nico diluar ruangan. Kesempatan ini tidak aku buang sia-sia, segera aku berpindah lagi ke almari sebelah yang memiliki model yang sama. Tapi sialnya almari sebelah ini malah banyak sekali pakaian yang tertumpuk tanpa dilipat dahulu. Tanpa pikir panjang aku masuk karena tidak ada tempat sembunyi yang lain lagi. Aku posisikan diriku duduk dan kututupi tubuhku dengan menggunakan pakaian-pakaian yang ada didalam almari. Aku copot baterai sematponku agar tidak terjadi lagi gangguan.
Dari dalam almari ini aku masih dapat menyaksikan adegan panas dari ekdua insan manusia ini. Terlihat om nico sedang menyeret tante dengan tali yang mengikat lehernya. Diseretnya dia masuk kedalam kamar hingga tubuhnya itu bergesekan dengan lantai kamar. Ditariknya tali itu hingga membuat tante wardani tercekik, kemudian om nico duduk bersandar pada sebuah bantal di tempat tidur itu.
“Ayo merangkak naik kesini!” bentak om nico. Wanita paruh baya yang sebenarnya sudah sangat berumur ini sangat terlihat elegan dan cantik sekali. Wajahnya tidak memperlihatkan dia berumur lebih, jika aku memandangnya berkali-kali aku bisa melihatnya dia seperti wanita berumur 25 tahunan keatas. Wajahnya dipermak dan terlihat lebih cantik, susunya dipoles terlihat sangat sekal dan besar, tubuhnya pun masih sangat halus dan putih bersih tak ada keriput di kulitnya. Memang jika dibandingkan dengan Ibu sedikit berbeda, tante wardani lebih muda. Ya jelas, karena semua tubuhnya telah diamplas dengan “plastik” (operasi plastik-red).
“Tuan bolehkah saya ngemut kontol tuan?” Ucap tante warda
“Bagus... bagus kamu pintar sekali, ya aku perbolehkan nthe ha ha ha” ucap om nico
Tante kemudian merangkak naik ke atas ranjang, tepat diselangkangan om nico. Diraihnya batang yang telah lemas itu tadi dan dijilatinya perlahan. Jilatan demi jilatan di sapukan pada batang penis om nico yang lumayanlah (enggak enak kalau ngejek om nico ters he he he). Jilatan itu berhenti pada ujung penis om nico. Digerakannya lidah itu turun ke bawah menuju ke bagian zakar om nico.
“owghhhh.... argghhhh... jilatanmu hari ini argghhhh beda sekali nthe.... owugghhhhh..”
“bagus nthe, terus... edian lidahmu buat aku keenakan, dasar lonthe murahan arghhhh”rintih om nico
“Tuan bolehkah saya menjilati anus tuan” ucap tante wardani
“Terserah kamu! Kamu itu lonthe tugas kamu ya memuaskan aku!” teriaknya
Tante kemudian sedikit mengangkat pinggul om nico, dijilatinya buah zakar om nico kemudian turun ke arah anusnya, dijilatinya anus om nico dan memaksa memasukan lidahnya ke dalam anus itu.
“Arrghhhh.... enakkhhhh lonthekuhhhhh......” ucap om nico. Jilatan itu terliht semakin menggila dan semakin cepat membuat om nico kelojotan setengah mati. Tiba-tiba om nico menjambak rambutnya, tubuh tante dilemparnya kesamping.
“Gila kamu nthe, baru kali ini kamu ketagihan kontolku ha ha ha biasanya kamu tidak cukup beringas seperti ini!” bentaknya. Diikatnya tangan tante dengan borgol ke ujung ranjang. Om nico kemudian menjilati vagina tante dengan buasnya.
“Arrghhhh tuaaannnn enaaakkkkhhh arggghhhh jilati memekku tuanhhhh arggghhh aku suka llidah tuanhhhh arghhhh owghhhh aku mohon....”
“Itilku diapakan tuanhhh arghhhhhh enakkhhhh lidah tuan enakkkhhhhhh arghhhhhh lebih dalam lagi tuannhhhh.... lidah tuanhh enakkkhhhhh arghhhhhh.....” racau tante wardani
Om nico kemudian menghentikan jilatannya dan kemudian mengacungkan penisnya ke arah vaginanya. Dan blesss masuklah penis itu kedalam vagina tante, om nico kemudian mulai menggoyang pinggulnya.
Plak... Plak... plak... tamparan om nico pada susu tanet wardani
“ouwghhh tuannnnhhh arggghhhh kontol tuannnhhh sangat enakkkhhhh lonthemu ingin sekali dikontoli tuannnhhhh argggghhhh teruusssshhhhh....” racau tante
“Ha ha ha ha tentu saja lonthe kamu itu lonthe harus suka sama kontolku ha ha ha” ucap om nico dengan tawanya
Baru beberapa menit menggoyang om nico, tubuh om nico tampak menegang. Kemudian rebah di atas tubuh tate wardani. Di remas-remasnya susu tante dan dia tampak sedikit menggigit-gigit susu tante wardani.
“Lonthe, kamu benar-benar hebat hari ini, aku puas ha ha ha” ucap om nico dan kemudian melepaskan ikatan tante wardani. Om nico kemudian mengambil flashdisknya kembali dari leptopnya. Om Nico baru saja akan melangkah keluar kemudian dia mengalihkan pandangannya ke almari yang aku tempati tadi, terlihat wajah tante wardani agak sedit ketakutan. Dibukanya almari pertama dan dia tidak menemukan apapun disana karena aku sudah berpindah. Tetapi sialnya dia melangkah menuju almari yang aku tempati. Kututupi tubuhku dengan pakaian-pakaian yan berada dalam almari tapi sialnya pada bagian kepala aku hanya bisa menutupi dengan beberapa baju yang apabila dibuka akan terlihat wajahku. Dengan keringat semakin mengucur karena kurangnya oksigen dalam almari ini, om nico membuka almari. Terasa tanganya mengambil pakaian yang ada diatasku dan...
“Tuan tolong saya tuan, biarkan saya bermain dengan kontol tuan, lonthemu ini memohon tuan” ucap tante wardani. Wajahku yang sudah tidak tertutup oleh pakian itu dapat melihat jelas om nico yang seketika mendengar permintaan tante wardani mengalihkan pandangannya ke arah tante wardani tanpa melihat ke arahku. Pintu almari masih terbuka dan pakaian diatasku masih di tangan om nico.
“Dasar Lonthe, main saja dengan mainanmu itu!” bentak om nico yang seketika itu pula melempar kembali pakaian yang dipegangnya ke arah wajahku. Dibantingnya pintu almari itu dan selamatlah aku. Om nico kemudian mengambil sebuah penis mainan di balik bantal kasur itu.
“Buka tempikmu lonthe!” bentak om nico
“Oh tuan, saya mohon tuan masukan benada itu tuan, aku mau jadi mainanmu tuan, masukan tuan” ucap tante wardani sambil membuka selangkangannya ke arah om nico. Dengan cepat dimasukan penis mainan itu kedalam vagian tante wardani dan dinyalakannya.
“ouwrghhhh tuannnhhh arghhh tuan enaaakkkkhhh arghhhh...” ucap tante wardani
“Dasar lonthe, kamu harus dimasuki beberapa kontol lagi biar jadi anjing pemuas ha ha ha” bentak omnico yang kemudian menyeret tante wardani dan melangkah keluar kamar. Layaknya anjing, tante merangkak dari tempat tidurnya megikuti om nico. Dengan desahan-desahan karena goyanga penis mainan di vaginanya. Masih didalam almari ini aku sangat bersyukur tidak terjadi apapun kepadaku.
“Fyuuuh hampir saja ketahuan...” bathinku
Beberapa saat kemudian terdengar suara om nico keluar dari rumah dan suara mobilnya pun bergerak menjauh. Aku kemudian keluar dari almari kamar dan menuju ke laptop om nico. Kulihat file-file om nico hanya sedikit di dalam laptop itu karena hanya menimpan video, foto dan beberapa dokumen-dokumen penting. Ku copy semua file yang ada dalam laptop tersebut ke dalam flashdisku yang selalu aku bawa dalam tas-ku. File yang aku copy cukup banyak hingga ke dalam memory sematponku pun penuh. Aku kemudian memasukan ke dalam tasku. Terdengar suara langkah orang naik tangga, ku coba mengintipnya dan ternyata tante wardani yang sudah mengenakan pakaian kembali mungkin karena tadi harus membuka tutup gerbang pintu rumah. Aku pun kemudian duduku di ranjang dan begitupula tante.
“Apakah tante selalu melakukan itu?” ucapku
“Iya, tapi untuk yang tadi tante hanya melakukannya karena tante takut kamu ketahuan”
“Sebelumnya tante tidak pernah melakukan hal menjijikan seperti itu Ar” ucap tante. Aku kemudan rebah di atas kasur itu, kucium bau-bau sperma dari kasur itu. Tiba-tiba kedua tanganku ditarik oleh tante dan diborgol di ujung ranjang.
“Arya, maafkan tante, tapi tante benar-benar butuh, mereka tidak pernah memberi tante kepuasan sama sekali, tante juga tidak pernah puas dengan kontol-kontolan itu” ucap tante yang kemudian perlahan membuka celanaku
“Tante, jangan, jika tante melakukan itu, aku akan sangat menyesalinya dan bersalah kepada pak koco” ucapku memohon sambil mencoba mengapitkan kedua buah pahaku
“Sudahlah Ar, asal kamu tidak mengatakannya dia tidak akan tahu, tante benar-benar butuh, dan kamu satu-satunya laki selain mereka yang masuk kedalam rumah ini” ucap tante kemudian meremas dedek arya membuat pertahananku jebol. Dilorotkannya celanaku dan celana dalamku. Toeeeeeeengg.... AKU BEBAS AKU BEBAS! Teriak dedek arya.
“Ahh.... besar sekali ar... tante belum pernah mendapatkan seperti ini, ini lebih besar dari punya suamiku dulu, 9-11 lah, ehmmmmmmm, dibandingkan mereka berdua jauh sayang”
“maafkan tante, tante tidak akan berlama-lama sayang, suamiku maafkan aku” ucapnya sembari mengulum dedek arya
“Argghhh tanteehhhhhhh ouwhhhhhhhh jangannhhhhh arghhhhhhh....” rintihku memohon
Tante tidak mempedulikan lagi suaraku, dia tetap mengulum dan mnjilati dedek arya dengan sangat buas. Dijilatinya setiap bagian dari batang dedek arya dengan lidah manisnya itu, tak ada yang lepas dari lidahnya. Dikulumnya dedek arya, sangat terasa ketika kulumanya berhenti pada ujung dedek arya, di sedot-sedot lubang kencingku membuat aku tak tahan untuk mendesah.
“Arrrggghhh... tantehhhhh ufthhhhh... janganhhhhh arghhhhh.....” racauku, lama kuluman itu kemudian tante menghentikan kulumannya. Di pegangnya buah dada tante dan diapitnya dedek arya dengan susu tante itu. Diludahinya dedek arya untuk memepermudah laju dedek arya di antara susunya. Aku hanya bisa mengangkat kepalaku dan memandang kebawah melihat kegiatan tante, tanganku terikat sangat kuat oleh borgol besi ini.
“Aryahhh... susu tante nikmath kanhhh kontolmu besarhhhh tante ingin walau sekalihhh boleh ya sayanghhh” ucapnya sambil timbul tenggelam menggoyang tubuhnya agar susunya mengocok dedek arya. Setiap kali dia tenggelam dimasukannya dedek arya kedalam mulutnya.
“clek celk slurp clek celk slurp clek celk slurp clek celk slurp” bunyi ketika tante mengocok dedek arya dengan susunya serta mengulumnya. Aku hanya dapat menahan rintihan nikmatku. Beberapa menit setelah tante puas dengan mempermainkan dedek arya. Tante kemudian berdiri mencopot semua pakaiannya dan telanjang dihadapanku. Dia kemudian mengangkang di atas dedek arya. Aku sedikit tertegun melihat keindahan tubuhnya membuat aku tambah ON, Tubuhnya sangat indah, susunya sekal sempurna dan tidak tampak mengendur, wajahnya terlihat sendu dan menginginkan kepuasan, kulitnya putih bersih.
“Ini semua adalah hasil karya mereka, mengoperasiku berkali-kali agar tubuhku kembali menjadi muda lagi, aku sudah memperlihatkannya kepadamu, aku harap tubuh ini bisa memberimu kenikmatan” ucap tante warda, sembari memegang dedek arya dan mencoba memasukannya
“Tante, aku mohon janganhhh aaarghhhhhhhh.....” ucapku tercekat ketika dedek arya memasuki lubang vaginanya. Sangat sempit dan sangat rapat berbeda dengan milik tante ima dan mbak maya. Dibandingkan dengan Ibu hampir sama tapi milik Ibu lebih rapat lagi.
“Maafkan tantehhh owrghhhhh kontol kamuhhhh besarrhhhh ar.... tanteehhh sukaaaahhhh arghhhhhhh....” rintih tante menahan nikmat, perlahan dedek arya mulai tenggelam dalam vaginanya. Dibenamkannya sejenak dengan mata terpejam menikmati sensasi dari dedek arya.
“owghhhh enaakkkkh sekali ar... tante... lihat susu tantehhh ar... lihatlah... dia bergoyang kegirangan... karenahhhh kontooolllllh arghhhhhhhmuuuhhhh....” ucap tante arya sembari menaik-turunkan pinggulnya
“ouwghh arya... kontolmu mengenai rahim tantehhh owghhh nikmathhh ar... aahhhh... tante tidak pernah menikmati seks ini yang paling nikmathhhh aryaaahhhh tante suka kontolmuhhhh owhhhh yaaahhhhh tante sukaaaahhhh...” ucapnya sembari membuka mulutnya terkadang mengeluarkan lidahnya.
“Argghh tantehhhh owghhhh.... lebih cepat tantehhhhh.... arghhhh.... cepathhhh....” ucapku agar segera bisa menuntaskan permainan ini. dengan sedikit menekuk lututku aku kemudian mulai menggoyang pinggulku, aku terhanyut dalam pemerkosaan ini. memang hidup seperti diperkosa, mau tidak mau harus dinikmati, tapi bagaimana jika kita benar-benar diperkosa? Mau tidak mau kita harus menikmatinya juga. Aku sedikit mengangkat pinggulku ketika tante menghentakan pinggulnya kebawah.
“owhhh aryyaaaaaaaaaaaaa... nikmathhhh sekaliiii arghhhhhhhh.... terus sayangkuhhh arghhhh beri tantehhh kenikmatannnhhh arghhhh enaakkkkkhhhhhb sekaliiihhhh owghhhhh... yahhhh kontolmu enak sangat enak, memekku keenakan... ini sangat enak.... arggghhhh” teriaknya, sambil menggoyang pinggulnya sangat cepat dan ...
“Tantehhh keluarrrgggghhhhhhh aaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaa” teriak tante seketika itu, Tubuhnya kemudian ambruk dan tampak nafasnya tersengal-sengal.
“Kamu belum keluar sayanng hash hash hash hash maafkan tante...” ucapnya kemudian memelukku dan menggoyang kembali pinggulnya. Membuat gesekan-gesekan antara dinding vagina mebuat aku kembali terhanyut dalam permainannya, aku kemudian ikut menggoyang pinggulku.
“Owghhh aryahhh kontol kamu nikmathhh sekalihhhh kamu suka kan vaginaahhhh tantehhhh owghhhhhh... rahim tante kenahhh sodokkhhhh akhhhhh banjiriihhh rahimmm tantehhh denganhhha arghhhh pejumuhhhh arggghhhh ” rintih tante yang kemudian mengangkat tubuhnya dan membusungkan dadanya
“Tantehhh cepathhhh... aryahhh sudah tidakkhhhh kuathhhh arghhhhh... cepathhh tanthhhh arghhhhh....” ucapku
Goyangan kami semakin beradu dalam frekuensi yang sama, membuat tante semakin menggila. Semakin cepat dan semakin kuat cengkraman vaginanya membuat aku kelojotan sendiri. Dan...
“Aryahhh tante keluar lagi kontol kamuhhh enaaaaaaaaaaaakkkkkhhhh....” teriaknya
“Aku juga tantehhhh.....” teriakku
Crooot crooot crooot crooot crooot crooot crooot crooot crooot
Tubuhku melemas, tubuh tante ambruk. Dengan tenaganya dibukanya borgol ditanganku. Tante kemudian memelukku dan aku hanya meletakan tanganku diatas punggungnya. Terlihat jelas tante sangat puas hari ini. Aku sebenarnya sedikit marah kepada diriku, tapi sudahlah semua telah terjadi dan wanita ini memang membutuhkannya sedangkan aku sedikit menikmatinya.
Matahari telah terusir oleh sang bintang, terang telah meredup digantikan oleh gelap. Tubuh wanita setengah baya ini rebah tak berdaya di atas tubuhku. Lama sekali tubuh wanita ini berada diatas tubuhku, aku kemudian menyampingkan tubuh tante wardani kesamping dan duduk ditepian ranjang, kuambil dunhill mild-ku dan kusulut. Baru sebentar aku menyesali kejadian yang baru saja terjadi tiba-tiba saja Tante wardani bangkit dan duduk disampingku, kemudian di turunkannya kepalanya ke arah dedek arya.
“arhh tantehh sudahhhh...” ucapku sambil mencoba mengangkat kepalanya. Bibirnya sudah mengulum batang kemaluanku, dan kucoba lebih keras lagi tapi tante masih mengulumnya. Dikulumnya dan dibersihkannya dedek arya dari sisa-sisa cairan kenikmatan kami berdua yang telah bercampur. Setelah semua itu usai aku kembali mengenakan celanaku dan tante masih tetap telanjang di hadapanku. Aku kemudian mengambil pakaiannya dan memakaikannya kembali.
“Arya harap ini tidak terjadi lagi tante, karena saya telah berjanji pada pak koco” ucapku sedikit menyesali perkosaan tadi
“Maafkan tante, karena selama ini tante tidak pernah mengalami puncak dengan mereka berdua, bahkan beberapa wanita simpanan mereka yang mereka bawa kemari untuk pesta seks juga mengatakan hal sama kepada tante” ucap tante.
“Sudahlah tante, tapi tolong tante tidak menceritakannya kepada pak koco” ucapku lirih kemudian bangkit dan berdiri diikuti oleh tante wardani. Kami kemudian berjalan kebawah dengan tante menggandeng tanganku. Aku pun tetap kaku pada tanganku agar tidak menggenggamnya.
“Jika kamu bertemu kembali dengan suamiku, aku memohon kepadamu agar tidak menceritakan semua perlakuan mereka, aku takut menyakiti hatinya” ucapnya sembari duduk diruang tamu dan aku duduk didepannya
“Berarti Aku harus bercerita kepada pak koco mengenai pemerkosaan ini?” ucapku santai sambil memakai sepatuku
“Ya, tidak juga ar...”
“Ar, apakah kamu bisa mencari anakku juga?” ucap tante tiba-tiba
“Belum tahu tante, apakah tante tahu keberadaanya dimana?” tanyaku
“Tidak aku tidak tahu, setahuku dia berada di luar kota, hanya itu yang aku tahu dari nico” ucapnya
“Jika dia ditangan om nico mungkin saja...” ucapku terpotong
“Tidak, nico sudah berjanji kepadaku...”
“Tapi aku juga tidak tahu jika suatu hal terjadi padanya, terakhir ketika dia menghubungiku, dia hanya berkata padaku kalau nico tidak berani menyentuhnya dan dia ku suruh untuk menjauhiku agar dia tidak tahu tentang keseharianku” ucapnya
“Kelihatanya dia anak akan menjadi anak yang baik tante”
“Jika nanti ada informasi aku akan langsung menuju ke kota tempat dia tinggal tante” ucapku dengan senyuman dan asap dunhill yang keluar dari mulutku.
“Apakah dia sebelumnya tidak pernah tahu mengenai tante yang selalu dipermainkan oleh mereka?” ucapku
“Tidak pernah, tidak pernah jika menyaksikannya secara langsung karena selama dia tinggal bersamaku, aku hanya mau melakukannya diluar rumah, di hotel atau dimanapun asal jauh dari putriku, jadi dia tidak pernah mengetahuinya, hanya saja ketika aku meminta nico untuk melepaskannya dia sudah aku beritahu sedikit mengenai semua yang terjadi, mungkin dia shock tapi dia bisa menerimanya, hingga saat ini yang membuatku tegar dan bertahan adalah dia putriku satu-satunya” jelas tante wardani
“Baik tante, aku juga akan mencari tentang anak tante” ucapku kepada tante
“Tante, jika suatu saat nanti tante mempunyai informasi, tolong kabari aku tan” ucapku sembari berdiri dan melangkah keluar diikuti oleh tante
“Aku tidak tahu apa yang mereka lakukan, tapi dari beberapa pembicaraan mereka, mereka melakukannya tidak hanya berdua, ada beberapa orang dari pemerintahan di daerah ini juga terlibat, mereka semua mengeruk keuntungan dari berbagai pihak swasta yang bonafit, sehingga sulit bagi pihak kepolisian dan intelejen untuk menangkap mereka karena sangat kuatnya koloni mereka yang terdiri dari para pejabat” jelas tante wardani
“Hmmm... mungkin aku harus menyelidikinya dulu tante, terima kasih tante, taksinya sudah datang” ucapku sembari memberi kecupan pada keningnya. Sebelum berpisah, Tante kemudian memberikan nomor teleponnya dan aku menyimpannya.
“Oia tante, Siapa nama anak tante?” tanyaku
“Warda, warda sukoco awalnya tapi kemudian diganti oleh nico menjadi warda nicolaswati” ucap tante. Nama yang sangat asing ditelingaku, masa bodohlah aku tidak akan memaksakan diriku untuk mencari anaknya itu, terlalu sulit bagiku.
“Oke tante, aku pasti bisa menyatukan kembali tante dengan keluarga tante” ucapku sembari menutupkan jaket ke seluruh kepalaku. Aku kemudian berlari sembari menutupi wajahku dengan jaket, dan masuk kedalam taksi yang berada di seberang jalan. Tampak tante wardani kemudian menutup kembali pintu gerbang tampak jalan sangat sepi dari penghuni jalan yang biasanya melintasi jalan ini. Pak sopir kemudian mengendarai taksi ini menuju warung wongso.
“Mas, mas harus hati-hati lagi, tadi setelah mas masuk, mobil BMW itu masuk kedalam rumah itu lagi, mas tadi ketahuan tidak?” ucap pak sopir
“Tidak pak, aman saya sembunyi” ucapku
“Pokoknya harus hati-hati mas” ucap pak sopir
Sambil menikmati perjalananku, aku memasang kembali baterai sematponku. Kupasang dan kunyalakan nampak sms dari tante ima masuk. Kubuka sms itu dan kubalas.
“Ternyata tante salah mengira jika pakdhemu akan memilih tante”
“Tante, biarkan mereka hidup bahagia keinginan tante telah terwujud
“Bisakah...”
“Tidak tante, aku hanya ingin mereka bahagia itu saja tante, maaf tante”
“Hiks memang mungkin hidupku harus seperti ini, salam buat pakdhemu”
“Tante, cinta memang harus memiliki tapi jika salah satunya telah memilih jalan lain dan jalan lain itu juga memberikan cinta, carilah cinta yang lainnya lagi tante”
“Ah... kamu itu Ar, mungkin memang harus begini keadaanya bersama dengan bajingan itu”
“Tenang saja tante, suatu saat Arya akan merubah keadaan buruk ini”
“semoga saja... berhati-hatilah, jika ada waktu main kerumah tante”
“Mungkin ya mungkin tidak tante”
“Ya sudah, terima kasih Arya, kamu telah menyadarkan tante bahwa cinta tidak seharusnya memaksa”
“sama-sama tante’ dan klek tuuuuuut... tante menutup teleponya
Perjalanan ini membuatku sangat mengantuk dan lelah apalagi baru saja aku berada dalam adegan horor dan mencekam. Untung saja aku bisa lolos jika bukan karena permainan tante wardani tadi mungkin aku sekarang sudah berlari sebagai seorang pembubuh.
“Arya...”
“Arya Mahesa Wicaksono...” ucap pak sopir membuat aku tertegun dan terkejut. Bagaimana mungkin dia bisa tahu nama lengkapku apakah budhe yang memberitahuku ketika dia memintanya untuk menjemputku di rumah kakek? Aku kemudian mendekatkan kepalaku di samping pak sopir.
“Bagaiman bapak tahu tentang nama lengkapku?” ucapku
“Karena bapak selalu mengawasimu dari kejauhan” ucap pak sopir
“Siapa bapak sebernarnya? Apa bapak suruhan mereka berdua?” ucapku
“NAJIS! TIDAK AKAN AKU MENJADI SURUHAN BAJINGAN-BAJINGAN ITU” teriak pak sopir membuatku sangat kaget
“Den, Aden Arya... Bapak adalah suruhan Pak Wicak dan Ibu Mahesawati untuk selalu mengawasimu” ucap pak sopir membuat aku kaget dan sangat terkejut, aku langsung memosisikan tanganku keleher pak sopir itu
“Berhenti! Bapak jangan bohong, kakek dan nenek sudah meninggal, mana mungkin mereka menyuruh bapak, harta saja mereka sudah tidak punya” ucapku sedikit membentaknya
“Sudah lepaskan dulu bapak akan menjelaskan kepada den arya” ucap pak sopir. Aku lepaskan cekikan di lehernya, bapak itu kemudian menyulut rokok sampoerna dari sakunya.
“Nama Bapak adalah Wanadi, Bapak adalah Sopir dari Pak Wicak dan Ibu Mahesa dikala mereka jaya. Anak-anak bapak disekolahkannya oleh mereka hingga S2, hingga anak bapak mempunyai perusahaan taksi ini. Dulu ketika kamu lahir kakek dan nenekmu sangat khawatir akan keselamatanmu dan mereka menyuruh bapak untu mengawasimu sejak kamu lahir sampai sekarang. Waktu ada Ibu-Ibu menelepon ke admin perusahaan untuk menjemput aden, anak bapak yang merupakan pemilik perusahaan taksi ini mendengarnya dan langsung mengabari bapak untuk menjemput aden dan wajar jika bapak tahu nama aden, bahkan sebelum aden bisa menyebut nama aden sendiri bapak sudah tahu”
“Aden, jangan kaget, setelah anak-anak bapak disekolahkan oleh kakek dan nenekmu, bapak berjanji kepada mereka untuk selalu mengabdi pada mereka, bahkan bapak tidak mau dibayar oleh mereka. Hingga mereka jatuh tersungkur dibawah pun anak-anak bapak juga sering mengirim uang dan makanan kepada kakek dan nenekmu. Sekalipun mereka miskin dengan rumah gubuknya, mereka tetap TUAN BESAR bapak. Dan kebahagiaan bapak adalah aden telah menemui mereka, dan itu adalah yang mereka inginkan den, bertemu dengan aden dan menghembuskan nafas terakhirnya dipelukan aden” jelas pak sopir, aku kemudian merebahkan tubuhku di kursi mobil ini kemudian menyulut sebatang dunhill
“Aden... aden harus hati-hati, jika nanti terjadi sesuatu pada aden, bapak akan sangat malu kepada Pak Wicak dan Ibu Mahesawati” ucapnya kembali, yang kemudian menjalankan mobil itu
“Pak terima kasih, dan maafkan jika arya terlalu kasar tadi, karena jika teringat kakek dan nenek, Arya sangat terbakar emosinya” ucapku
“Semua orang yang dulu menjadi abdi dalem kakek dan nenek aden yang di kota ini, juga sangat emosi terhadap anaknya, dan mereka selalu mendoakan kejatuhan mereka berdua” ucap pak Wan (Wanadi)
“Semua orang ?” ucapku
“Ya, banyak dari mereka ada di daerah ini, salah satunya karena jasa besar kakek dan nenek aden mereka disini untuk selalu mengawasi aden, jika si bajingan itu berani melukai aden, akan ada perang dunia, bapak jamin itu semua” ucap pak Wan
“Katakan pada mereka, jangan pak... biarkan aku yang membuat dia menyesali perbuatannya selama ini” ucapku, terlihat senyum pak wan dari kaca tengah mobil. Mobil melaju semakin melambat menandakan tujuanku sudah semakin dekat. Taksipun berhenti, ketika aku mau membuka pintu tiba-tiba pak wan keluar dengan cepat dan membukakan pintu untukku. Aku yang terkejut dengan perlakuan pak wan kemudian keluar.
“Bapak tidak perlu seperti itu pak, saya juga tidak membayar bapak untuk melakukan hal itu” ucapku
“Den...” ucap bapak sambil menunjuk didadanya
“Banyak hutang bapak kepada kakek aden yang belum bapak lunasi atau bahkan tidak bisa sama sekali bapak lunasi, jadi jika aden butuh bapak tinggal menelepon bapak, bapak akan datang dan siap mengantar aden kemanapun” ucap pak wan, aku kemudian memeluk pak wan. Ketika aku mau membayar untuk taksi.
“Uang aden itu tidak laku untuk membayar taksi ini, mending buat makan diwarung teman aden itu” ucap pak wan, kemudian kami berpisah dan aku melangkah menuju warung wongso yang sudah duduk didepan warung, aku kemudian duduk disampingnya
“Sudah tahu siapa pak wan, Cat?” ucap wongso (Cat tembok adalah panggilan akrab arya karena kulitnya yang putih)
“Eh... kamu sudah tahu?” ucapku dan dia hanya mengangguk
“Kenapa kamu tidak memberitahuku?” ucapku
“Karena dia yang meminta agar dia yang mengatakannya sendiri aden arya yang guanteng ha ha ha ha” ucap wongso yang kemudian dia sambung dengan cerita awal dimana ia pertama kali mengetahui pak wan. Pak wan hampir dibunuhnya karena mencari informasi mengenai diriku tapi ketika pak wan menjelaskan akhirnya wongso bisa mempercayainya.
“Kamu ndak nglanjutin kuliah kamu Wong?” ucapku
“Tidaklah cuti satu tahun dulu, kan kamu tahu Warung semakin rame dan bapak sedang banyak kerjaan bangun gedung walau jadi tukangnya he he he dan adikku juga sedang membutuhkan biaya banyak untuk kuliahnya jadi aku lebih baik mengalah” ucapku
“Kenapa kamu tidak...” ucapku terpotong
“Bilang ke kamu gitu? Terlalu banyak yang sudah kamu berikan kepadaku Ar dan jangan sekali-kali kamu memaksaku atau aku akan lempar kamu ke tengah jalan ha ha ha” ucapnya sambil tertawa, aku benar-benar terdiam melihat tingkahnya tak bisa aku berkata-kata. Hingga suasana hening menemani kami dengan deru tembakan knalpot dan sorak-sorai mesin mobil saling menendang.
“Ar...” ucap wongso
“Hmmm....” jawabku
“Terima kasih...” ucapnya
“buat apa?” ucapku
“karena kamu telah menyelamatkan nyawa Ibuku waktu itu dan membiayai aku masuk kuliah, jika saja kamu tidak ada waktu itu, mungkin aku sudah tidak pernah melihat Ibuku lagi” ucapnya dan langsung kupukul punggungnya dengan tamparan tangan, kulihat matanya kembali menggenang
“sudah lama aku ingin mengatakan ini, kamu bukan saudara kandungku dan bukan anak dari Ibu ataupun Bapakku, tapi malah kamu yang berlari melewati kobaran api yang membakar rumah kami bukan aku yang anak kandungnya hiks... ahhhhh” ucapnya yang tersengal dan kemudian menghela nafas panjang
“aku benar-benar malu ar, apalagi selama ini kamu yang meminta kakekmu (kakek dari Ibunya) untuk membantu pembangunan rumah kami yang terbakar dan juga membiayai kulaihku diawal masuk” ucapnya dengan sedikit tersengal
“Kalau kamu bukan saudaraku terus kamu siapaku?” ucapku sambil tersenyum dan dia memandangku dengan tatapan berairnya itu
“Kamu itu bisa saja Ar, dasar CAT TEMBOK PUTIH ha ha ha ha” ucapnya sambil memelukku dan membawaku masuk kedalam warung
“Lho nak arya, masuk nak anggap saja warungnya sendiri”
“Wongso, Arya dibuatkan minuman dulu to ya” ucap Ibunya Wongso
“Lho lho lho katanya anggap warung sendiri ya aku buat sendiri to ya, masa dibuatkan kalau gitu aku tak pulang saja” ucapku yang ditimpali pukulan dikepalaku oleh wongso
Kemudian suasana kembali ramai walau banyak pelanggan disana, merekapun ikut tertawa melihat kami. Melihat kami yang berebut membuat minuman berebut memngambil makanan. Kadang pukulan serok masakpun mendarat di kepala kami berdua. Membuat pengunjung lain tampak tertawa melihat acara komedi dadakan ini. hingga kami makanpun selalu saja ada perkelahian antara kami. Waktu menjelang malam 21:00, akhirnya aku memutuskan untuk pulang dan diantar oleh wongso sampai aku menunggangi REVIA sambil mengirim sms ke Ibu kalau aku akan pulang.
“Kamu hati-hati, jika kamu butuh pasukan kita sahabat-sahabatmu saudara-saudaramu akan mengawalmu, kami siap untuk melawa orang yang berada di dalam BMW itu” ucapnya membuat aku terkejut
“Sudah tenang saja, aku sudah tahu banyak dari pak Wan, kamu pokoknya kalau bergerak jangan sendiri, Oke cat tembok putih ha ha ha” lanjutnya yang aku balas dengan senyuman dan acungan jempol. Kemudian wongso mengatakan kepadaku bahwa akan ada kumpul-kumpul dua bulan mendatang. Aku kemudian menyanggupinya jika tidak ada halangan.
Memang gila hidup ini, hingga kebusukan Ayahku sendiri saja banyak yang tahu, banyak yang mengetahuinya. Mungkin memang aku tidak boleh bergerak sendirian atau aku akan kewalahan. Lamunanku terus bergerak seiring motor yang membawaku menuju rumahku. Hingga motor berada di depan pintu gerbang rumah, pintu gerbang itu terbuka dengan sendirinya. Keluarlah seorang wanita cantik dengan pakaian pas dan cocok dengan usianya. baju warna hitam dengan lengan hingga pada sikunya, belahan dada yang tidak begitu turun menutupi tubuhnya menciut pada bagian pinggangnya dan menutupi sebagian pahanya. Celana hitam bukan jeans menutupi kakinya yang jenjang itu. Wanita itu kemudian keluar dan menutup pintu gerbang rumah dan berjalan ke arahku langsung membonceng di belakangku. Aku hanya bisa melongo melihat itu semua karena begitu cantiknya.
“Ayo, jalan....” ucap Ibu
0 komentar: