Lonely Adventure story 2 #14
"Hanya kami minta abang sewaktu-waktu diminta keterangan abang bersedia dipanggil lagi kan?"
"Iya bersedia bang. Pasti."
"Kami dari polsek cibadak berterima kasih bang atas kesigapan abang mencegah kejahatan, dan secara langsung membantu tugas kami. Selanjutnya kami mohon koordinasi dan kerjasama nya ya bang. Kami tau apa yang sanggup abang kerjakan, mungkin kami tidak sanggup kerjakan. Kami hanya ingin back up abang dan melindungi masyarakat sipil lainnya bang."
"Iya bang, saya ikut senang dengan perubahan di polsek ini. Ini baru polisi yang kita sama-sama rindukan"
"Terima kasih bang Anto. Kami mau berubah bang, kami mau jadi lebih baik seterusnya."
"Siap... yang pasti aku butuh peran abang dan anggota dalam beberapa hari ke depan. Pasti Yudha akan cari tahu siapa yang hajar anak buahnya dan teman-temannya kan? Neng pasti di cari sebab dia pasti curiga Neng minta bantuan, ke siapa? Mungkin akan mengarah ke saya. Saya siap di sasar mereka, yang lain yang tidak siap bang."
"Iya saya paham bang... Harri.."
"Siap ndan." jawab Harri yang dari tadi mengikuti pembicaraan kami dengan seksama.
"Beri perlindungan 24 jam di panti selama 7 hari ke depan. Juga awasi gerak gerik semua anggota keluarga Harris Sanjoyo mulai sekarang."
"Siap komandan, laksanakan."
"Kamu boleh pergi, persiapkan semua."
"Siap ndan, mohon izin. Bang Anto, saya izin."
"Iya, bang." jawab ku
Aipda Harri keluar ruangan. Lalu kanit bertanya lagi pada ku
"Bang, aku punya kakak juga jadi agen bang. Dia lulusan Sekolah Sandi Negara di cibinong, dan ditugaskan di banyak tempat. Sebenarnya apa yang abang kerjakan, bukan hal baru buat aku. Hanya informasi yang abang dapat, mungkin kami belum bisa dapat kan, kami paham itu. Aku berkeyakinan, tidak mungkin ada orang P2 bea dan cukai beredar di desa seperti ini jika tidak ada sesuatu. Apa yang mereka sasar disini? Desa terpencil, hidup dari pertanian dan kebun. Tidak ada barang mewah atau produksi yang harus di bea dan di cukai disini, sampai pasukan khusus sergap nya BC ada disini. Kami sedang cari tahu sih bang, aku harap abang bersedia bekerja sama."
"Analisa abang tepat. Tapi maaf, sementara informasi yang ada hanya sebatas itu bang. Nanti kalau memungkinkan, aku siap bantu bang. Jangan khawatir, aku punya tugas mengamankan bang, warga sipil harus di utamakan keselamatanya. Itu sudah tugas ku bang."
"Baik bang, aku permisi ya bang. Abang kalau mau bisa keluar, seperti nya anak panti dan teman-teman abang sudah di lobby bang. Mereka katanya tunggu abang."
"Makasih ya bang. Aku mau pulang aja bang sekarang."
"Iya bang, ayo barengan ke depan."
Aku keluar berdampingan dengan Andrian, menuju lobby. Tampak beberapa wajah yang aku kenal disana. Ridwan, Winda, Neng dan anak panti 9 orang menunggu. Ah, aku bikin repot mereka.
Ridwan dan Winda sedang berbincang dengan Neng. Anak-anak? ah.. mereka sibuk dengan dunia mereka sendiri. Memakai bahasa sunda saling asyik bercengkrama satu sama lainnya. Wajah polos mereka di tambah lagi ketidak berdayaan mereka, sangat rentan untuk dijadikan alat kejahatan. Aku diam dan memperhatikan tidak langsung nimbrung, Andrian pun diam saja, menunggu aku.
ehemm...
"Eh, lo To.." Ridwan bangkit dan berjalan cepat ke arah ku.
Serempak semua berdiri, mengerubungi aku.
"Maaf yah, aku merepotkan kalian. Juga buat adik-adik, jangan takut lagi yah. Ini banyak pak polisi yang jagain."
Aku jongkok di depan anak-anak kecil usia 5 sampai 8 tahunan itu.
"Yang kejadian tadi, adik semua lupain yah, jangan di ingat lagi. Itu udah lewat. Ya adik-adik. Mau kan?"
Andrian ikut berjongkok
"Adik-adik, pak polisi janji akan jagain panti nya adik-adik sampai keadaan baik lagi. Pak polisi akan tinggal dipanti. Boleh kan?"
"Memang pak polisi yatim piatu seperti kami?" tanya seorang gadis kecil sekitar 7 tahunan
"Bukan juga, tapi pak polisi mau adik-adik aman tidak perlu takut lagi. Pokoknya pak polisi jaga in."
"Iya pak polisi. Kami mau pak. Aku juga kalo sudah besar mau jadi kaya pak polisi. Baik dan hebat." jawab seorang anak lelaki yang usia nya paling besar dan seperti nya yang mengatur adik-adik nya.
Yang lain pun ikut nimbrung, saling memberi penjelasan. Aku senyum. Mudah-mudahan masalah ini cepat selesai.
Sepuluh menit kemudian kami sudah meluncur dijalan dengan innova nya Ridwan. Aku duduk di depan di samping Ridwan yang menyetir. Winda, Neng dan 9 orang anak di tengah dan belakang. Winda dan Neng masing memangku satu anak.
"To.. lo udah gimana? kita ntar ke rs check up yah. Biar pasti ada masalah gak sama badan lo tadi."
"Gue gak apa-apa. Udah baikan." kataku walau aku tau aku tadi mengeluarkan energi ku cukup banyak. Aku pun masih sedikit sesak nafas masih pendek. Aku perlu perbaiki alur energi ku, tapi liat nanti saja lah.
"Kayanya gue sembuh kalo makan sop buntut borobudur." aku melirik ke Ridwan.
Ridwan melihat padaku. Mulutnya tersenyum.
"Pada omong apa nih? sop buntut borobudur enak ya a? di jakarta ya a?"
Aku dan Ridwan diam, bingung mau jawab apa...
"a Ridwan.. iiiihhh ditanya diam aja?"
"ooo.. iya enak Win, mantap. Tapi di Jakarta Win."
"Kapan yah Winda bisa rasain dan diajak ke Jakarta?"
"Minggu depan juga bisa Win, aa Ridwan nya tau kok gimana nya." celetuk ku. Ridwan salah tingkah berat.
Dipanggil aa sama Winda, alamat gak tidur nih dia semaleman. Biasanya panggil nama aja, kok sekarang ada embel-embel. Wah.. wah.. wah..
"Bener a? kok kaya orang gelisah, malu-malu gitu? gak mau ajak Winda yah?"
"Mau Win... mau banget..."
"Iya Win, a Ridwan nya pasti mau banget. Ntar malem aja dia pasti gak bisa tidur nih, alamat aku yang jadi hansip lagi."
"Heh, paan sih lo. Masuk pasal pembully an nih."
"Tapi bahagia kan?"
"Kampret.."
"Hush... ngomong yang baik ada anak-anak."
"Iya maaf, kelepasan."
Winda yang menyadari sesuatu tampak tersenyum malu. Dan diam tidak bicara lagi. Hehehe... kaya nya bentar lagi sobat ku udah gak jomblo...
"Mau kemana sekarang nih? langsung balik panti? Makan dulu yuk, aku lapar
nih." ajak ku sekalian nge test Ridwan.
"Ayuk, Winda laper banget. Kaya mau pingsan, denger ajakan semangat lagi."
"Sip... adik-adik mau makan gak? Warung sate, yang di deket pasar. Udah laper belom?"
"Mau a.. asyik makan enak di restoran..." mereka riuh menjawab.
"Neng gimana setuju?" tanya ku pada Neng yang sejak tadi hanya diam saja.
"Terserah aa ajah."
"cuhuii.. ada yang dipanggil aa juga. Aa Anto ganteng, Neng ikut ajah."
Ridwan membalas mem bully ku. Dapet moment juga dia. Neng yang sekarang mukanya merah dan tertunduk. Winda sekilas melihat ke Neng, lalu senyum penuh arti. Hadeehhh... pusing..
Tak lama, mobil berbelok masuk parkiran rumah makan terbesar di daerah ini. Kami semua masuk, pelayan sampai menggabungkan tiga meja agar muat. 13 orang cuii.. setelah memesan menu kami mulai bincang-bincang. Aku duduk disamping Ridwan. Di depan Ridwan Winda, didepanku Neng. Anak-anak duduk saling berhadap-hadapan berjejer panjang.
Tiba-tiba Winda bicara..
"Oh iya, sebelah ini kan rumah nya teh Yeti. Sekalian tanya teteh gimana kabar nya a."
"Masa? oh kebetulan. Teteh nya sakit gak yah, kalau nggak ajak makan aja disini, siapa tau belum makan si teteh." kata Ridwan
"Iya bener, Winda sms aja. Kalo telpon takut lagi tidur, kasihan. Kalo sms kan gak terlalu ganggu." lalu Winda mengirim sms ke Yeti. Tampak sibuk berbalas sepertinya.
"Wan, kejadian gue diangkut polisi persis di depan warung ini. Tuh dibawah pohon."
"ooo.. ini warung ada kenangan juga ama lo yah."
"Iya, gue susah lupa."
"Apalagi waktu itu lagi berdua lagi yah?"
"Iya, tapi yang diangkut gue doang. Yang sama gue, gak lah. Gue gak mau dia di angkut, kan gak salah apa-apa." kata ku, melirik Neng. Neng melihat mataku, ah.. mata kami bertemu. Neng lalu nunduk, malu lagi.
"A.. teh Yeti mau kesini. Dia mau turun." kata Winda menggamit lengan Ridwan.
Tak sampai 5 menit, Yeti turun dan menghampiri kami. Dia cukup terkejut ternyata yang ada cukup banyak.
"Gimana kabar nya teh, sudah baikan?" tanya Winda.
Yeti melihat padaku, aku senyum. Seperti nya ia meminta aku agar diam. Aku tau maksudnya.
"Iiih, si teteh, yang nanya siapa, liat nya ke siapa? yang lain di cuekin nih."
Yeti seketika malu.
"Ah, gak lah Win. Ini teteh sudah baikan. Besok bisa kerja kok. Biasa teteh kaya gejala flu, badan pada pegal semua."
"Masuk angin mereun teh. Udah di kerik belum?"
"Siapa yang kerik in. Teteh mah sorangan di dieu."
"ooo.. kirain teh suami nya datang, jadi.. layanin suami dulu.." Winda nyerocos terus.
"Banyak istirahat ya teh, mudah-mudahan segera pulih semua nya. Kita usaha sama-sama." kata ku
Ridwan, Neng dan Winda melihat ke arah ku.
"Amin.." jawab Yeti
Tiba-tiba hening, tidak ada suara, sepertinya sibuk dengan pikiran sendiri masing-masing.
Pesanan kami datang, lalu di bagi. Ridwan tiba-tiba :
"Maaf semuanya, saya sedang puasa. Silahkan bagian saya buat teh Yeti saja. Sepertinya belum makan, hehehe.."
"Kok puasa a, puasa apa? iiihhh, tadi diajak makan jawab nya iya.."
"Kan solider Win, apalagi Winda laper katanya. Masa mau makan dilarang karena aku puasa, nggak tega atuh."
"Yakin lo man gak makan, nikmat banget nih.."
"Iya Wan, udah makan atuh. Teteh mah bisa makan sendiri. Inikan pesanan kamu, teteh gak ah."
"Sungguhan teh, aku puasa. Kalo gak percaya tanya aja si Anto."
"Iya teh, dia puasa. Salut aku. Mantap. Dia lagi ada yang di niatin teh."
"Eh.. apaan sih lo?"
"Niatin apa a? cerita dong ama Winda."
"Mampus... musti ngomong apa yah? Ha ha ha ha..."
Winda melihat aku, Yeti juga, aku lihat ke Ridwan. Lalu Winda, Yeti dan Neng juga lihat Ridwan...
Tiba-tiba Yeti tersenyum seperti menangkap maksudku.
"Semoga sukses ya Wan.. teteh juga salut. Hihihi... ya udah biar teteh yang makan deh. Ridwan biar di kasih makanan mahal juga gak bakalan mau dia kalo sekarang. Kecuali udah pasti..."
Winda yang menyadari, tiba-tiba terbelalak.
"Bener gitu a? sungguh?"
Ridwan senyum-senyum bangsat nya keluar.
"aaaahhh... aa... so sweeeatt... gak, aa harus makan yah. Winda mau nya aa ikut makan..."
"Tapi Win..."
"aa makan yah..."
"kang pesen 1 porsi komplit lagi.. yang cepet ya kang.." teriak Winda ke pelayan di situ.
"Kamu yakin Winda?" celetuk Yeti
"Insya Allah.." jawab Winda
"Jadi... artinyaaa...???" tanya ku
Aku lihat pada Winda, teh Yeti lihat Winda, Neng lihat Winda, Ridwan juga akhirnya lihat Winda, anak-anak walau belum ngerti juga lihat Winda. Winda memandang kami semua satu demi satu, lalu kepala nya menunduk dalam..
"Iya Winda mau...."
Dheeng...
Aku langsung berdiri.."Berdiri lo cepet.."
Ridwan berdiri... dan kupeluk dia erat sekali..
"Selamat my brother... so long time you know?"
Lalu aku jabat erat tangan nya
"Akhir nya Wan.. pecah juga status lo man... gue seneng banget bro..."
"Makasih bro... lo memang sahabat gue paling baik, paling bisa mendorong gue sampai maksimal. Kalo bukan lo yang dorong gue, gue mungkin belom ngomong ama Winda. Makasih bro... memang harus ke Winda gue bisa ngomong." Ridwan lalu mengusap ke dua tangan ke mukanya sambil bersyukur.
Aku lihat teh Yeti memeluk Winda...
"Winda, teteh udah tau waktu Ridwan deketin kamu, dan teteh seneng. Walau kamu gak omong, teteh tau kalo Winda juga suka ama Ridwan kan?"
Winda mengangguk malu.
"Iya bersedia bang. Pasti."
"Kami dari polsek cibadak berterima kasih bang atas kesigapan abang mencegah kejahatan, dan secara langsung membantu tugas kami. Selanjutnya kami mohon koordinasi dan kerjasama nya ya bang. Kami tau apa yang sanggup abang kerjakan, mungkin kami tidak sanggup kerjakan. Kami hanya ingin back up abang dan melindungi masyarakat sipil lainnya bang."
"Iya bang, saya ikut senang dengan perubahan di polsek ini. Ini baru polisi yang kita sama-sama rindukan"
"Terima kasih bang Anto. Kami mau berubah bang, kami mau jadi lebih baik seterusnya."
"Siap... yang pasti aku butuh peran abang dan anggota dalam beberapa hari ke depan. Pasti Yudha akan cari tahu siapa yang hajar anak buahnya dan teman-temannya kan? Neng pasti di cari sebab dia pasti curiga Neng minta bantuan, ke siapa? Mungkin akan mengarah ke saya. Saya siap di sasar mereka, yang lain yang tidak siap bang."
"Iya saya paham bang... Harri.."
"Siap ndan." jawab Harri yang dari tadi mengikuti pembicaraan kami dengan seksama.
"Beri perlindungan 24 jam di panti selama 7 hari ke depan. Juga awasi gerak gerik semua anggota keluarga Harris Sanjoyo mulai sekarang."
"Siap komandan, laksanakan."
"Kamu boleh pergi, persiapkan semua."
"Siap ndan, mohon izin. Bang Anto, saya izin."
"Iya, bang." jawab ku
Aipda Harri keluar ruangan. Lalu kanit bertanya lagi pada ku
"Bang, aku punya kakak juga jadi agen bang. Dia lulusan Sekolah Sandi Negara di cibinong, dan ditugaskan di banyak tempat. Sebenarnya apa yang abang kerjakan, bukan hal baru buat aku. Hanya informasi yang abang dapat, mungkin kami belum bisa dapat kan, kami paham itu. Aku berkeyakinan, tidak mungkin ada orang P2 bea dan cukai beredar di desa seperti ini jika tidak ada sesuatu. Apa yang mereka sasar disini? Desa terpencil, hidup dari pertanian dan kebun. Tidak ada barang mewah atau produksi yang harus di bea dan di cukai disini, sampai pasukan khusus sergap nya BC ada disini. Kami sedang cari tahu sih bang, aku harap abang bersedia bekerja sama."
"Analisa abang tepat. Tapi maaf, sementara informasi yang ada hanya sebatas itu bang. Nanti kalau memungkinkan, aku siap bantu bang. Jangan khawatir, aku punya tugas mengamankan bang, warga sipil harus di utamakan keselamatanya. Itu sudah tugas ku bang."
"Baik bang, aku permisi ya bang. Abang kalau mau bisa keluar, seperti nya anak panti dan teman-teman abang sudah di lobby bang. Mereka katanya tunggu abang."
"Makasih ya bang. Aku mau pulang aja bang sekarang."
"Iya bang, ayo barengan ke depan."
Aku keluar berdampingan dengan Andrian, menuju lobby. Tampak beberapa wajah yang aku kenal disana. Ridwan, Winda, Neng dan anak panti 9 orang menunggu. Ah, aku bikin repot mereka.
Ridwan dan Winda sedang berbincang dengan Neng. Anak-anak? ah.. mereka sibuk dengan dunia mereka sendiri. Memakai bahasa sunda saling asyik bercengkrama satu sama lainnya. Wajah polos mereka di tambah lagi ketidak berdayaan mereka, sangat rentan untuk dijadikan alat kejahatan. Aku diam dan memperhatikan tidak langsung nimbrung, Andrian pun diam saja, menunggu aku.
ehemm...
"Eh, lo To.." Ridwan bangkit dan berjalan cepat ke arah ku.
Serempak semua berdiri, mengerubungi aku.
"Maaf yah, aku merepotkan kalian. Juga buat adik-adik, jangan takut lagi yah. Ini banyak pak polisi yang jagain."
Aku jongkok di depan anak-anak kecil usia 5 sampai 8 tahunan itu.
"Yang kejadian tadi, adik semua lupain yah, jangan di ingat lagi. Itu udah lewat. Ya adik-adik. Mau kan?"
Andrian ikut berjongkok
"Adik-adik, pak polisi janji akan jagain panti nya adik-adik sampai keadaan baik lagi. Pak polisi akan tinggal dipanti. Boleh kan?"
"Memang pak polisi yatim piatu seperti kami?" tanya seorang gadis kecil sekitar 7 tahunan
"Bukan juga, tapi pak polisi mau adik-adik aman tidak perlu takut lagi. Pokoknya pak polisi jaga in."
"Iya pak polisi. Kami mau pak. Aku juga kalo sudah besar mau jadi kaya pak polisi. Baik dan hebat." jawab seorang anak lelaki yang usia nya paling besar dan seperti nya yang mengatur adik-adik nya.
Yang lain pun ikut nimbrung, saling memberi penjelasan. Aku senyum. Mudah-mudahan masalah ini cepat selesai.
Sepuluh menit kemudian kami sudah meluncur dijalan dengan innova nya Ridwan. Aku duduk di depan di samping Ridwan yang menyetir. Winda, Neng dan 9 orang anak di tengah dan belakang. Winda dan Neng masing memangku satu anak.
"To.. lo udah gimana? kita ntar ke rs check up yah. Biar pasti ada masalah gak sama badan lo tadi."
"Gue gak apa-apa. Udah baikan." kataku walau aku tau aku tadi mengeluarkan energi ku cukup banyak. Aku pun masih sedikit sesak nafas masih pendek. Aku perlu perbaiki alur energi ku, tapi liat nanti saja lah.
"Kayanya gue sembuh kalo makan sop buntut borobudur." aku melirik ke Ridwan.
Ridwan melihat padaku. Mulutnya tersenyum.
"Pada omong apa nih? sop buntut borobudur enak ya a? di jakarta ya a?"
Aku dan Ridwan diam, bingung mau jawab apa...
"a Ridwan.. iiiihhh ditanya diam aja?"
"ooo.. iya enak Win, mantap. Tapi di Jakarta Win."
"Kapan yah Winda bisa rasain dan diajak ke Jakarta?"
"Minggu depan juga bisa Win, aa Ridwan nya tau kok gimana nya." celetuk ku. Ridwan salah tingkah berat.
Dipanggil aa sama Winda, alamat gak tidur nih dia semaleman. Biasanya panggil nama aja, kok sekarang ada embel-embel. Wah.. wah.. wah..
"Bener a? kok kaya orang gelisah, malu-malu gitu? gak mau ajak Winda yah?"
"Mau Win... mau banget..."
"Iya Win, a Ridwan nya pasti mau banget. Ntar malem aja dia pasti gak bisa tidur nih, alamat aku yang jadi hansip lagi."
"Heh, paan sih lo. Masuk pasal pembully an nih."
"Tapi bahagia kan?"
"Kampret.."
"Hush... ngomong yang baik ada anak-anak."
"Iya maaf, kelepasan."
Winda yang menyadari sesuatu tampak tersenyum malu. Dan diam tidak bicara lagi. Hehehe... kaya nya bentar lagi sobat ku udah gak jomblo...
"Mau kemana sekarang nih? langsung balik panti? Makan dulu yuk, aku lapar
nih." ajak ku sekalian nge test Ridwan.
"Ayuk, Winda laper banget. Kaya mau pingsan, denger ajakan semangat lagi."
"Sip... adik-adik mau makan gak? Warung sate, yang di deket pasar. Udah laper belom?"
"Mau a.. asyik makan enak di restoran..." mereka riuh menjawab.
"Neng gimana setuju?" tanya ku pada Neng yang sejak tadi hanya diam saja.
"Terserah aa ajah."
"cuhuii.. ada yang dipanggil aa juga. Aa Anto ganteng, Neng ikut ajah."
Ridwan membalas mem bully ku. Dapet moment juga dia. Neng yang sekarang mukanya merah dan tertunduk. Winda sekilas melihat ke Neng, lalu senyum penuh arti. Hadeehhh... pusing..
Tak lama, mobil berbelok masuk parkiran rumah makan terbesar di daerah ini. Kami semua masuk, pelayan sampai menggabungkan tiga meja agar muat. 13 orang cuii.. setelah memesan menu kami mulai bincang-bincang. Aku duduk disamping Ridwan. Di depan Ridwan Winda, didepanku Neng. Anak-anak duduk saling berhadap-hadapan berjejer panjang.
Tiba-tiba Winda bicara..
"Oh iya, sebelah ini kan rumah nya teh Yeti. Sekalian tanya teteh gimana kabar nya a."
"Masa? oh kebetulan. Teteh nya sakit gak yah, kalau nggak ajak makan aja disini, siapa tau belum makan si teteh." kata Ridwan
"Iya bener, Winda sms aja. Kalo telpon takut lagi tidur, kasihan. Kalo sms kan gak terlalu ganggu." lalu Winda mengirim sms ke Yeti. Tampak sibuk berbalas sepertinya.
"Wan, kejadian gue diangkut polisi persis di depan warung ini. Tuh dibawah pohon."
"ooo.. ini warung ada kenangan juga ama lo yah."
"Iya, gue susah lupa."
"Apalagi waktu itu lagi berdua lagi yah?"
"Iya, tapi yang diangkut gue doang. Yang sama gue, gak lah. Gue gak mau dia di angkut, kan gak salah apa-apa." kata ku, melirik Neng. Neng melihat mataku, ah.. mata kami bertemu. Neng lalu nunduk, malu lagi.
"A.. teh Yeti mau kesini. Dia mau turun." kata Winda menggamit lengan Ridwan.
Tak sampai 5 menit, Yeti turun dan menghampiri kami. Dia cukup terkejut ternyata yang ada cukup banyak.
"Gimana kabar nya teh, sudah baikan?" tanya Winda.
Yeti melihat padaku, aku senyum. Seperti nya ia meminta aku agar diam. Aku tau maksudnya.
"Iiih, si teteh, yang nanya siapa, liat nya ke siapa? yang lain di cuekin nih."
Yeti seketika malu.
"Ah, gak lah Win. Ini teteh sudah baikan. Besok bisa kerja kok. Biasa teteh kaya gejala flu, badan pada pegal semua."
"Masuk angin mereun teh. Udah di kerik belum?"
"Siapa yang kerik in. Teteh mah sorangan di dieu."
"ooo.. kirain teh suami nya datang, jadi.. layanin suami dulu.." Winda nyerocos terus.
"Banyak istirahat ya teh, mudah-mudahan segera pulih semua nya. Kita usaha sama-sama." kata ku
Ridwan, Neng dan Winda melihat ke arah ku.
"Amin.." jawab Yeti
Tiba-tiba hening, tidak ada suara, sepertinya sibuk dengan pikiran sendiri masing-masing.
Pesanan kami datang, lalu di bagi. Ridwan tiba-tiba :
"Maaf semuanya, saya sedang puasa. Silahkan bagian saya buat teh Yeti saja. Sepertinya belum makan, hehehe.."
"Kok puasa a, puasa apa? iiihhh, tadi diajak makan jawab nya iya.."
"Kan solider Win, apalagi Winda laper katanya. Masa mau makan dilarang karena aku puasa, nggak tega atuh."
"Yakin lo man gak makan, nikmat banget nih.."
"Iya Wan, udah makan atuh. Teteh mah bisa makan sendiri. Inikan pesanan kamu, teteh gak ah."
"Sungguhan teh, aku puasa. Kalo gak percaya tanya aja si Anto."
"Iya teh, dia puasa. Salut aku. Mantap. Dia lagi ada yang di niatin teh."
"Eh.. apaan sih lo?"
"Niatin apa a? cerita dong ama Winda."
"Mampus... musti ngomong apa yah? Ha ha ha ha..."
Winda melihat aku, Yeti juga, aku lihat ke Ridwan. Lalu Winda, Yeti dan Neng juga lihat Ridwan...
Tiba-tiba Yeti tersenyum seperti menangkap maksudku.
"Semoga sukses ya Wan.. teteh juga salut. Hihihi... ya udah biar teteh yang makan deh. Ridwan biar di kasih makanan mahal juga gak bakalan mau dia kalo sekarang. Kecuali udah pasti..."
Winda yang menyadari, tiba-tiba terbelalak.
"Bener gitu a? sungguh?"
Ridwan senyum-senyum bangsat nya keluar.
"aaaahhh... aa... so sweeeatt... gak, aa harus makan yah. Winda mau nya aa ikut makan..."
"Tapi Win..."
"aa makan yah..."
"kang pesen 1 porsi komplit lagi.. yang cepet ya kang.." teriak Winda ke pelayan di situ.
"Kamu yakin Winda?" celetuk Yeti
"Insya Allah.." jawab Winda
"Jadi... artinyaaa...???" tanya ku
Aku lihat pada Winda, teh Yeti lihat Winda, Neng lihat Winda, Ridwan juga akhirnya lihat Winda, anak-anak walau belum ngerti juga lihat Winda. Winda memandang kami semua satu demi satu, lalu kepala nya menunduk dalam..
"Iya Winda mau...."
Dheeng...
Aku langsung berdiri.."Berdiri lo cepet.."
Ridwan berdiri... dan kupeluk dia erat sekali..
"Selamat my brother... so long time you know?"
Lalu aku jabat erat tangan nya
"Akhir nya Wan.. pecah juga status lo man... gue seneng banget bro..."
"Makasih bro... lo memang sahabat gue paling baik, paling bisa mendorong gue sampai maksimal. Kalo bukan lo yang dorong gue, gue mungkin belom ngomong ama Winda. Makasih bro... memang harus ke Winda gue bisa ngomong." Ridwan lalu mengusap ke dua tangan ke mukanya sambil bersyukur.
Aku lihat teh Yeti memeluk Winda...
"Winda, teteh udah tau waktu Ridwan deketin kamu, dan teteh seneng. Walau kamu gak omong, teteh tau kalo Winda juga suka ama Ridwan kan?"
Winda mengangguk malu.
0 komentar: