WILD LOVE???? #18
Di tempat dimana aku pertama kali bersama ibu, kemudian wanita yang selama ini aku kagumi dan aku sukai, Dian Rahmawati. Wanit berambut panjang, hidung mancung dan bekulit putih. Wajah yang ayu dan senyum manisnya, membuat semua mahasiswanya jatuh berlutut di hadapannya. Apakah aku juga? Ya, namun setiap kali aku merasa dia akan menjadi milikku, setiap kali itu pulalah aku merasakan racun yang tak bisa ditawar oleh hatiku. Di tempat ini, tempat yang indah bagiku, tempat dimana aku bisa memandang rembulan dari bangku tempat aku duduk sekarang. Dengan sekaleng minuman dan tentunya dunhill mild isi 20 menemaniku. Tak ada yang bisa menemaniku saat ini kecuali dunhill. Suasana begitu hening membuat aku merasa nyaman, namun suasana itu berubah menjadi sesuatu yang tak terduga setelah wanita itu datang.
“AKU MOHON JANGAN PERGI LAGI! AKU MOHON!”
“Aku tidak ingin berpisah denganmu lagi untuk waktu yang lama, sudah cukup bagiku sekali saja berpisah darimu dan melihatmu menghilang dari kaca jendela bis”
“AKU MOHOOOOOOOOOOOOOOON ARYAAAAAAAAAAAAAAAAAA hiks hiks hiks hiks hiks hiks” ucapnya terisak, ucapannya membuatku berhenti melangkah
“jangan pergi lagi hiks hiks hiks jangaaaan hiks hiks hiks aryaaaa hiks hiks hiks” isaknya
“Bis?” bathinku
Aku menoleh ke arah wanita yang terduduk dengan kedua kakinya menekuk kebelakang. Wajahnya tertunduk melihat kelantai jalan ini. Kedua tangannya menutupi wajahnya, dapat kulihat air mata mengalir dari sela-sela jarinya dan menetes kebawah. Ingatanku kembali kemasa itu, masa dimana aku....
“Apa ini?, kenapa ada sesuatu yang ingin kembali masuk ke dalam kepalaku? Ada apa?” bathinku yang tiba-tiba saja sebuah ingatan yang buram yang berasal dari masa lalu ingin masuk ke dalam pikiranku
“Aku mohon jangan pergi lagi, apa kamu tidak merasa lelah membuatku mencarimu? Hiks hiks hiks hiks”
“Aku mohon tinggalah, hiks hiks hiks...”
“Apa kau hiks hiks hiks sudah melupakan aku?hiks hiks hiks” ucap wanita itu, bu dian. Wajahnya berlumurkan air mata yang tertutup dengan kedua tangannya
“A... apa maksud bu dian? Sungguh A... Aku tidak mengerti sama sekali?” ucapku, dengan pandangan kebingungan mencoba mengingat kembali
“APA DARI DIRIKU INI TAK ADA YANG MENGINGATKAN KAMU AR? APA KAMU BENAR-BEAR SUDAH MELUPAKAN AKU? MELUPAKAN YANG PERNAH KAMU KATAKAN KEPADAKU?! Hiks hiks hiks”
“LIHAT AKU AR... LIHAT AKU hiks hiks hiks”
“LIHAT AKU ARYAAAAAAA! Hiks hiks hiks hiks” teriaknya yang masih terduduk dengan kaki bertekuk kebelakang, tangan kananya rebah dan menumpu tubuhnya di depan kedua lututnya sedangkan tangan kirinya diletakannya di dadanya mencoba menunjukan kepadaku agar aku bisa menatapnya dan mengingatnya. Namun aku hanya terdiam mematung dihadapannya dan menatapnya. Tangan kirinya, telapak tangan kirinya mengusap air mata yang menagalir di pipinya. Telapak tangan itu mengusap air mata di pipi kanannya kesamping kanan kemudian air mata di mata kirinya ke samping kirinya. Tiba-tiba yang aku lihat...
“Eh... siapa dia?” bathinku
Tiba-tiba gambaran akan masa lalu muncul dihadapanku. Yang kulihat bukan lagi seorang perempuan dewasa berkulit putih, tapi seorang gadis memakai baju SMA yang hanya menutupi sebagian lengannya dengan posisi yang sama. Bajunya lusuh terkena kotoran dan debu tanah dengan rok abu-abu diatas lutunya. Wajahnya gelap, tak seputih sebelum gambaran ini datang. Rambutnya pendek seperti potongan lelaki, tubuhnya tampak kurus sekali. Kulitnya pun gelap hampir mendekati hitam. Di salah satu kakinya hanya mengenakan kaos kaki putih sedangkan yang satunya lagi masih menggunakan sepatu hitam dengan alas berwarna putih.
“Mbak’e-nya....” suara seorang bocah muncul
Tanpa aku sadari bayang-bayang seorang bocah yang tiba-tiba berlari di sampingku membawa sepatu dan tas cangklong bahu (tas yang dipakai menyilang di bahu, sling bag mungkin istilahnya) berwarna hitam. Dia berlari ke arah gadis SMA tersebut, bocah itu memakai seragam SMP. Tampak seragamnya tampak lusuh, bercak-bercak darah tampak di pakaian seragamnya. Tak bisa aku melihat wajah itu, namun sekarang aku ingat.
“Aku... itu aku....” bathinku, dan bayang-bayang itu kemudian hilang dan berganti dengan perempuan dewasa, bu dian.
“hiks hiks hiks hiks hiks hiks....” tangisnya
Kini tatapanku menjadi tatapan orang yang sangat terkejut. Jantungkku berdetak sangat kencang, bibirku sedikit terbuka teringat akan masa lalu itu. Masa dimana aku, aku arya mahesa wicaksono, bertemu dengan seorang gadis SMA dengan senyum manisnya. ingatanku kembali ke masa dimana aku melihat senyum itu, senyum yang telah lama tidak aku lihat dan aku bisa melihatnya kembali ketika pertama kali aku kuliah di semester 5. Ketika kuliah dengan dosen bernama Dian Rahmawati. Gadis itu, adalah Dian Rahmawati. Dosenku adalah gadis dengan senyuman indah yang dulu aku pernah memujinya. Gadis itu sekarang ada di hadapanku.
Gadis yang memiliki senyuman indah...
Gadis yang aku kagumi...
Gadis dengan wajah kalemnya...
Gadis dengan tatapan menentramkan...
Gadis yang pernah tertunduk malu dihadapanku...
Gadis itu, Dosenku...
Gadis itu, Dian Rahmawati....
“Mbak’e-nya....” ucapku pelan
“Mbak’e-nya...” ucapku mengulangi dengan nada datar, yang kemudian dia sedikit tersenyum kearahku sambil mengusap air matanya
Teringat akan semua kesalahan yang pernah aku buat. Teringat akan kegilaan yang pernah aku buat, bersama ibu dan yang lainnya. Wanita ini mengingatkan aku akan semua kesalahanku. Wanita ini membuat aku merasa malu. Wanita ini membuat aku merasa bersalah. Wanita ini membuat aku merasa menyesal karena telah melakukan kesalahan-kesalahan yang seharusnya tidak aku perbuat. Wanita yang selalu aku idamkan, wanita yang bersih. Merasa aku tidak pantas untuknya. Lutuku lemah untuk menopang tubuhku, aku terjatuh dengan posisi lutut terlebih dahulu. Aku sangat-sangat menyesal, kenapa aku harus mengotori diriku? Kenapa aku harus bertemu dengannya dengan keadaan seperti sekarang ini? tubuhku ambruk ke depan dengan kedua tanganku menopang tubuhku. Tangan kananku memukul-mukul tanah.
“Arghhh.......” teriakku, yang kemudian bangkit dan duduk berlutut di hadapannya, menatapnya kembali
“Maafkan aku...” hanya itu yang mampu terucap, malu, membuatku tak sanggup untuk memandangnya. Kualihkan pandanganku ke arah rembulan, saksi bisu pertemuan yang tak terduga ini
“hiks hiks hiks hiks... kamu ingat aku sekarang Ar?” ucapnya dengan isak tangis
“Ya, aku ingat kamu, perempuan yang tak pernah aku tahu namanya...” ucapku dengan wajah menengadah ke langit atas
“hiks hiks hiks... Aku yang salah Ar, maafkan aku... aku dipaksa oleh felix, dia yang mendorongku...” ucapnya pelan
Ucapannya tak aku hiraukan kembali, aku hanya menyesali semua kejadian yang telah terjadi. Tubuh ini rasanya ingin lari dari tempat ini, tapi hati ini melarangnya, hati ini tak ingin lari karena ada hati yang diinginkan oleh hatiku.
“Aku memang dulu pernah pacaran dengan felix hiks...” ucapnya dengan suara parau tapi isak tangisnya sudah mereda
“Seandainya kamu tahu ar,bagaimana aku selalu.....” ucapnya yang kemudian menceritakan masa lalunya.
------------------------------------------------------------------------
------------------------------------------------------------------------
“Kenapa?” hanya itu yang terucap dari mulutku, dengan posisi duduk bersimpuh, kedua tanganku menumpu tubuhku bagian depan. Cerita sekilas cerita yang sama sekali tidak aku hiraukan
“hiks hiks hiks maafkan aku ar...”
“felix yang memaksaku, bukan maksudku untuk menyakitimu” ucap bu dian
“Kenapa? kenapa baru sekarang aku menemukanmu?” ucapku pelan
“Eh...”
“Ar... hiks hiks hiks” ucapnya dengan isak tangis
“KENAPA AKU HARUS TAHU KALAU GADIS ITU ADALAH KAMU! KENAPA BARU SEKARANG?! ARGHHHHHHHHHHH...! hash hash hash” teriakku, membuat bu dian terdiam dan terkejut
“ssssshhhhhh huuuufffffffffffffffffff” hela nafasku
“seandainya kamu datang lebih awal, dan mengatakannya lebi awal mungkin aku tidak akan sekotor seperti sekarang ini” ucapku
“Aku tidak pantas untukmu...” lanjutku, yang kemudian berdiri melangkah kearahnya, dengan mengambil kaleng minuman yang masih tergeletak di bangku taman
“Ar... maafkan aku hiks hiks hiks aku mohon jangan pergi lagi ar hiks hiks hiks” ucapnya kembali, aku kemudian duduk disampingnya dengap posisi berlawanan. Kakiku aku tekuk
“aku tidak pantas untukmu” ucapku sekali lagi
“Kenpa hiks hiks hiks apakah karena kejadian aku dengan felix ar” ucapnya yang mengarahkan padangannya kesamping, ke arahku. Aku masih memandang jauh kedepan (kearah belakang bu dian)
“semenjak kejadian itu, aku terus menantimu di halte bis tempat kita berpisah setiap kali aku pulang sekolah hingga aku lulus SMP. Berharap aku bisa bertemu denganmu. Namun yang aku tunggu tak kunjung tiba. Ketika SMA aku mulai mencarimu walau sebenarnya aku tahu itu mustahil karena aku tahu kamu bukan dari daerah sini tapi aku pernah melihatmu di universitas di jurusan yang sekarang aku menuntut ilmu tapi kamu menghilang karena ketika itu hujan deras sekali. Aku mencoba mendekati tapi kamu sudah tidak ada ditempat itu. Sssshhhh huuuuuuuuuuuftthhhh...” ucapku
“kau juga mencariku ar....” ucapnya
“ Setiap pulang sekolah aku selalu ke universitas berharap bisa menemukanmu. Itulah mengapa aku masuk ke jurusan yang sekarang ini, berharap bisa bertemu denganmu tapi tidak ku temukan. Tak ada yang pernah tahu pencarianku, bahkan orang terdekatku tak ada yang pernah tahu tentang pencarianku. Hingga kamu datang dengan penampilan yang sangat berbeda, sebagai dosen dan aku mahasiswanya. Pertama kali aku melihatmu, aku merasakan hal yang aneh. Seakan-akan aku pernah melihatmu tapi aku menepisnya karena kamu yang dulu sangat berbeda dengan kamu yang sekarang” lanjutku
“Maafkan aku tidak mengatakannya sejak awal, tapi hiks hiks apakah kamu mau memaafkan aku ar” ucapku, aku terdiam sejenak
“Ar...” ucapnya dengan masih memandangku tapi aku tidak memandangnya
“Kamu mengaharapkan aku? Kamu inginkan aku?” ucapku yang menoleh kearahnya, dia hanya mengangguk dengan sedikit senyum penuh harap
“aku tidak pantas untukmu” ucapku yang kemudian menoleh kearah depanku
“Apa maksudmu?! Apakah karena aku telah melakukan hal bodoh dihadapanmu ar?” ucapnya pelan dengan wajah tertunduk
“Aku terlalu kotor untukmu...” ucapku pelan dengan wajah tertunduk dan kedua tanganku berada di kedua lututku
“Apakah hanya karena aku tidak mengatakan sejak awal kamu menilai diriku sekotor itu ar? Apakah aku yang dipaksa felix membuatmu menilaiku sekotor itu ar? Aku terus mencarimu tapi kenapa ketika aku menemukanmu... kamu ingin pergi lagi? Apakah karena aku yang terus menyakitimu?” ucapnya, tak ada jawaban dariku
“Aku...” ucapku
“Aku apa ar?” ucapnya
“aku apa?” lanjutnya mendesakku
“Mbak’e-nya... aku terlalu kotor untukmu mbak...” ucapku pelan
“aku tidak mengerti maksudmu ar hiks jika memang kamu tidak meng...” ucapnya terpotong olehku
“Aku telah...” ucapku memotong ucapannya
Tak kuceritakan secara detail perjalanan hidupku. Hanya menceritakan sebuah kejadian demi kejadian yang aku alami terutama masalah berhubungan dengan wanita. Kuceritakan tentang aku yang telah berhubungan dengan tante ima, ibu dari sahabatku kemudian mbak maya seorang wanita yang telah merawatku selama pencarian kakek dan nenek dari ayahku walau tak kuceritakan kenapa aku harus mencari kakek dan nenek dari ayahku. Kulanjutkan lagi tentang aku berhubungan dengan mbak echa, teman yang dia kenal semasa kuliah dan juga mbak ela supervisorku serta seorang wanita setengah baya bernama tante War. Dan yang terakhir kuceritakan adalah mbak erlina dan ajeng, yang menyerahkan mahkotanya untukku. Kuceritaka setiap bagian secara garis besarnya saja.
“tidak... hiks tidak kamu pasti...” ucapnya terpotong
“dan yang pertama dan paling awal, yang pertama sebelum tante ima dan yang lainnya, yang memberiku rasa tentang wanita adalah...” ucapku memotong
“ibuku... ibuku sendiri, diah ayu pitaloka....”ucapku pelan sambil kepalaku tertunduk diantara kedua tanganku yang bertumpu pada lutuuku yang menekuk
“Tidak... hiks tidak mungkin kamu melakukan itu semua... hiks... TIDAK MUNGKIN! KAMU PASTI BOHONG!”
“KAMU MENGATAKAN ITU SEMUA AGAR AKU BERHENTI MENGHARAPKANMU, AGAR KAMU BISA BERSAMA YANG LAIN BUKAN?! AGAR KAMU BISA BERSAMA ERLINA BUKAN! KAMU PEMBOHOOOOOOOOOOONG!” teriaknya dengan wajah penuh linangan air mata, aku sedikit menggeser bola mataku ke arah wanita tersebut, wajahnya tertunduk dengan posisi tubuh masih sama seperti sebelumnya
“Hei...” ucapku pelan sambil menoleh kearahnya, dia kemudian seara perlahan menoleh kearahku
“Lihat mataku...” ucapku dengan sedikit air mata mengalir di pipiku, dia kemudian melihat kedalam mataku
“Apakah aku pernah bohong kepadamu?” ucapku datar dengan suara sedikit parau, dia hanya menggelengkan kepala. Aku kemudian tersenyum kepadanya dan bangkir berdiri
“kamu mau kemana? Kamu mau pergi lagi? Hiks hiks ” ucapnya pelan
“Aku tidak pantas untukmu, aku terlalu kotor. Pikirkanlah lagi perasaanmu kepadaku, pikirkanlah... Felix lebih bersih daripada aku, felix lebih indah daripada manusia kotor seperti aku...”
“sssshhhhh huuuuuuuuftttt.... hiks... aku tak ingin kamu menderita karena perbuatanku” ucapku yang sempat terisak namun kucoba untuk kutahan
“kamu boh...” ucapnya terpotong
“Aku sudah katakan semua kepadamu, dan aku tidak berbohong Dian! Dian rahmawati!” ucapku sedikit keras
“jika kamu bertanya bagaimana perasaanku kepadamu saat ini, masih...”
“masih sama dengan saat aku pertama kali melihatmu, apa yang dulu aku katakan kepadamu adalah nyata dan jujur tapi dengan keadaanku seperti sekarang ini hanya akan membuat hidupmu penuh bayang-bayang gelap masa laluku, aku tidak ingin jika kamu bersamaku...”
“kamu menderita karenanya, aku mungkin bisa berhenti tapi kesalahan di masa laluku pasti akan muncul dan membuatmu sedih, aku tidak ingin melihatmu sedih lagi...” lanjutku
“dengan kamu meninggalkanku lagi... itu lebih membuatku lebih sedih lagi...” ucapnya
“... pikirkanlah kembali perasaanmu... tentang manusia kotor sepertiku yang kamu inginkan, apakah aku pantas denganmu...” ucapku pelan
“apakah kamu akan pergi lagi? Menjauhiku lagi? Dan menganggapku tidak ada lagi hiks hiks” ucapnya pelan
“tidak... aku akan selalu ada ketika kamu ingin melihatku, apapun yang terjadi setelahnya, entah apa pilihanmu, jika kamu menginginkan aku ada aku akan datang, jika kamu mengingnkanku hilang aku akan hilang dari hidupmu... tapi untuk selalu bersamamu, aku... tidak mampu...”
“Kamu bidadari yang turun dengan keindahan dan warna yang putih dan bersih, sedangkan aku manusia kotor... maafkan aku... aku tidak mampu...” ucapku yang kemudian melangkahkan kaki beranjak pergi dari tempat ini
“berjanjilah kepadaku...” ucapnya
“aku tak sanggup...” ucapku yang membuat langkahku terhenti
“berjanjilah hiks apapun pilihanku tentang yang akan terjadi nanti... kamu tetap arya seperti yang aku kenal pertama kali tanpa ada kesalahan yang telah kamu perbuat...” ucapnya
“Jika aku mampu...” ucapku kemudian beranjak pergi
“Ar...” ucapnya menghentikan langkahku
“Apakah bocah SMP itu benar-benar jujur kepadaku saat itu?” ucapnya
“hiks hiks hiks dia jujur... karena gadis kusam itu yang pertama kali memberikan senyum indah kepadanya hiks” ucapku sedikit terisak
“sssssshhhhh huuuuuuuuuuuuftttt...” hela nafasku
“pikirkanlah lagi, jangan kamu memilih yang buruk dan kotor untuk masa depamu” ucapku dan beranjak pergi
“aku akan memilih sesuai hati nuraniku, dan akan kukatakan kepadamu” ucapnya yang pelan dan kemudian diterpa angin dan hilang. Aku tak tahu apa yang terjadi kepadanya setelah pertemuan ini. aku meninggalkannya dengan air mata mengalir di pipinya tanpa mampu menghapus kesedihannya.
Sebuah lagu “Don’t Give Up dari White lion” menemani perjalanan pulangku. Hingga dirumah, aku rebahkan tubuhku. Air mata mengalir membasahi pipiku. Hingga aku terlelap dalam lelahnya malam. Pagi hari, dirumahku yang seharusnya hanya aku sendiri kini telah duduk seorang wanita disampingku. Ya, dia Ibuku, dia hanya diam sejak Ibu melihatku turun dari kamar. seakan tahu kesedihanku.
“Bu...” ucapku
“Iya...” balasnya
“aku telah...” ucapku, menceritakan pertemuanku dengan dian
“jadi dian gadis SMA waktu itu? Dan kamu selama ini mencarinya sayang? Wah... indah banget sayang” ucap Ibu, tapi tak kuhiraukan dan wajahku semakin tertunduk. Ibu yang semula mencoba menghangatkan suasana kembali diam
“dan aku...” ucapku menceritakan kembali kejadian dengan dian, kukatakan kepada ibu tentang semua yang telah aku ceritakan kepada dian. Ibu kini hanya terdiam dan aku memandangnya, kudekati tubuhnya dan kupeluk tubuhnya dari samping. Kucium tengkuknya...
“Arya sudah hentikan...”ucapnya dengan nada sedikit keras
“Maaf bu...” ucapku, kulepaskan pelukanku dan aku beranjak menuju ke kamarku
“Maafkan Ibu, seandainya dulu Ibu tidak menyeretmu mungkin kamu sidah bersama dian saat ini” ucap Ibu
“Arya yang salah bu, kenapa arya juga tidak menghentikannya... semua telah terjadi seandainya semuanya meninggalkan arya itu sudah menjadi resiko untuk arya... Ibu tenang saja ya “ ucapku mencoba tersenyum ketika aku berada ditengah-tengah tangga.
Tak ada tegur sapa setelah pembicaran pagi hari tadi. Aku kemudian pergi keluar dan pamit dengan ibu, ibu hanya mampu tersenyum kecil kepadaku. Kupeluk tubuhnya dan kubisikan agar dia tetap tenang. Setelahnya aku pergi keluar rumah, hingga REVIA kuhentikan disebuah taman. Aku duuk di lantai taman dan bersandar di sebuah bangku. Hingga panas matahari berlalu berganti panas sore hari. Tiba-tiba Langit mendung seakan mengerti kegelisahanku.
Tik... tik... tik... tik... tik... tik... tik... tik... tik... tik... tik... tik... tik... tik... tik... tik... tik...
Jjrrrssssssshhhhhh.........
Tak kuhiraukan hujan yang mengguyur tubuhku. Masa bodoh dengan air ini, lama aku berdiam diri dengan wajah tertunduk. Tanpa menghiarukan sekitarku, Hingga air itu tidak mengenai tubuhku kembali. Kugeser bola mataku ke kiri melihat sepasang sepatu putih berdekatan. Kuangkat wajahku dan kulihat seorang wanita dengan menggunakan rok putih dan berdiri memegang payung yang berada diatasku.
“Pulang...” ucap wanita itu
Di taman ketika aku mulai menyesali semua yang telah terjadi, semua yang telah aku lakukan. Di guyur hujan deras yang membasahi setiap nanometer tubuhku. Mencoba meresapi dan merenungi semua yang terjadi. Hingga sapuan air mata langit tak lagi mengenai tubuhku. Sebuah payung melayang di atasku dengan tangan indah memegang. Kulihat wanita itu tersenyum kepadaku.
“Pulang...” begitu ucapnya
“Tidak aku ingin disini” ucapku
“Pulang...” kata wanita tersebut untuk kedua kalinya
“Jangan paksa aku...” ucapku, wanita tersebut kemudian berjongkok disampingku
“aku tak tahu apa yang terjadi kepadamu namun hujan tak mampu menjawab semua kegelisahanmu...” ucap wanita tersebut, aku hanya memandangnya dan kemudian tersenyum kepadanya. Ya, hujan tak mampu menjawab pertanyaanku, hanya mampu menghapus panas dikepalaku. Aku kemudian berdiri dan berjalan menuju ke REVIA, diiringi oleh wanita tersebut. Perjalanan menuju “pulang” yang sebenarnya tak aku mengerti. Tapi aku tahu kemana arah tujuanku.
“buka semua pakaianmu” ucap wanita tersebut. Kini aku berada didala kamar yang tidak asing lagi, aku melepas semua pakaianku dan duduk hanya dengan menggunakan celana dalam. Wanita itu kemudian mengambil pakaianku dan membawanya ke luar untuk dimasukan ke dalam mesin penggiling
Klek... pintu tertutup dan wanita itu menuju kearahku. Dia duduk didepanku dengan senyumannya. Merangkank maju ke arahku dan mendaratkan bibirnya. Tak mampu aku menolakny, ciuman disertai dengan pelukan dileherku.
“Luapkan emosimu...” ucap wanita tersebut,
“Luapkan ke mbak..” lanjut ucapa wanita tersebut, mbak erlina.
“mmmmhhhh... mmmm slurp slurp.... hah hah hah hah slurrrp slurrp slurrrp slurrrp” aku hanya mengikuti apa yang harus aku lakukan
“katakan yang kamu inginkan sekarang, kalau kamu ingin berkata kasar katakanlah sayangku, adikku owhhhh mmmmmhhhh...” ucapnya yang kemudian kuciumi lehernya yang masih berbalut kerudung itu
“aku pengen mbak...” ucapku
“pengen apa sayang...” ucapnya
“pengen itu mbak...” ucapku
“pengen apa yang jelas adikku sayang...” ucapnya yang tak gubris sama sekali
“arghhhhh... ayo katakan luapkan semuanya...” ucapnya
“aku pengen ngenthu mbak, pengen banget mbak...” ucapku
“pengen ngentot ya? Pengen masukin kontol kamu ke memek mbak kamu ini sayang?” ucapnya
“Iya aku pengen ngenthu mbak, pengen ngentot mbak, pengen masukin kontolkuke mbak, pengen arrghhhhhh... mmmmmhhhhhhh....” ucapku yang kemudian
“ayo sayang, lakukan puaskan dirimu, keluarkan penatmu...” ucap mbak erlin
Aku menubruknya, wanita yang masih menggunakan kerudung putih, kaos berwarna putih dan juga roknya yang berwarna putih. Aku mengangkangi pahanya, kedua tanganku meremas payudaranya yang masih terbungkus oleh kaos. Bibirku melumat bibirnya, hanya desahan tersumbat yang aku dengar dari bibirnya. Perlahan kedua tanganku turun dengan bibirku masih melumat bibirnya. Kusingkap keatas kaosnya dengan perlahan. Terlihatlah payudara indah yang masih terbungkus BH, kubenamkan wajahku di antara kedua buah payudaranya. Kugesek-gesekan wajahku diantaranya.
“Mainkan susu mbak, sayang ehhhh.... emmmmhhhhh....” ucap mbak erlina
Kedua tanganku menarik BH-nya ke atas, tersembulah payudara indah milik mbak erlin. Segera aku kulum puting susu mbak erlin secara bergantian dengan remasan pada kedua buah. Mbak erlin mendesah sedikit keras. Tak aku pedulikan jika ada teman kosnya mendengar.
“Arghhh... mmmmmhhh terus jilat sedot yang kuat... remas yang kuaaaathhhhh ahhhhh...” racaunya
dengan penuh nafsu, pandangan mataku menjadi pandangan mata yang tak biasanya. Aku memandang tubuh wanita ini seperti memandang mangsa yang harus segera aku terkam. Kusingkap roknya, kulorotkan celana dalam mbak erlina. Dan kulempar celanda dalamnya, langsung kudaratkan bibrku di vagina mbak erlin. Dengan jari tengah kananku masuk ke dalam vaginanya. Lidahku bermain-main di klitorisnya sedangkan jariku mengocok vaginanya. Tangan kiriku mencoba melepas celana dalamku sendiri dan toeeeeeeenggg.
“Sebenarnya aku sedang tidak mood tapi kalau dikasih ndak papa kakak” ucap dedek arya
“Mainkan memek mbak sesukamu sayang owhhh... kocok teruussshhhhh kocok lebih kuat... sedot itil mbak lebih kuat lagi... puaskan dirimu owh sayangkuwhhhhhh erghhhhh.... nikmat sekali sayanghhhh...” racaunya
“Ouuuuuuuuuuwhhhh nikmat sayanghhhhhhh... errrghhhhhh... pas sekali jilatanmu owhhh jarimu menyentuh owhhhh pas sekalihhhhhh owhhhh emmmmmhhhhh... teruuuusssssshhhhh....” racaunya
“Arghhh aryaaaa.... mbak mau keluar.... essshhhhhhh.... aaaaaahhhhhhhhh” racaunya
Seketika itu cairan hangat keluar dari vagina mbak erlina. Tubuhnya melengking ke atas dan mengejang beberapa kali. pandanganku buram akan kesadaran, kulihat mbak erlin sedang menghela nafas panjang untuk beristirahat. Sejenak, dia kemudian mencoba bangkit tapi aku langsg mengankangi tubuhnya tepat diatas payudaranya. Tubuhnya kembali ambruk.
“Kulum mbak kulum kontolku... aku ingin kontolku dikulum mbak...” paksaku
Dengan pandangan yang sipit menandakan dia tersenyum kepadaku. Langsung dilahapnya dedek arya dengan rakusnya. Dijilatinya dari pangkal dedek arya menuju lubang pipis dedek arya. sangat nikmat, aku benar-benar menikmati kulumannya. Menikmati kegilaanku yang diselubungi kegundahan hatiku. Kulumannya sangat keras ketika menyedot batang dedek arya. walau tak masuk keseluruhan ke dalam mulutnya tapi aku sangat menikmatinya.
“owhhh mbak enak sekali mbak, nikmat sekali bibiru owhhhh...” racauku
Ketika mbak erlin mengeluarkan dedek arya dari mulutnya dan hendak menjilatinya. Kutarik batang dedek arya dan kuposisikan tubuhku diantara selangkanganya. Kuarahkan dedek arya ke vaginanya.
“Arhhh hangat sekali... enaaak sekali memekmu mbak owghhhhh...” racauku
“Egh... pelan ughhh... emmmmmhhh...”
“iya erhhhhh... terus lebih dalam lagi... entot memek mbak kamu ini adiku... kamu suka memek mbak kamu kan adikku sayang... owhhh...” racaunya, aku hanya memejamkan mata dan menikmati setiap nanometer dedek arya masuk kedalam vagina mbak erlina
“owhh.... kontolku keenakan di memekmu mbakku sayang... owghhh... kontolku masuk ke memekmu, aku manu ngenthu memekmu keras...” racauku
“iya, entot memeku yang keras, entot memek mbakmu ini, aku akan berikan kepuasan pada kontol kamu, kontol adikku... owhhhh... ayo goyang yang keras, entot yang keras...arhhhhh aaaaaaaaaa....” racaunya dan diakhiri sedikit teriakan ketika aku mulai menghujam keras vaginanya
Aku pompa vagina indah itu dengan sangat keras. Tak ada dalam pikiranku untuk berpindah dari posisi ini. Yang aku inginkan hanya memompa vagina mbak erlina.
“Aku kenthu kamu mbak, aku kenthu memekmu, owgghhhhh memekmu enak mbak, kontolku keenakan owhhh... yahh.... enak sekali owhhhh....” racauku
“Arhhhh entot lebih keras sayangku... memeku owh untukmu aryaaa... owhh... entot lebih keras lagi... entot mbak ini, mbak mu butuh kontol kamu owh...” racaunya
“iya... aku entot kamu mbak...” ucapku
Gelombang permainan dedek arya dan vagina mbak arya semakin keras, semakin panas. Tubuhku tidak terkontrol, aku semakin memompanya dengan sangat keras.
“mbak aku mau keluar....” rracauku
“sama-sama, aku juga, keluarhhhh kan di memek mbakmu... aku ingin merasakan pejuhhhhhmuuuhhhh owhhh....” racaunya
Crooot crooot crooot crooot crooot crooot crooot crooot
Dan seketika itu dedek arya menghujam sangat keras ke dalam vagina mbak erlina. spermaku tumpah kedalam vagina itu. Tubuh mbak erlina melengking, aku ambruk dan memeluknya. Tubuh mbak erlina mengejang sejadi-jadinya. Kupeluk dengan sangat erat.
“terima kasih mbak...” ucapku
“sama-sama...” balasnya. Hanya itu yang terakhir aku dengar, Kesadaranku mulai hilang dan ku tertidur di dalam dekapan mbak erlina.
Sayup-sayup aku merasakan elusan lembut di kepalaku. Aku membuka mataku, mbak erlina tersenyum kepadaku dengan ramah. Aku pun tersenyum kepadanya. Aku tertidur dengan kepala di pangkuannya, dengan tubuh telanjangku dan juga tubuh telanjang mbak elrina.
“tidurlah, aku akan menjagamu...” ucapnya, aku kemudian membenamkan wajahku di perutnya
“na... na... naaaa... na... naaa....” alunan lagu Sutike dane di nyanyikan oleh mbak erlina, walau hanya dengan nada “na na na” tapi membuatku teringat akan ibu.
“mbak...” ucapku
“Hmmm...” balasnya, hening sesaat seperti mengisyaratkan bahwa aku ingin ditanya olehnya
“kamu kenapa?” ucap mbak erlina
Kuceritakan pertemuanku dengan bu dian dan semua detail yang aku sampaikan kepadanya, tapi tidak persetubuhanku dengan Ibu.
“Seharusnya kamu tidak perlu mengatakannya...” ucapnya
“aku tidak bisa membohonginya...” balasku
“karena kamu mencintainya bukan?” ucapnya
“iya...” balasku pelan
“Aku kagum kepadamu ar, sejak pertama kali aku melihatmu, pertama kali kita bisa bercengkrama, kamu adalah sosok laki-laki yang sangat ideal bagi kamu perempuan. ganteng, bersih dan ceria serta jujur...”
“Dan dian sangat beruntung karena dia dicintai olehmu...” lanjutnya
“tapi aku terlalu ko...” ucapku menghentikan ucapanku sendiri
“Aku juga, sama sepertimu kan ar?” ucapnya
“tapi..” aku tak mampu melanjutkan
“jangan pernah berpikir kamu akan jauh darinya, dia pasti akan memilih bersamamu apapun resikonya...”
“dan kamu jangan pernah berpikir mencari penggantinya, karena hanya akan ada rasa sesal dihatimu.... ar, jujur saja aku juga menginginkanmu, aku sempat jatuh cinta kepadamu...” ucapnya, yang langsung kulingkarkan tangan kiriku pinggangnya
“ketika aku merasakan cinta kepadamu, aku marah, dan pada saat aku marah kamu datang dan aku tidak menggubrismu, bahkan waktu itu aku jutek kan hi hi hi...” ucapnya aku hanya menganggukan kepala
“tapi kamu bukan buatku, ketika cinta itu datang aku menyapanya dan menyuruhnya untuk pulang. Ketika rasa sayang itu datang aku menyapanya dan mempersilahkannya untuk menetap. Karena cukup bagiku sayang kepadamu, karena aku memiliki Alan dan dia mau menerimaku apa adanya. Walau aku tahu yang kita lakukan salah, tapi sejak pertama kali kita melakukannya dan betapa heroiknya kamu menolongku. bahkan hingga saat ini aku tidak menolaknya ketika kamu menginginkannya”
“dan dihari ini pun, aku memberikannya kepadamu bukan untuk janjimu kepadaku. Karena aku melihatmu jatuh dan tak ingin kamu berlama-lama didalamnya. Banyak yang membutuhkanmu selain aku, jika kamu jatuh dan tak ingin bangkit mungkin akan ada beberapa orang lagi yang menyusul ayahku” ucapnya. Aku kemudian bangkit dan duduk disampingya, membelakanginya. Dia bersandar pada punggungku.
“tapi mbak, aku tak bisa lagi melangkah...” ucapku, kemudian kedua tanganya melingkar diperutku
“Janji adalah hutang dan aku harap kamu melunasinya. Dan aku tahu, kau pasti jug apunya janji dengan yang lain walau aku tidak tahu kepada siapa kamu berjanji” ucapanya mengingatkan aku pada Pak Koco, Tante War, mbak ara dan Ibu serta kedua orang yang meninggal dalam pelukanku, Kakek Wicak dan Nenek Mahesa.
“Maafkan aku hiks hiks hiks...” ucapku
“Menangislah, seorang kesatriapun butuh untuk mengeluarkan air mata tanpa harus meninggalkan tanggung jawabnya. Menangislah karena seorang kesatria juga butuh untuk mengeluh... dan butuh cinta...” ucapnya yang kemudian tubuhnya bergeser ke sampingku dan dibenamkannya wajahku di dadanya.
“na... na... naaaa... na... naaa....” alunan lagu Sutike dane di nyanyikan lagi oleh mbak erlina
“Setiap orang mempunyai masa lalu yang buruk, bukan berarti dia selamanya akan menjadi buruk. Dia bisa mengubahnya dengan tekad yang kuat pasti bisa berubah.”
“na... na... naaaa... na... naaa....”
“Sekalipun tak ada Alan bersamaku, aku tidak akan mau memilikimu... karena hati tidak dipaksakan... jangan sekali-kali kamu berpikir untuk memilikiku ar, aku tidak ingin...”, aku terhenyak sesaat ketika aku mendengar kata-kata itu, ya aku memang pernah ingin bersamanya ketika aku merasakan sakit darinya bahkan saat inipun perasaanku menginginkan dia sebagai pasanganku
“na... na... naaaa... na... naaa....”
“kembalilah ke jalan kesatriamu adikku sayang, disana ada seorang putri sedang menantimu... aku akan selalu ada untukmu, disampingmu sebagai seorang kakak yang selalu mendukung adiknya... ya, seorang kakak perempuan seperti yang kamu katakan kepadaku dan no love between you and me, hanya rasa sayang seorang kakak perempuan kepada adiknya yang seorang kesatria...”
“Yakinlah pada jalanmu...” lanjutnya
“Mbak, bagaimana jika dia tidak memilihku, jujur saja aku tidak pantas untuknya...” ucapku
“pantas dan tidak pantas bukan dari pandangan satu pihak...pantas dan tidak pantas adalah kamu yang menjalaninya, jika kamu mau berubah, jika kamu mau menjalaninya kamu pasti bisa...” ucapnya
“na... na... naaaa... na... naaa....”
“tapi aku belum bisa...” ucapku lirih
“Semua butuh waktu, tidurlah adikku sayang, ksatriaku, ksatria semua orang-orang yang tertindas... tidurlah, agar esok kamu bisa bangkit dan mulai melangkah lagi, banyak yang membutuhkanmu... jangan jatuh hanya karena satu masalah, jangan....”
“jika permaisuri itu memilih yang lain, akan ada permaisuri yang lain akan datang kepadamu... tak mungkin dalam jalanmu tak ada permaisuri, pasti ada entah dia atau yang lainnya... tidurlah sayangku, adikku, ksatriaku...” ucapnya
“na... na... naaaa... na... naaa....”
“Aku berharap dia tidak memilihku tapi aku berharap dia memilihku hiks...” lirihku, dengan air mata mengalir di pipiku
“tak ada yang tahu....” balasnya, sayup-sayup kudengar, mata ini kemudian terpejam dan terlelap. Entah esok aku akan menjadi apa...
“na... na... naaaa... na... naaa....”
“na... na... naaaa... na... naaa....”
Hingga pagi menjelang aku dibangunkan oleh mbak erlina. Segera aku mandi dan mebersihkan diri, senyum dan canda mewarnai pagi ini. pakaianku sudah kering dan sudah disetrika oleh mbak erlina. Seperti tidak ada yang pernah terjadi, mbak erlina terus menyemangatiku. Kami bercanda dan bergurau layaknya kakak dan adik, main game dikomputer bersama, nonton TV bareng hingga jalan-jalan sore bersama. Akhirnya malam tiba, aku pulang kerumah.
“Hai...!Adikku!” teriaknya di pintu gerbang kos ketika aku sudah ditepi jalan
“Keep Fight for me and the other!” ucapnya dengan senyuman
“I’ll do it sist, my beautifull big sister” teriakku,
“Kalau mau begini ke mbakmu ini saja ya” teriaknya sambil menunjukan jempol kejepit disela jarinya.
“Dasar mbakku ha ha ha” teriakku. Aku kemudian memacu REVIA dengan senyuman. Ya, aku harus terus melangkah, ada permaisuri lain tak perlu menangisi satu pintu walau itu adalah pintu emas. Aku masih punya pintu yang lain walau pintu itu bukan pintu emas.
Ibu duduk bersandar pada sandaran samping kursi, Kemudian Ibu bangkit dan duduk tegap memandangku. Aku terseyum dan ibu membalasnya. Dia berdiri, menggandeng tanganku menuju ke dapur.
“makan dulu sayang...” ucap Ibu dengan wajah sumringah
“iya...” ucapku walau dalam perut yang kenyang, kulahap habis secepatnya agar aku bisa langsung istirahat.
“Sudah bu, arya mau istirahat dulu...” ucapku
“Tidak mau mengobrol sama Ibu?” ucapnya
“Besok saja bu” ucapku tersenyum kepadanya, ibu mengangguk dan tersenyum kepadaku
Kurebahkan tubuhku dikamarku. Tak ada pikiran dalam diriku untuk menuntaskan masalahku dengan Ayah. Sejenak hanya ingin beristirahat, terlalu lelah tubuh ini. aku kemudian bangkit dan mengganti pakaianku dengan kaos dan celana kolor. Segera aku rebah dan kutarik selimut. Kleeek... Kubuka sedikit mataku dan Ibu berjalan ke arahku.
“Oh... bu...” ucapku bangkit
“Tidurlah, tak usah bangun kamu pasti lelah...” ucap Ibu dengan kedua tangan mendorongku agar rebah kembali. Ibu kemudian masuk dalam selimutku dan membelakangiku, ditariknya tangaku untuk memeluknya
“Jika kamu ingin sayang...” ucap Ibu sambil mengarahkan tanganku ke payudaranya
“tidak bu, Ibu tenang saja...” ucapku
“Erlina ya?” ucap Ibu
“iya tapi bukan aku yang meminta, dia menemukanku di taman dan membawaku ke kosnya...” ucap Ibu
“Maafkan ibu, jika saja waktu itu tidak terjadi mungkin kamu akan bersamanya sekarang dan tak ada lagi perasaan bersalah dalam hatimu” ucap Ibu
“Arya sudah katakan sebelumnya, Ibu tenang saja... Arya akan menjalani sisa hidup ini dengan penuh keceriaan dan tentunya menyelesaikan apa yang arya sudah mulai...” ucapku
“Tapi...” ucap Ibu
“Ibu tenang saja, seandainya bukan dia yang menemani sisa hidupku aku akan menemukan yang lainnya dan kita bisa menghentikan ini semua...” ucapku sambil memeluk erat tubuhnya
“Percaya pada anakmu ini bu...” ucapku
“I Believe in you...” ucap ibu lirih
“Thanks...” balasku
Tangan ibu semakin mendekap tanganku dan aku semakin memeluknya erat. kami terdur bersama dan melewati malam ini bersama. Entah esok apa yang akan terjadi, entah....
Pagi hari menjelang, aku terbangun tanpa Ibu disampingku. Segera aku mandi dan bersih-bersih tampak ibu sedang mendendangkan lagu di dapur. Ku sapa dengan senyum dan dibalasnya dengan senyuman. Makan pagi bersama Ibu tanpa Ayah sangat menyenangkan. Setelahnya aku pergi ke kampus untuk mencari informasi-informasi yan mungkin terlewatkan. Dari kejauhan ku lihat Bu Dian sedang berjalan dengan bu erna, segera aku menghindar agar tidak terjadi kontak dengannya. Kulihat wajahnya sedikit sayu dan kelelahan. Tak ada pancaran judes ataupun semangat, maafkan aku dian, maaf...
Setelah aku tahu tidak ada informasi, aku ambil motorku dan berjalan-jalan di sudut taman rektorat. Tempat yang adem dan enak buat nongkrong. Di tambah lagi, taman ini berada jauh dari jurusanku sehingga tidak memungkinkan bertemunya aku dengan bu dian. Taman ini berada di depan rektorat dan hari ini sangat sepi biasanya ramai tapi mungkin karena sudah memasuki minggu tenang. Hanya aku dan REVIA yang berada di tempat parkir belakang rektorat. Baru saja nongkrong, sudah pengen kebelakang. Segera aku berlari ke kamar mandi, sambil mendunhill aku BAB ha ha ha. Kamar mandi terletak dibelakang gedung rektorat, persisnya dekat tempat parkir. Lama aku berada didalam 2 batang dunhill melayang.
“Huft sial kenapa juga susah keluarnya” keluhku.
Setelah operasi sesar di kamar mandi aku hendalk berjalan menuju taman kembali. Tapi ketika baru saja aku akan berbelok di sudut gedung, kulihat beberapa orang sudah berada di tempat nongkrongku. Segera aku memundurkan tubuhku dan mengintip. Tampak Anta yang terjatuh dengan sedikit luka, Rani menangis memegangi anta dan empat orang berbaju hitam dengan tubuh kekar yang tak dapat aku lihat jelas wajahnya karena membelakangiku. Satu lagi dibelakang empat orang berbaju hitam itu tampak lelaki tua yang sedang bersedekap tapi juga tidak terlihat wajahnya.
Tiba-tiba laki-laki itu menendang anta dan berteriak-teriak menyuruh anta untuk segera pergi. Anta kemudian diseret dan akhirnya pergi walau sebenarnya tampak sangat jelas dia tidak ingin meninggalkan rani. Tapi rani berteriak agar anta segera pergi, setelahnya lelaki tua itu menampar wajah rani dan memarahinya. Entah apa yang di katakan lelaki tua itu tidak begitu jelas, dan ketika mereka berbalik. Mataku terbuka lebar dan melotot kearah lelaki tersebut. Segera aku tarik tubuhku bersembunyi dibalik tembok.
“itu... itu tukang, bagaimana dia bisa bersama rani dan anta” bathinku, segera aku lepaskan jaketku dan kututupi wajahku, kulihat 3 mobil melaju melewati bagian belakang gedung. Setelah 3 mobil itu menghilang, aku bangkit dan kulihat rani masih menagis dan duduk di bangku. Aku mendekatinya...
“Ran...” ucapku
“Eh...” dia terkejut akan kehadiranku dan menoleh ke arahku
“Kamu ar...” ucapnya, aku kemudian dudukdi sampingnya
“iya...”
“Aku melihat semuanya dan maaf jika aku hanya diam...” ucapku
“Kamu lihat ya, hiks” ucapnya sedikit parau dan tersengal
“tolong bilang sama dia, agar tidak mendekatiku lagi...” ucapnya
“Apa karena bajingan tua tadi?” ucapku sedikit emosi
“Eh... kamu tidak tahu apa-apa ar, lebih baik kamu menjauhi sekarang atau kamu akan dihajarnya dan juga anta, segera menjauhiku atau bukan hanya dihajar mungkin kamu bisa dibunuhnya” ucapnya
“Aku sulit mati cu he he he” ucapku dengan canda
“Aku tidak main-main ar, segera pergi atau kalau dia menemukanmu bersamaku dia akan membunuhmu” ucapnya
“Ran...” ucapku
“Cepat pergi!” bentaknya, aku hanya menoleh ke arahnya dan tersenyum
“Aku tahu siapa dia? Aku tahu apa yang telah dia lakukan...” ucapku sambil mengambil sebatang dunhill
“Eh... siapa kamu sebenarnya ar!” bentaknya yang semula dia sangat terkejut
“Apa kamu juga bagian dari mereka?! Kamu juga akan menjadi pemain di dalamnya?! Kalau begitu bunuh aku sekarang!” lanjutnya
“sssssttt... tenang ran...” ucapku menenagkan dan tersenyum kepadanya
“Kamu bisa saja bilang tenang tapi kamu pasti bagian dari mereka untuk memata-mataiku kan selama di KKN sampai sekarang?!” bentaknya dengan penuh emosi, dia berdiri dan memaki-maki diriku. aku langsung bangkit dan meraih tubuhnya, kupeluk erat tubuhnya
“tenanglah, aku bukan musuhmu... “ ucapku
“hiks hiks hiks hiks aryaaaaaaaaaaaaa...... hiks hiks hiks... tolong aku tolong aku....” isak tangisnya sambil mendekapku erat
“Sudah kamu tenang dulu ran, tenang, jika kamu tidak tenang bagaimana aku bisa menolongmu...” ucapku
“ikut aku, jika disini bisa saja mereka kembali...” ucapku mengajak rani menuju tempat dimana tak ada orang yang bisa menemukan kami berdua.
“kita mau kemana ar?” ucapnya
“Sudah ikut saja, aku ndak akan bunuh kamu kok, tenang ya cuuu....” ucapku sambil menarik tanganya, dan berjalan bersamanya menuju lantai 3 gedung kuliahku. Jelas sepi, mahasiswa tak ada yang berangkat. Aku memasuki salah satu kelas, dia duduk di bangku. Kutarik salah satu bangku dan duduk dihadapannya
“AKU MOHON JANGAN PERGI LAGI! AKU MOHON!”
“Aku tidak ingin berpisah denganmu lagi untuk waktu yang lama, sudah cukup bagiku sekali saja berpisah darimu dan melihatmu menghilang dari kaca jendela bis”
“AKU MOHOOOOOOOOOOOOOOON ARYAAAAAAAAAAAAAAAAAA hiks hiks hiks hiks hiks hiks” ucapnya terisak, ucapannya membuatku berhenti melangkah
“jangan pergi lagi hiks hiks hiks jangaaaan hiks hiks hiks aryaaaa hiks hiks hiks” isaknya
“Bis?” bathinku
Aku menoleh ke arah wanita yang terduduk dengan kedua kakinya menekuk kebelakang. Wajahnya tertunduk melihat kelantai jalan ini. Kedua tangannya menutupi wajahnya, dapat kulihat air mata mengalir dari sela-sela jarinya dan menetes kebawah. Ingatanku kembali kemasa itu, masa dimana aku....
“Apa ini?, kenapa ada sesuatu yang ingin kembali masuk ke dalam kepalaku? Ada apa?” bathinku yang tiba-tiba saja sebuah ingatan yang buram yang berasal dari masa lalu ingin masuk ke dalam pikiranku
“Aku mohon jangan pergi lagi, apa kamu tidak merasa lelah membuatku mencarimu? Hiks hiks hiks hiks”
“Aku mohon tinggalah, hiks hiks hiks...”
“Apa kau hiks hiks hiks sudah melupakan aku?hiks hiks hiks” ucap wanita itu, bu dian. Wajahnya berlumurkan air mata yang tertutup dengan kedua tangannya
“A... apa maksud bu dian? Sungguh A... Aku tidak mengerti sama sekali?” ucapku, dengan pandangan kebingungan mencoba mengingat kembali
“APA DARI DIRIKU INI TAK ADA YANG MENGINGATKAN KAMU AR? APA KAMU BENAR-BEAR SUDAH MELUPAKAN AKU? MELUPAKAN YANG PERNAH KAMU KATAKAN KEPADAKU?! Hiks hiks hiks”
“LIHAT AKU AR... LIHAT AKU hiks hiks hiks”
“LIHAT AKU ARYAAAAAAA! Hiks hiks hiks hiks” teriaknya yang masih terduduk dengan kaki bertekuk kebelakang, tangan kananya rebah dan menumpu tubuhnya di depan kedua lututnya sedangkan tangan kirinya diletakannya di dadanya mencoba menunjukan kepadaku agar aku bisa menatapnya dan mengingatnya. Namun aku hanya terdiam mematung dihadapannya dan menatapnya. Tangan kirinya, telapak tangan kirinya mengusap air mata yang menagalir di pipinya. Telapak tangan itu mengusap air mata di pipi kanannya kesamping kanan kemudian air mata di mata kirinya ke samping kirinya. Tiba-tiba yang aku lihat...
“Eh... siapa dia?” bathinku
Tiba-tiba gambaran akan masa lalu muncul dihadapanku. Yang kulihat bukan lagi seorang perempuan dewasa berkulit putih, tapi seorang gadis memakai baju SMA yang hanya menutupi sebagian lengannya dengan posisi yang sama. Bajunya lusuh terkena kotoran dan debu tanah dengan rok abu-abu diatas lutunya. Wajahnya gelap, tak seputih sebelum gambaran ini datang. Rambutnya pendek seperti potongan lelaki, tubuhnya tampak kurus sekali. Kulitnya pun gelap hampir mendekati hitam. Di salah satu kakinya hanya mengenakan kaos kaki putih sedangkan yang satunya lagi masih menggunakan sepatu hitam dengan alas berwarna putih.
“Mbak’e-nya....” suara seorang bocah muncul
Tanpa aku sadari bayang-bayang seorang bocah yang tiba-tiba berlari di sampingku membawa sepatu dan tas cangklong bahu (tas yang dipakai menyilang di bahu, sling bag mungkin istilahnya) berwarna hitam. Dia berlari ke arah gadis SMA tersebut, bocah itu memakai seragam SMP. Tampak seragamnya tampak lusuh, bercak-bercak darah tampak di pakaian seragamnya. Tak bisa aku melihat wajah itu, namun sekarang aku ingat.
“Aku... itu aku....” bathinku, dan bayang-bayang itu kemudian hilang dan berganti dengan perempuan dewasa, bu dian.
“hiks hiks hiks hiks hiks hiks....” tangisnya
Kini tatapanku menjadi tatapan orang yang sangat terkejut. Jantungkku berdetak sangat kencang, bibirku sedikit terbuka teringat akan masa lalu itu. Masa dimana aku, aku arya mahesa wicaksono, bertemu dengan seorang gadis SMA dengan senyum manisnya. ingatanku kembali ke masa dimana aku melihat senyum itu, senyum yang telah lama tidak aku lihat dan aku bisa melihatnya kembali ketika pertama kali aku kuliah di semester 5. Ketika kuliah dengan dosen bernama Dian Rahmawati. Gadis itu, adalah Dian Rahmawati. Dosenku adalah gadis dengan senyuman indah yang dulu aku pernah memujinya. Gadis itu sekarang ada di hadapanku.
Gadis yang memiliki senyuman indah...
Gadis yang aku kagumi...
Gadis dengan wajah kalemnya...
Gadis dengan tatapan menentramkan...
Gadis yang pernah tertunduk malu dihadapanku...
Gadis itu, Dosenku...
Gadis itu, Dian Rahmawati....
“Mbak’e-nya....” ucapku pelan
“Mbak’e-nya...” ucapku mengulangi dengan nada datar, yang kemudian dia sedikit tersenyum kearahku sambil mengusap air matanya
Teringat akan semua kesalahan yang pernah aku buat. Teringat akan kegilaan yang pernah aku buat, bersama ibu dan yang lainnya. Wanita ini mengingatkan aku akan semua kesalahanku. Wanita ini membuat aku merasa malu. Wanita ini membuat aku merasa bersalah. Wanita ini membuat aku merasa menyesal karena telah melakukan kesalahan-kesalahan yang seharusnya tidak aku perbuat. Wanita yang selalu aku idamkan, wanita yang bersih. Merasa aku tidak pantas untuknya. Lutuku lemah untuk menopang tubuhku, aku terjatuh dengan posisi lutut terlebih dahulu. Aku sangat-sangat menyesal, kenapa aku harus mengotori diriku? Kenapa aku harus bertemu dengannya dengan keadaan seperti sekarang ini? tubuhku ambruk ke depan dengan kedua tanganku menopang tubuhku. Tangan kananku memukul-mukul tanah.
“Arghhh.......” teriakku, yang kemudian bangkit dan duduk berlutut di hadapannya, menatapnya kembali
“Maafkan aku...” hanya itu yang mampu terucap, malu, membuatku tak sanggup untuk memandangnya. Kualihkan pandanganku ke arah rembulan, saksi bisu pertemuan yang tak terduga ini
“hiks hiks hiks hiks... kamu ingat aku sekarang Ar?” ucapnya dengan isak tangis
“Ya, aku ingat kamu, perempuan yang tak pernah aku tahu namanya...” ucapku dengan wajah menengadah ke langit atas
“hiks hiks hiks... Aku yang salah Ar, maafkan aku... aku dipaksa oleh felix, dia yang mendorongku...” ucapnya pelan
Ucapannya tak aku hiraukan kembali, aku hanya menyesali semua kejadian yang telah terjadi. Tubuh ini rasanya ingin lari dari tempat ini, tapi hati ini melarangnya, hati ini tak ingin lari karena ada hati yang diinginkan oleh hatiku.
“Aku memang dulu pernah pacaran dengan felix hiks...” ucapnya dengan suara parau tapi isak tangisnya sudah mereda
“Seandainya kamu tahu ar,bagaimana aku selalu.....” ucapnya yang kemudian menceritakan masa lalunya.
------------------------------------------------------------------------
“Kenapa?” hanya itu yang terucap dari mulutku, dengan posisi duduk bersimpuh, kedua tanganku menumpu tubuhku bagian depan. Cerita sekilas cerita yang sama sekali tidak aku hiraukan
“hiks hiks hiks maafkan aku ar...”
“felix yang memaksaku, bukan maksudku untuk menyakitimu” ucap bu dian
“Kenapa? kenapa baru sekarang aku menemukanmu?” ucapku pelan
“Eh...”
“Ar... hiks hiks hiks” ucapnya dengan isak tangis
“KENAPA AKU HARUS TAHU KALAU GADIS ITU ADALAH KAMU! KENAPA BARU SEKARANG?! ARGHHHHHHHHHHH...! hash hash hash” teriakku, membuat bu dian terdiam dan terkejut
“ssssshhhhhh huuuufffffffffffffffffff” hela nafasku
“seandainya kamu datang lebih awal, dan mengatakannya lebi awal mungkin aku tidak akan sekotor seperti sekarang ini” ucapku
“Aku tidak pantas untukmu...” lanjutku, yang kemudian berdiri melangkah kearahnya, dengan mengambil kaleng minuman yang masih tergeletak di bangku taman
“Ar... maafkan aku hiks hiks hiks aku mohon jangan pergi lagi ar hiks hiks hiks” ucapnya kembali, aku kemudian duduk disampingnya dengap posisi berlawanan. Kakiku aku tekuk
“aku tidak pantas untukmu” ucapku sekali lagi
“Kenpa hiks hiks hiks apakah karena kejadian aku dengan felix ar” ucapnya yang mengarahkan padangannya kesamping, ke arahku. Aku masih memandang jauh kedepan (kearah belakang bu dian)
“semenjak kejadian itu, aku terus menantimu di halte bis tempat kita berpisah setiap kali aku pulang sekolah hingga aku lulus SMP. Berharap aku bisa bertemu denganmu. Namun yang aku tunggu tak kunjung tiba. Ketika SMA aku mulai mencarimu walau sebenarnya aku tahu itu mustahil karena aku tahu kamu bukan dari daerah sini tapi aku pernah melihatmu di universitas di jurusan yang sekarang aku menuntut ilmu tapi kamu menghilang karena ketika itu hujan deras sekali. Aku mencoba mendekati tapi kamu sudah tidak ada ditempat itu. Sssshhhh huuuuuuuuuuuftthhhh...” ucapku
“kau juga mencariku ar....” ucapnya
“ Setiap pulang sekolah aku selalu ke universitas berharap bisa menemukanmu. Itulah mengapa aku masuk ke jurusan yang sekarang ini, berharap bisa bertemu denganmu tapi tidak ku temukan. Tak ada yang pernah tahu pencarianku, bahkan orang terdekatku tak ada yang pernah tahu tentang pencarianku. Hingga kamu datang dengan penampilan yang sangat berbeda, sebagai dosen dan aku mahasiswanya. Pertama kali aku melihatmu, aku merasakan hal yang aneh. Seakan-akan aku pernah melihatmu tapi aku menepisnya karena kamu yang dulu sangat berbeda dengan kamu yang sekarang” lanjutku
“Maafkan aku tidak mengatakannya sejak awal, tapi hiks hiks apakah kamu mau memaafkan aku ar” ucapku, aku terdiam sejenak
“Ar...” ucapnya dengan masih memandangku tapi aku tidak memandangnya
“Kamu mengaharapkan aku? Kamu inginkan aku?” ucapku yang menoleh kearahnya, dia hanya mengangguk dengan sedikit senyum penuh harap
“aku tidak pantas untukmu” ucapku yang kemudian menoleh kearah depanku
“Apa maksudmu?! Apakah karena aku telah melakukan hal bodoh dihadapanmu ar?” ucapnya pelan dengan wajah tertunduk
“Aku terlalu kotor untukmu...” ucapku pelan dengan wajah tertunduk dan kedua tanganku berada di kedua lututku
“Apakah hanya karena aku tidak mengatakan sejak awal kamu menilai diriku sekotor itu ar? Apakah aku yang dipaksa felix membuatmu menilaiku sekotor itu ar? Aku terus mencarimu tapi kenapa ketika aku menemukanmu... kamu ingin pergi lagi? Apakah karena aku yang terus menyakitimu?” ucapnya, tak ada jawaban dariku
“Aku...” ucapku
“Aku apa ar?” ucapnya
“aku apa?” lanjutnya mendesakku
“Mbak’e-nya... aku terlalu kotor untukmu mbak...” ucapku pelan
“aku tidak mengerti maksudmu ar hiks jika memang kamu tidak meng...” ucapnya terpotong olehku
“Aku telah...” ucapku memotong ucapannya
Tak kuceritakan secara detail perjalanan hidupku. Hanya menceritakan sebuah kejadian demi kejadian yang aku alami terutama masalah berhubungan dengan wanita. Kuceritakan tentang aku yang telah berhubungan dengan tante ima, ibu dari sahabatku kemudian mbak maya seorang wanita yang telah merawatku selama pencarian kakek dan nenek dari ayahku walau tak kuceritakan kenapa aku harus mencari kakek dan nenek dari ayahku. Kulanjutkan lagi tentang aku berhubungan dengan mbak echa, teman yang dia kenal semasa kuliah dan juga mbak ela supervisorku serta seorang wanita setengah baya bernama tante War. Dan yang terakhir kuceritakan adalah mbak erlina dan ajeng, yang menyerahkan mahkotanya untukku. Kuceritaka setiap bagian secara garis besarnya saja.
“tidak... hiks tidak kamu pasti...” ucapnya terpotong
“dan yang pertama dan paling awal, yang pertama sebelum tante ima dan yang lainnya, yang memberiku rasa tentang wanita adalah...” ucapku memotong
“ibuku... ibuku sendiri, diah ayu pitaloka....”ucapku pelan sambil kepalaku tertunduk diantara kedua tanganku yang bertumpu pada lutuuku yang menekuk
“Tidak... hiks tidak mungkin kamu melakukan itu semua... hiks... TIDAK MUNGKIN! KAMU PASTI BOHONG!”
“KAMU MENGATAKAN ITU SEMUA AGAR AKU BERHENTI MENGHARAPKANMU, AGAR KAMU BISA BERSAMA YANG LAIN BUKAN?! AGAR KAMU BISA BERSAMA ERLINA BUKAN! KAMU PEMBOHOOOOOOOOOOONG!” teriaknya dengan wajah penuh linangan air mata, aku sedikit menggeser bola mataku ke arah wanita tersebut, wajahnya tertunduk dengan posisi tubuh masih sama seperti sebelumnya
“Hei...” ucapku pelan sambil menoleh kearahnya, dia kemudian seara perlahan menoleh kearahku
“Lihat mataku...” ucapku dengan sedikit air mata mengalir di pipiku, dia kemudian melihat kedalam mataku
“Apakah aku pernah bohong kepadamu?” ucapku datar dengan suara sedikit parau, dia hanya menggelengkan kepala. Aku kemudian tersenyum kepadanya dan bangkir berdiri
“kamu mau kemana? Kamu mau pergi lagi? Hiks hiks ” ucapnya pelan
“Aku tidak pantas untukmu, aku terlalu kotor. Pikirkanlah lagi perasaanmu kepadaku, pikirkanlah... Felix lebih bersih daripada aku, felix lebih indah daripada manusia kotor seperti aku...”
“sssshhhhh huuuuuuuuftttt.... hiks... aku tak ingin kamu menderita karena perbuatanku” ucapku yang sempat terisak namun kucoba untuk kutahan
“kamu boh...” ucapnya terpotong
“Aku sudah katakan semua kepadamu, dan aku tidak berbohong Dian! Dian rahmawati!” ucapku sedikit keras
“jika kamu bertanya bagaimana perasaanku kepadamu saat ini, masih...”
“masih sama dengan saat aku pertama kali melihatmu, apa yang dulu aku katakan kepadamu adalah nyata dan jujur tapi dengan keadaanku seperti sekarang ini hanya akan membuat hidupmu penuh bayang-bayang gelap masa laluku, aku tidak ingin jika kamu bersamaku...”
“kamu menderita karenanya, aku mungkin bisa berhenti tapi kesalahan di masa laluku pasti akan muncul dan membuatmu sedih, aku tidak ingin melihatmu sedih lagi...” lanjutku
“dengan kamu meninggalkanku lagi... itu lebih membuatku lebih sedih lagi...” ucapnya
“... pikirkanlah kembali perasaanmu... tentang manusia kotor sepertiku yang kamu inginkan, apakah aku pantas denganmu...” ucapku pelan
“apakah kamu akan pergi lagi? Menjauhiku lagi? Dan menganggapku tidak ada lagi hiks hiks” ucapnya pelan
“tidak... aku akan selalu ada ketika kamu ingin melihatku, apapun yang terjadi setelahnya, entah apa pilihanmu, jika kamu menginginkan aku ada aku akan datang, jika kamu mengingnkanku hilang aku akan hilang dari hidupmu... tapi untuk selalu bersamamu, aku... tidak mampu...”
“Kamu bidadari yang turun dengan keindahan dan warna yang putih dan bersih, sedangkan aku manusia kotor... maafkan aku... aku tidak mampu...” ucapku yang kemudian melangkahkan kaki beranjak pergi dari tempat ini
“berjanjilah kepadaku...” ucapnya
“aku tak sanggup...” ucapku yang membuat langkahku terhenti
“berjanjilah hiks apapun pilihanku tentang yang akan terjadi nanti... kamu tetap arya seperti yang aku kenal pertama kali tanpa ada kesalahan yang telah kamu perbuat...” ucapnya
“Jika aku mampu...” ucapku kemudian beranjak pergi
“Ar...” ucapnya menghentikan langkahku
“Apakah bocah SMP itu benar-benar jujur kepadaku saat itu?” ucapnya
“hiks hiks hiks dia jujur... karena gadis kusam itu yang pertama kali memberikan senyum indah kepadanya hiks” ucapku sedikit terisak
“sssssshhhhh huuuuuuuuuuuuftttt...” hela nafasku
“pikirkanlah lagi, jangan kamu memilih yang buruk dan kotor untuk masa depamu” ucapku dan beranjak pergi
“aku akan memilih sesuai hati nuraniku, dan akan kukatakan kepadamu” ucapnya yang pelan dan kemudian diterpa angin dan hilang. Aku tak tahu apa yang terjadi kepadanya setelah pertemuan ini. aku meninggalkannya dengan air mata mengalir di pipinya tanpa mampu menghapus kesedihannya.
Love hurts
Love scars
Love wounds and marks
Any heart not tough or strong enough
To take a lot of pain, take a lot of pain
Love is like a cloud, it holds a lot of rain
Love hurts,
Ooo-oo love hurts
I'm young,
I know,
But even so
I know a thing or two, I learned from you
I really learned a lot, really learned a lot
Love is like a flame, it burns you when it's hot
Love hurts,
Ooo-oo love hurts
Some fools think
Of happiness, blissfulness, togetherness
Some fools fool themselves, I guess
They're not foolin' me
I know it isn't true I know it isn't true
Love is just a lie made to make you blue
Love hurts,
Ooo-oo love hurts
Ooo-oo love hurts
I know it isn't true
I know it isn't true
Love is just a lie made to make you blue
Love hurts,
Ooo-oo love hurts
Ooo-oo, love hurts, ooo-oo
Love hurt by nazareth
Truth is a pain, meskipun kamu menginginkan sebuah keindahan. Tapi apakah setiap manusia memiliki hati yang berani untuk mengungkapkan truth, kebenaran tentang hidupnya. Aku tidak pernah tahu mengenai sebuah rasa sakit setelah kebenaran terungkap, yang aku tahu hanya apapun kebenaran itu, bagaimana kehidupanku, aku harus mengatakan kebenaran itu. Kebenaran tentang jati diriku. Aku tidak peduli jika aku harus merasakan rasa sakit seumur hidupku karena kebenaran yang telah aku ucapkan, ya hanya kepada orang-orang yang benar aku cintai dan sayangi, aku selalu mengatakan kejujuran. Karena aku tidak ingin mereka menangis karenaku, walau sejujurnya mereka menangis karena kebenaran yang aku ungkapkan. Lebih baik menderita seumur hidupku daripada aku hidup dalam kebohongan. Well, it’s me.... arya, manusia yang lahir karena kekejaman seorang lelaki terhadap seorang perempuan. manusia yang menikmati potongan kecil keindahan namun terperosok jauh kedalam lubang keindahan itu. Lubang yang menghubungkan keindagan dengan kegelapan. Love hurt? Ya menyakitkan karena aku memilih jalan yang salah untuk mendapatkan cinta itu. Mungkin akan indah dan menyenangkan jika aku... ahhh bodohlah...Love scars
Love wounds and marks
Any heart not tough or strong enough
To take a lot of pain, take a lot of pain
Love is like a cloud, it holds a lot of rain
Love hurts,
Ooo-oo love hurts
I'm young,
I know,
But even so
I know a thing or two, I learned from you
I really learned a lot, really learned a lot
Love is like a flame, it burns you when it's hot
Love hurts,
Ooo-oo love hurts
Some fools think
Of happiness, blissfulness, togetherness
Some fools fool themselves, I guess
They're not foolin' me
I know it isn't true I know it isn't true
Love is just a lie made to make you blue
Love hurts,
Ooo-oo love hurts
Ooo-oo love hurts
I know it isn't true
I know it isn't true
Love is just a lie made to make you blue
Love hurts,
Ooo-oo love hurts
Ooo-oo, love hurts, ooo-oo
Love hurt by nazareth
Sebuah lagu “Don’t Give Up dari White lion” menemani perjalanan pulangku. Hingga dirumah, aku rebahkan tubuhku. Air mata mengalir membasahi pipiku. Hingga aku terlelap dalam lelahnya malam. Pagi hari, dirumahku yang seharusnya hanya aku sendiri kini telah duduk seorang wanita disampingku. Ya, dia Ibuku, dia hanya diam sejak Ibu melihatku turun dari kamar. seakan tahu kesedihanku.
“Bu...” ucapku
“Iya...” balasnya
“aku telah...” ucapku, menceritakan pertemuanku dengan dian
“jadi dian gadis SMA waktu itu? Dan kamu selama ini mencarinya sayang? Wah... indah banget sayang” ucap Ibu, tapi tak kuhiraukan dan wajahku semakin tertunduk. Ibu yang semula mencoba menghangatkan suasana kembali diam
“dan aku...” ucapku menceritakan kembali kejadian dengan dian, kukatakan kepada ibu tentang semua yang telah aku ceritakan kepada dian. Ibu kini hanya terdiam dan aku memandangnya, kudekati tubuhnya dan kupeluk tubuhnya dari samping. Kucium tengkuknya...
“Arya sudah hentikan...”ucapnya dengan nada sedikit keras
“Maaf bu...” ucapku, kulepaskan pelukanku dan aku beranjak menuju ke kamarku
“Maafkan Ibu, seandainya dulu Ibu tidak menyeretmu mungkin kamu sidah bersama dian saat ini” ucap Ibu
“Arya yang salah bu, kenapa arya juga tidak menghentikannya... semua telah terjadi seandainya semuanya meninggalkan arya itu sudah menjadi resiko untuk arya... Ibu tenang saja ya “ ucapku mencoba tersenyum ketika aku berada ditengah-tengah tangga.
Tak ada tegur sapa setelah pembicaran pagi hari tadi. Aku kemudian pergi keluar dan pamit dengan ibu, ibu hanya mampu tersenyum kecil kepadaku. Kupeluk tubuhnya dan kubisikan agar dia tetap tenang. Setelahnya aku pergi keluar rumah, hingga REVIA kuhentikan disebuah taman. Aku duuk di lantai taman dan bersandar di sebuah bangku. Hingga panas matahari berlalu berganti panas sore hari. Tiba-tiba Langit mendung seakan mengerti kegelisahanku.
Tik... tik... tik... tik... tik... tik... tik... tik... tik... tik... tik... tik... tik... tik... tik... tik... tik...
Jjrrrssssssshhhhhh.........
Tak kuhiraukan hujan yang mengguyur tubuhku. Masa bodoh dengan air ini, lama aku berdiam diri dengan wajah tertunduk. Tanpa menghiarukan sekitarku, Hingga air itu tidak mengenai tubuhku kembali. Kugeser bola mataku ke kiri melihat sepasang sepatu putih berdekatan. Kuangkat wajahku dan kulihat seorang wanita dengan menggunakan rok putih dan berdiri memegang payung yang berada diatasku.
“Pulang...” ucap wanita itu
Di taman ketika aku mulai menyesali semua yang telah terjadi, semua yang telah aku lakukan. Di guyur hujan deras yang membasahi setiap nanometer tubuhku. Mencoba meresapi dan merenungi semua yang terjadi. Hingga sapuan air mata langit tak lagi mengenai tubuhku. Sebuah payung melayang di atasku dengan tangan indah memegang. Kulihat wanita itu tersenyum kepadaku.
“Pulang...” begitu ucapnya
“Tidak aku ingin disini” ucapku
“Pulang...” kata wanita tersebut untuk kedua kalinya
“Jangan paksa aku...” ucapku, wanita tersebut kemudian berjongkok disampingku
“aku tak tahu apa yang terjadi kepadamu namun hujan tak mampu menjawab semua kegelisahanmu...” ucap wanita tersebut, aku hanya memandangnya dan kemudian tersenyum kepadanya. Ya, hujan tak mampu menjawab pertanyaanku, hanya mampu menghapus panas dikepalaku. Aku kemudian berdiri dan berjalan menuju ke REVIA, diiringi oleh wanita tersebut. Perjalanan menuju “pulang” yang sebenarnya tak aku mengerti. Tapi aku tahu kemana arah tujuanku.
“buka semua pakaianmu” ucap wanita tersebut. Kini aku berada didala kamar yang tidak asing lagi, aku melepas semua pakaianku dan duduk hanya dengan menggunakan celana dalam. Wanita itu kemudian mengambil pakaianku dan membawanya ke luar untuk dimasukan ke dalam mesin penggiling
Klek... pintu tertutup dan wanita itu menuju kearahku. Dia duduk didepanku dengan senyumannya. Merangkank maju ke arahku dan mendaratkan bibirnya. Tak mampu aku menolakny, ciuman disertai dengan pelukan dileherku.
“Luapkan emosimu...” ucap wanita tersebut,
“Luapkan ke mbak..” lanjut ucapa wanita tersebut, mbak erlina.
“mmmmhhhh... mmmm slurp slurp.... hah hah hah hah slurrrp slurrp slurrrp slurrrp” aku hanya mengikuti apa yang harus aku lakukan
“katakan yang kamu inginkan sekarang, kalau kamu ingin berkata kasar katakanlah sayangku, adikku owhhhh mmmmmhhhh...” ucapnya yang kemudian kuciumi lehernya yang masih berbalut kerudung itu
“aku pengen mbak...” ucapku
“pengen apa sayang...” ucapnya
“pengen itu mbak...” ucapku
“pengen apa yang jelas adikku sayang...” ucapnya yang tak gubris sama sekali
“arghhhhh... ayo katakan luapkan semuanya...” ucapnya
“aku pengen ngenthu mbak, pengen banget mbak...” ucapku
“pengen ngentot ya? Pengen masukin kontol kamu ke memek mbak kamu ini sayang?” ucapnya
“Iya aku pengen ngenthu mbak, pengen ngentot mbak, pengen masukin kontolkuke mbak, pengen arrghhhhhh... mmmmmhhhhhhh....” ucapku yang kemudian
“ayo sayang, lakukan puaskan dirimu, keluarkan penatmu...” ucap mbak erlin
Aku menubruknya, wanita yang masih menggunakan kerudung putih, kaos berwarna putih dan juga roknya yang berwarna putih. Aku mengangkangi pahanya, kedua tanganku meremas payudaranya yang masih terbungkus oleh kaos. Bibirku melumat bibirnya, hanya desahan tersumbat yang aku dengar dari bibirnya. Perlahan kedua tanganku turun dengan bibirku masih melumat bibirnya. Kusingkap keatas kaosnya dengan perlahan. Terlihatlah payudara indah yang masih terbungkus BH, kubenamkan wajahku di antara kedua buah payudaranya. Kugesek-gesekan wajahku diantaranya.
“Mainkan susu mbak, sayang ehhhh.... emmmmhhhhh....” ucap mbak erlina
Kedua tanganku menarik BH-nya ke atas, tersembulah payudara indah milik mbak erlin. Segera aku kulum puting susu mbak erlin secara bergantian dengan remasan pada kedua buah. Mbak erlin mendesah sedikit keras. Tak aku pedulikan jika ada teman kosnya mendengar.
“Arghhh... mmmmmhhh terus jilat sedot yang kuat... remas yang kuaaaathhhhh ahhhhh...” racaunya
dengan penuh nafsu, pandangan mataku menjadi pandangan mata yang tak biasanya. Aku memandang tubuh wanita ini seperti memandang mangsa yang harus segera aku terkam. Kusingkap roknya, kulorotkan celana dalam mbak erlina. Dan kulempar celanda dalamnya, langsung kudaratkan bibrku di vagina mbak erlin. Dengan jari tengah kananku masuk ke dalam vaginanya. Lidahku bermain-main di klitorisnya sedangkan jariku mengocok vaginanya. Tangan kiriku mencoba melepas celana dalamku sendiri dan toeeeeeeenggg.
“Sebenarnya aku sedang tidak mood tapi kalau dikasih ndak papa kakak” ucap dedek arya
“Mainkan memek mbak sesukamu sayang owhhh... kocok teruussshhhhh kocok lebih kuat... sedot itil mbak lebih kuat lagi... puaskan dirimu owh sayangkuwhhhhhh erghhhhh.... nikmat sekali sayanghhhh...” racaunya
“Ouuuuuuuuuuwhhhh nikmat sayanghhhhhhh... errrghhhhhh... pas sekali jilatanmu owhhh jarimu menyentuh owhhhh pas sekalihhhhhh owhhhh emmmmmhhhhh... teruuuusssssshhhhh....” racaunya
“Arghhh aryaaaa.... mbak mau keluar.... essshhhhhhh.... aaaaaahhhhhhhhh” racaunya
Seketika itu cairan hangat keluar dari vagina mbak erlina. Tubuhnya melengking ke atas dan mengejang beberapa kali. pandanganku buram akan kesadaran, kulihat mbak erlin sedang menghela nafas panjang untuk beristirahat. Sejenak, dia kemudian mencoba bangkit tapi aku langsg mengankangi tubuhnya tepat diatas payudaranya. Tubuhnya kembali ambruk.
“Kulum mbak kulum kontolku... aku ingin kontolku dikulum mbak...” paksaku
Dengan pandangan yang sipit menandakan dia tersenyum kepadaku. Langsung dilahapnya dedek arya dengan rakusnya. Dijilatinya dari pangkal dedek arya menuju lubang pipis dedek arya. sangat nikmat, aku benar-benar menikmati kulumannya. Menikmati kegilaanku yang diselubungi kegundahan hatiku. Kulumannya sangat keras ketika menyedot batang dedek arya. walau tak masuk keseluruhan ke dalam mulutnya tapi aku sangat menikmatinya.
“owhhh mbak enak sekali mbak, nikmat sekali bibiru owhhhh...” racauku
Ketika mbak erlin mengeluarkan dedek arya dari mulutnya dan hendak menjilatinya. Kutarik batang dedek arya dan kuposisikan tubuhku diantara selangkanganya. Kuarahkan dedek arya ke vaginanya.
“Arhhh hangat sekali... enaaak sekali memekmu mbak owghhhhh...” racauku
“Egh... pelan ughhh... emmmmmhhh...”
“iya erhhhhh... terus lebih dalam lagi... entot memek mbak kamu ini adiku... kamu suka memek mbak kamu kan adikku sayang... owhhh...” racaunya, aku hanya memejamkan mata dan menikmati setiap nanometer dedek arya masuk kedalam vagina mbak erlina
“owhh.... kontolku keenakan di memekmu mbakku sayang... owghhh... kontolku masuk ke memekmu, aku manu ngenthu memekmu keras...” racauku
“iya, entot memeku yang keras, entot memek mbakmu ini, aku akan berikan kepuasan pada kontol kamu, kontol adikku... owhhhh... ayo goyang yang keras, entot yang keras...arhhhhh aaaaaaaaaa....” racaunya dan diakhiri sedikit teriakan ketika aku mulai menghujam keras vaginanya
Aku pompa vagina indah itu dengan sangat keras. Tak ada dalam pikiranku untuk berpindah dari posisi ini. Yang aku inginkan hanya memompa vagina mbak erlina.
“Aku kenthu kamu mbak, aku kenthu memekmu, owgghhhhh memekmu enak mbak, kontolku keenakan owhhh... yahh.... enak sekali owhhhh....” racauku
“Arhhhh entot lebih keras sayangku... memeku owh untukmu aryaaa... owhh... entot lebih keras lagi... entot mbak ini, mbak mu butuh kontol kamu owh...” racaunya
“iya... aku entot kamu mbak...” ucapku
Gelombang permainan dedek arya dan vagina mbak arya semakin keras, semakin panas. Tubuhku tidak terkontrol, aku semakin memompanya dengan sangat keras.
“mbak aku mau keluar....” rracauku
“sama-sama, aku juga, keluarhhhh kan di memek mbakmu... aku ingin merasakan pejuhhhhhmuuuhhhh owhhh....” racaunya
Crooot crooot crooot crooot crooot crooot crooot crooot
Dan seketika itu dedek arya menghujam sangat keras ke dalam vagina mbak erlina. spermaku tumpah kedalam vagina itu. Tubuh mbak erlina melengking, aku ambruk dan memeluknya. Tubuh mbak erlina mengejang sejadi-jadinya. Kupeluk dengan sangat erat.
“terima kasih mbak...” ucapku
“sama-sama...” balasnya. Hanya itu yang terakhir aku dengar, Kesadaranku mulai hilang dan ku tertidur di dalam dekapan mbak erlina.
Sayup-sayup aku merasakan elusan lembut di kepalaku. Aku membuka mataku, mbak erlina tersenyum kepadaku dengan ramah. Aku pun tersenyum kepadanya. Aku tertidur dengan kepala di pangkuannya, dengan tubuh telanjangku dan juga tubuh telanjang mbak elrina.
“tidurlah, aku akan menjagamu...” ucapnya, aku kemudian membenamkan wajahku di perutnya
“na... na... naaaa... na... naaa....” alunan lagu Sutike dane di nyanyikan oleh mbak erlina, walau hanya dengan nada “na na na” tapi membuatku teringat akan ibu.
“mbak...” ucapku
“Hmmm...” balasnya, hening sesaat seperti mengisyaratkan bahwa aku ingin ditanya olehnya
“kamu kenapa?” ucap mbak erlina
Kuceritakan pertemuanku dengan bu dian dan semua detail yang aku sampaikan kepadanya, tapi tidak persetubuhanku dengan Ibu.
“Seharusnya kamu tidak perlu mengatakannya...” ucapnya
“aku tidak bisa membohonginya...” balasku
“karena kamu mencintainya bukan?” ucapnya
“iya...” balasku pelan
“Aku kagum kepadamu ar, sejak pertama kali aku melihatmu, pertama kali kita bisa bercengkrama, kamu adalah sosok laki-laki yang sangat ideal bagi kamu perempuan. ganteng, bersih dan ceria serta jujur...”
“Dan dian sangat beruntung karena dia dicintai olehmu...” lanjutnya
“tapi aku terlalu ko...” ucapku menghentikan ucapanku sendiri
“Aku juga, sama sepertimu kan ar?” ucapnya
“tapi..” aku tak mampu melanjutkan
“jangan pernah berpikir kamu akan jauh darinya, dia pasti akan memilih bersamamu apapun resikonya...”
“dan kamu jangan pernah berpikir mencari penggantinya, karena hanya akan ada rasa sesal dihatimu.... ar, jujur saja aku juga menginginkanmu, aku sempat jatuh cinta kepadamu...” ucapnya, yang langsung kulingkarkan tangan kiriku pinggangnya
“ketika aku merasakan cinta kepadamu, aku marah, dan pada saat aku marah kamu datang dan aku tidak menggubrismu, bahkan waktu itu aku jutek kan hi hi hi...” ucapnya aku hanya menganggukan kepala
“tapi kamu bukan buatku, ketika cinta itu datang aku menyapanya dan menyuruhnya untuk pulang. Ketika rasa sayang itu datang aku menyapanya dan mempersilahkannya untuk menetap. Karena cukup bagiku sayang kepadamu, karena aku memiliki Alan dan dia mau menerimaku apa adanya. Walau aku tahu yang kita lakukan salah, tapi sejak pertama kali kita melakukannya dan betapa heroiknya kamu menolongku. bahkan hingga saat ini aku tidak menolaknya ketika kamu menginginkannya”
“dan dihari ini pun, aku memberikannya kepadamu bukan untuk janjimu kepadaku. Karena aku melihatmu jatuh dan tak ingin kamu berlama-lama didalamnya. Banyak yang membutuhkanmu selain aku, jika kamu jatuh dan tak ingin bangkit mungkin akan ada beberapa orang lagi yang menyusul ayahku” ucapnya. Aku kemudian bangkit dan duduk disampingya, membelakanginya. Dia bersandar pada punggungku.
“tapi mbak, aku tak bisa lagi melangkah...” ucapku, kemudian kedua tanganya melingkar diperutku
“Janji adalah hutang dan aku harap kamu melunasinya. Dan aku tahu, kau pasti jug apunya janji dengan yang lain walau aku tidak tahu kepada siapa kamu berjanji” ucapanya mengingatkan aku pada Pak Koco, Tante War, mbak ara dan Ibu serta kedua orang yang meninggal dalam pelukanku, Kakek Wicak dan Nenek Mahesa.
“Maafkan aku hiks hiks hiks...” ucapku
“Menangislah, seorang kesatriapun butuh untuk mengeluarkan air mata tanpa harus meninggalkan tanggung jawabnya. Menangislah karena seorang kesatria juga butuh untuk mengeluh... dan butuh cinta...” ucapnya yang kemudian tubuhnya bergeser ke sampingku dan dibenamkannya wajahku di dadanya.
“na... na... naaaa... na... naaa....” alunan lagu Sutike dane di nyanyikan lagi oleh mbak erlina
“Setiap orang mempunyai masa lalu yang buruk, bukan berarti dia selamanya akan menjadi buruk. Dia bisa mengubahnya dengan tekad yang kuat pasti bisa berubah.”
“na... na... naaaa... na... naaa....”
“Sekalipun tak ada Alan bersamaku, aku tidak akan mau memilikimu... karena hati tidak dipaksakan... jangan sekali-kali kamu berpikir untuk memilikiku ar, aku tidak ingin...”, aku terhenyak sesaat ketika aku mendengar kata-kata itu, ya aku memang pernah ingin bersamanya ketika aku merasakan sakit darinya bahkan saat inipun perasaanku menginginkan dia sebagai pasanganku
“na... na... naaaa... na... naaa....”
“kembalilah ke jalan kesatriamu adikku sayang, disana ada seorang putri sedang menantimu... aku akan selalu ada untukmu, disampingmu sebagai seorang kakak yang selalu mendukung adiknya... ya, seorang kakak perempuan seperti yang kamu katakan kepadaku dan no love between you and me, hanya rasa sayang seorang kakak perempuan kepada adiknya yang seorang kesatria...”
“Yakinlah pada jalanmu...” lanjutnya
“Mbak, bagaimana jika dia tidak memilihku, jujur saja aku tidak pantas untuknya...” ucapku
“pantas dan tidak pantas bukan dari pandangan satu pihak...pantas dan tidak pantas adalah kamu yang menjalaninya, jika kamu mau berubah, jika kamu mau menjalaninya kamu pasti bisa...” ucapnya
“na... na... naaaa... na... naaa....”
“tapi aku belum bisa...” ucapku lirih
“Semua butuh waktu, tidurlah adikku sayang, ksatriaku, ksatria semua orang-orang yang tertindas... tidurlah, agar esok kamu bisa bangkit dan mulai melangkah lagi, banyak yang membutuhkanmu... jangan jatuh hanya karena satu masalah, jangan....”
“jika permaisuri itu memilih yang lain, akan ada permaisuri yang lain akan datang kepadamu... tak mungkin dalam jalanmu tak ada permaisuri, pasti ada entah dia atau yang lainnya... tidurlah sayangku, adikku, ksatriaku...” ucapnya
“na... na... naaaa... na... naaa....”
“Aku berharap dia tidak memilihku tapi aku berharap dia memilihku hiks...” lirihku, dengan air mata mengalir di pipiku
“tak ada yang tahu....” balasnya, sayup-sayup kudengar, mata ini kemudian terpejam dan terlelap. Entah esok aku akan menjadi apa...
“na... na... naaaa... na... naaa....”
“na... na... naaaa... na... naaa....”
Hingga pagi menjelang aku dibangunkan oleh mbak erlina. Segera aku mandi dan mebersihkan diri, senyum dan canda mewarnai pagi ini. pakaianku sudah kering dan sudah disetrika oleh mbak erlina. Seperti tidak ada yang pernah terjadi, mbak erlina terus menyemangatiku. Kami bercanda dan bergurau layaknya kakak dan adik, main game dikomputer bersama, nonton TV bareng hingga jalan-jalan sore bersama. Akhirnya malam tiba, aku pulang kerumah.
“Hai...!Adikku!” teriaknya di pintu gerbang kos ketika aku sudah ditepi jalan
“Keep Fight for me and the other!” ucapnya dengan senyuman
“I’ll do it sist, my beautifull big sister” teriakku,
“Kalau mau begini ke mbakmu ini saja ya” teriaknya sambil menunjukan jempol kejepit disela jarinya.
“Dasar mbakku ha ha ha” teriakku. Aku kemudian memacu REVIA dengan senyuman. Ya, aku harus terus melangkah, ada permaisuri lain tak perlu menangisi satu pintu walau itu adalah pintu emas. Aku masih punya pintu yang lain walau pintu itu bukan pintu emas.
Ibu duduk bersandar pada sandaran samping kursi, Kemudian Ibu bangkit dan duduk tegap memandangku. Aku terseyum dan ibu membalasnya. Dia berdiri, menggandeng tanganku menuju ke dapur.
“makan dulu sayang...” ucap Ibu dengan wajah sumringah
“iya...” ucapku walau dalam perut yang kenyang, kulahap habis secepatnya agar aku bisa langsung istirahat.
“Sudah bu, arya mau istirahat dulu...” ucapku
“Tidak mau mengobrol sama Ibu?” ucapnya
“Besok saja bu” ucapku tersenyum kepadanya, ibu mengangguk dan tersenyum kepadaku
Kurebahkan tubuhku dikamarku. Tak ada pikiran dalam diriku untuk menuntaskan masalahku dengan Ayah. Sejenak hanya ingin beristirahat, terlalu lelah tubuh ini. aku kemudian bangkit dan mengganti pakaianku dengan kaos dan celana kolor. Segera aku rebah dan kutarik selimut. Kleeek... Kubuka sedikit mataku dan Ibu berjalan ke arahku.
“Oh... bu...” ucapku bangkit
“Tidurlah, tak usah bangun kamu pasti lelah...” ucap Ibu dengan kedua tangan mendorongku agar rebah kembali. Ibu kemudian masuk dalam selimutku dan membelakangiku, ditariknya tangaku untuk memeluknya
“Jika kamu ingin sayang...” ucap Ibu sambil mengarahkan tanganku ke payudaranya
“tidak bu, Ibu tenang saja...” ucapku
“Erlina ya?” ucap Ibu
“iya tapi bukan aku yang meminta, dia menemukanku di taman dan membawaku ke kosnya...” ucap Ibu
“Maafkan ibu, jika saja waktu itu tidak terjadi mungkin kamu akan bersamanya sekarang dan tak ada lagi perasaan bersalah dalam hatimu” ucap Ibu
“Arya sudah katakan sebelumnya, Ibu tenang saja... Arya akan menjalani sisa hidup ini dengan penuh keceriaan dan tentunya menyelesaikan apa yang arya sudah mulai...” ucapku
“Tapi...” ucap Ibu
“Ibu tenang saja, seandainya bukan dia yang menemani sisa hidupku aku akan menemukan yang lainnya dan kita bisa menghentikan ini semua...” ucapku sambil memeluk erat tubuhnya
“Percaya pada anakmu ini bu...” ucapku
“I Believe in you...” ucap ibu lirih
“Thanks...” balasku
Tangan ibu semakin mendekap tanganku dan aku semakin memeluknya erat. kami terdur bersama dan melewati malam ini bersama. Entah esok apa yang akan terjadi, entah....
Pagi hari menjelang, aku terbangun tanpa Ibu disampingku. Segera aku mandi dan bersih-bersih tampak ibu sedang mendendangkan lagu di dapur. Ku sapa dengan senyum dan dibalasnya dengan senyuman. Makan pagi bersama Ibu tanpa Ayah sangat menyenangkan. Setelahnya aku pergi ke kampus untuk mencari informasi-informasi yan mungkin terlewatkan. Dari kejauhan ku lihat Bu Dian sedang berjalan dengan bu erna, segera aku menghindar agar tidak terjadi kontak dengannya. Kulihat wajahnya sedikit sayu dan kelelahan. Tak ada pancaran judes ataupun semangat, maafkan aku dian, maaf...
Setelah aku tahu tidak ada informasi, aku ambil motorku dan berjalan-jalan di sudut taman rektorat. Tempat yang adem dan enak buat nongkrong. Di tambah lagi, taman ini berada jauh dari jurusanku sehingga tidak memungkinkan bertemunya aku dengan bu dian. Taman ini berada di depan rektorat dan hari ini sangat sepi biasanya ramai tapi mungkin karena sudah memasuki minggu tenang. Hanya aku dan REVIA yang berada di tempat parkir belakang rektorat. Baru saja nongkrong, sudah pengen kebelakang. Segera aku berlari ke kamar mandi, sambil mendunhill aku BAB ha ha ha. Kamar mandi terletak dibelakang gedung rektorat, persisnya dekat tempat parkir. Lama aku berada didalam 2 batang dunhill melayang.
“Huft sial kenapa juga susah keluarnya” keluhku.
Setelah operasi sesar di kamar mandi aku hendalk berjalan menuju taman kembali. Tapi ketika baru saja aku akan berbelok di sudut gedung, kulihat beberapa orang sudah berada di tempat nongkrongku. Segera aku memundurkan tubuhku dan mengintip. Tampak Anta yang terjatuh dengan sedikit luka, Rani menangis memegangi anta dan empat orang berbaju hitam dengan tubuh kekar yang tak dapat aku lihat jelas wajahnya karena membelakangiku. Satu lagi dibelakang empat orang berbaju hitam itu tampak lelaki tua yang sedang bersedekap tapi juga tidak terlihat wajahnya.
Tiba-tiba laki-laki itu menendang anta dan berteriak-teriak menyuruh anta untuk segera pergi. Anta kemudian diseret dan akhirnya pergi walau sebenarnya tampak sangat jelas dia tidak ingin meninggalkan rani. Tapi rani berteriak agar anta segera pergi, setelahnya lelaki tua itu menampar wajah rani dan memarahinya. Entah apa yang di katakan lelaki tua itu tidak begitu jelas, dan ketika mereka berbalik. Mataku terbuka lebar dan melotot kearah lelaki tersebut. Segera aku tarik tubuhku bersembunyi dibalik tembok.
“itu... itu tukang, bagaimana dia bisa bersama rani dan anta” bathinku, segera aku lepaskan jaketku dan kututupi wajahku, kulihat 3 mobil melaju melewati bagian belakang gedung. Setelah 3 mobil itu menghilang, aku bangkit dan kulihat rani masih menagis dan duduk di bangku. Aku mendekatinya...
“Ran...” ucapku
“Eh...” dia terkejut akan kehadiranku dan menoleh ke arahku
“Kamu ar...” ucapnya, aku kemudian dudukdi sampingnya
“iya...”
“Aku melihat semuanya dan maaf jika aku hanya diam...” ucapku
“Kamu lihat ya, hiks” ucapnya sedikit parau dan tersengal
“tolong bilang sama dia, agar tidak mendekatiku lagi...” ucapnya
“Apa karena bajingan tua tadi?” ucapku sedikit emosi
“Eh... kamu tidak tahu apa-apa ar, lebih baik kamu menjauhi sekarang atau kamu akan dihajarnya dan juga anta, segera menjauhiku atau bukan hanya dihajar mungkin kamu bisa dibunuhnya” ucapnya
“Aku sulit mati cu he he he” ucapku dengan canda
“Aku tidak main-main ar, segera pergi atau kalau dia menemukanmu bersamaku dia akan membunuhmu” ucapnya
“Ran...” ucapku
“Cepat pergi!” bentaknya, aku hanya menoleh ke arahnya dan tersenyum
“Aku tahu siapa dia? Aku tahu apa yang telah dia lakukan...” ucapku sambil mengambil sebatang dunhill
“Eh... siapa kamu sebenarnya ar!” bentaknya yang semula dia sangat terkejut
“Apa kamu juga bagian dari mereka?! Kamu juga akan menjadi pemain di dalamnya?! Kalau begitu bunuh aku sekarang!” lanjutnya
“sssssttt... tenang ran...” ucapku menenagkan dan tersenyum kepadanya
“Kamu bisa saja bilang tenang tapi kamu pasti bagian dari mereka untuk memata-mataiku kan selama di KKN sampai sekarang?!” bentaknya dengan penuh emosi, dia berdiri dan memaki-maki diriku. aku langsung bangkit dan meraih tubuhnya, kupeluk erat tubuhnya
“tenanglah, aku bukan musuhmu... “ ucapku
“hiks hiks hiks hiks aryaaaaaaaaaaaaa...... hiks hiks hiks... tolong aku tolong aku....” isak tangisnya sambil mendekapku erat
“Sudah kamu tenang dulu ran, tenang, jika kamu tidak tenang bagaimana aku bisa menolongmu...” ucapku
“ikut aku, jika disini bisa saja mereka kembali...” ucapku mengajak rani menuju tempat dimana tak ada orang yang bisa menemukan kami berdua.
“kita mau kemana ar?” ucapnya
“Sudah ikut saja, aku ndak akan bunuh kamu kok, tenang ya cuuu....” ucapku sambil menarik tanganya, dan berjalan bersamanya menuju lantai 3 gedung kuliahku. Jelas sepi, mahasiswa tak ada yang berangkat. Aku memasuki salah satu kelas, dia duduk di bangku. Kutarik salah satu bangku dan duduk dihadapannya
0 komentar: