Mantan Guru SDku
Pagi itu aku ke pasar, belanja sedikit untuk
keperluan rumah. Setelah memasukkan
belanjaan ke bagasi speda motor, dari sudut
mata terlihat satu sosok yang hingga sekarang
tetap melekat di ingatanku. Ya..Bu Y, seorang
guru waktu aku SD. Tetap cantik, langsing dan
seksi hingga saat ini. Saat ini umurnya kurang
dari 50tahun. Aku pun menyapanya,"pagi Bu..".
Sedikit kaget,"Eh..kmu Wan. lagi belanja?" "Iya
Bu..kok bisa sampai pasar sini?" "Iya..kantor
Ibu kan deket sini. Sudah nggak ngajar lagi".
"Oo..gitu. "Boleh tau nomer hpnya Ibu?" "Ya
boleh.." Nomer Bu Y aku simpan lalu aku telpon
nomernya. "Ini nomermu ya?" "Ya Bu.." "Ok..Ibu
simpen ya". Kemudian aku berpamitan dan Bu Y
kembali ke kantornya.
Dua minggu kemudian aku iseng kirim sms ke
Bu Y, sekedar menanyakan kabarnya.
Sambutannya baik dan ia juga bertanya
keadaanku. Beberapa kali aku smsan
dengannya. Satu saat dengan nekat," Maaf
sebelumnya Bu..kalo boleh..aku panggil Mb ya
sekarang. Biar lebih akrab. Tapi kalo Ibu
keberatan ya nggak papa". "Nggak papa
Wan..terserah kamu. Jarak usia kita juga nggak
terlalu jauh". Wah..sip. Semula kupikir ia bakal
marah atau gimana, ternyata tidak
mempermasalahkannya. Hingga hari ini aku
masih smsan walau tidak sering. Hal yang
membuatku bertambah senang adalah Mb Y
mulai membiasakan memakai kata aq setelah
aku memanggilnya mb. Karena sebelumnya
memakai kata Ibu.
Hari itu hpku berbunyi,"Kamu di mana Wan.."
"Eh..halo Mb. Aku lgi di jalan..ada apa Mb?"
"Emm..kamu punya temen pengacara?" "Banyak
Mb..kenapa?" "Mb pingin ketemu sama
temenmu". "Oh iya Mb..tak aturnya dulu ya.
Nanti tak sms Mb". "Tak tunggu ya..makasih
Wan.." Aku tidak mau mendesaknya untuk
cerita tentang keperluannya bertemu temenku
yang pengacara. Semoga bukan Mb Y yang
sedang ada masalah. Dua hari kemudian aku
sms,"Mb..temenku besok bisa ketemuan. Mau
di mana?" "Di rumah temenmu aja. Jemput Mb
ya.." "Tak sms dulu temenku, rumahnya mana".
Kemudian balasan sms dari temenku masuk,
menyebutkan alamatnya. "Alamatnya ini Mb..",
aku sms Mb Y. "Lho..kebetulan. Rumah Mb
juga deket situ". "Oh ya..enak kalo gtu Mb.
Besok habis maghrib Mb". "Ya..jangan lupa
jemput ya". "Ok Mb..sampai besok".
Jam 6.15 aku sudah sampai di rumah Mb Y. Ia
memakai kaos lengan panjang model turtle
neck, warna ungu, sedikit ketat, dengan celana
jeans biru. Wah..baru kali ini aku melihatnya
dengan dandanan ala anak muda. Biasanya Mb
Y berseragam. Ia naik diboncengan dengan
posisi miring. Speda motor aku jalankan pelan,
karena aku tidak mau momen bersejarah ini
cepat berlalu. Kami ngobrol sepanjang jalan
menuju rumah temenku. Beberapa kali kami
tertawa bersama. Terus terang aku merasa
keadaan ini seperti saat berduaan dengan
pacar. Lama kelamaan aku baru merasa ada
sesuatu yang menyentuh belakang lengan kiri
dan punggungku. "Apa tas tangannya Mb
ya..ah nggak. Tasnya kan di pangku. Berarti...",
aku mulai tidak konsentrasi dengan jalanan.
Sedetik kemudian baru aku ingat bahwa kaos
Mb Y sedikit ketat dan dengan posisi
memboncengnya yang miring berarti
payudaranya yang aku rasa itu. Tongkat
kebanggaanku mulai menggeliat bangun.
Sebisanya aku tahan karena sebentar lagi akan
sampai di rumah temenku. Walau mungkin
temenku tidak memperhatikannya tapi daripada
dia memikirkan yang tidak - tidak.
Kemudian Mb Y aku perkenalkan kepada
temenku (K) sebagai saudara. K bertanya ada
keperluan apa kepada Mb Y. Lalu dijawab
bahwa suaminya telah melayangkan surat
gugatan cerai padanya. Aku terkejut. Selama ini
kulihat hubungannya dengan suami sepertinya
tidak ada masalah. Aku maklum jika Mb Y tidak
cerita padaku. Mb Y dan K aku biarkan
berdiskusi tentang proses gugatan cerai
tersebut. Sesekali aku menimpali pembicaraan.
Sejam kemudian diskusi selesai. Kami
berpamitan pada K. Mb Y membuka
pembicaraan dalam perjalanan pulang,"Aku ada
masalah sama suamiku Wan. Aku sendiri juga
kaget. Kok tiba - tiba ngajukan cerai". "Yang
sabar ya Mb..semoga cepet selesai dengan
baik". "Iya..amin. Makasih ya..kamu baik sama
aku". "Bukan apa - apa Mb. Selama aku bisa
mbantu ya tak bantu". Mb Y memindahkan
tangan kanannya yang semula berpegangan di
pundakku ke pinggangku. Serrr..hati ini makin
berdesir. Rasanya memang seperti pasangan
sedang bercengkerama.
Selang seminggu kemudian aku sms,"Gimana
Mb prosesnya..?" "Ya lanjut..mggu depan ktemu
sama hakimnya". Minggu depan Mb Y yang sms
aku,"Pengacara suamiku yang datang, dia ngg.
Ya sudah klo maunya cepet. Aku juga ngg mau
berlarut - larut". Aku balas,"Sabar ya Mb. Aku
tetep kasih support & doa buat Mb". "Makasih
ya Wan..kamu baik & perhatian sama aku". "Ya
kan aku dari dulu perhatian & sayang sama
Mb.." "Iya.." Beberapa hari kemudian aku
sms,"Siang Mb..gimana kabarnya.
Pengadilannya gimana?" Lama tidak ada
balasan. Sore baru dibalas,"Aku lgi sakit. Kamis
depan dipanggil lagi. Kamu jangan tanya -
tanya lagi ya..sory". "Iya Mb..maaf klo
keganggu". Kasihan Mb Y, jatuh sakit karena
memikirkan kasus ini. Aku tidak bertanya lagi
tentang kelanjutan proses cerainya.
Sebulan kemudian di hari Sabtu aku ke rumah
Mb Y. "Siang Mb..", sapaku. "Eh..kamu
Wan..sini masuk". "Belum pulang sekolah Mb
anak - anak?" "Belum..nanti jam 5an". "Oo gtu".
"Tumben kamu main.." "Nggak..pas lewat
daerah sini terus mampir aja. Kebetulan Mb
ada". "Iya..aku kadang klo Sab juga ada acara
sekolahan". "Hehehe..untung ketemu". Kami
ngobrol apa saja. Mb Y kadang menceritakan
situasi keluarganya. Aku memposisikan diri
sebagai pendengar, tidak mau mengorek
pertanyaan lebih detil. Suaminya ternyata kena
diabetes sejak 10tahun kemarin. Aku
menggodanya,"Masih on Mb?" "On apa..?" "Ya
on itunya..hi3". "Ah..kamu itu. Yaa sebulan max
2 kali aja. Aku juga nggak mungkin maksa
tho..Lagian aku juga udah pisah rumah 5taun
ini.", sempat kulihat kulit wajahnya yang putih
bersemu merah kala kulontarkan kalimat itu.
“Kasihan juga sih..emmm..Mb berarti sering
sendirian di kamar nih..hehehe.” “Udah biasa
sih..yaa gitulah. Mau nggak mau harus nahan”.
“Nahan apa Mb..” “Yaa nahan hasratlah..”
“Wah..sip..Mbakku masih sehat ternyata.
Hasrat apa sih Mb..” “Iya..makasih. Yaa
hasrat…eh..kok kamu nanya – nanya terus
sih..” Mb Y makin memerah kulit wajahnya.
Sedang aku hanya ketawa lebar dan nyengir.
Hari itu tidak terjadi apa – apa. Aku juga tidak
mau buru – buru, bisa berantakan total nanti.
Hari Sabtu minggu depannya aku ke rumah Mb
Y lagi. Sejak dari rumah sudah kurancang
strategi jika sikonnya memungkinkan. Ternyata
Mb Y ada di rumah. “Apa niatku bisa terlaksana
sekarang..ahh..liat nanti”, pikirku. “Nggak ada
acara Mb?” “Siang ini nggak. Barusan aku
dateng dari dispendik. Mau minum apa Wan..?”
“Oo..gitu. Untung deh nggak ada acara.
Terserah mau dibikinin apa Mb”. Siang itu Mb Y
memakai baju kebesaran ibu – ibu jika di
rumah, daster. Bertali kecil di pundak, berwarna
pink berbunga – bunga, sedikit nrawang.
Sekilas terbayang bh berwarna hitam dan cd
warna putih. Aku menelan ludah.
“Waow..mungkin hanya kebetulan Mb Y pake bh
warna favoritku. Nrawang lagi dasternya.
Duhh..bikin tongkatku mulai anget”, aku bicara
dengan diriku sendiri. Mb Y kemudian ke
ruangan dalam, mungkin ke dapur. Sebab
kudengar suara gelas berdenting. ”Mb..di dapur
ya..?” “Iya..aku di ruang makan sekarang”.
“Hmm..sekedar menyilakan aku masuk atau…”,
aku berperang dengan pikiranku. 5detik
kemudian aku nekat masuk.
Mb Y sedang menuangkan sirup ke masing –
masing gelas. Dia tidak memperhatikan aku
yang sedang berkonsentrasi memandanginya.
“Mb Y dari dulu memang nggak berubah.
Kulitnya putih, seksi, ramping. Tangannya
berbulu tipis – tipis”, pikirku. Saat menuangkan
sirup sekilas terlihat bh-nya dari samping. Hati
ini makin berdenyut tak beraturan. Pelahan
kudekati Mb Y. “Pake es ya Mb..panas
soalnya”. “Eh..ya iya tho..”, ia melirik sekilas
padaku. Dengan memantapkan hati aku
memutari tubuhnya dan memeluk dari belakang.
“Eh..kamu ngapain..bikin kaget aja. Udah sana
ke depan”, sambil meletakkan es berbentuk
kotak dalam 2 gelas. “Maap ya Mb..habis
kangen. Lama nggak ketemu bertahun – tahun”.
“Huu..kamu itu. Udah sana..nanti ada yang
liat”. “Dijamin nggak ada Mb..udah tak kunci
pintunya”, aku makin merapatkan diri.
Kupeluk ia dengan 2 tanganku diperutnya.
Karena waktu semakin berjalan, jika tiba – tiba
anaknya datang dari sekolah. “Minum dulu
ini..”, satu gelas disodorkan padaku. Kupegang
dengan tangan kanan. Mb Y juga minum dari
gelas satunya. Aku minum seteguk lagi,
kuletakkan gelas dan kuputar tubuhnya. Mb Y
menatapku dengan pandangan takut, ingin tahu
dan bertanya; anak ini nekat juga. Kudekatkan
wajahku dengan tangan kiri memeluknya dan
tangan kanan memegang dagunya. Mb Y mulai
gelisah, terlihat dari tatapannya dan geliat
tubuhnya seakan ingin melepaskan pelukanku.
Bibir Mb Y kubuka sedikit bawahnya. Kukecup
lembut bibirnya. Matanya membelalak lebar, tak
menyangka. Bibirku yang dingin karena
meneguk es sirup tadi mengecup bibirnya 2 kali.
Lalu kukecup lagi dan kualirkan pelan – pelan
es sirup yang sudah kusimpan di mulutku dari
tadi. Matanya makin melebar. Es sirup yang
kualirkan ke mulutnya ditelan juga. Pelukanku
makin kupererat. Mungkin dia sudah merasakan
sesuatu yang mulai mengeras di celanaku.
Es sirup sudah habis kualirkan. Mata Mb Y
sudah normal kembali. Kupeluk dengan dua
tangan. Lalu kukecup pundak kirinya. Leher Mb
Y sedikit bergerak. “Geli Wan..kamu mau apa
sih. Kok tiba – tiba gini..”. Aku tak
menjawabnya, hanya tersenyum. Ganti pundak
kanan yang kukecup. “Geli ahh..ada apa sih..”
“Karena aku sayang Mb dari dulu. Tetep cantik
& seksi”. “Ah..gombal..pinter ngrayu ya
ternyata”. “Kan emang kenyataan Mb..” Ia
terdiam dengan senyum manis mengembang.
“Makasih..aku juga sayang sama kamu..”
“Makasih Mb..boleh aku lanjutkan perasaanku?”
Mb Y diam. Dari tatapan matanya kusimpulkan
tidak ada penolakan. Kubuka bibir bawahnya
dan kugigit pelan. “Sshh..”, desisnya. Aku
bersorak, ternyata Mb Y juga menginginkannya
dan dia memang sudah lama tidak bercumbu.
Kubelai rambut panjangnya. Kukecup kuping
kirinya dan kutiup pelan. “Wann..geli ahh..”
Tangan Mb Y mulai menunjukkan reaksi.
Pinggangku dipeluknya erat. Tangan kanannya
menahan kepalaku yang masih mengecup
kuping kirinya. Ia menyusupkan kepalanya di
samping kiriku. “Gelii Wann..”, nada suaranya
mulai berubah manja. Tangan kanannya
mengusap – usap belakang kepalaku.
Kupandang matanya dan kucium lembut
bibirnya. Mb Y sudah tidak ragu lagi. Bibirnya
juga menciumku. Makin lama ciuman kami
makin panas. Suara kecipak bibir memenuhi
ruang makan. Lidahku menerobos masuk.
Mulanya ia tidak merespon. Mungkin suaminya
tidak begitu cara menciumnya. Kutekan lidahku
di langit – langit mulutnya. Pelukannya makin
erat. Punggungku diusap – usap. “Ohh..”, suara
wanita yang mulai horny sudah terdengar. Mb Y
juga membalas. Ditekannya lidahnya di langit –
langit mulutku. Kami saling mengulum lidah.
Tangan kiriku mengusap – usap punggung lalu
turun ke pantatnya. Tangan kanannya
memegang kepalaku dan yang kiri mengusap –
usap dadaku. Sesekali kusedot dalam – dalam
lidahnya. Mb Y sedikit melotot. “Eemmphh..”.
Hehehe..bisa kehabisan napas nanti kalau
kelamaan. Sekarang dua tanganku meremas
lembut dan sesekali kuremas kuat. Mb Y
kubiarkan mencium habis bibirku. Lalu kudorong
ke depan pantatnya. Kutekan – tekan di
tongkatku yang masih tersembunyi. Dua tangan
Mb Y masuk ke kaosku. Memutar – mutar
pentilku, kadang dicubitnya. “Sakit Mb..”
“Biarin..hukuman kamu nakal gini” “Yaa kalo
Mb nggak mau ya gak papa..gimana..” Mb Y
tidak menjawab. Tangan kanannya sekarang
mengusap perutku.
Dua tanganku mengangkat bagian bawah
dasternya. Hati ini makin berdetak kencang.
Apa yang selama ini hanya khayalan sekarang
bisa terwujud. Kulit pantatnya begitu mulus.
Makin kuremas. 10 jariku menelusup cdnya.
Sesekali kuelus pelan lubang belakangnya.
“Sshh..ahh..gelliii masss..” Wah..makin
meningkat ini. Sudah memanggil mas padaku.
Kepala Mb Y disusupkan di dadaku. Dua
tangannya meremas pantatku. Jari tengah
kiriku kujalankan menuju belahan kemaluannya
dari belakang. Kena..sudah basah dari tadi
ternyata. “Ooughh..masss..kamu nakalll..”
Pantatku ditekan – tekan ke kemaluannya yang
masih tertutup daster. Kuturunkan pelan – pelan
cdnya. Mb Y membantunya saat cdnya di
pertengahan paha. Mb Y memandangku dengan
sayu. Bibirku dikecup – kecup ringan. Tangan
kirinya menyusup bagian belakang pinggangku.
Mungkin ia masih malu dan menjaga gengsi jika
berbuat lebih. Tangan kiriku meremas pantatnya
dan yang kanan mulai mengelus pelan bibir
bawahnya.
“Maasss..oohhh..” Pubisnya kelihatannya hanya
sedikit. Great, pikirku. Cairannya makin deras
kurasa. Kutekan – tekan jari telunjuk dan
tengah ke bibir dalamnya. Geliat tubuh Mb Y
makin menjadi. Tangan kirinya berusaha masuk
ke belakang pantatku. Jelas susah karena aku
pakai jeans. “Buka aja Mb celanaku..”, aku
berbisik di kuping kanannya. Mb Y menatapku
sejenak. Retsluiting celanaku dibuka. Perlahan
diturunkan sebatas bawah pantatku. Jari
tengah kananku menggosok – gosok
kemaluannya. “Ooughhh..”, desis Mb Y. Leherku
dikecupnya. Kumasukkan dua ruas jari tengahku
ke belahannya. Aku makin dipeluk erat. Tangan
kirinya meremas pantatku. Tangan kanannya
menyentuh malu – malu tongkatku. Perlahan
kukeluar masukkan semua jari tengah kiriku.
“Eemmphh..mmass..” Tongkatku sudah
diremasnya walau masih terbungkus cd. Sedetik
kemudian diturunkan cdku. Tongkatku
digenggam erat. Kecepatan jariku di kedalaman
kemaluannya tetap, tidak kupercepat. Tangan
kiriku menjelajah ke atas dari balik daster.
Kuremas pelan payudaranya bergantian. Tangan
kanannya mulai menggerakkan tongkatku atas
bawah. Kuhentikan tangan kananku untuk
bergabung dengan yang kiri, membuka kait bh-
nya. Tess..Dua tanganku meremas
payudaranya. Tangan kirinya meremas pantatku
kuat. Tongkatku digerak – gerakkan penuh
perasaan. Mataku ditatapnya dalam – dalam.
Kukecup kening atasnya. Mata Mb Y menutup
sejenak, seakan meresapi. Celana jeansku
sudah turun hingga mata kaki. Aku melepasnya
dengan berjingkat. Dilihatnya tongkatku.
“Mas..penismu mantep juga kayaknya..”
Dielusnya pelan – pelan. Sekujur tubuhku sedikit
bergetar. “Makasih Mb sayang..” “Bagian
pangkal dan batangnya kok nggak ada
rambutnya?” “Dari dulu tak bikin gitu Mb..biar
makin kerasa” Giliran bola – bolaku dielusnya.
Jari tengah kananku kembali mengusap dan
menekan kemaluannya. Cairan kasih sayangnya
makin membasahi tanganku dan paha
dalamnya. Kaosku dilepas. Kuusap – usap
punggung mulusnya. Pentilku bergantian disedot
dan sesekali dimainkan dalam mulutnya.
“Emmm..”, gumamku. Kini tali bh-nya
kuturunkan bergantian. “Mas..di sofa situ aja
ya..”, pinta Mb Y sambil menunjuk sofa yang
ada di ruang makan, tempat menonton teve.
Aku berjalan telanjang bulat di belakang Mb Y,
dengan tongkat yang sudah benar – benar
keras. Sedang payudara dan pantat Mb Y
terlihat membayang.
Dua tanganku digenggamnya. Lalu aku dipeluk
erat,”Aku juga sayang kamu mas..” Tubuhku
didorongnya pelan untuk duduk di sofa. Rambut
Mb Y disibakkan yang kanan.
“Ooughhh..mbbakk..” Mb Y mengenggam
dengan tangan kanan dan mengecup kepala
tongkatku. Kami benar – benar seperti
sepasang kekasih. Batangku sekarang yang
dikecup. Kuelus – elus rambutnya. Kuping
kanannya sesekali kuremas pelan. Lalu bola –
bolaku yang dikecup. Dari bola – bola, lidahnya
menyusuri ke atas. Aku memejamkan mata,
meresapi. Sampai di kepala tongkat, lidahnya
memutari, dikecup – kecup. Dimasukkan pelan
– pelan ke mulutnya. “Mbbaakkk..emmhhpp”,
sambil kuremas rambutnya. Hanya sampai
setengah batang yang dimasukkan. Kemudian
dikeluar masukkan selama 1menit. Mata Mb Y
semakin sayu saat menatapku. Kuangkat
kepalanya. Aku beringsut maju dari dudukku.
Kuberdirikan tubuh Mb Y. Ia masih belum
mengerti. Kuangkat bawah dasternya. Lalu
kupegang pinggangnya agar maju. Rambutku
dielusnya mesra. Kemudian kususupkan
kepalaku ke bawah dasternya. Kujilati bibir
bawahnya. “Ahhh..mmaasss..jorokkk..” Aku tak
menjawab. Pantatnya kupegang erat agar tak
lepas.
Kuputari bibir dalamnya dengan lidahku. Kadang
kugigit pelan. Rambutku dijambaknya sedikit
keras. Kususupkan lidahku makin dalam.
“Arrghh..”, erangnya. Cairan Mb Y semakin
deras. Kutelan semuanya. “Kamu pinterrr
mmaasss..” Tiba – tiba kepalaku ditarik keluar.
Lalu tubuhku didorong untuk kembali bersandar.
Aku beringsut mundur. Mb Y lalu duduk di
pahaku dengan mengangkat bawah dasternya.
Dipegangnya tongkatku lalu diposisikan di
lubang kemaluannya. Pelan – pelan tubuhnya
diturunkan. Kepalaku dipegang
erat,”Mmass..oohhh..” “Mmbbakk..eemmm..”
Mb Y diam sejenak. Kulihat sebentuk air
mengalir dari matanya. Kupeluk erat
punggungnya. Kukecup bibirnya. “Kenapa
Mb..sakit..?” Pipi kirinya ditempelkan di pipi
kananku. Ia menggeleng pelan,”Nggak
mas..sudah lama aku nggak merasakan
kenikmatan ini. Dan mas pinter mainnya..”
“Maafin ya Mb kalo Mb ngrasa aku udah
kurang ajar. Makasih Mb sudah mengabulkan
keinginanku”. “Aku juga terima kasih
mas..nyaman rasanya kamu peluk begini”.
5menit kami berpelukan dengan tongkatku
sudah di dalam kemaluannya.
“Cup..cup..udah..jangan nangis lagi ya Mb..”
“Iya mas..”, diciumnya dalam bibirku.
“T***k Mb enak..anget dan masih rapet”,
candaku. Mb Y. “Huu..jorok kamu mas..hehehe.
K***l mas juga mantep. Keras dan mentok” Mb
Y ganti membalas gurauanku. Pinggangnya
kupegang erat dan kumaju mundurkan.
“Mmasss..ooughhh..”, dengan kepalanya yang
mendongak dan punggung yang melengkung ke
belakang. Mb Y mengimbangi dengan memutar
pinggul dan menaik turunkan tubuhnya. Kami
saling menatap mesra. Pipi kiri kananku dielus
– elus. Daster bawahnya kuangkat dan kulepas.
Mb Y membantu dengan mengangkat dua
tangannya dan melepasnya sendiri. Benar
dugaanku. Payudaranya masih lumayan
kencang, sedikit turun. Pentil – pentilnya tidak
begitu besar, warna coklat, areolanya juga
sama. Kudorong punggungnya ke depan. Aku
mulai mengecup pentil – pentilnya. Bergantian
kujilat, kuputar – putar dengan lidah. Kepala
dan rambutku diremas – remas. Pentil
kanannya kusedot kuat. “Kamu kok pinter sih
masss..” Sekarang yang kiri kusedot kuat. Dua
mataku diciumnya lembut.
Mb Y sekarang yang aktif. Ia bergoyang ke atas
bawah, maju mundur, kiri kanan. Aku hanya
mengelus – elus punggung dan pantatnya.
Desah, teriakan kecil dan dengus napas kami
menggema di ruang teve. Mb Y sekarang
bertumpu pada dua pahaku. Pinggangnya naik
turun. Rambutnya tergerai ke belakang.
Mulutnya sedikit terbuka dan mata yang
terpejam. Tangan kiriku menopang
punggungnya. Jempol kananku menggosok –
gosok kelentitnya. Gerakan naik turun Mb Y
makin kuat. Dihentakkannya ke
bawah,”Ooohh..mmaassss..” Kupegang erat
punggungnya. Terasa semakin hangat
tongkatku. Rupanya ia orgasme. Kuletakkan
kepalaku di perutnya. Kepalaku dipeluknya dan
dielus – elus. “Makasih mas..aku dapet
kebahagiaan lagi darimu..” “Sama – sama
Mb..aku seneng kalo Mb bisa puas” Kami masih
berpelukan erat. “Mas belum keluar ya?” “Belum
Mb..Mb yang dibawah ya sekarang..” Keningku
dikecup, lalu Mb Y turun dari tubuhku. Ia
berbaring di sofa dengan kepala di sandaran
pinggir.
Kami berciuman dalam. Tangan kanan Mb Y
mengurut – urut tongkatku. “Masukin mas
sekarang..ayooo..” “Apanya yang tak masukin
Mb..?” “K***l mas ini...” Aku tersenyum
nyengir. Dengan tak sabaran dipegangnya
tongkatku. Aku menurunkan dan memajukan
tubuhku. Pelan kumasukkan tongkatku. Tangan
kiri Mb Y menggapai kepalaku lalu mencium
bibirku. “Aku sayang kamu mas..” “Aku juga
sayang Mb..” Kudorong hingga mentok
tongkatku. “Eemmpphh..oohhh” Sedetik
kemudian kutambah kecepatan dan daya
dorongku. Tubuh Mb Y terlonjak – lonjak.
Pantatku dipegang erat. Aku menumpukan diri
pada dua sikuku. Paha Mb Y dirapatkan. Suara
kecipak paha dan air kenikmatan kami semakin
memenuhi udara. Tangan kiri Mb Y memegang
kepalaku dan yang kanan mengelusi
punggungku. “Oohh..ooohh..oohh..”,suara Mb
Y. Kusedot kuat pentil – pentilnya bergantian.
“Mmaass..akkuu mauu keluarr lagiiii...”
“Tunggu Mb..akuuu juggaa mauuu keluarrr..”
Dua tangannya mencengkeram pantatku kuat –
kuat dan didesakkan hingga tak ada ruang
antar kelamin kami. “Mmaasss...oouuffsstttt..”
Aku bergerak naik turun maju mundur lagi.
Kuhujamkan sedalam – dalamnya. Tubuhku
ambruk di atasnya dan bibirnya kusedot kuat.
“Mmbbaakkk..ooohhh...eeemmmm..” Kepalaku
kuletakkan di payudaranya. Rambut dan
punggungku dielus – elus. Rambut dan pipi Mb
Y aku elus – elus. Cukup lama kami berdiam.
Aku mendongakkan kepala dan kucium lembut
bibirnya. “Makasih Mb..aku bahagia sekali..” Mb
Y tersenyum manis,”Aku juga bahagia
mas..makasihh sekali..” Kecupan – kecupan
ringan dan saling tersenyum masih menghiasi
ruangan teve.
0 komentar: