WILD LOVE????​ #22

Pagi menjelang, aku kembali pada rutinitasku tanpa Ayah dan Ibuku. Mandi, membuat mie instant dan kemudian bermalas-malasan. Menonton televisi dan yah hanya berlagak seperti seorang raja dirumah sendiri. Tapi raja yang selalu menyiapkan keperluannya sendiri. Setiap asap yang keluar selalu berbarengan dengan berjuta pertanyaan.

Apa yang harus aku lakukan sekarang?

Kemana aku harus pergi?

Berbagai petunjuk sudah aku dapatkan tapi tetap saja aku tidak bisa beraksi. Haruskan aku bertanya pada blue seperti dalam serial anak blue’s clues? Ataukah aku harus menunggu lampu kelelawar menyala dilangit malam seperti manusia kelelawar? Atau haruskah aku menunggu teriakan minta tolong dan kemudian berayun dengan jaring laba-labaku? Argh, posisiku saat ini sangat membingungkan sekali tak ada yang bisa aku lakukan sekarang.

Aduh buyung mengapa lupa padaku, selama engkau dirantau kutunggu-tunggu dirimu. Ringtone HP. Ibu.

“Halo bu”

“sayang maaf ya, kelihatannya ibu tidak bisa pulang dalam beberapa hari ini”
“kenapa bu?”

“Kakek dan nenek main kerumah tante ratna, nginep disini, kan kasihan tante ratna kalau mengurus keperluan kakek nenek sendirian, tidak apa-apa ya sayang?”

“iya bu, ndak papa, tapi bu...”

“iya...”

“Ibu sudah dapat kabar dari Dia, dimana atau sedang apa gitu bu?” (Dia disini adalah mahesa wicaksono)

“oia, setelah kamu telepon, ibu coba hubungi Dia, dari suaranya kelihatannya dia sedang dalam kegelisahan”

“maksud ibu”

“Sewaktu ibu telepon, suaranya seperti orang ketakutan, ibu tanya ke dia kapan pulang, tapi dia malah menjawab kalau tidak akan pulang dalam beberapa hari ini. Ibu juga sudah tawarkan mengenai liburan bersama keluarga besar kakek tapi dianya nolak. Bagus kan?”

“Okay bu, bisa arya jadikan informasi tambahan, ibu disana baik-baik ya”

“iya sayang, kamu juga harus hati-hati, ibu ndak mau ada apa-apa sama kamu, okay?”

“Okay mom”

“lebih hati-hati lagi dan jangan sampai ketahuan, ibu sebenarnya marah sama kamu nak, coba kalau kamu ketembak atau ketangkap bagaimana? Untung ada dian”

“iya bu iya... arya akan hati-hati lagi”

“ibu kok jadi kangen dian ya sayang?”

“ah ibu, sudah dong”

“iya... iya sudah, jangan lupa maem dan jangan sering begadang”

“oke bu” tuuuut

Dian lagi, dian lagi... apa ndak ada yang lain? Adakan cewek selain dian yang bisa ibu kangenin? Cewek lain? Emang siapa? Aku sendiri saja bingung. Ya memang cuma dia yang selama ini ibu kenal dekat ya walaupun jarang sekali bertemu. Sedang apa ya dia? Hei! Kenapa malah mikirin dia? Bodoh ah!

Selama 4 hari setelah tahun baru, kegiatanku benar-benar seperti pengacara rumahan. Bisa dibilang aku adalah pengangguran banyak acara, tapi Cuma dirumah saja. Ketika aku menghubungi koplak pun mereka sedang asyik dengan pacar mereka sendiri, ada yang berlibur ke puncak dan ngecamp disana. Ada yang ngajak pacaya indehoi di daerah wisata, dan masih banyak lagi. Aku? Pemelihara jomblo tapi selalu mndapat servis ha ha ha servis? Sudah ndak ada sekarang, terakhir mbakku tapi dia sekarang juga lagi sama pacarnya. Sama siapa coba?

Dihari keempat setelah aku bertemu dengan mbak erlina, aku menaiki si montok REVIA. Susah juga nyalanya, mau bagaimana lagi? 4 hari tanpa berpergian dan hanya bertapa digarasi. Mesin tidak pernah aku panaskan, sekali di nyalakan langsung mati mesinnya. Maklumlah mesin tua, keluaran di tahun milenium tapi belum injeksi. Selang beberapa menit setelah berjuang sekuat tenaga, akhirnya bisa juga nyala si REVIA montok ini. Lama aku panaskan mesin motor REVIA hingga sebatang dunhill habis menjadi asap dan tertinggal filternya. Setelah aku yakin panas dalam mesin sudah merambat keseluruh tubuh REVIA, aku menaikinya dan greeeeeeeeng.

Diatas dua roda yang berputar kini aku mencoba mencari suasana baru dalam kehidupanku. Menyetrika aspal jalanan didaerahku dengan kedua roda yang sudah lumayan halus ini. Kecepatan REVIA sama dengan kecepatan kursi terbalik dengan angka nol dibelakangnya. Kulihat kanan kiriku disetiap langkah revia mengantarkan aku. Beberapa orang sedang bercengkrama satu sama lain dipinggir jalan, saling melempar senyum kepada orang-orang yang mereka kenal. Adapula yang sedang menawar harga buah yang didagangkan dipinggir jalan. Berbagai ragam asal mereka tak menyurutkan mereka untuk saling bertegur sapa. Aku tahu mereka bukan dari daerahku, dan aku tahu bahasa ibu mereka tidak sama dengan bahasa didaerahku. Dari bentuk wajah, warna kulit , bahasa bahkan keyakinan mereka semuanya berbeda tapi mereka tetap satu. Tak kulihat pertengkaran ketika mereka sedang saling menawar harga. Tak kulihat bentak-bentakan ketika mereka sedang berbicara satu sama lain. Itulah negaraku, negara dimana selalu menghormati perbedaan, BHINEKA TUNGGAL IKA, walau beda kita tetap satu!

Kuputari semua jalan-jalan yang pernah aku telusuri, terkadang aku teringat akan masa-masa indah bersama wanita itu. Tapi segera aku lupakan tentangnya daripada aku memendam kemudian aku ungkapkan tapi kenyataanya dia tidak mau. Mau ditaruh dimana mukaku? Bokong? Tiba-tiba didepanku terlihat seorang kakek sedang memboncengkan kayu-kayu bakar yang diikat di belakang kursi kecil sepeda kerbaunya (istilah sepedha onthel didaerah ini). kakek itu kehilangan keseimbangan sehingga kayu-kayu itu jatuh dan berserakan. Segera aku hentikan laju motorku dan ku berlari membantu kakek itu untuk menata kembali kayu-kayunya. Sejenak kulihat mata kakek itu menyipit dan tersenyum kepadaku, dia kemudian duduk dipinggir jalan sambil mengibaskan topi yang dikenakannya. Aku kemudian duduk disampingnya.

“terima kasih ya nak” ucap kakek tersebut

“iya kek sama-sama, kakek merokok?” ucapku sambil menawarkan dunhill yang tinggal beberapa batang

“ha ha kalau rokok kaya gitu, 1 menit habis nak, kakek biasanya rokoknya ini” ucap kakek tersebur menunjukan rokok tingwe (linting dewe alias racikan sendiri) yang kemudian menyulutnya satu batang

“wah kalau saya gih mboten kulino kalihan rokok niku mbah (ya tidak terbiasa dengan rokok itu kek)” ucapku sambil menyulut dunhill mild

“ha ha ha ha... sedang jalan-jalan nak?” ucap kakek tersebut

“iya kek, nyari angin” ucapku

“angin kok dicari, memang dirumah ndak ada angin nak?” ucap kakek tersebut

“ya ada kek, maksudnya ya pengen jalan-jalan saja cari suasana baru” ucapku

“Nak, kakek tidak tahu siapa kamu, tapi kakek tahu kamu orang baik. Ada sebuah beban yang sangat berat dipundakmu maka selesaikanlah dan... sudah hampir siang hari kakek mau pergi dulu sudah ditunggu istri kakek untuk memasak” ucap kakek itu 

“dan apa kek?” ucapku melihat kakek itu berdiri dan menaiki sepedanya, aku pun ikut berdiri dan berada dibelakang kakek itu

“wajar jika manusia pernah berbuat kesalahan, seperti halnya kakek juga pernah berbuat kesalahan, tapi apa salahnya keluar dan memperbaikinya. Selalu ada kesempatan bagi setiap manusia untuk meperbaikinya, dan satu hal lagi nak... kalau menolong orang jangan pilih-pilih” ucap kakek itu kemudian menjauh dari pandanganku sedangkan aku masih tertegun dengan ucapan kakek

“KAKEEEEEEEEK TERIMA KASIH” teriakku yang baru tersadar setelah kakek itu mengayuh sepeda kerbaunya menjauh dan hanya lambaian tangan kirinya yang menjawabnya

Apakah benar jika aku meperbaikinya dia akan mau menerimaku? Ah terlalu naif jika aku berpikiran seperti itu, dan terlalu bodoh bagiku jika aku harus kembali kepadanya. Aku sudah terlalu sering menyakitinya. Kakeeeeek kakek, baru saja ketemu sudah bisa baca situasiku. Apa jangan-jangan dia dukun? Ha ha ha ha... kulanjutkan perjalananku hingga tak sadar REVIA berbelok ke arah kampus tercintaku ini, tampak sepi dan lenggang. Hanya ada beberapa motor yang terparkir di tempat parkir.

Aku kemudian berjalan menyusuri tempatku menuntut ilmu, hingga akhnya aku sampai di depan kanto tata usaha fakultas. kulihat papan pengumuman disana, kubaca satu persatu informasi mengenai lomba, bea siswa dan beberapa informasi mengenai perkuliahan. Ketika aku menggeser kakiku untuk membaca pengumuman yang berada di pojok papan informasi.

Sreeeek... kakiku mengenai sesuatu di lantai

“eh... kunci siapa ini?” bathinku dan kuambil sebuah kunci

Kuamati kunci tersebut dan kulihat merek sebuah produsen sebuah kendaraan bermotor. Jika dilihat dari bentuknya ini bukan sebuah kunci motor, aku masukan dalam saku jaketku. Kulangkahkan kakiku menuju setiap gedung di fakultasku ini. melihat kesekeliling kampus yang tak bernyawa ini, sepi dan sepi hanya suara beberapa orang pegawai dan karyawan di fakultas ini yang terdengar samar. Lelah rasanya kaki ini berjalan, kusulut dunhill agar dia menemaniku kembali ke REVIA. Ketika aku berada disamping gedung Tata usaha, kudengar sebuah percakapan dan aku berhenti disamping gedung tata usaha.

“yuk, makan bareng” ucap seorang lelaki

“iya bentar... duluan saja, nanti aku susul” jawab seorang wanita

“oke, aku tunggu di warung depan tempat parkir ya” ucap seorang lelaki lain

“cepetan lho jangan lama-lama” ucap seorang wanita dengan suara yang lain menambahi agar wanita yang diajaknya segera menyusul

“iya... iya bentar...” ucap wanita yang diajak

Kudengar suara langkah wanita yang mondar-mandir didepan gedung Tata Usaha tapi aku tetap berada ditempatkuk berdiri. Hingga suara derap langkahnya menghilang, aku kemudian melangkah keluar dari samping gedung tata usaha menuju ke depan gedung. Tak kulihat lagi wanita yang suaranya baru aku dengar. Kulanjutkan langkahku menuju ke arah tempat parkir fakultas melewati depan gedung tata usaha. Kulihat seorang wanita sedang sibuk mencari sesuatu, tampak sekali dia sedang kebingungan. Kadang dia sedikit berjongkok dan melihat ke bawah mobil dengan harapan menemukan benda yang dia cari. Kudekati perlahan wanita tersebut tanpa menimbulkan suara.

“Sedang mencari ini bu?” ucapku pelan mengagetkan wanita tersebut, dia kemudian berdiri dan berbalik menghadap ke arahku

“Arya... eh mas...” ucap bu dian sedikit terkejut dengan kehadiranku

“iya mas, sedang nyari kunci kok bisa di mas?” ucapnya wajahnya kemballi datar setelahnya

“aku tadi menemukannya di depan papan informasi TU kok bu” ucapku 

“terima kasih” balasnya datar

“Sama-sama, saya undur diri dulu bu” jawabku sembari melangkah meninggalkannya

“kok berangkat ke kampus?” tanyanya menghentikan langkahku

“Jalan-jalan bosan dirumah bu, anak-anak juga sedang piknik sendiri-sendiri” balasku

“Oh...” ucapnya yang sedikit tersenyum kepadaku

Entah mengapa kaki ini serasa berat meninggalkan wanita ini.

“Sudah ditunggu lho bu, kasihan cowoknya nunggu ibu di warung” ucapku dengan jempol tanganku menunjukan arah dimana dia sedang ditunggu. Sekejap aku baru tersadar akan nada suaraku yang, gimana ya....

“eh.. iya...” ucapnya sambil mengulurkan tangan kepadaku, aku malah kebingungan sendiri kenapa harus berjabat tangan?

“eh... iya bu” ucapku bergerak maju sembari mengulurkan tanganku meraih tangannya

“terima kasih sudah menemukan kunci mobilku” ucapnya sambil sedikit meremas tanganku lembut

“sama-sama bu” balasku

“aku pergi dulu mas” ucapnya, aku hanya menggguk dan..

Tiba-tiba tangaku ditariknya, kepalanya menunduk. Ditempelkannya punggung tanganku di pipinya.

Deg... deg... deg... deg deg deg deg deg deg deg deg deg deg deg deg deg deg deg

Jantungku serasa mau keluar dari dada ini, dan berlari mencari air minum. Berlari mencari tempat teduh dengan semilir angin yang sepoi-sepoi agar bisa mengeringkan keringat yang keluar. Tanganku... tanganku... di tempelkan di pipinya... di pipi... arghh.... tanganku kaku, tak bisa aku gerakan ketika punggung tanganku menempel di pipinya... setelah terlepas dari pipinya pun tanganku masih kaku... kenapa ada apa ini? aku sedang di daerah tropis tapi kenapa tanganku membeku?

“aku maem dulu ya mas, mas hati-hati pulangnya” ucap bu dian

“i... i... ya...” ucapku sambil memandangnya berjalan pergi meninggalkanku, tubuhnya tak memperlihatkan sedikitpun keseksian namun caranya berjalan membuatku gila!

Aku masih memandangnya dengan tanganku tetap pada posisi kaku terangkat, seperti posisiku sewaktu arghh!

“oia mas, dia hanya teman...” ucapnya berbalik sebentar kemudian meninggalkan aku menjauh-menjauh tapi kenapa semakin dia jauh aku merasa semakin dekat? Aku hanya mengangguk walaupun dia tidak melihat anggukanku. Tapi terkadang dia menoleh ke arah samping mencoba melihatku yang berada di belakangnya walau tidak membalikan tubuhnya.

Akhirnya dia menghilang melewati tempat parkir dimana REVIA berada. Setelah hilangnya wanita itu, aku tersadar atas kebingunganku. Ada apa ini? aku bingung benar-benar bingung... dalam kebingungan aku berjalan menuju ke tempat parkir. Segera aku nyalakan REVIA dan keluar dari tempat parkir, kulihat seorang wanita sedang duduk bersama dua orang lelaki dan satu orang perempuan. dia menoleh ke arahku ketika aku keluar dan hendak menyebrang jalan. Tak ada senyum tapi tatapn mata itu menuju kearahku. Aku beranikan diriku tersenyum kepadanya namun tak ada balasan hingga akhirnya aku meninggalkannya.

Waktu menjelang malam dan aku masih sendiri di rumah ini. Ibu tidak pulang, sedangkan Ayahku tak tahu dimana. Dalam renungan keheningan diiringi waktu yang merambat menuju tengah malam, pikiranku kosong. Seakan semuanya menjadi buntu, wanita itu kadang hadir kadang hilang, kadang membawaku terbang kadang membawaku terjatuh. Kenapa selalu wanita itu yang hadir dalam setiap situasi burukku? Lamunanku membawaku kedalam dunia lelapku, namun tiba-tiba...

Can you take me higher?... (Creed). Ringtone HP. Mbak Ara

“Halo mbak huaaaammhhhh nyam nyam nyam....”

“Ar, kamu dimana? Aku ingin bertemu”

“Eh... kenapa mbak? Ada apa? Ini sudah terlalu larut untuk ketemuan”

“hiks hiks hiks ar, tolong ayahku....”

“Eh... “ (Aku terkejut ketika mendengar mbak ara tiba-tiba menangis, aku terbangun dan duduk dikasur nyamanku)

“Ar... Ayah Ar hiks hiks hiks”

“sudah mbak tenang dulu, kalau mbak menangis mbak ndak bakalan bisa cerita, jadi tolong mbak tidak menangis dulu”

“he’em hiks slurp....” (Sejenak kami dalam keheningan, kudengar tangisan mbak ara sudah mereda)

“Okay mbak sekarang mbak cerita, pelan dan santai tidak perlu menangis”

“iya.... huffffffftthhhh” (terdengar suara tarikan nafas panjang mbak ara)

“pelan ya mbak...”

“he’em ar.... hufthh.... begini ar, aku minta tolong selamatkan ayahku dia tadi hiks hiks hiks” (aduuuh nangis lagi)
“Kalau mbak terus nangis, dan mbak ndak cerita secara pelan-pelan, aku tidak mau tolong” 

“iya, maaf jangan marah ar, aku kan cewek kalau dalam suasna seperti ini kan juga bingung”

“iya cerita sekarang...”

“begini ar, tadi ayah dapat telepon dari ayahmu, katanya akan ada pertemuan besok lusa malam”
“Lho kan hanya pertemuan mbak?”

“iya tapi kan bisa saja ayahku di habisi disana”
“Hm... “ (aku benar-benar bingung dengan situasi ini, jika harus menubruk mereka bersamaan)

“apakah mbak tahu dimana pertemuannya?”

“di bukit orang utan, Ayahku bercerita kalau dia akan di jemput oleh body guard ayahmu” (tidak, tidak mungkin pertemuannya diajukan jika dilihat lagi dari percakapan sewaktu di danau. Eh... tapi kenapa harus body guardnya yang menjemput? )
“Mbak, adakah informasi lain dari ayah mbak?”

“Ada, Ayahku pernah bercerita mengenai pertemuan besar dengan beberapa orang tetapi ayahku bilang kalau pertemuan itu tidak di bukit orang utan”
“Sebentar mbak berarti...”

“iya ar, kemungkinan ayahku akan disingkirkan di bukit itu hiks”
“kenapa Ayah mbak tidak menolak?”

“tidak bisa ar, terlalu membahayakan keluarga besar jika menolak, karena akan terlalu memperlihatkan kalau ayah mengkhianati mereka ditambah lagi salah satu dari mereka sudah mati”
“Okay mbak, jika besok lusa malam, masih ada waktu yang penting terus update informasi ke aku mbak, agar aku bisa menyusun rencana”

“iya ar, terima kasih, apapun maumu aku akan penuhi asalkan selamatkan ayahku ar”
“sudah mbak sudah... mbak istirahat dulu saja ya”

“he’em terima kasih ar” tuuuuuuuuuut...
Mereka sudah mulai gegabah dengan keadaan sekarang, apalagi setelah acara pengintaianku diketahui oleh mereka walaupun mereka tidak tahu tentang siapa aku pada saat itu. Analisaku mengenai Ayah mbak ara atau si buku adalah dia akan dihabisi karena mungkin komplotan ayah curiga dengannya. Tidak mungkin pertemuan dengan penjahat-penjahat besar bisa dimaju mundurkan dengan seenaknya, tapi bisa juga kalau dimajukan karena mungkin kejadian malam tahun baru itu. Tapi hei! Bukit orang utan... bukit dimana jalanan mendaki tak ada tempat untuk bisa berkumpul ataupun bertemu disanam. Bukit orang utan hanya sebuah bukit dengan hutan liarnya dan pemukiman warga yang sangat jarang, tidak mungkin mereka berada disana. Atau adakah tempat yang cocok untuk pertemuan besar? Besok pagi aku harus kesana, setelahnya mungkin aku butuh bantuan koplak, masa bodoh mereka masih piknik atau tidak. Setelah pemikiran panjang mengantarkan aku ke dalam alam bawah sadarku dan kini aku benar-benar tidak sadarkan diriku dan terlelap dalam senandung malam.

Pagi menjelang, aku segera bersiap-siap untuk melihat medan yang akan digunakan oleh komplotan ayah. Seingatku tak ada yang istimewa di bukit orang utan hanya pemandangan indah saja, pas untuk selpi dan berfoto-foto saja. Segera aku panaskan REVIA sambil menyulut sebatang dunhill di tangan kiriku, sedangkan tangan kananku membuka update status BBM.

Status Bu Dian
“Kemarin bedakku luntur gara-gara tangan”

Bedak? Luntur? Apakah karena tanganku menempel di pipinya? Entah rasa penasaran yang besar membuat aku memberanikan diriku meneleponnya dengan posisi nangkring di atas REVIA yang menyala. Ku cari kontak bu dian, dengan jempol sudah siap menyentuh gagang telepon berwarna hijau, sentuh tidak sentuh tidak sentuh tidak sentuh tidak sentuh!

Tuuuut tuuuut tuuuut... klek....

“Halo Ar” (Ar, tumben dia panggil aku ar biasanya mas)
“Pagi bu dian...”

“Pagi, tumben telepon ada apa? Bimbingan?” (judes amat sih ni cewek!)
“Eh ndak bu cuma anu...”

“anu kenapa? anumu ndak diservis? Terus mau cari tempat servisan yang lain lagi buat anumu biar kemana-mana bisa servis terus iya?” (Ini kenapa sih cewek! Telepon baik-baik malah nyolot! Oke aku tahu, aku memang kotor tapi ndak usah judes kenapa)
“Ndak bu, Cuma mau minta maaf saja, kalau kemarin tanganku buat bedak bu dian luntur”

“Terus?!” (jawabnya dengan nada sedikit keras, membuat aku semakin ndak betah telepon namun aku mencoba untuk tetap tenang)
“saya minta maaf untuk kejadian kemarin bu, mohon maaf, tolong dimaafkan” (dasar akunya saja yang mungkin ke ge-eran masalah bedaknya, mungkin saja dia mengusap pakai tangannya sendiri, bodoh kamu ar!)

“Ya, dimaafin, aku juga bingung kenapa juga kemarin bisa kaya gitu, bikin bedak luntur saja” (tenang ar, tenaaaang!)
“iya bu iya, maaf ya bu, dan mohon maaf menyita waktu ibu, saya undur diri dulu bu” 

“mau mundur? Habis itu maju lagi gitu? Lagi diservis ya anu-nya!” (suaranya sedikit keras)
“terima kasih bu... mohon maaf mengganggu saya undur diri dulu” tuuuuuut

Tanpa menunggu peresetujuan darinya aku langsung menutup telepon. Hufth... kamu itu kenapa to ya ya? Kemarin saja manjanya minta ampun, kalau memang ndak mau salim ya sudah kenapa salim? 
Kalau tahu bedak kamu luntur ya ndak usah salim kan bisa... hufth... mungkin dia lagi “M” jadinya judesnya setengah mati.

Tanpa undangan ka buatku kecewa (tenda biru). Ringtone HP. Bu Dian. aku terkejut dia menelepon balik.

“halo bu”

“kok ditutup?”
“saya kan sudah ijin tadi bu”

“sudah tergesa-gesa mau servis anumu ya?” (suaranya tampak judes sekali, argh!)
“.....” (aku hanya diam)

“kenapa kok diam? Sudah ndak betah?”
“,,,,,” (aku terdiam)

“lagi servis ya?”
“bu....”

“apa”
“Bu dian kenapa? kok kelihatanya sedang tidak senang?”

“Memang, terus kenapa? kamu juga sudah tahu pagi-pagi waktunya berangkat kerja kenapa kamu malah telepon? Itu namanya mengganggu!”

“Iya bu saya salah, maka dari itu saya tadi menutup teleponnya takut mengganggu ibu”

“terus kalau kamu menutup telepon, semua urusan sudah selesai begitu? Kamu tahu tidak kalau gara-gara kamu telepon saya jadi terlambat?”
“iya bu maaf...”

“memang maaf menyelesaikan masalah?”
“tidak bu...”

“Kenapa? kok ngomongnya cuma sekecap-sekecap saja? Lagi diservis ya? Enak ya diservis sambil ganggu orang yang lagi mau kerja”
“Eh...” (Aku terdiam, emosiku memuncak)

“Dasar bocah!” (Sudah cukup!)
“Iya bu saya memang bocah, saya hanya bermaksud meminta maaf karena kejadian kemarin, itu juga ibu yang menempelkan tangan ibu sehingga bedak bu dian luntur, saya disini menelepon ibu hanya untuk meminta maaf saja bu, dan mengkonfirmasi apakah benar karena kejadian kemarin jujur saja saya tidak bermaksud mengganggu bu dian”

“jadi kamu menyalahkan saya begitu? Dasar bocah...”
“...” (aku terdiam tak tahu apa yang akan aku katakan)

“kenapa diam lagi diservis ya?” 
“bu, jika saya mengganggu ibu, kan ibu tidak perlu menelepon saya”

“Kamu itu sudah ganggu, terus aku harus menyalahkan siapa?”
“bu, sebenarnya salah saya apa bu? Kenapa ibu tiba-tiba marah kepada saya”

“banyak, kamu kesalahan kamu itu banyak sekali! Dan aku paling tidak suka dengan orang yang berbuat kesalahan terlalu banyak!”
“...” (aku tidak habis pikir wanita yang malam itu menyelamatkan nyawaku sekarang malah memarahiku habis-habisan)

“kenapa diam?! Sudah skripsi tidak selesai-selesai! Mengganggu orang dipagi hari! Suka servis disembarang tempat lagi!”
“terima kasih bu...” tuuuuut...

Ku diamkan telepon pintarku, kumasukan dalam saku celana. Hanya tak ingin tahu kalau ada telepon masuk. Servis disembarang tempat? Yang terpenting servisku bukan di bengkel abal-abal, semuanya sudah tersertifikasi ISO, masa bodoh sama kamu yan, mau ngomong apa terserah! Segera aku mengeluarkan motorku dan menutup pintu garasi. Kembali pada fokus masalah yang ada sekarang, ayah mbak ara atau mungkin lebi h dikenal sebagai si buku. Ku arahkan motorku menuju bukit orang utan untuk melakukan cek daerah, agar semua bisa dikondisikan pada saat ayah mbak ara di bawa. Kususuri setiap jalanan bukit orang utan bahkan setiap pemukiman aku masuki hanya untuk melakukan cek keadaan. Jalan bukit orang utan di awali dengan jalan bertebing dengan jalanan yang tepat dipinggirnya adalah jurang, setelah 15 – 20 km dari jalan masuk bukit baru ditemui pemukiman warga. Tak ada tanah lapang dan juga tempat pertemuan strategis didaerah ini. setiap kali aku masuk ke dalam pemukiman warga banyak mata yang memandangku dengan penuh senyuman dan anggukan, seakan mereka tak peduli kalau aku adalah orang asing disini. Akupun membalas setiap senyuman yang mereka lemparkan kepadaku. Hingga akhirnya aku berhenti di sebuah warung pinggiran yang menjual lotek (buah-buahan + sambal kacang) dan juga pecel serta ada beberapa minuman yang dikenal sebagai es cao (es campur).

“Jalan-jalan gih mas?” ucap nenek penjual

“inggih nek, jalan-jalan lihat-lihat pemandangan” ucapku

Kami kemudian terlinat pembicaraan panjang lebar mengenai daerah ini

“Kalau didaerah sini ya kalau malam mengerikan mas, tidak ada tempat buat kumpul-kumpul. Sekalipun ada ya dekat-dekat perumahan warga, kalau diluar itu tidak ada semuanya hanya hutan saja mas” ucap nenek

“Apa tidak ada tempat buat kumpul yang gimana ya nek, enak lah” tanyaku

“Ndak ada mas, kalau mas mau buat acara disini, bilang saja sama warga nanti akan dibukakan lahan” ucap nenek

“maksud nenek?” tanyaku

“ya lahan disekitar pemukiman warga yang ditumbuhi pohon-pohonan di bersihkan tapi tidak menebang pohon, jadi mas bisa kumpul-kumpul di bawah poho” ucap nenek tersebut

“berarti memang nihil jika ada pertemuan disini, yang ada hanya akhir dari si buku” bathinku

“ya sudah nek terima kasih, berapa saya habisnya?” ucapku

“3500 nak” jawab nenek tersebut

“ini, terima kasih ya nek saya pulang dulu” ucapku

“iya, hati-hati nak” ucap nenek tersebut

Akhirnya aku pulang dengan keyakinan bahwa waktu pertemuan mereka tidak akan dimajukan. Dalam perjalanan pulang aku berhent, mengirimkan sms ke grup BBM, grup koplak. Sebenarnya ada pesan BBM masuk dan beberapa panggilan tak terjawab tapi aku acuhkan.

segera setelah pesan itu masuk, layar LCD-ku bergerak dengan cepat

Selang satu menit aku melihat layar LCD sematponku

Ku arahkan motorku dengan sangat cepat melintasi jalanan di perbukitan. Sedikit rasa kesal yang aku lampiaskan pada gas motorku, kesal karena niat baikku untuk meminta maaf malah mendapat kemarahan darinya. Dengan menekuk-nekuk motorku, akhirnya aku sampai di warung wongso. Sambil berjalan ke rumah wongso yang berada dibelakang warungnya aku membuka kembali sematponku, ada beberapa panggilan tak terjawab yang masuk. Tapi masa bodohlah, ayah mbak ara lebih penting sekalipun dulu dia pernah akan memperkosa ibuku. walaupun seperti itu, mbak ara sudah bercerita banyak kepadaku mengenai ayahnya, yups sebuah kesalahan yan gbisa diperbaiki. Aku kemudian duduk di teras rumah wongso, selang beberapa saat wongso membawakan minuman dingin yang disebut dengan es teh, sebanyak jumlah koplak. Tak perlu aku ceritakan satu persatu bagaimana koplak datang. Yang jelas mereka datang dengan wajah yang sangat serius, senyum kebengisan yang aku lihat dari wajah mereka. setelah semuanya berkumpul dan duduk bersama, kami... ingat tanpa dira yang masih entah dimana.

“Ayo ngomong!” ucap karyo

“oke... begini...” ucapku dengan pandangan menyebar keseluruh manusia yang berada disekitarku saat ini. setelah aku selesai bercerita sepertiga luas alas kali tinggi sama dengan volume, tanpa menceritakan kejadian di cermin darat rembulan.

“nton...” ucap dewo

“okay, brother...”

“ar, jujur saja informasi yang kamu dapat lebih cepat dariku bahkan lebih komplit. Sekarang begini, jika dari cerita kamu memang benar tidak ada kemungkinan mereka akan melakukan pertemuan besar yang ada hanya mencoba menyingkirkan ayah mbak ara. Dan, apakah kamu ada informasi yang lain ar? Mungkin mengenai gelagat ayahmu atau bagaimana?” tanya anton dan aku hanya menggelengkan kepala karena memang aku belum ingin menceritakan kejadian di danau

“bagaimana rencanamu nton?” ucap tugiyo

“kita belum bisa memastikan rencananya seperti apa, kita saja belum tahu berapa orang yang akan membawa sibuku atau ayah mbak ara” ucap anton

“buat kemungkinan saja, kalau rencana dadakan ndak bagus tuh” ucap wongso

“okay sebentar, rokok su...” ucap anton

Kami semua memandang anton dengan serius, dia memikirkan semua penjelasanku...

“Bajingan! Kalau lihat aku jangan kaya gitu su! Emange aku penjahat!” ucap anton tiba-tiba

“memang, penjahat kelamin” ucap hermawan

“Ya, betul” ucap udin

“owalah diiiiin din, disekolahkan tinggi-tinggi Cuma bisa bilang ya betul ya betul terus dari kemarin” ucapku

“mikir utang paling” ucap aris menimpali

“ya betul” ucap udin

Ciiiiiiiiiit.... klek... semua pandangan mengarah pada mobil yang baru saja datang. Pintu depan terbuka dan keluarlah makhluk luar angkasa

“ASUUUUUUU!” teriak kami bersama-sama

Ya dira keluar dengan menggunakan kemben ketat memperlihatkan buah dada sintetisnya dan juga celana legging yang sangat ketat. Dan yang membuat kami terperangah adalah bagian selangkangannya sudah rata tak ada tonjolan seperti empunya kami.

“halo ganteeeeeeeng muach.... mau dira servis? Satu-satu ya? Tenang saja dira kuat kok kalau Cuma koplak hhi hi hi” ucap dira sambil berjalan layaknya berada di atas catwalk

“TIDAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAK!” ucap kamu bersama-sama membuat kamu terjatuh dari duduk kami

“iiih... sebel deh” ucap dira sambil melengos layaknya seorang wanita

“paling yang doyan kamu yang ndak kenal sama kamu dir” ucap joko

“aku mending sama pacarku, satu ronde tak apalah daripada sama kamu” ucap parjo

“bodo amat weeeeekkkk....”

“bu... minum hangat, dan sehat” ucap dira ke ibu wongso

“owalah leeeee le(naaaak nak), dulu kamu itu lele sekarang kok malah jadi kolam lele” ucap ibu wongso sambil geleng-geleng diikuti gelak tawa kami

“Dira, ya ampuuuuun” ucap asmi yang keluar dari pintu warung belakang tepat dibelakang ibunya wongso

“eh asmi, halo cantik” ucap dira mendekat ke asmi

“iiih... punya kamu kok segitu terus, mau kaya aku ndak as” ucap dira sambil meraba payudara asmi dan membusungkan dadanya

“apaan sih kamu!” ucap asmi

Tiba-tiba...

“Bro... aku ada rencana!” ucap anton keras membuyarkan semua canda kami

“ini hanya rencana awal, jika ada informasi tambahan kita bisa memperbaikinya. He he he... beruntung kita punya dira” ucap anton, kamipun tersenyum melihatnya

“begini...” ucap anton kemudian menceritakan rencananya

“MANTAB!” teriak kami bersama

“iiih pasti deh akyu...” ucap dira yang masih bersama asmi

“cantik mau dong ya? nanti ndak cantik lagi lho kalau ndak mau?” ucap dewo

“iiih sebel deh, giliran rencana kaya gini dirayu, kalau pas ndak ada rencana di cuekin iiih sebel sebel sebel” ucap dira sambil bersedekap dan membelakangi kami

“jangan gitu dong dira cantik, ini kan demi kebaikan bersama ya ya ya” ucap wongso yang merangkul dira dan mentowel pipinya

“iiih sebel deh...” ucap dira yang ngambek

“mas wongso! Apaan sih! Ibuuuuuuuuuuuuuuuu mas wongso godain dira!” teriak asmi yang tiba-tiba keluar dari warung

“Lempar pakai panci saja As!” balas ibu wongso

“jangan-jangan...” ucap wongso sambil meminta ampun ke asmi

“HA HA HA HA” teriak kami bersama begitu pula dira, yah kami tahu dira hanya pura-pura saja tidak mau

Lama tak jumpa membuat kami rindu untuk bercengkrama kembali. Kami berkumpul beberapa piring dan gelas sudah berserakan di dekat kami. walaupun begitu kami tidak meninggalkan tanggung jawab kami untuk mencuci dan kadang kala membantu warung ketika pengunjung tambah ramai. Kebersamaan kami membuat kami lupa akan waktu, waktu mulali merangkak menuju malam hari. Waktu pula yang memisahkan kami semua, hingga akhirnya kami satu per satu pamit ke ibunya wongso.

“Pokoknya hati-hati, ndak usah ngebut!” ucap ibunya wongso

“Iya ibuuuuu...” teriak kami

Kami pulang hingga sampai pada tempat dimana kami biasa untuk tidur dan bercengkrama bersama keluarga. Dan aku? Masih sepi karena aku tahu ayah tak akan pulang, mungkin dia sedang menyusun rencana. Kini aku berada didalam kamarku, didalam kar penuh dengan memori kenangan bersama ibu tapi sekarang ibu sedang berada jauh disana. Aku berganti pakaian dan kemudian merebahkan tubuhku, tangan kiriku memegan guling dan tangan kananku memegang sematpon. Kubuka pesan BBM yang masuk dari dia, dian. tak kubalas dan hanya aku baca. Tiba-tiba...

(tak kubalas, hanya aku baca)

Cublak cublak suweng... ringtone HP. Bu Dian. mau tidak mau aku angkat

“Bu maaf, saya tidak tahu alasan bu dian kenapa marah-marah ke saya” 

“terima kasih sudah mengatakan sebenarnya bu, anggap bocah itu...”

“lupa akan janji-janjinya, anggap bocah itu sudah mati dan bu dan tidak perlu lagi bertemu dengan bocah itu. Akan aku usahakan bocah ini akan sesegera mungkin menjauhi bu dian, agar bu dian tidak merasa kesal dan terganggu lagi. Mohon maaf atas kesalahan sejak pertama kali bertemu bu dian dan hingga hari ini. terima kasih banyak”

Segera aku buka aplikasi BBM, ada panggilan masuk dan langsung aku tolak. Ku cari nama Bu Dian dan.. Delete Bu Dian? Cancel.... Delete? Delete... dan tentunya juga dengan nomor kontak personnya juga. Aku sudah muak denganmu yan benar-benar muak! Aku letakan sematponku dan ku buat dalam mode diam, kuletakan di meja komputerku dan kusambungkan dengan charger. Aku berjalan menuju arah saklar lampu dan kumatikan. Tampak sekali LCD dari sematponku berkedip-kedip pertanda ada panggilan masuk. Tak kuhiraukan. Segera aku langkahkan kakiku dan kurebahkan tubuhku dalam tidurku. Itukah yang dia mau? Itukah yang dia inginkan? Mungkin memang dalam hidupku hanya butuh satu masalah saja, tidak lebih dan tidak kurang dan itu adalah Ayahku, Dian? mungkin harus segera diselesaikan!

Pagi menjelang kudapati beberapa panggilan di sematponku. Hanya ku lihat dan kuabaikan, segera ku mandi dan kupersiapkan diriku untuk nanti malam. Setelah semuanya siap dan sudah sarapan mie instan pagi ini, aku persiapkan barang yang perlu aku bawa. Tapi sebelumnya biasa megang sematpon dan juga teh tarik di depan TV. kubrowsing sebuah website ternama 46.166.167.16 dan kulihat foto-foto di forum IGO yang buat refreshing mata karena beberapa hari ini tidak dapat jatah. 

Do mikado eska eskado eskado bea beo. Ringtone hp. Mbak ara.

“Halo mbak”

“ar, ayahku sudah memastikan kalau ayah akan dijemput oleh empat orang dalam satu mobil. Dan sebenarnya itu adalah permintaan ayah”
“Hm... mbak, apakah mbak menceritakan aku kepada ayah mbak?”

“eh... maaf ar, iya karena aku benar-benar butuh pertolonganmu”
“ndak papa kok mbak santai saja, okay kalau begitu pastikan ayah mbak hanya satu mobil tidak lebih” (aku tersenyum manis, karena ini sesuai dengan rencana)

“tapi kalau seandainya yang datang lebih dari satu mobil ar, bagaimana?”
“tenang... mbak, everything will be fine”

“eh... terima kasih ar”
“oia, apa alasan ayah mbak meminta satu mobil”

“ayahku mengatakan kalau itu hanya untuk keamanan saja agar tidak dicurigai, ayahku juga mengatakan kepada mereka kalau dirinya sedang dimata-matai, ayahku mengatakan itu agar mereka percaya dan mau”
“bagus, good reason, mbak tenang saja okay”

“iya ar, terima kasih”
“sama-sama, dah dulu ya mbak, aku mau berangkat”

“he’em” tuuuut
Segera setelah telepon dari mbak ara aku langsung menuju ke garasi dan kukeluarkan REVIA. Pelan tapi pasti akhirnya aku sampai di tempat wongso, sudah ada beberapa sahabatku yang berada disana. Sambil menunggu waktu malam tiba, satu persatu dari koplak akhirnya berkumpul. Setelah semua berkumpul aku kemudian menceritakan mengenai telepon dari mbak ara, yups senyum indah melekat di bibir kami. tepat pukul 17:00, mbak ara memberi kabar mengenai waktu ketika ayahnya akan dijemput. Dan setelah kabar dari mbak ara, kami langsung beranjak dari tempat kami dan mulai bersiap-siap.

“pokoknya hati-hati” begitu ucapan ibunya wongso yang kami balas dengan anggukan

18:30Kami semua berangkat ke pos masing-masing. Kami terbagi dalam dua kelompok, satu kelompok menggunakan sepeda motor bebek hitam, pinjaman dari anton yaitu aku, wongso, dewo dan anton. Aku sebagai rider dan wongso memboncengku, di motor satunya lagi dewo rider dan anton yang membonceng. Sedangkan sisanya berada di mobil pick up hitam. Menyamar? Pastilah!

19:00
Kami berangkat menuju lokasi yang akan menjadi tempat perkara. Mbak ara kemudian mengirimkan sms yang memberitahukan kepada kami ciri-ciri mobil dan plat nomor yang menjemput ayahnya. Sebuah mobi sedan berwarna merah dengan plat nomor YES 1234 OH.

20:00
Kami sudah dipos masing-masing, aku bersama ketiga rekanku berada di semak-semak jalan masuk bukit orang utan.

20:30
Sebuah mobil dengan ciri-ciri yang sama melintas didepan kami.

“roger danuarta, mobil sudah lewat” ucap anton dalam mikropon yang ditujukan kepada mobil pickup

“diterima!” balas karyo

Setelah sedan itu melaju dan jarak terlihat jauh, kami kemudian keluar dari persembunyian kami dan mengikuti dari jarak kejauhan agar tidak dicurigai. Setelah beberapa saat, dari jauh mata memandang mobil yang ditunggangi oleh ayah mbak ara berhenti sejenak, karena mobil pick up sudah berada di depan dan berjalan lambat menunggu kedatangan mereka. Dari kejauhan aku melihat dua buah kepala keluar dari pintu depan mobil dan tidak marah. Aku semakin penasaran dengan apa yang terjadi di mobil bak terbuka itu, jujur saja tidak begitu terlihat jelas tapi yang jelas masih masuk dalam rencana. Perlahan tapi pasti aku kemudian mendekat ke arah mobil sedan tersebut, kini aku berada sedikit lebih dekat dengan mobil sedan yang menjadi target kami. Dan yang jelas rencana tetaplah rencana karena kelakuan koplak yang berada di atas mobil pick up benar-benar diluar ekspektasi kami berempat. 

Posisi sekarang, pick-up, mobil sedan dengan jarak kurang lebih 1-2 meter dan dibelakang mobil sedan ada 2 motor bebek dengan jarak kurang lebih 3 meter dari mobil sedan. Aku, wongso, anton, dewo hanya bisa tepuk jidat didalam hati melihat tingkah laku mereka yang di pick-up. Pantas saja dua orang body guard tidak marah, setelah aku mendekat dan mobil pick-up diterangi oleh lampu jalan.

“Aseeeek goyang yo a... e.... a... e.... a... e.... a... e.... a... e....” teriak parjo sambil mengangkat botol minuman keras, tapi aku tahu dia tidak mabuk

Terlihat dira sedang bergoyang dengan lincah dan bahagia, menari berjoged ditengah-tengah kerumunan koplak yang lain. Laju mobil bak terbuka (pick up) pun bergoyang ke kanan kekiri seakan-akan memperlihatkan pengemudi yang mabuk. Sudira, SUka menjadI waRriA, sedang menari dengan celana hot-pants serta atasan berupa pakaian yang ketat seperti bra spot yang memperlihatkan separo payudara sintetisnya. Kedua orang body guard yang berada di jok depan mobil sedan bukannya marah, tapi mengeluarkan kepala sambil menggoda Sudira.

“Buka dong mbaaaaaaaaaaaaaaak” teriak pengemudi sedan

“yang bawah juga donng, aseeeeeeeeeeeek goyang terus” teriak laki-laki di pintu depan sebelah kiri sedan

“Goyang teruuuuuuuuuuuus!” teriak udin dan hermawan sambil duduk dan menggeleng-gelengkan kepalanya

“edan, kalian” ucap anton di mikropon yang terdenganr samar dan kalah dengan suara dangdut dari tape recorder tua yang memutar lagu

“tenang saja bro... lebih edan lebih koplak brother ha ha ha” balas karyo pengemudi mobil pick up

Kini mobil pick up terus berjalan zig zag, tak ada protes dari mobil sedan dibelakangnya. Mobil pick up yang berjalan zig-zag membuat mobil sedan setidaknya terpengaruh dan ikut membuntuti pergerakan mobil pick-up. Kini mobil sedan tersebut berjalan tepat ditengah jalan dan 2 motor bebek hitam berada tepat dibelakang mobil sedan. Tak diperkirakan, kedua orang yang berada dijok belakang ikut keluar bahkan membuka pintu kaca mobil belakang dan duduk di pintu mobil. Satu tangan dari masing-masing orang yang duduk di jok belakang berada diatap mobil sedan dan satu tangan dari masing-masing mereka menari-nari diatas udara mengikuti goyangan dira. Dari sinar lampu merah pick-up dan juga sinar lampu depan sedan yang terpantul dan menerobos ke dalam sedan dapat terlihat ada satu orang yang berada di jok belakang. 

“Ternyata lebih mudah” ucap anton dari mikrophone

“Yo, nton... kamu kiri apa kanan?” ucap wongso

“kiri saja nton, lebih enak kayaknya” ucap dewo

“kita kanan cat” balas wongso, padahal di kanan kami adalah jurang

“oye...” ucapku

Dengan tarian dari Sudira yang semakin menggila, bahkan kadang menarik-narik BH bagian bawah. Mencoba memperlihatkan payudaraya kepada pengemudi sedan dan temannya. Membuat semua body guar teralihkan fokusnya. Aku bergerak ke kanan, dewo bergerak ke kiri.

“di alonke sithik bro mobilmu (dipelankan sedikit bro mobilmu)” ucap dewo kepada karyo

“diterima” balas karyo

Mobil pick up, kemudian melambat tanpa disadari mobil sedan itupun mengikuti.

“Sekarang!” teriak anton di mikrophone

Dua motor bebek melaju dengan kecepatan penuh.

BUGH... BUGH...

“HEI APA YANG KALIAN... BUGH.... BUGH” teriak pengemudi yang sempat akan menengok kebelakang menyadari apa yang kami lakukan 

Ciiiittttt..... Brak! BRAKKK! Ciiiiiiiiiiiit....

“WASYU! (ANJING!)” teriakku dan wongso bersamaan

Mobil sedan yang dikendarai oleh bodyguard ayahku, dengan keempat orang bodyguard memperlihatkan kepala mereka. motor bebek bergerak dengan cepat kesamping kanan kiri mobil sedan tersebut, anton dan wongso yang sudah mempersiapkan pemukul memukul kepala dua orang yang dibelakang hingga tubuh bagian atas mereka rebah di atap mobil sedan. Dua orang yang didepan menyadari kedua temannya terjatuh, tapi terlambat ketika mereka hendak memasukan kepala mereka sudah terlebih dulu terkena pukulan dari anton dan wongso. Mobil sedan kehilangan kendali dan menabrak motor bebek yang aku kendarai sejurus kemudian mobil pick-up berhenti dan sehingga setelah menabrak motor bebekku, mobil sedan tersebut menabrak pick-up. Aku sempat kehilangan kendali akan motorku dan dengan sigap aku rem tepat didepanku pagar pembatas antara jalan dan jurang.

“hampir saja... hufthhh” ucapku

“duh gusti duh gusti... aku rung metengi asmi, ojo nyemplung sek (ya tuhan ya tuhan, aku belum menghamili asmi jangan jatuh dulu)” ucap wongso yang memelukku denga erta

“HA HA HA HA HA HA” teriak koplak di atas pick-up melihatku dan wongso berpelukan

“Dasar pasangan homo” ucap karyo

“AH MATAMU SU (NJING)” teriakku

“BAJINGAN, KANCANE MEH MATI MALAH DIGUYU! (Temannya mau mati malah ditertawakan)” teriak wongso 

Jalanan tampak sepi, tak ada seorang yang berani malam-malam melewati bukit orang utan. Dengan langkah cepat tanpa menunggu, kami semua kemudian mendekati mobil sedan tersebut. Tampak seseoran keluar dari pintu belakang sedan, sehingga satu orang bodyguard terjatuh ke jalan. Orang setengah baya yang aku selalu ingat akan wajahnya kini berdiri, didepannya tergeletak tubuh body guard yang tidak sadarkan diri.

“terima kasih ar...” ucap lelaki setengah baya tersebut atau lebih dikenal sebagai si buku

Aku hanya tersenyum dan berjalan ke arahnya menepuk bahunya. Aku bersama koplak kemudian memasukan kembali tubuh yang kehilangan kesadaran itu ke dalam sedan. Anton kemudian menyupir sedan tersebut, dan si buku ikut ke rombongan pick-up. Tak ada lagi lagu dangdut yang menyertai perjalanan kami.

“tanyakan sama bapaknya, kemana tujuannya?” ucap anton,

“hutan setelah pemukiman warga” balas karyo

Mobil melaju dengan cepat dan sampailah kami semua ditanah lapang, kecuali dewo yang malah terlihat membalas pesan masuk ke sematponnya sehingga dia terlambat dibelakang. Setelah ditempat itu, kami semua turun begitu pula dengan si buku. Sibuku hanya diam, ketika kami semua berdiri didepan mobil sedan yang masih menyala lampu depannya.

“bagaima dengan mereka, bisa saja kita ketahuan kalau misi mereka gagal” ucap aris

“aku sudah pikirkan itu semua, tenang saja tapi memang ada kemungkinan mereka akan tahu kalau sibuku masih hidup” ucap anton

“Asal identitas kita tidak diketahui oleh mereka itu bagus” ucap wongso

“kita habisi mereka disini saja” ucapku

“tidak terlalu beresiko” ucap udin, dan membuat kami semua melongo

“Tumben bisa ngomong din?” ucap parjo yang menggenggam botol minuman keras

“Ah, MATAMU!” balas udin

“benar kata udin, terlalu beresiko jika kita menghabii mereka disini dan ini akan memperlihatkan bahwa bapaknya memang benar-benar berhubungan dengan pihak lain. Mereka akan berpikir kalau rencana mereka bocor karena bapaknya, itu membahayakan keluarga dari si bapak” ucap anton membuat kami manggut-manggut

Ciiiiiiit.... Dewo datang, langsung berjalan ke arah parjo

“Njaluk wedange, aku ngelak (minta minumnya, aku haus)” ucap dewo yang langsung menyerobot botol tersebut dan berjalan ke arah mobil sedan

“Wo... jangan aduh...” ucap parjo menepuk jidatnya, ketika melihat dewo menenggak sebotol minuman keras. 

Glek glek glek glek glek glek glek glek glek... dewo meminum habis sebotol minuman tersebut dan bersandar disamping pintu depan mobil dengan kaca terbuka tersebut

“Aduh...” hanya itu ucap parjo

“kenapa jo?” ucapku

“itu minuman belum tak ganti isinya, masih cong yang (minuman keras)” ucap parjo

“HAH! WADUH!” teriak kami bersamaan dan menepuk jidat bersama-sama

“hyuk... hyuk... oh bulan... datanglah padaku huoooo... ooooo... “ dewo meracau mabuk

“waduh, ngurusi orang gila ini” ucap karyo

Kriiiiiiiiiing.... kriiiiiiiiing... suara ringtone telepon masuk dari dalam mobil

“Eh... yayang telepon, mana teleponnya” ucap dewo yang sudah mabuk tersebut memasukan setengah badannya ke dalam mobil

“CELENG (BABI HUTAN) dewo ditarik bro” ucap anton

Terlambat... sekalipun kami sudah menarik dewo keluar tapi telepon sudah diangkat oleh dewo. Mau bagaimana lagi, akhirnya aku dan anton mendekatkan kuping ketelepon yang diangkat dewo. Dewo dengan santai membalas setiap pembicaraan dari dalam telepon.

“Haliyoooooo... sayangku....” ucap dewo

“Sayang-sayang gundulmu! Kalian sedang apa! Sudah beres atau belum?” teriak seseorang dari dalam telepon

“beres? Sebentar ya sayang, tak tanyakan duyu.. hyuk... sudah beres belum hei... sudah ya? Oh iya sudah ya? hyuk... beres ketes ketes” ucap dewo yang sempat bertanya kepada kami semua dan kami hanya mengangguk

“Kamu mabuk?” ucap seorang dari dalam telepon

“mabuk hyuk... ndak mabuk Cuma sedikit mimi hyuk... biar enyaaaaaaaaaaaaaaaaaaak... biar ndak stlessssss... hyuk... mimik cucu he he he he” ucap dewo

“Argh! Cepat kembali!” ucap seseorang dari dalam telepon yang sedikit kesal

“kembali kepadamu? Oh cintaku... hyuk cintaku.... hyuk...” ucap dewo yang mulai tak sadarkan diri

“ARGH! Dasar bodoh! Cepat kembali!” teriak seseorang dari dalam telepon

“bodoh? Kamu yang bodoh hyuk... aku mah pintar SMA aku ranking satu hyuk dari belakang bodoh hyuk...” balas dewo

“AKAN AKU HUKUM KALIAN, CEPAT KEMBALI!” teriak seseorang kemudian menutup telepon

Dewo kemudian hampir terjatuh dan aku tangkap tubuhnya. Aku dan anton serta wongso kemudian saling berpandangan. Koplak yang lainpun tahu kalau ada rencana busuku didalamnya. Kami segera angkut dewo dan kami tidurkan di bak terbuka mobil. Anton kemudian memutarkan mobil tersebut dan berjalan ke arah pulang, aku dan wongso serta karyo membuntuti dengan kedua motor bebek. Setelah sudah agak jauh dari tempat kami berkumpul tadi anton, kemudian keluar dengan pintu mobil masih terbuka. Anton tampak masih mengotak-atik sesuatu karena tubuhya sebagian berada didalam mobil. Tiba-tiba mobil berjalan anton langsung menarik tubuhnya dan....

Ngeeeng....

Braaaaaak.....

Nguuuuuuuuuuuung...

Braaaaaak.....

Braaaaaak.....

DHUAAAAAAAAAAAAARRRRRRRRR!

Aku dan tiga orang temanku kemudian berdiri di atas jurang melihat kebawah jurang dimana sebuah mobil terbakar. Pemandangan yang lumayan indah untuk malam yang dingin ini. Aku dan mereka bertiga kembali ketempat kami berkumpul tadi.

“Gimana?” ucap parjo sambil mengipas-ngipas wajah dewo

“Sip!” ucap anton

“untung saja” ucap aris dan tugiyo

“iya, kalau bukan karena dewa mabuk ini mungkin kita bakal buntu” ucap udin

“TUMBEN BISA NGOMONG YANG LAIN!” teriak kami meneriaki udin

“Celeng (babi hutan)” umpat udin

“Terima kasih... terima kasih... hiks hiks hiks...” teriak seseorang yang berlutut di belakangku, kami semua kemudian berbalik dan melihat kearahnya.

Aku hanya mendekatinya dan mengangkat tubuhnya serta menahannya agar tidak kembali berlutut dihadapan kami. Laki-laki ini, laki-laki yang dulu pernah hampir memperkosa ibuku kini sedang menangis dihadapanku. Kupandangi lelaki setengah baya dengan wajah yang masih dihujani air mata ini.

0 komentar: